Anda di halaman 1dari 17

Nama Kelompok

 Bilwa Takasa Pusanta (01)


 I Putu Gede Dinanda Putra Pratama(05)
 Made Widiadnyani Triswinadi (19)
 Nyoman Dewi Setiari ( )
 Putu Pratama Sandi Artha ( )
 Putu Galuh Luwihati Arkananda (34)
Sejarah Astangga Yoga
Sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga
telah diketahui sebagai salah satu alternatif
pengobatan melalui pernafasan. Awal mula
munculnya yoga diprakarsai oleh Maharsi
Patanji. Cittavrttinirodha adalah kata yang
dianggap dapat mengartikan yoga yang
sesungguhnya. Ajaran yoga ini ditulis Maharsi
lewat sastra yoga sutra, yang terbagi menjadi
empat dan memuat 194 sutra.
Ajaran Yoga ternyata juga termuat dalam
sastra Hindu. Beberapa sastra Hindu tersebut
adalah Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan
Hatta Yoga. Kemudian, ajaran yoga mengalami
pengklasifikasian, yang terdapat pada sastra
Hindu, Bhagavad gita.
Hatha Yoga
Bakhti Yoga
Raja Yoga
Jnana Yoga
Karma Yoga
Pengertian Yoga
Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang
memiliki arti menyatukan atau  menghubungkan diri
dengan Tuhan. Kemudian Patanjali memberikan definisi
tentang yoga yaitu mAda dua hal yang penting sebagai
seorang praktisi yoga adalah melatih secara terus menerus
sekaligus tidak terikat dengan hal-hal duniawi. Secara
spiritual Yoga merupakan suatu proses di mana identitas
jiwa individual dan jiwa Hyang Agung disadari oleh seorang
yogi, Yogi adalah orang yang menjalani yoga, orang yang
telah mencapai persatuan dengan Hyang
Agung.engendalikan gerak-gerak pikiran.
Konsep Yoga
Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan yoga. Adapun bagian-
bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian),
Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh),
Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara (menarik
semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan
untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai
meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan),
dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau
kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri).
Yama Yoga (Pengendalian)
Panca Yama Brata
Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus dilakukan tanpa kecuali.
Gagal melakukan pantangan dasar ini maka seseorang tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan
berikutnya. Penjabaran kelima Yama Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sutra II.35 –
39.

1. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perbuatan atau
perkataan. (Patanjali Yoga Sutra II.35)

2. Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, atau pantangan akan
kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali Yoga Sutra II.36)
3. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Atau dengan kata lain
pantang melakukan pencurian baik hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan.
(Patanjali Yoga Sutra II.37)

4. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga Sutra II.38)

5. Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga (Yogin) harus hidup sederhana.
(Patanjali Yoga Sutra II.38)
Nyama yoga
Panca Nyama Brata
Panca Nyama Brata adalah lima penengendalian diri tingkat rohani dan sebagai penyokong dari pantangan
dasar sebelumnya diuraikan dalam Patanjali Yoga Sutra II.40-45.

1. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan mulai
mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan
kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40). Sauca juga menganjurkan kebajikan
Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau keriangan hati, (2)
ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau
realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41).
2. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak terkatakan.
Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sutra II.42).
3. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda
dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga Sutra II.43).
4. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan nama-nama suci
Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevata-samprayogah, persatuan dengan
apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
5. 5Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkanseseorang
kepada tingkatan samadhi (Patanjali Yoga Sutra II.45).
Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut
sebagai vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan yang harus dengan teliti dijauhkan dan
dihilangkan, yaitu:

1.      Himsa atau kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa
2.      Asatya atau kepalsuan sebagai lawan dari satya
3.      Steya atau keserakahan sebagai lawan dari asteya
4.      Vyabhicara atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya
5.      Asauca atau kekotoran sebagai lawan dari sauca
6.      Asantosa atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa
7.      Vilasa atau kemewahan sebagai lawan tapa
8.      Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya
9.      Prakrti-pranidhana atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari
isvarapranidhana

Anda mungkin juga menyukai