Anda di halaman 1dari 21

ATRESIA ANI

Udewi A. Oktaviani

Keperawatan Anak
Definisi
• Malformasi anorektal/ atresia ani (anus imperforata)
adalah malformasi kongenital di mana rectum tidak
mempunyai lubang keluar
• Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforate dibagi
4 golongan, yaitu :
• Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
• Membran anus yang menutup
• Anus imperforate dan ujung rectum yang buntu terletak
pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
• Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum
Etiologi
• 1.Malformasi Anus
Gangguan pertumbuhan dan fusi serta
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
• 2.Malformasi Rektum
Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum
dan sinus urogenital serta gangguan
perkembangan septum anorektal yang
memisahkannya (terjadi fistel).
Patofisiologi
Tanda dan gejala
1.Perut kembung, kemudian muntah
2.Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur
tinja.
3.Kejang usus.
4.bising usus meningkat.
5.Distensi abdomen.
6.Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine
(tergantung letak fistel).
7.Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.
8. Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi
perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam
basa.
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
• 1.Pemeriksaan colok dubur, pada atresia rektum jari tidak
masuk lebih 1–2 cm.
2.Protosigmoidoskopi, anoskopi, radiografi lateral terbalik.
3.Urogram intravena; sistourethrogram: dilakukan pada waktu
miksi harus dilakukan karena seringnya malformasi traktuf
urinarius menyertai anomali ini.
4.Rontgenologis kolumna vertebralis: untuk mengetahui
kelainan yang menyertai yaitu anomali vertebra.
5.Pemeriksaan inspeksi dan palpasi daerah perineum secara
dini.
6.Ultrasound: dapat digunakan untuk menentukan letak
kantong rektal.
7.Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara
menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm,
defek itu disebut defek tingkat tinggi.
Komplikasi
• 1.Asidosis hiperkloremia
2.Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3.Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4.Komplikasi jangka panjang :
a.Eversi mukosa anal
b.Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c.Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d.Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet
training
e.Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f.Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan
rembesan persisten)
g.Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan
infeksi )
Penatalaksanaan dan Pengobatan

• Tindakan sementara
• Tindakan definitif
Asuhan keperawatan
1.Pengkajian
a.Pengkajian Pre Operatif
1)Pemeriksaan fisik :
a)Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini
untuk mencari hubungan fistula ke kulit
untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik
untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang
untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama
urine ?)
untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya.
b)Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung)
Amati adanya distensi abdomen
Ukur lingkar abdomen
Dengarkan bising usus ( 4 koadran)
Perkusi abdomen
Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
c)Kaji hidrasi dan status nutrisi
Timbang berat badan tiap hari
Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)
d)TTV
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)
Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
Ukur nadi (terjadinya takikardia)
e)Observasi manifestasi malformasi anorektal
2)Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila tidak dapat
masuk lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.
3)Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra dan fistel vesika.
• b.Pengkajian Post Operatif
1)Kaji integritas kulit meliput tekstur,
warna, suhu kulit.
2)Amati tanda-tanda infeksi
3)Amati pola eliminasi dan keadaan umum
pasien.
dx. Kep (pre op)
• 1)Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah.
Tujuan : Klien menunjukan keseimbangan cairan elektrolit setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, dengan kriteria hasil : keseimbangan jumlah input
dan out put, turgor kulit elastis, TTV normal (suhu:36,5 – 37,RR: 35x/menit),tidak
didapatkan distensi abdomen.
Intervensi :
a)Ukur jumlah Input –Output cairan.
Rasionalisasi : Mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan.
b)Inspeksi turgor kulit.
Rasionalisasi : Pada keadaan dejidrasi turgor kulit tidak elastis.
c)Ukur tanda- tanda vital.
Rasionalisasi : Keadaan dehidrasi diidentifikasi dg adanya perubahan TTV
:takikardi,hipotensi,peningkatan suhu.
d)Inspeksi adanya distensi abdomen.
Rasionalisasi : Peningkatan tekanan abdomen ditandai dengan adanya distenai
abdomen
e)Kolaborasi berikan cairan IV.
Rasionalisasi : Menganti cairan dan elektrolit yang hilang.
• 2)Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal
sekunder terhadap distensi abdomen.
Tujuan : Pola nafas normal/ terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam dengan kriteria hasil: RR normal
(30 – 60 x/ menit), reguler, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan, tidak ditujukkannya penggunaan cuping hidung dalam
bernafas.
Intervensi :
a)Posisikan anak pada posisi yang nyaman dengan penggunaan
bantal 30°.
Rasionalisasi : untuk efisiensi ventilasi maksimum
b)Catat TTV dan irama jantung
Rasionalisasi : takikardi, disritmia dan perubahan tekanan dapat
menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung.
c)Berikan O2 sesuai dengan kebutuhan
Rasionalisasi : dapat memperbaiki dan mencegah hipoksia
d)Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas adventisius
seperti : krekel,mengi .
Rasionalisasi : biasanya bunyi nafas menurun.
e)Inspeksi adanya sianosis.
Rasionalisasi : Mengindikasikan adanya kekurangan oksigen ke
jaringan
• 3)Ansietas pada orang tua berhubungan dengan
tindakan / prosedur pembedahan.
Tujuan : Orang tua mengungkapkan penerimaan
tindakan/prosedur (ansietas berkurang), setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
dengan kriteria hasil keluarga mampu mengungkapkan
rasa sakit,penerimaan atas pembedahan,dan memahami
prosedur pembedahan.
Intervensi :
a)Identifikasi ketidaktahuan.
Rasionalisasi : Dengan memberikan kejelasan dari
keluarga agar sedikit tenang.
b)Peningkatan support terhadap keluarga “tindakan atau
prosdur tsb tindakan tepat”.
Rasionalisasi : Dengan support akan menurunkan
cemas.
c)Menjelaskan tentang prosedur tepat waktu.
Rasionalisasi : Meningkatkan rasa optimis dengan
pembedahan
Dx. Kep (post op.)
• 1)Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru
sekunder terhadap pemberian anestesi.
Tujuan : Pernafasan kembali efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil: klien tidak mengalami
sianosis, tidak ada hipoksia, respirasi rate normal (30 – 60 x/ menit) dan
reguler. Tidak ada suara ngorok.
Intervensi :
a)Catat kecepatan/ kedalaman pernafasan, auskultasi bunyi nafas, amati
adanya pucat, sianosis.
Rasionalisasi : pernafasan mengorok/ pengaruh anestesi menurunkan
ventilasi dan dapat mengakibatkan hipoksia.
b)Posisikan klien dengan meninggikan kepala 30°.
Rasionalisasi : Dapat mendorong ekspansi paru optimal dan meminimalkan
tekanan isi ke abdomen pada rongga thorak.
c)Ubah posisi secara periodik
Rasionalisasi : Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru.
d)Berikan O2 sesuai kebutuhan
Rasionalisasi : Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran gas dan
penurunan kerja pernafasan.
• 2)Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder
terhadap pembedahan.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam. Dengan kriteria hasil: klien tidak
cemas dan tegang lagi, klien tidak menangis terus, ekspresi wajah
wajar (tidak menahan nyeri).
Intervensi :
a)Kaji dan catat adanya peningkatan nyeri
Rasionalisasi : Digunakan untuk mengetahui keadaan nyeri klien
untuk menentukan tindakan pengurangan nyeri.
b)Hindari palpasi area pembedahan kecuali jika diperlukan
Rasionalisasi : Agar terhindar dari peningkatan rasa nyeri pasca
operasi.
c)Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasionalisasi : Berkurangnya stimulus nyeri.
d)Kolaborasi pemberian analgesi sesuai ketentuan dan pantau
keefektifannya.
Rasionalisasi : Digunakan untuk farmakoterapi untuk nyeri.
• 3)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan
pada pembedahan.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam. Dengan kriteria hasil: suhu
normal; 36,5°C – 37°C, tidak ada tanda-tanda radang (merah,
bengkak, panas area luka), balutan kering dan bersih.
Intervensi :
a)Ukur suhu tubuh setiap 4 jam
Rasionalisasi : Peningkatan suhu tubuh menunjukkan terjadinya
infeksi sistemik.
b)Gunakan teknik septik dan aseptik medik
Rasionalisasi : Mencegah terjadinya infeksi dan sepsis.
c)Lakukan perawatan luka dengan hati-hati agar luka tetap bersih
Rasionalisasi : Untuk meminimalkan resiko infeksi.
d)Ganti balutan luka setelah 3 hari post operasi secara "kering-
kering" dengan cara; luka dialas betadin dan tutup dengan kasa
kering.
Rasionalisasi : Dengan balutan dapat meningkatkankelembaban dan
memperlambat penyembuhan luka.
e) Kolaborasi pemberian antimikrobial/ antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi : Digunakan untuk pencegahan infeksi secara sistemik.
• 4)Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam
laktat sekunder terhadap tirah baring.
Tujuan : Toleransi aktivitas meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil; setelah
beraktivitas klien tidak mengalami kelelahan dibuktikan dengan (RR:
30 – 60 x/ menit, Nadi: 120 – 140x/ menit).
Intervensi :
a)Periksa tingkat toleransi fisik anak
Rasionalisasi : Dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelelahan
anak.
b)Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan kondisinya
Rasionalisasi : Istirahat digunakan untuk menghemat energi dan
kelelahan dapat berkurang.
c)Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasionalisasi : Lingkungan yang tenang dapat meningkatkan
rentang istirahat klien untuk penghematan energi.
• 5)Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
adanya perlukaan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 4 x 24 jam tidak didapat kerusakan integritas
kulit, dengan kriteria hasil : meningkatnya persembuhan
luka,bebas tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
a)Inspeksi warna ukuran luka.
Rasionalisasi : Kemerahan bengkak mengidentifikasi
adanya kerusakan integritas kulit.
b)Bersihkan permukaan kulit dg menggunakan
hydrogen/air dg sabun lunak/petrolatum.
Rasionalisasi : Petrolatum membersihkan feses yang
menempel.
c)Gunakan balutan teknik aseptik.
Rasionalisasi : Menurunkan iritasi kulit.
• 6)Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan proses
hospitalisasi.
Tujuan : tumbang tercapai sesuai usia setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil : pasien
memperlihatkan peningkatan karakteristik fisik,perkembangan
sensoris, perilaku sosialisasi, perkembangan kognitif.
Intervensi :
a)Kaji tingkat perkembangan anak dalam seluruh area fungsi .
Rasionalisasi : penting untuk mengetahui apakah anak sudah
mencapai tumbangnya.
b) Ajarkan orang tua tentang tugas perkembngan normal anak
sesuai kelompok usianya.
Rasionalisasi : keluarga (ibu ) menjadi perawat anak selama
dirumah, diharapkan mampu memantau perkembangan anak setiap
waktu.
c)Berikan kesempatan bagi seorang anak sakit untuk memenuhi
tugas perkambangan sesuai kelompok usia.
Rasionalisasi: Mencegah terjadinya regresi karena proses
shospitalisasi.

Anda mungkin juga menyukai