Anda di halaman 1dari 12

PERATUrAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 760/MENKES/PER/IX/1992

Tentang

FITOFARMAKA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. FITOFARMAKA adalah sediaan obat dan obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri atas simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi
persyaratan yang berlaku
2. Komisi ahli uji fitofarmaka
3. Sentra Uji Fitofarmaka
4. Pelaksana Uji Fitofarmaka
5. Uji Fitofarmaka
6. Uji Farmakologik Ekesperimental
7. Uji Klinik adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek
farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, atau
pengobatan penyakit atau pengobatan gejala penyakit
8. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan
BAB II
BAHAN BAKU

Pasal 2 & 3

Bahan baku fitofarmaka dapat berupa simplisia atau sediaan galenik


yang memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope
Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia,
Ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku.

Penggunaan bahan tambahan harus memenuhi ketentuan dan


persyaratan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
BAB III
SEDIAAN

Pasal 4, 5 & 6
 Bentuk sediaan harus dipilih sesuai sifat bahan baku dan tujuan
penggunaan
 Komposisi fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 (lima) bahan baku
 Penyimpangan dari ketentuan dinilai secara khusus pada saat pendaftaran
antara lain meliputi kemampuan Industri Obat Tradisional dalam
melakukan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif terhadap fitofarmaka
 Masing-masing bahan baku harus diketahui keamanan dan khasiatnya dan
dibuktikan dengan uji klinik
 Fitofarmaka sebelum diedarkan harus mengalami uji kualitatif, kuantitatif
dan memenuhi persyaratan yang berlaku
BAB IV
ORGANISASI

Pasal 7 & 8
Untuk pelaksanaan pengujian dan penilaian Fitofarmaka dibentuk :
1. Komisi Ahli Uji Fitofarmaka diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada
menteri dan memiliki tugas
 Memberikan masukan tentang prioritas fitofarmaka
 Mengajukan saran-saran dan pertimbangan tentang rencana,
pelaksanaan dan hasil uji klinik fitofarmaka
 Menyusun dan mengajukan protokol uji fitofarmaka
 Menyusun dan mengusulkan ketentuan ilmiah dan lain-lain yang
dianggap perlu
2. Sentra Uji Fitofarmaka
3. Pelaksana Uji Fitofarmaka
Pasal 9 & 10

• Rumah sakit, Laboratorium pengujian atau Lembaga Penelitian di Bidang


Kesehatan dapat mengajukan permohonan untuk menjadi Sentra Uji Fitofarmaka
• Direktur Jenderal akan membentuk Tim untuk memeriksa dan melaporkan
kemampuan Rumah sakit, Laboratorium pengujian atau Lembaga Penelitian di
Bidang Kesehatan tersebut

Tugas Sentra Uji Fitofarmaka :


1. Mengkoordinasikan tugas Pelaksana Uji Fitofarmaka
2. Memberikan pengarahan teknis dan pelayanan rujukan kepada Pelaksana
Uji Fitofarmaka
3. Memberikan laporan perencanaan dan hasil uji fitofarmaka kepada Dirjen

Pelaksana Uji Fitofarmaka ditunjuk oleh dan bertanggung jawab pada Sentra Uji
Fitofarmaka yang menetapkan tugas dan tata kerja Pelaksana Uji Fitofarmaka
BAB V
PEDOMAN FITOFARMAKA

Pasal 11

Pelaksanaan Uji Fitofarmaka Dan Pembuatan Fitofarmaka Harus Berdasarkan


Pada Pedoman Fitofarmaka Dan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
Yang Ditetapkan Oleh Menteri

BAB VI
TATA CARA UJI FITOFARMAKA

Pasal 12

Sentra Uji Fitofarmaka yang melakukan uji fitofarmaka harus melapor


kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Komisi Ahli Uji
Fitofarmaka, Laporan dilengkapi dengan protokol pengujian , kesediaan
peneliti dan kelaikan kode etik
Pasal 13 & 14

 Pelaksanaan uji fitofarmaka dapat dilakukan pada beberapa Pelaksana Uji


Fitofarmaka dengan memperhatikan kemampuan pengawasan Sentra Uji
Fitofarmaka.
 Sentra uji Fitofarmaka harus segera menghentikan Uji fitofarmaka jika ada
indikasi atau dugaan membahayakan konsumen dan harus ada Rumah skit
yang siap menerima penderita.
 Sentra Uji Fitofarmaka harus mengirimkan hasil uji Fitofarmaka kepada
Direktur Jenderal dan Komisi Ahli Uji Fitofarmaka
BAB VII
FITOFARMAKA

Pasal 15, 16 & 17

Obat tradisional yang harus dikembangkan menjadi fitofarmaka tercantum pada


daftar lampiran dan dapat ditinjau dan ditetapkan kembali oleh Dirjen

Obat tradisional dapat didaftarkan sebagai Jamu jika sudah diuji toksisitas dan uji
farmakologik eksperimental pada hewan coba, dan dapat ditetapkan sebagai
Fitofarmaka jika sudah diuji toksisitas dan uji farmakologik eksperimental serta uji
klinik

Obat tradisional yang telah mendapatkan nomor pendaftaran sebagai jamu harus
didaftarkan ulang sebagai fitofarmaka jika tidak akan dicabut nomor pendaftarannya
BAB VIII
PENANDAAN

Pasal 18 & 19

 Untuk Fitofarmaka pada pembungkus, wadah atau etiket brosurnya harus


dicantukan kata ‘Fitofarmaka’ yang terletak dalam lingkaran dan
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri
 Kata ‘fitofarmaka’ harus jelas dan mudah dibaca, ukuran huruf
sekurangkurangnya tinggi 2 ½ mm dan tebal ½ mm, dicetak warna hitam
di atas warna putih.
 Indikasi yang dicantumkan pada pembungkus, wadah atau etiket
menggunakan istilh medis dan dapat ditambahkan istilah lain untuk
memperjelas istilah medis dimaksud
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20

Semua ketentuan tentang obat tradisional dengan tanda fitoterapi


masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan ini

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21&22

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini diatur oleh Dirjen

Anda mungkin juga menyukai