Pasal 33 Pasal 34
(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi (1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis
yang efektif, efisien, dan akuntabel. yang mempunyai kemampuan dan keahlian di
(2) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas bidang perumahsakitan.
Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, (2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan
unsure pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan
penunjang medis, komite medis, satuan Indonesia.
pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan (3) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap
keuangan. menjadi kepala Rumah Sakit. Selanjutnya terkait
pengorganisasian ini terdapat pada pasal 35
sampai dengan pasal 47
“Hubungan Hukum Rumah Sakit Dengan Pasien,
Pihak Ketiga, Dan Pekerja”
1. Hubungan Hukum Rumah Sakit dengan Pasien.
Pasal 27
3) Perizinan Rumah Sakit terbagi menjadi 2 yaitu izin mendirikan Rumah Sakit
dan izin operasional Rumah Sakit.
4) Izin mendirikan Rumah Sakit adalah izin yang diajukan pemilik rumah sakit
untuk mendirikan bangunan atau mengubah fungsi bangunan yang telah ada
menjadi rumah sakit.
5) izin operasional Rumah Sakit adalah izin yang diajukan pimpinan rumah sakit
untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan termasuk penetapan kelas
rumah sakit dengan memenuhi persyaratan dan/atau komitmen.
PERMENKES RI/NOMOR 147/MENKES/PER/I/2010 tentang perizinan rumah sakit.
Yang dimana memilki ruang lingkup pembahasan yang sempit hanya membahas mengenai
bagaimana cara mendapatkan izin Rumah Sakit dan ketentuan teknis dalam pembuatan izin tersebut
PERMENKES RI NOMOR 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit;
PERMENKES RI NOMOR 30 tahun 2019 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit
Persyaratan Untuk mendapatkan Izin Operasional Rumah Sakit
Pasal 25 ayat
Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin.
Pasal 62
“Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima
milyar rupiah).”
Undang–undang No.36 Tahun 2009
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas
seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Hukum yang dibuat hanya menjadi alat politik untuk menyudutkan satu pihak