Anda di halaman 1dari 46

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK

Sesi 7 & 8
 Pengukuran Kinerja Pelayanan
Inovasi Pelayanan Publik

Oleh
Dr. Ir. A.H. Rahadian, M.Si

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI)

2020 - 2021

1
DAFTAR ISI

I.PENGUKURAN KINEJA PELAYANAN PUBLIK

1. Review Literatur : Indikator Penyusun Kinerja.


2. Indikator Pelayanan Publik

II. INOVASI PELAYANAN PUBLIK

1. Pelayanan Satu Atap (one stop services)


2. Program Drive Thru Responden
3. Samsat Quick Response (SQR)di Surabaya Ruang Lingkup
4. Program Layanan Rakyat untuk Sertifkat Tanah (Larasita)
5. Program Penghematan Anggaran di Kabupaten Jembrana

III. BUDAYA PELAYANAN PUBLIK

2
I. PENGUKURAN KINERJA PELAYANAN
1. Review Literatur : Indikator Penyusun Kinerja.
). McDonald & Lawton (1977): output oriented measures throughput,
efficiency, effectiveness.
. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu
penyelenggaraan pelayanan publik
. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,
baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi
). Salim & Woodward (1992): economy, efficiency, effec­tiveness, equity.
.  Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumberdaya yang sesedikit
mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
.  Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu
penyelenggaraan pelayanan publik.
.  Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,
baik itu dalambentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.
. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan
memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

3
3) Lenvinne (1990): responsiveness, responsibility,
accountability.

a. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap


providers terhadap harapan, ke­inginan dan aspirasi serta
tuntutan customers.
 
b Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan
publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan.
 
c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran ekstemal
yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders,
seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

4
4). Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990): tangibles, re­liability,
responsiveness, assurance, empathy.

a. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petam­pakan fisik darl


gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang
dimiliki oleh providers.

b. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk


menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerela­an untuk


menolong customers dan menyeleng­garakan pelayanan
secara ikhlas.

d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan


kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam
memberikan kepercayaan kepada customers

e. Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang


diberikan oleh providers kepada customers.
5
5). Gibson, Ivancevich & Donnelly (1990): Kepuasan, efisiensi,
produksi, perkembangan, keadaptasian dan kelangsungan
hidup.

a. Kepuasan, artinya seberapa jauh organisasi dapat memenuhi


kebutuhan anggotanya.

b. Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan


masukan.

c. Produksi adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan


organisasi untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh
lingkungan.

d. Keadaptasian ad.alah ukuran yang menunjuk­kan daya tanggap


organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.

e. Pengembangan adalah ukuran yang mencermin­kan kemampuan


dan tanggungjawab organisasi dalam memperbesar kapasitas
dan potensinya untuk berkembang. 6
2. Indikator Pelayanan Publik
Keputusan MENPAN Nomor  Waktu  Prosedur pelayanan
63/2004: Standar Pelayanan penyelesaian  Sarana dan prasarana
Publik  Biaya pelayanan  Kompetensi petugas pemberi
 Produk pelayanan pelayanan
Keputusan MENPAN Nomor  Transparansi
63/2004: Asas Pelayanan Publik  Akuntabilitas
 Kondisional
 Partisipatif
 Kesamaan hak
 Keseimbangan hak dan kewajiban
Keputusan MENPAN Nomor  Ketepatan waktu  Kesederhanaan
63/2004: Prinsip Pelayanan  Akurasi  Kejelasan
Publik  Keamanan
 Keterbukaan
 Tanggung jawab
 Kelengkapan sarana  dan prasarana
 Kenyamanan
 Kedisiplinan,kesopanan dan
 keramahan
 Kemudahan akses
7
Ukuran Yang Berorientasi Pada Hasil
 
Efektivitas
Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk
target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Akan tetapi pencapaian
tujuan ini hams juga mengacu pad a visi organisasi.
 
Produktivitas
Produktivitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah
untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat.
 
Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluar­an dan masukan. Idealnya
Pemerintah Daerah harus dapat menyelenggarakan suatu jenis pelayanan tertentu
dengan masukan (biaya dan waktu) yang sesedikit mungkin.

Kepuasan
Kepuasan, artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah dapat memenuhi kebutuhan
karyawan dan masyarakat.
 
Keadilan
Keadilan yang merata, artinya cakupan atau jangkauan kegiatan dan pelayanan
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah harus diusahakan seluas mungkin dengan
distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.

8
Ukuran Yang Berorientasi Pada Proses
 a. Responsivitas
Yang dimaksudkan dengan responsivitas di sini adalah kemampuan
provider untuk mengenali keutuhan masyarakat, menyusun agenda dan
prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
  
 b. Responsibilitas
Ini adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian
antara penyelenggaraan pemerintahan dengan hukum atau peraturan
dan prosedur yang telah ditetapkan.
 
 c. Akuntabilitas
Ini adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian antara penyelenggaraan peme­rintahan dengan ukuran-
ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake
holders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
 
 

9
…Lanjutan Ukuran Yang Berorientasi Pada Proses
d. Keadaptasian
Ukuran yang menunjukkan daya tanggap organisasi terhadap
tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
 
 e. Kelangsungan hidup
Seberapa jauh Pemerintah Daerah atau program pelayanan
dapat menunjukkan kemampuan untuk terus berkembang dan
bertahan hidup dalam berkompetisi dengan daerah atau
program lain.
 
f.  Keterbukaan/ transparansi
Prosedur/tatacara, penyelenggaraan pemerintahan dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
 
g.Empati
Perlakuan atau perhatian Pemerintah Daerah atau
penyelenggara jasa pelayanan atau providers terhadap isu-isu
aktual yang sedang berkembang di masyarakat.
10
Pengukuran Kinerja Pelayanan
(Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990), sepuluh indikator kinerja
pelayanan, yaitu:
 
1)Ketampakan fisik (Tangible)
2)Reliabilitas (Reliability)
3)Responsivitas (Responsiveness)
4)Kompetensi (Competence)
5)Kesopanan (Courtessy)
6)Kredibilitas (Credibility)
7)Keamanan (Security)
8)Akses (Access)
9)Komunikasi (Communication)
10)Pengertian (Understanding the customer)

Strategi pelaksanaan pelayanan

1.Sederhanakan Birokrasi (Cutting Red Tape)


2.Mengutamakan Kepentingan Masyarakat (Putting Customers First)
3.Pemanfaatan dan pemberdayaan Bawahan (Empowering and
Energazing Employees to Get Results)
4.Kembali ke Fungsi Dasar Pemerintah (Getting Back to Basic)
11
II. INOVASI PELAYANAN PUBLIK

1. Pelayanan Satu Atap (one stop services)

● Produk layanan : KTP, akte kelahiran, sertifikat


tanah, dengan prinsip cepat mudah, jelas
persyaratan, biaya dan waktu penyelesaian.
● Dalam dunia bisnis, OSS sangat mendukung
kelancaran berinvestasi. Mengurus ijin cukup
diselesaikan 1 meja, persyaratan dan biaya
ditentukan dengan jelas.
● Cikal bakal OSS dilakukan oleh Kab. Sragen.
Saat ini dari 477 kota/kab., OSS sudah dilakukan
di 286 kota/kab. (70%).

12
2. Program Drive Thru
● Sejak Juni 2006, di Samsat/Polda Jatim
perpanjangan STNK Mobil, tanpa harus turun
dari mobil.
● Pengemudi menunjukan STNK, KTP dan BPKB
Asli, dengan prinsip mudah, murah, dan cepat
seperti pelayanan ATM atau membeli fried
chicken/dounat di Mc Donald, sekaligus
melakukan pembayaran di loket (tunai/kartu
kredit), kemudian perpanjangan STNK dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit.
● Drive Thru telah terkoneksi di Surabaya,
Sidoardjo dan Malang.

13
3. Samsat Quick Response (SQR)di Surabaya
• Inovasi jasa pelayanan ala cepat saji untuk mengurus surat-surat
kendaraan yaitu; Kantor Samsat Polwiltabes Surabaya
menyediakan pelayanan kepada pemilik kendaraan yang ingin
mengurus surat-surat kendaraannya dengan menghubungi
031-2957, dan petugas mendatangi rumah pemohon.
• Seluruh pengurusan diberikan secara gratis tidak ditarik biaya.

• Pemohon hanya diwajibkan membayar kewajiban sesuai yang


tertera dalam STNK maupun pembayaran pajak BPNK.

• Dasar Hukum pengoperasian SQR, Peraturan Bersama Gubernur


Jatim, Kapolda Jatim dan Dir Op PT. Jasa Raharja tentang
pelaksanaan layanan unggulan Samsat di Propinsi Jawa Timur.

• Untuk mendukung sistem SQR Samsat menyiapkan 6 line telepon


dengan 15 petugas dari Unsur Polri, Dispenda dan Jasa Raharja.

• SQR ini wujud perubahan paradigma pelayanan kepolisian dalam


rangka Costumer Saticfaction.
14
4. Program Layanan Rakyat untuk Sertifkat Tanah
(Larasita)
● Merupakan unit pelayanan keliling dari kantor pertanahan
Kabupaten Karangnanyar untuk lebih mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat dengan sistem jemput bola.
● Layanan ini menggunakan sebuah kenderaan roda empat
dilengkapi dengan peralatan hitech, seperangkat komputer
hyperlink antenna yang dipasang di kantor BPN.
● Anggota masyarakat yang akan mengurus sertifikat tanah
tidak perlu mendatangi Kantor Badan Pertanahan, tapi cukup
penunggu di desa/ di rumah masing-masing, petugas akan
datang melayani dengan sistem online yang cepat, tertib,
murah dan transparan, dapat dipertanggungjawabkan.
● Pelayanan Larasita, mudah, sederhana tidak berbelit-belit,
jelas persyaratannya, jelas biaya dan waktu penyelesaiannya,
semua sudah tercantum dalam Peraturan Daerah.

15
5. Program Penghematan Anggaran di Kabupaten
Jembrana
● Pemkab menggratiskan pendidikan, pengobatan, PBB, dan
berbarengan melakukan upaya menghapusan kemiskinan,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

● Efisiensi dilakukan pada SDM, sarana dan anggaran. Terjadi


rasionalisasi struktur pemerintahan serta pendayagunaan
SDM dengan kompetensi dan integritas. Selama 5 tahun
Jembrana tidak mengangkat pegawai baru. Pengangkatan
170 pegawai profesional dilakukan tahun 2006.

● Dalam mendukung pelayanan prima menggunakan IT.


Dengan E-Governance dijabarkan dalam bentuk web site,
sms centre, kantor maya, CCTV, akte sidik kaki, dll.

16
…Lanjutan program penghematan

● Dari efisiensi dihemat anggaran hingga 50%. Dana ini


dikembalikan ke masyarakat dengan bentuk layanan
pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat miskin. Dalam 4 tahun terakhir Pemkab
Jembrana telah mensubsidi Rp. 14,7 miliyar untuk
menggeratiskan SPP 44.000 siswa SD sampai SMA.
● Dibidang kesehatan dana subsidi kesehatan dialihkan
menjadi jaminan kesehatan. Dengan subsidi premi Rp. 8 M
masyarakat mendapat layanan kesehatan gratis.
● Dalam bidang kependudukan, kebijakan pembebasan biaya
KTP.
● Dibidang Ekonomi pemberian subsidi PBB untuk sawah agar
sawah tidak beralih fungsi.

17
…Lanjutan program penghematan

● Untuk meningkatkan kesra dialokasikan


modal usaha bergulir untuk kelompok tani
nelayan, pengrajin, buruh, dan pedagang
kecil.
● Pada tahun 2000, PAD Kab. Jembrana Rp. 2,5
M dengan APBD Rp. 66,9 M.
● Pada tahun 2006, PAD menjadi Rp. 11,2 M
dengan APBD Rp. 339,3 M

18
III. BUDAYA PELAYANAN PUBLIK

1. Pengertian

 Budaya organisasi merupakan persepsi umum yang


dijalani oleh para anggota organisasi sebagai suatu sistem
nilai yang selanjutnya diterima secara bersama. Dalam
mengukir keekfektifan suatu organisasi , budaya merupakan
salah satu variabel dominan, disamping variabel strategis,
lingkungan dan teknologi.

 Budaya organisasi adalah sistem pengertian yang diterima


secara bersama. Karakteristik utamanya adalah inisiatif,
individual, toleransi terhadap resiko, arah (direction),
integrasi, dukungan manajemen . Kontrol, identitas, sistem
imbalan tolrean terhadap konflik dan pula komunikasi
( Robbins, 1994:505)

19
 Budaya oraganisasi adalah semua ciri yang menunjukkan
kepribadian suatu organisasi: keyakinan bersama, nilai-nilai &
perilaku-perilaku yang dianut oleh semua anggota organisasi.
Budaya organisasi adalah tradisi yang sangat sukar diubah.

 Budaya organisasi sebagai sistem nilai yang diyakini oleh semua


anggota organisasi, yang dipelajari, diterapkan dan dikembangkan
secara berkesinambungan, berfungsi sisitem perekat, dan dapat
dijadikan acuan berprilaku dalam organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah diterapkan

 Syarat yang paling utama untuk menjamin keberhasilan upaya


perubahan budaya organisasi adalah kepimpinan yang kuat
(strong leadership), baik dalm kemampuan dalam memimpin
maupun dalam ketajaman visi

20
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG PERUBAHAN
BUDAYA ORGANISASI

a) Nilai-nilai yang mendukung pancapaian visi yang telah ditetapkan


b) Motivasi yang mampu memobilisasi dukungan untuk perubahan
c) Ide dan strategi yang tepat untuk menciptakan lingkungan yang
mampu menyuburkan kebersamaan dalam perumusan ide-ide dan
strategi untuk mendorng perubahan
d) Tujuan ynag jelas serta selalu dikomunikasikan kepada para
anggota organisasi
e) Etik kinerja yang ditumbuhkan dengan sistem remunerasi dan
penghargaan yang tepat

21
PERUBAHAN MINDSET APARAT PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT
MERUBAH BUDAYA PELAYANAN

a)Mengutamakan pendekatan tugasyang diarahakan kepada pengayoman dan


pelayanan rakyat dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan & wewenang

b)Melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern,


ramping, efektif dan efisien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang
perlu ditangani & yang tidak perlu ditangani

c)Melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada
ciri-ciri organisais modern yakni pelayanan cepat, tepat , akurat, terbuka dengan
tetapmempertahankan kualitas, efisiensi biaya dan ketepatan waktu

d)Memposisikan diri sebagai fasilitator pelayanan publik dari pada sebagai agen
pembaharu (change of agent) pembangunan
e)Melakukan transformasi diri dari birokrasi yang

f) kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis,


novatif , fleksibel, & responsif

22
LANGKAH-LANGKAH YANG DAPAT MENUMBUHKAN
BUDAYA PELAYANAN

a) Tempatkan pegawai dari unit berbeda yang memiliki tugas dan fungsi jelas
di unit pelayanan sebagai langkah awal menuju perubahan budaya

b) Ciptakan rotasi pekerjaan secara berkala, kerja magang di lura unit, saling
tIdak menukar informasi seputar tugas dan fungsi antar unit, dan apabila
memungkinkan melakukan perlombaan antar unit pelayanan publik

c) Rayakan keberhasilan dalam pemberian pelayanan publik dengan


memberikan pengharagaan kepada pegawai yang berprestasi

d) Ciptakan bahasa, kebiasaan, cerita sukses, dan simbol untuk mendorong


rasa kebersamaan dan rasa kesatuan dalam tim unit pelayanan publik

e) Ciptakan mentala model baru dengan mengikutsertakan pegawai dalam


merancang misi organisasi, perlakuan nilai, kepercayaan , dan asumsi
mereka sebagai investasi bagi keberhasilan unit pelayanan

f) Ciptakan model sistem sebagai cara memberikan pemahaman tentang


bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana perubahan akan efektif .
(Standar Pelayanan Publik, PKMP-LAN)

23
F. BUDAYA PELAYANAN PUBLIK
 

1.Budaya Birokrasi Pelayanan Publik.


Budaya birokrasi pelayanan publik menarik untuk dikaji. Budaya organisasi sebenarnya merupakan
system tindakan yang berbeda dalam organisasi yang telah terpola dalam mengarahkannya untuk
menanggapi rangsangan dari luar dengan cara yang berbeda (Wilson, 1989, h. 93).

Diagnosis and Changing Organizational Culture

Sumber: Cameron, K.S., & Quinn, R. E. Giagnosing and Changing Organizational Culture. Addison-Wesley, 1999.

24
• Organisasi pelayanan publik dengan budaya klan
Organisasi pelayanan publik dengan budaya klan adalah organisasi
yang memiliki karakteristik memusatkan pada kondisi internal, dan
integrasi. Kondisi ini mirip sebuah keluarga besar.

• Organisasi pelayanan publik dengan budaya hirarki


Organisasi dengan budaya hirarki cenderung bersifat memusatkan
pada kondisi internal, integrasi, stabilitas dan pengendalian.

• Organisasi pelayanan publik dengan budaya market


Organisasi pelayanan publik dengan budaya market memiliki
kecenderungan untuk memfokuskan pada stabilitas, pengendalian,
fokus pada kondisi eksternal serta diferensiasi.

• Organisasi pelayanan publik dengan budaya adhocracy


Organisasi dengan budaya adhocracy memiliki karakteristik
berorientasi pada pihak luar, differensiasi, fleksibel dan kebebasan
untuk memilih. Provider dengan budaya adhocracy berusaha
melakukan penyesuaian seara terus menerus dan inovasi sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani.
25
Aspek-aspek dalam budaya birokrasi, (Schein., Edgar H.
Organizational Culture and Leadership. Jossey Bass-Publisher,san
Fransisco, 1992. ):

1. Keteraturan perilaku anggota organisasi dalam berinteraksi


2. Norma kelompok
3. Nilai yang diartikulasikan
4. Filosofi formal
5. Aturan main
6. Iklim organisasi
7. Ketrampilan anggota yang disyaratkan
8. Kebiasaan berpikir, model mental dan paradigma bahasa
dalam organisasi
9. Shared meaning
10. Simbol yang menyatukan.

26
2. Empat Tipe Budaya Organisasi (Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Me Laughlin, 1996:
760-762))
 
Apathetic Culture
Dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia maupun
perhatian terha­dap kinerja pelaksanaan tugas, dua-duanya rendah. Di sini
penghargaan diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan pemanipulasian
orang-orang lain.
 
Caring Culture
Budaya organisasi tipe ini dicirikan oleh rendahnya perhatian terhadap kinerja dan
tingginya perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih
didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, dan bukan didasarkan atas kinerja
pelaksanaan tugas.
 
 
Exacting Culture
Ciri utama tipe exacting Culture adalah bahwa per­hatian terhadap orang sangat rendah,
tetapi per­hatian terhadap kinerja sangat tinggi. Di sini seeara ekonomis,
penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas kegagalan yang dilakukan
juga sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan pekerjaan menjadi sangat
rendah.
 
Integrative Culture
Dalam organisasi yang memiliki budaya integrative, maka perhatian terhadap orang 27
maupun perhatian terhadap kinerja keduanya sangat tinggi.
3. Budaya Organisasi Publik di Indonesia

Organisasi-organisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhatian


yang sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas, tetapi
memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar
manusia. Hal ini tampak dari ciri-ciri birokrat sebagai berikut:

1)Lebih mementingkan kepentingan pimpinan ketimbang kepentingan


klien atau pengguna jasa
2)Lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat
3)Meminimalkan resiko dengan eara menghindari inisiatif
4)Menghindari tanggung jawab
5)Menolak tantangan
6)Tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melak­sanakan tugas-
tugasnya.
 
Budaya Caring ini tidak cocok dalam pemberian pelayanan yang
berkualitas kepada masyarakat. Dengan demikian harus diadopsi
budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan kondusif dengan
manajemen pelayanan publik. Budaya organisasi seperti ini disebut
kultur kinerja (Ivaneevich, Lorenzi, Skinner & Crosby 1997: 460). 28
5. Budaya Kinerja Dalam Organisasi Pelayanan
 
Budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan
semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara
terbaik yang dapat dilakukannya. (Ivaneevich, Lorenzi, Skinner &
Crosby (1997: 460))

Sepuluh semangat kewirausahaan yang dikembangkan Osborne dan


Gaebler (1993: 14) :
 
1)Mengarahkan ketimbang mengayuh
2)Memberi wewenang kepada masyarakat
3)Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan
4)Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang oleh
peraturan
5)Lebih berorientasi pada hasil, bukan input.
6)Berorientasi pada pelanggan, bukan birokrasi
7)Berorientasi wirausaha
8)Bersifat antisipatif
9)Menciptakan desentralisasi
10)Berorientasi pada pasar 29
G.  KEBIJAKAN DESENTRALISASI PELAYANAN PUBLIK
DI TINGKAT KECAMATAN

1. Pendahuluan

Ada berbagai pengertian desentralisasi. Leemans, misalnya,


membedakan dua macam desentralisasi: representative local
government dan field administration (Leemans, 1970).
 
Maddick mendefinisikan desentralisasi sebagai proses dekonsentrasi
dan devolusi (Maddick, 1983).
 
Devolusi adalah penyerahan kekuasaan untuk melaksanakan fungsi-
fungsi tertentu kepada pemerintah daerah; sedang dekonsentrasi
merupakan pendelegasian wewenang atas fungsi-fungsi tertentu
kepada staf pemerintah pusat yang tinggal di luar kantor pusat.

30
Perbedaan Dekonsentrasi dengan Desentralisasi

Istilah dikaitkan dengan Dekonsentrasi Desentralisasi


Prinsip Organisasi Deconcentration Decentralisation
(French Writers) (French Writers)
Deconcentration Devolution
(UN Report) (UN Report)
Bureaucratic Decentralisation
Democratic Decentralisation
Administrative Decentralisation
Political Decentralisation
Struktur dimana prinsip ini Field Administration Local Government
mendominasi Regional Administation Local Self Government
Prefectoral Administration Municipal Administration
Praktek Delegating of Power Devolution Of Power

Sumber: Mawhood (1983); Kuncoro (1995), et al. (1994).

31
2. Prasyarat Pelimpahan Wewenang

1)Adanya keinginan politik dari bupati/walikota untuk melimpahkan


wewenang ke camat.

2)Adanya kemauan politik dari pemerintahan daerah (bupati/walikota


dan DPRD) untuk menjadikan ke­camatan sebagai pusat pelayanan
masyarakat, terutama untuk pelayanan yang bersifat sederhana,
seketika, mudah, dan murah serta berdaya lingkup setempat

3)Adanya ketulusan hati dari dinas/lembaga teknis daerah untuk


melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh
kecamatan.

4)Adanya dukungan anggaran, infrastruktur dan personil untuk


menjalankan kewenangan yang telah didele­gasikan

32
Manfaat Pelimpahan wewenang:
Manfaat utamanya mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada
masyarakat sehingga pelayanan menjadi lebih berkualitas, dan
mempersempit rentang kendali dari bupati/walikota kepada kepala
desa/lurah.

Manfaat lain, mempercepat pengambilan keputusan berkaitan


dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga
program-program pem­berdayaan masyarakat pun dapat cepat
diimplementasikan.

Bermanfaat juga untuk memunculkan kader kepemimpinan


pemerintahan yang lebih handal, karena lebih teruji dengan tanggung
jawab yang lebih besar.

33
Peran pemerintah adalah pelayan sekali­gus perantara kepentingan beberapa kelompok masya­
rakat. Dengan kata lain, posisi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik berubah dari
"dilayani" menjadi "melayani". (Denhardt & Denhardt: 2003).

3. Landasan Peraturan Yang Relevan


Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik di
daerah, termasuk kecamatan.

1). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang PemerintahanDaerah.


Salah satu tugas camat adalah melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
 
2). Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal.
Pentingnya menyusun Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu ketentuan tentang jenis
dan mutu pela­yanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal dan pemerintah
daerah wajib menerapkan SPM tersebut.
 

34
3). Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan.
Tugas camat meliputi ... melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada
masyarakat di kecamatan dan melakukan percepatan pencapaian standar
pelayanan minimal di wilayahnya.
 
4).  Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63/KEP /M.PAN/7 /2003
Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat. Penyelenggara pelayanan juga harus memiliki standar pelayanan
yang dipublikasikan sebagai jaminan kepastian bagi warga penerima pelayanan.

5). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.KEP/26/M.PAN/2/2004


Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Penyelenggara pelayanan publik perlu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai prosedur dan persyaratan memperoleh pelayanan, rincian
biaya, waktu penyelesaian, juga kesempatan bagi warga untuk mengadukan
pelayanan yang tidak memuaskan.
 
6). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dilakukan dalam rangka
meningkatkan kualitas dan memberikan akses yang lebih luas kepada warga
untuk memperoleh pelayanan publik.

35
7). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tanggal 7
Februari 2007 Tentang Petunjuk Teknis Pcnyusunan dan
Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

Memberikan petunjuk rinci kepada departemen/ lembaga


pemerintah pusat dalam menyusun Standar Pelayanan Minimal
(SPM) agar dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
 
8). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tanggal 11
Maret 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata kerja Unit
Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah

Dalam rangka meningkatkan pelayanan perijinan, pemerintah


daerah membentuk badan atau kantor pelayanan perijinan terpadu,
yang tugasnya adalah melaksanakan koordinasi dan
menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan
secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkro­nisasi,
simplifikasi, keamanan dan kepastian.

36
4.  Perumusan Kebijakan Pelayanan Adinistrasi Terpadu
Kecamatan.
 
Secara garis besar, tahapan untuk mewujudkan pelayanan
administrasi terpadu kecamatan terdiri dari:
 
1) Kajian Awal Kesiapan Kecamatan
2) Lokakarya Visi & Misi Pelayanan Kecamatan
3) Lokakarya Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
4) Lokakarya Penyusunan Prosedur Tetap (Standard Oper­ating
Procedure/SOP)
5) Mengefektifkan Komitmen
6) Sosialisasi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan kepada
masyarakat

37
Langkah-langkah mewujudkan
pelayanan administrasi terpadu kecamatan

38
H. CITIZEN’S CHARTER DALAM PELAYANAN PUBLIK

2. Latar Belakang Citizen’s Charter


 
Citizen’s Charter, awalnya merupakan sebuah dokumen yang di
dalamnya disebutkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
melekat baik dari dalam diri providers maupun bagi customers.
 
Kemudian dalam perkembangannya, disebutkan pula sanksi-
sanksi terhadap pelanggaran apabila salah satu pihak tidak
mampu menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan
dalam dokumen Citizen’s Charter tersebut.
 
Seiring dengan konsep dan teori dalam Manajemen Strategis,
dalam Citizen’s Charter disebutkan pula visi dan misi organisasi
penyelenggara pelayanan dan juga visi dan misi pelayanan
organisasi tersebut.
 
The Citizen's Charter dipresentasikan kepada Parlemen di Inggris
oleh Perdana Menteri pada Juli 1991 dan dipublikasikan dalam
bentuk Kertas Pemerintah (comman paper).
39
Tema-tema dalam The Citizen's Charter (Oliver dan Drewry, 1996:28) :

1.Standar yang lebih tinggi : publikasi, dan bahasa yang jelas, standar ' layanan, pengawasan yang
lebih kuat dan independen, sebuah skema "tanda charter" untuk mengidentifikasi lembagalembaga
yang ada melalui term charterldana;

2.  Keterbukaan : menghilangkan kekaburan tatanan organisasional, biaya layanan, dsb; staf


diidentifikasi melalui nama- namanya;
 
3. Informasi : publikasi secara regular mengenai target-target kine rja dan seberapa bagus
mereka dipenuhi;
 
4. Non-diskriminasi : layanan yang tersedia apapun ras maupun jenis kelaminnya; brosur
yang dicetak dalam bahasa-bahasa minoritas yang dibutuhkan;
 
5. Daya respon : kepekaan yang lebih besar terhadap kebutuhan konsumen; konsumen diminta
pendapahya mengenai layanan yang diberikan;
 
6. Keluhan : tingkat responden terhadap keluhan yang lebih bagus (termasuk sebuah sistem
mediator lokal yang terkait dengan penanganan klaim-klaim minor), penyembuhan yang mernadai,
termasuk kompensasi yang tepat.

40
3. Tujuan Adanya Citizen’s Charter:
 
1)Untuk memberikan kepastian pelayanan yang meliputi waktu, biaya,
prosedur dan cara pelayanan.

2)Untuk memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban


pengguna layanan, penyedia layanan, dan stakeholder lainnya dalam
keseluruhan proses penyelenggaraan pelayanan.

3)Untuk mempermudah  pengguna layanan, warga, dan stakeholder


lainnya mengontrol praktek penyelenggaraan pelayanan.

4)Untuk mempermudah manajemen pelayanan memperbaiki kinerja


penyelenggaraan pelayanan.

5)Untuk membantu manajemen pelayanan mengidentifikasi


kebutuhan, harapan dan aspirasi pengguna layanan dan stakeholder
lainnya.

41
4. Unsur pokok Citizen’s Charter
 
1).    Visi dan Misi Pelayanan
2).    Standar Pelayanan
3).    Alur Pelayanan
4).    Unit atau Bagian Pengaduan Masyarakat
5).    Survey Pengguna Layanan

5. Prinsip Citizen’s Charter (Denhardt & Denhardt, 2007)


 
1) Serve Citizen, Not Customers: Kepentingan publik adalah hasil dari
sebuah dialog tentang pembagian nilai daripada kumpulan dari
kepentingan individu. Oleh karena itu, aparatur pelayanan publik tidak
hanya merespon keinginan pelanggan (customer), tetapi lebih fokus
pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara
warga negara (citizen).

42
2) Seek the Public Interest: Administrasi Publik harus memberi
kontribusi untuk membangun sebuah kebersamaan, membagi
gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak untuk
menemukan pemecahan yang cepat, yang dikendalikan oleh
pilihan-pilihan individu. Lebih dari itu, adalah kreasi dari pembagian
kepentingan dan tanggungjawab.
 
3) Value Citizenship over entrepreneurship: Kepentingan publik adalah
lebih dimajukan oleh komitmen aparatur pelayanan publik dan
warga negara untuk membuat kontribusi lebih berarti daripada oleh
gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan
publik yang menjadi milik mereka.
 
4) Think Strategically, Act Democracally: Pertemuan antara kebijakan
dan program agar bisa dicapai secara lebih efektif dan berhasil
secara bertanggungjawab mengikuti upaya bersama dan proses­
proses kebersamaan.

43
5) Recognized that Accountability is Not Simple: Aparatur pelayanan
publik seharusnya penuh perhatian lebih baik daripada pasar.
Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan dan
konstitusi, nilai­nilai masyarakat, norma-norma politik, standar-
standar profesional dan kepentingan warga negara.
 
6) Serve Rather than Steer. semakin bertambah penting bagi
pelayanan publik untuk menggunakan andil, nilai kepemimpinan
mendasar dan membantu warga mengartikulasikan dan
mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih
daripada berusaha untuk mengontrol atau mengendalikan
masyarakat pada petunjuk baru.
 
7) Value people, not Just Productivity: Organisasi publik dan kerangka
kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan Iebih sukses dalam
kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses
kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang
hormat pada semua orang.

44
6. MANFAAT CITIZEN’S CHARTER (Riyadi Soeprapto : 2005)
 
1)Bagi Pemerintah

 Memudahkan melakukan evaluasi terhadap kine ja pelayanan. Karena penyelenggaraan


play anan publik didasarkan pada standart yang jelas sebagaimana diatur dalarn
dokumnen citizens charter,
 
 Membantu memahami kebutuhan dan aspirasi warga serta stakeholder
mengenaipenyelenggaraan pelayanan publik. Karena standart pelayanan dalam citizen's
charter didasarkan pada kebutuhan nyata dan aspirasi masyarakat;

 Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa pelayanan publik bukan hanya tanggung


jawab pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab semua, termasuk warga
masyarakat selaku pengguna layanan.

45
2) Bagi Masarakat

 Memberikan jaminan bahwa pelayanan publik akan menjadi lebih responsif, artinya dengan
citizen's charter penyelenggaraan pelayanan publik didasarkan pada kebutuhan nyata
masyarakat pengguna layanan sehingga terdapat kesesuaian antara pelayanan yang
diberikan dengan kebutuhan masyarakat.

 Memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses informasi pelayanan dan


sekaligus melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan pelayanan.

 Penghargaan terhadap martabat dan kedudukan masyarakat sebagai warga Negara yang
berdaulat (masyarakat sebagai subyek). Walaupun dalam tataran konsep dan normatif
skema Citizen’s Charter ini sangat ideal, namun implementasinya tidaklah bukan tanpa
halangan.

46

Anda mungkin juga menyukai