Anda di halaman 1dari 53

PRINSIP DAN TEKNIK BIOPSI

KISTA RONGGA MULUT


Deny Rakhman
1601211800011

Pembimbing :
Andri Hardianto, drg., SpBM(K).,MD.,Ph.D
PENDAHULUAN
Definisi Biopsi
prosedur diagnostik dengan mengambil materi jaringan (seluler) dari organisme
hidup untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk mendapatkan gambaran
histologis.
• Tujuan  diagnostik;
• mengkonfirmasikan suatu diagnosa klinis
• membuat suatu diagnosa definitif sedini mungkin
• mengesampingkan kemungkinan adanya keganasan
• dapat dilakukan terapi kuratif sedini mungkin dan menghindari pasien
dari suatu terapi bedah mutilasi atau terapi radiasi
INDIKASI KONTRAINDIKASI
• Lesi putih yang persisten pada • Variasi anatomi normal
mukosa mulut
• Lesi yang disebabkan trauma yang
• Lesi hiperkeratotik atau
belum lama terjadi.
eritroplakia mukosa.
• Kecurigaan suatu keganasan.
• Lesi inflamatorik akut/subakut misalnya
infeksi bakteri/virus
• Ulserasi yang persisten
• Lesi vaskuler, misalnya hemangioma.
• Pembengkakan yang persisten
tanpa adanya diagnosa yang • Lesi radiolusen tanpa aspirasi initial.
jelas. • Lesi yang karena lokasi atau ukuran
• Lesi oral yang tidak sangat sulit untuk pembedahan.
menunjukkan adanya respon
yang adekuat terhadap terapi
MACAM-MACAM TEKNIK BIOPSI
1. Biopsi dengan cara tekanan
1. Biopsi cakot atau pijitan
2. Punch biopsy 2. Biopsi endoskopi
3. Biopsi truncut (drill biopsy) 3. Biopsi tak disangka
4. Biopsi kerokan (curettage)
5. Biopsi jarum (biopsi aspirasi)
6. Trephine biopsy
7. The sponge method
8. Biopsi irigasi (bilas)
9. Pemeriksaan langsung
BIOPSI ASPIRASI
• diindikasikan untuk semua lesi yang diperkirakan berisi cairan (kecuali mokokel) atau
semua lesi intraosseous sebelum dilakukan eksplorasi bedah.
• Bila teraspirasi :
• pus  proses inflamasi atau infeksi.
• udara  terdapat keterlibatan kavitas tulang yang traumatik.
• darah  mengarahkan pada beberapa lesi (malformasi vaskular, lesi vaskular,
aneurysmal bone cysts, central giant cell granuloma dan lesi lainnya)
• Teknik aspirasi  menggunakan jarum nomor 18 dengan syringe nomor 5 sampai 10
mL. alat pemegang jarum suntik terbuat dari metal sehingga tabung suntik duduk tepat
pada pemegang tersebut. Beberapa jenis alat pemegang tabung suntik antara lain model
Franze, Comeco Syringe Piston, dst
BIOPSI ASPIRASI
• Daerah lesi diberi anestetikum dan jarum diinsersikan pada masa dengan suatu
kedalaman tertentu  lokasi pusat cairan  piston ditarik ke arah proksimal dan
tekanan di dalam tabung menjadi negatif
• Jarum digerakkan maju mundur  aspirat (sejumlah sel lesi) masuk ke dalam
lumen jarum atau tabung suntik
• Apabila aspirat sudah kelihatan pada muara jarum, pegangan piston dilepaskan.
• Sebelum jarum dicabut, piston dalam tabung suntik dikembalikan pada tempat
semula dengan melepaskan pegangan piston  tekanan di dalam tabung kembali
seperti semula
• jarum dibebaskan dari tabung suntik, piston ditarik ke arah proksimal kemudian
jarum disatukan kembalikan dengan tabung.
• Lalu ujung jarum diletakkan di atas kaca obyek piston didorong pelan-pelan dan
aspirat diteteskan di atas kaca obyek dan dibuat sedian apus
BIOPSI TEKAN ( PUNCH BIOPSY)
• Instrumen biopsi khusus untuk punch biopsi sebesar 6 mm dapat
digunakan.
• Jaringan yang terambil berbentuk selinder yang melibatkan mukosa labial
dan kelenjar ludah submukosa

• Alat punch biopsy yang digunakan pada mukosa bibir bawah dengan
tekanan ringan dan gerakan rotasi
DRILL BIOPSY
• menggunakan suatu alat khusus seperti bor ( Modified Ellis biopsy drill)
dengan straight dental handpiece
• spesimen dapat diambil sepanajang 1-2 cm dan diameter 1-4 mm.
• Alat ini biasanya digunakan untuk mengambil spesimen lesi central fibro-
osseous pada rahang.
BIOPSI INSISI
• Indikasi 
• lesi yang dicurigai terlihat sulit karena besar (diameter lebih dari 1 cm)
• pada lokasi yang dapat menimbulkan kerusakan struktur vital
• lokasi sangat sulit untuk dikerjakan seperti pada palatum lunak atau dasar lidah
• bila dicurigai kemungkinan besar merupakan lesi keganasan.
• Prinsip biopsi insisi  pengambilan jaringan pada area lesi harus representatif (jaringan
yang mengalami perubahan dengan perluasan ke jaringan normal pada dasarnya atau
pada bagian tepinya).
• Jaringan nekrotik harus dihindari karena akan tidak berguna dalam mendiagnosa.
• Pengambilan jaringan lebih baik dalam dan sempit daripada lebar tetapi dangkal, karena
perubahan sel pada superfisial akan berbeda dengan bagian jaringan yang lebih dalam
BIOPSI EKSISI
• adalah pengambilan seluruh lesi pada saat prosedur diagnosa bedah
dilakukan.
• Jaringan normal dikelilingi lesi juga harus dieksisi untuk pengambilan secara
total  eksisi yang lengkap merupakan bagian dari terapi definitif.
• Indikasi biopsi eksisi adalah
• diameter lesi kurang dari 1 cm
• pada pemeriksaan klinis terlihat lesi tersebut adalah jinak, lesi terlihat
lesi vaskular atau berpigmentasi.
• Semua lesi yang dapat diangkat secara lengkap tanpa menimbulkan
keadaan mutilasi pada pasien merupakan perawatan terbaik dengan
biopsi eksisi.
BIOPSI EKSISI
• Prinsip biopsi eksisi adalah keseluruhan lesi dengan 2 mm sampai 3 mm
jaringan normal disekelilingnya dieksisi

Dilihat dari permukaan, insisi berbentuk elips


di sekitar lesi sekurang-kurangnya 3 mm
menjauhi lesi.

Dilihat dari samping, insisi dibuat dengan


kedalaman yang cukup untuk mengangkat lesi
secara keseluruhan.

Dilihat dari arah belakang, insisi di buat


konvergen ke arah kedalaman lesi untuk
mendapatkan penutupan luka yang baik.
PRINSIP-PRINSIP BIOPSI
• antiseptik
• Penandaan daerah biopsi
• Insisi secara umum diletakkan longitudinal
• Injeksi cairan anestetikum jauh dari tempat biopsi.
• Jangan menggunakan electrosurgery atau laser.
• Hindari terkontaminasi selama prosedur biopsi.
• hemostasis yang baik selama biopsi.
• Sebaliknya tidak menggunakan alat atau instrumen yang kemungkinan
kontak dengan tumor ketika mengambil jaringan dari daerah yang tidak
terkontaminasi.
• Teknik biopsi harus sudah dipilih dengan hati-hati untuk mendapatkan
sampel jaringan yang adekuat untuk pemeriksaan patologis.
PRINSIP-PRINSIP BIOPSI

• Harus dihindari teknik manipulasi yang kasar seperti menariknarik dan menekan
jaringan lesi, karena sel-sel mudah lepas dan jaringan tumor mudah sobek sehingga
dapat menyebar melalui aliran darah atau limfe.
• Daerah biosi atau pembedahan yang dilakukan sebelumnya harus diangkat pada
waktu pembedahan berikutnya
• Daerah operasi biopsi dibilas dengan cairan seperti sublimat 1 : 500, Na Hipoklorit 0,35
% dengan pH 8,9-9,0, Cetrimide 1 % Cetavlon, Savlon.
• Ahli bedah harus menandai daerah tertentu pada lesi dengan hati-hati untuk
memfasilitasi orientasi spesimen oleh patologis.
• Untuk jenis atau ukuran lesi yang berbeda diperlukan fiksasi yang berbeda pula. Semua
spesimen biopsi harus segera diletakan di kedalam formalin.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
A. Anestesi
larutan diinjeksikan sekurang-kurangnya 1 cm menjauhi lesi  dapat
menyebabkan distorsi pada spesimen

B. Stabilitas Jaringan
• Beberapa metoda dapat digunakan untuk mendapatkan stabilisasi jaringan.
Bibir dapat dimobilisasi dengan jepit oleh jari asiten pada kedua sisi area
biopsi.
• Teknik sutura retraksi atau dengan klip penjepit dapat digunakan untuk
stabilisasi lidah dan palatum lunak.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK

.Stabilisasi bibir dengan traksi sutura


Stabilisasi lidah dengan alat mekanik
• Cara stabilisasi jaringan
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
C. Hemostasis
• Penggunaan suction selama biopsi sebaiknya dihindari  Spesimen yang
kedil dapat dengan mudah teraspirasi.

D. Insisi
• Digunakan scalpel yang tajam.
• Elektrokauter sebaiknya dihindari.
• Insisi berbentuk elips pada permukaan dan membentuk V pada dasar lesi
untuk memudahkan dalam penutupan luka.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
• Spesimen yang tipis dan dalam lebih menguntungkan dibandingkan dengan
spesimen yang lebar dan dangkal.
• Insisi harus paralel dengan jaringan saraf, arteri dan vena yang normal.
• Jaringan normal sekitarnya harus diikut sertakan dalam spesimen biopsi
iksisi.
• Bila lesi terlihat jinak, jaringan normal disekitarnya cukup diambil sebesar 2-
3 mm.
• Bila lesi dicurigai cukup ganas, berpigmentasi atau dengan batas yang
difus, jaringan sekitarnya yang diambil sebesar 5 mm.
• Dapat dilakukan lebih dari satu biopsi insisi bila dibutuhkan bila karateristik
lesi berbeda dari daerah yang satu dengan yang lainnya.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
E. Penanganan Jaringan
• Spesimen yang compang camping  spesimen tidak dapat didiagnosa 
biopsi harus diulang.
• Penggunaan penjepit jaringan/ tissu forceps  kerusakan arsitektur sel
terutama pada biopsi kecil.
• Penggunaan sutura traksi pada spesimen merupakan metoda yang baik
untuk menghindari trauma pada spesimen
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
• Sutura traksi digunakan untuk pengambilan lesi dengan
biopsi eksisi. Sutura dapat ditinggalkan melekat pada
spesimen untuk diidentifikasi tepi spesimen
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
F. Indentifikasi Tepi Jaringan
• Bila dicurigai lesi selain proses yang jinak (didiagnosa memerlukan terapi tambahan
patologis)  spesimen biopsi harus ditandai dengan benang sutera ( silk) sebagai
orientasi patologis dalam pemeriksaan.
• Orientasi lesi dan metoda yang digunakan pada spesimen yang telah ditandai harus
diilustrasikan pada kertas data yang akan diikut sertakan dalam pengiriman spesimen
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
G. Penanganan Spesimen
• Jaringan harus segera diletakkan ke dalam
• larutan formalin 10%
• volume sebanyak 20 kali dari spesimen .
• seluruh spesimen harus terendam di dalam larutan
• jaringan tidak menempel pada dinding wadah atas larutan formalin.
• Setelah itu baru dilakukan penutupan pada luka.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN LUNAK
H. Penutupan Luka
• Insisi elips pada mukosa lekat seperti gusi dan palatum tidak dapat ditutup
dengan rapat namun dapat diarahkan pada penyembuhan sekunder.
• Periodontal dressing  luka yang lebar pada gusi atau palatum  kenyamanan
pasien dan untuk memacu penyembuhan.
• splint akrilik  biopsi di palatum berapapun ukurannya 
menjamin perlekatan dressing pad gigi yang berdekatan.
• Biopsi pada dorsum atau lateral lidah  sutura yang ditempatkan
dalam dan pada jarak yang dekat pada bagian dari lidah untuk
mempertahankan penutupan
• Mukosa didiseksi dengan gunting tumpul pada sekeliling luka insisi
pada biopsi eksisi ke samua arah sehingga menghasilkan
penutupan luka tanpa tegangan
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
• Sebelum dilakukan biopsi pada jaringan, palpasi pada daerah rahang
dimana terdapat lesi yang dicurigai harus dilakukan dengan seksama.
• terraba licin dan keras biasanya menunjukkan bahwa lesi tidak meluas
atau mengerosi tulang kortikal.
• teraba lunak seperti busa ketika ditekan menunjukkan adanya erosi
atau penipisan tulang kartikal.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
A. Biopsi Aspirasi Lesi Radiolusen
• Setiap lesi radiolusen yang membutuhkan biopsi harus dilakukan biopsi
aspirasi terlebih dahulu sebelum dilakukan eksplorasi bedah.
• bila pada aspirasi terlihat adanya darah dengan pulsasi menunjukkan
adanya suatu lesi vaskuler yang tidak boleh dilakukaan eksplorasi
bedah.
• Bila terdapat cairan bening dapat diasumsikan sebagai suatu kista.
• Bila terdapat udara dapat menunjukkan jarum masuk ke dalam sinus
maksilaris atau adanya kavitas tulang traumatik.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
B. Flap Mukoperiosteal
• Berbagai macam flap mukoperiosteal dapat dilakukan dan dipilih berdasarkan ukuran
dan lokasi lesi  jalan masuk yang dibutuhkan bila diindikasikan suatu biopsi eksisi.
• Harus dihindari struktur neurovaskular mayor dan tempat insisi berada diatas tulang
yang sehat pada waktu penutupan.
• Desain flap dilakukan kurang lebih 4 - 5 mm sekeliling tulang sehat untuk
mengantisipasi tepi bedah.
• flap pada lesi sentral yang mengerosi tulang kortikal  jauh dari lesi dan diatas
tulang yang sehat  menghasilkan suatu bidang jaringan yang baik untuk diseksi
• Flap mukoperiosteal untuk biopsi pada rahang harus dilakukan secara full thickness
 meliputi mukosa, submukosa dan periosteum  diseksi pada tulang yang
terekspos harus dilakukan pada subperiosteal.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
C. Window Osseous
• Untk lesi yang terdapat didalam tulang rahang).
• Bila perluasan lesi sentral telah mengerosi tulang kortikal pada suatu
tempat dimana terdapat lubang osseous setelah dilakukan flap  dapat
diperluas dengan menggunakan rongeur (bone cutting forcep) atau bor.
• Bila tulang kortikal masih intak, bor  digunakan untuk mengangkat
jendela osseous  diperluas dengan rongeur.
• Jendela osseous harus selalu diikutsertakan dalam pemeriksaan
histopatologis dengan spesimen primernya.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
D. Pengambilan Spesimen
• Kuret juga dapat digunakan untuk mengelupas dinding jaringan ikat
spesimen dari tulang sekitarnya  instrumen harus selalu kontak dengan
permukaan osseous dari kavitas tulang  sampai seluruh spesimen bebas
dan dapat diangkat.
• Kavitas tulang kemudian diperiksa setelah diirigasi dengan cairan irigasi
yang steril.
• Setiap potongan sisa dari jaringan lunak yang ada di dalam kavitas harus
diangkat dengan kuret.
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
• A. Pembengkakan pada daerah kista
periapikal
• B. Flap mukoperiosteal diangkat dan
digunakan bor untuk mengambil tulang
kortikal
• C & D. Kista dipisahkan dari tulang
dengan kuret berbentuk sendok
• E. Penutupan luka
TEKNIK BIOPSI PADA JARINGAN KERAS ATAU
INTRAOSSEOUS
E. Penanganan Spesimen
• Penanganan spesimen pada jaringan keras sama dengan spesimen jaringan
lunak.
• Ahli patologi harus diinformasikan bahwa jaringan keras dan jaringan lunak
diikutsertakan.
• Gambaran radiologis harus disertai dengan spesimen.
PENGIRIMAN DAN PENGISIAN DATA BIOPSI
• Semua spesimen harus diberikan label dan diidentifikasi dengan data
demografi dari pasien dan dokter yang mengirim pada lembar kertas
pengiriman biopsi.
• Riwayat penyakit dan gambaran klinis lesi harus diikutsertakan untuk
dikirim kepada ahli patologi.
• Gambaran radiografis sebaiknya diberikan karena sangat berguna untuk
melihat lesi pada jaringan keras.
• Multipel biopsi harus ditulis dan digambar secara rinci.
• Setelah biopsi dilakukan, pasien diinstruksikan untuk kembali dalam 10 hari
sampai 2 mingu
KOMPLIKASI

• Perdarahan
• Infeksi
• Luka yang tidak membaik
• Penyebaran sel-sel lesi yang rekuren
• Rusaknya jaringan atau organ-organ disekitarnya
• Komplikasi anestesi infiltratif seperti reaksi alergi,
Definisi Kista Rongga Mulut
Rongga tertutup dibatasi membran tipis
Archer berisi cairan atau ½ cairan abnormal
terdapat dalam jaringan atau organ
Rongga patologis berisi cairan, semi
Kramer cairan atau seperti gas. Tidak dibentuk
dari pengumpulan nanah. Dapat dibatasi
epitel atau tidak dibatasi epitel
Rongga patologis
Pada jaringan lunak atau keras
Kesimpulan Berisi cairan atau ½ cairan atau gas,
mengandung atau tidak kolesterol
Dinding dibatasi membran atau
kapsul
Berbatas jelas dengan atau tidak
adanya jaringan epitel seluruh atau
separohnya
A. Dental origin
Klasifikasi kista 1. Periodontal
(Dento alveolar = Radikular =
Archer Dento periosteal = Dental root)
a. Periapical
b. Lateral
c. Residual
2. Dentigerous ( = Follicular)
a. Cystic odontoma
I.Developmental b. Eruption cyst
B. Non-Dental origin
1. Fissural type
a. Naso alveolar (E.O)
b. Median
Median palatina, Median alveolar,
Median mandibular
c. Incisive canal (=Nasopalatinus)
d. Globulo maxillary
2. Branchial types
a. Dermoid & Epidermoid
b. Branchial cleft
c. Thyroglosal duct cyst
II. Neoplastic Ameloblastoma

III. Retention Cyst 1. Mucocele


2. Ranula
Pemeriksaan klinis kista secara umum
Beberapa mm  memenuhi seluruh
Ukuran rahang
1.<< 5mm  E.O + I.O  kelainan (-)
2. >> 5mm  E.O + I.O  kelainan (+)

1. Pembengkakan
2. Deformitas
E.O 3. Asimetri muka
4. Peradangan akut (-)
5. Suhu + warna pembengkakan = sekitarnya
6. Palpasi  Bagian keras + lunak
1. Pembengkakan
2. Permukaan licin
3. Palpasi  bagian keras + lunak
4. Krepitasi  bila tulang tipis
I.O 5. Fluktuasi  kadang-kadang (+)
6. Pain (-), kecuali peradangan (+), atau kista
besar menekan saraf
7. Kista besar pada R.B  parestesi bibir
karena n. alveolaris inferior tertekan
8. Punctie aspirasi  cairan warna kuning, atau,
cairan kolesterin
9. Cairan kista steril kecuali ada peradangan
Terapi Pengangkatan Kista Secara Umum
I. Enukleasi
Pengangkatan kista seluruhnya berikut dengan dinding epitelnya

Indikasi Kista kecil


1. Insisi sekitar kista  Flap
2. Flap buka
3. Tulang tipis angkat  terlihat dinding kista
Teknik 4. Dinding tulang bersihkan hati-hati
5. Kista keluarkan hati-hati  dinding kista rapuh
6. Untuk mencegah masuknya kotoran + makanan
 lobang kista tutup dengan pack.
7. Flap kembalikan  jahit

1. Seluruh kista dapat diangkat


Keuntungan 2. Penyembuhan >> cepat
1. >> sukar
Kerugian 2. Pada kista besar sulit dilakukan
3. Mudah terjadi infeksi
Enukleasi periodontal kista
gigi dipertahankan
II. Marsupialisasi
Pengambilan sebagian dari kista
Sebagian epitel liningnya ditinggalkan dalam rongga kista

1. Mudah dikerjakan
Keuntungan 2. Jarang terjadi infeksi
3. Mencegah terjadinya komplikasi

Kerugian Risiko residif  ditinggalkannya sebagian

sel-sel epitel
Marsupialisasi gigi I2 & C atas
III. Kombinasi

Pada kista besar


Permulaan lakukan marsupialisasi
Setelah kista mengecil  Enukleasi
eksisi mucocele
Fragiskos FD. Oral Surgery. Heidelberg: Springer; 2007: 331-333
eksisi mucocele
Fragiskos FD. Oral Surgery. Heidelberg: Springer; 2007: 331-333
Marsupialisasi ranula
Fragiskos FD. Oral Surgery. Heidelberg: Springer; 2007: 334-335
KESIMPULAN
• Tindakan biopsi dilakukan untuk mendapatkan diagnosa definitif suatu lesi
serta mengkonfirmasikan diagnosa klinis sehingga dapat dilakukan terapi
kuratif sedini mungkin.
• Teknik dan macam biopsi yang biasa dilakukan di dalam kista rongga mulut
adalah biopsi aspirasi, biopsi insisi dan biopsi eksisi.
• Pemilihan teknik biopsi dilakukan berdasarkan ukuran lesi, letak lesi,
perkiraan sifat dan jenis lesi.
KESIMPULAN
• Pengiriman spesimen biopsi harus dilakukan dengan cara yang baik disertai
dengan data-data pasien lengkap, riwayat penyakit, gambaran klinis,
gambaran radiologis serta deskripsi lokasi spesimen yang diambil
selengkapnya dan serinci mengkin.
• Kista adalah rongga patologik yang berisi cairan dapat terjadi diantara tulang
atau jaringan lunak, diklasifikasikan menjadi kista developmental, neoplastic
dan retensi saliva
• Pemahaman dokter bedah tentang etiologi,patofisiologi,anamnesis,
pemeriksaan klinis,radiografis serta sitologis sangat penting agar perawatan
dan penanganan dapat dilakukan secara optimal
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudiono J. Kista odontogenik pertumbuhan, perkembangan, dan komplikasi.Jakarta: EGC,


2014: 1-6.
2. Shear M. Kista rongga mulut. 3rd ed. Jakarta: EGC, 2012: 1-6, 299-315.
3. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. New delhi:
4. Elsevier, 2013: 509-687.
5. Neville. oral and maxillofacial pathology, fourth edition isbn: 978-1-4557-7052-6
6. Fragiskos FD. Oral Surgery. Heidelberg: Springer; 2007: 334-335
7. Archer, W. H, 1975, Oral and Maxillo Facial Surgery, 5th ed., Vol. I, W. B. Saunders Co.,
Philadelphia, pp: 518-702
8. Ellis dan Edward. Contemporary Oral And Maxillofacial Surgery. Dalam : Principles Of
Defferential Diagnosis And Biopsy. Edisi ke-3 . Mosby. St Louis.1998: 512-532.
9. Sukardja. IDG. Onkologi Klinis., Edisi Ke-2., Universitas Airlangga Press.2000: 204
10.Tambunan, G.Penuntun Biopsi Aspirasi Jarum Halus. Aspek Klinik dan Sitologi Neoplasma.
Hipokrates. Jakarta.1990
11.Rosenberg, SA. Principles of Surgical Oncology.Dalam : Cancer Principles and Practice of
Oncology., Devita, dkk., J.B, Lippincort Co. Philadelpia. 1985

Anda mungkin juga menyukai