Anda di halaman 1dari 125

HOSPITAL BY LAWS

AIDA SULISNA, S.Tr.Keb., MKM


 Hospital By laws (HBL)
 ‘Hospital’ dan ‘By laws’.
 Kata ‘Hospital’ = rumah sakit
 Kata ‘Bylaw’ terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli :
 The Oxford Illustrated Dictionary : Bylaw is regulation made by local authority or
corporation.
 Bylaws means a set of laws or rules formally adopted internally by a faculty,
organization, or specified group of persons to govern internal functions or practices
within that group, facility, or organization (Guwandi, 2004).
 Jadi, Bylaws dapat diartikan : Peraturan dan ketentuan yang dibuat suatu
organisasi atau perkumpulan untuk mengatur para anggota-anggotanya.
 Keberadaan Hospital Bylaw memegang peranan penting sebagai tata
tertib dan menjamin kepastian hukum di rumah sakit.
 HBL adalah ‘rules of the game’ dari dan dalam manajemen rumah sakit.
CIRI DAN SIFAT HBL
1. Tailor-made
 Isi, substansi, dan rumusan rinci Hospital Bylaw tidaklah mesti sama. Hal ini disebabkan
oleh karena tiap rumah sakit memiliki latar belakang, maksud, tujuan, kepemilikan, situasi,
dan kondisi yang berbeda.
2. Hospital Bylaw dapat berfungsi sebagai ‘perpanjangan tangan hukum’.
 Fungsi hukum adalah membuat peraturan-peraturan yang bersifat umum dan yang berlaku
secara umum dalam berbagai hal. Sedangkan kasus-kasus hukum kedokteran dan rumah
sakit bersifat kasuistis. Dengan demikian, maka peraturan perundang-undangannya masih
harus ditafsirkan lagi dengan peraturan yang lebih rinci, yaitu Hospital Bylaw.
 Sebagaimana diketahui, hampir tidak ada kasus kedokteran yang persis sama, karena sangat
tergantung kepada situasi dan kondisi pasien, seperti kegawatannya, tingkat penyakitnya,
umur, daya tahan tubuh, komplikasi penyakitnya, lama pengobatan yang sudah dilakukan,
dan sebagainya.
3. Hospital Bylaw mengatur bidang yang berkaitan dengan seluruh manajemen rumah
sakit meliputi administrasi, medik, perawatan, pasien, dokter, karyawan, dan lain-lain.
4. Rumusan Hospital Bylaw harus tegas, jelas, dan terperinci
 Hospital Bylaw tidak membuka peluang untuk ditafsirkan lagi secara individual.
5. Hospital Bylaw harus bersifat sistematis dan berjenjang
Hakekat HBL
 Hospital Bylaw merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara
lain: tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien,
dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum,
wajib simpan rahasia kedokteran, komite medik, panitia etik kedokteran, panitia
etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan
kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga
kesehatan dan rekanan.
 Bentuk HBL dapat merupakan kumpulan dari Peraturan Rumah Sakit, Standar
Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman,
Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU).
 Peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan
diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah
dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras
dengan Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan
pelaksanaannya.
Hakekat HBL
 Merupakan regulasi yang hanya berlaku di rumah sakit yang
bersangkutan.
 Merupakan norma yang lebih dari sekedar legal restatment.
 Merupakan prasyarat bagi rumah sakit agar dapat
mewujudkan visi, misi dan tujuan rumah sakit.
 Pedoman rumah sakit dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan baik.
 Perjanjian baku yang akan berlaku sebagai undang-undang
bagi siapa saja yang berinteraksi dengan rumah sakit
Kepentingan HBL
 Pertama, untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan.
 Dalam hal ini Hospital Bylaw dapat menjadi instrumen akreditasi rumah
sakit.
 Rumah sakit perlu membuat standar-standar yang berlaku baik untuk tingkat
rumah sakit maupun untuk masing-masing pelayanan misalnya pelayanan
medis, pelayananan keperawatan, administrasi dan manajemen, rekam medis,
pelayanan gawat darurat, dan sebagainya.
 Standar-standar ini terdiri dari elemen struktur, proses, dan hasil. Adapun
elemen struktur meliputi fasilitas fisik, organisasi, sumber daya manusianya,
sistem keuangan, peralatan medis dan non-medis, AD/ART, kebijakan,
SOP/Protap, dan program.
 Proses adalah semua pelaksanaan operasional dari staf/unit/bagian rumah
sakit kepada pasien/keluarga/masyarakat pengguna jasa rumah sakit
tersebut.
 Hasil (outcome) adalah perubahan status kesehatan pasien, perubahan
pengetahuan/pemahaman serta perilaku yang mempengaruhi status
kesehatannya di masa depan, dan kepuasan pasien.
 Kedua, dilihat dari segi hukum Hospital Bylaw dapat menjadi
tolak ukur mengenai ada tidaknya suatu kelalaian atau
kesalahan di dalam suatu kasus hukum kedokteran.
 Di dalam Hukum Rumah Sakit pembuktian yang lebih rinci
harus terdapat dalam Hospital Bylaw.
 Ketiga, dilihat dari segi manajemen risiko, maka HBL dapat
menjadi alat (tool) untuk mencegah timbulnya atau mencegah
terulangnya suatu risiko yang merugikan.
 Pasien akan semakin terlindungi sesuai prinsip patient safety.
 Hospital Bylaw juga akan memperjelas fungsi dan kedudukan
dokter dalam sebuah rumah sakit .
Fungsi Dan Kegunaan HBL
Fungsi Kegunaan
1. Mengatur kewenangan dan tanggung 1. Sebagai pedoman intern rumah sakit.
jawab pemilik, dreksi, manajer, 2. Sebagai pedoman bagi pihak ekstern
profesional serta tenaga kerja lainnya. yang berinteraksi dengan RS
2. Mengatur hak dan kewajiban semua (termasuk pasien).
pihak yang terinteraksi dengan RS. 3. Sebagai sarana untuk menjamin
3. Mengatur hubungan interaksi semua efektifitas, efesiensi dan mutu bagi
pihak. pelaksanaan tugas dan kewajiban
4. Mengatur hal-hal yang berkaitan rumah sakit.
dengan kewajiban RS terhadap 4. Sebagai syarat bagi kepentingan
pemerintah serta lembaga penegakan akreditasi.
hukum. 5. Sebagai sarana perlindungan hukum
5. Mengatur tata-laksana melaksanakan bagi semua pihak.
ke kewenangan, kewajiban dan hak. 6. Sebagai acuan bagi penyelesaian
sengketa atau konflik, baik di dalam
maupun di luar pengadilan.
Hubungan Hospital Bylaws dengan
Kode Etik Rumah Sakit
 Antara hospital bylaws dan kode etik rumah sakit ada sebagian
saling menutupi (overlapping)  sehingga dalam hal-hal tertentu
kadangkala agak sukar untuk membedakannya.
 Namun ada ciri yang khas dari peraturan internal rumah sakit 
selain harus tertulis perumusannya dapat langsung dipakai (ready
for use) sebagai ketentuan serta berfungsi sebagai tolok ukur.
 Sebaliknya kode etik rumah sakit perumusannya masih bersifat
umum dan tidak langsung siap pakai (not ready for use).
 Dengan demikian maka dalam penerapan kode etik rumah sakit
masih memerlukan penafsiran lagi.
 Perbedaan Etik Dan Peraturan Internal Rumah Sakit

Ciri Etik Peraturan Internal Rumah


Sakit
Sifat Seharusnya Wajib ditaati
Tolok ukur Hati nurani (conscience) Ketentuan tertulis
Dibuat oleh Kelompok sendiri (self imposed Pemilik atau yang mewakili
regulation)
Sanksi dari Organisasi a. Pemilik atau yang mewakili
b. Pemerintah

Berlaku Intern Intern dan dapat dipakai sebagai


peraturan bukti atau hukum

Atasan yang berwenang Atasan atau instansi Atasan atau peradilan


Hospital By Laws
Kepmenkes No.772/Menkes/SK/VI/ tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital byLaws).

Corporate •Peraturan RS
By Laws

Medical •Peraturan
Staffs by Staff Medis RS
laws
Corporate By Laws
 Istilah korporate  umumny untuk badan hukum
swasta,maka utk RS Pemerintah bisa digunakan istilah
institusi
 Sebelum meyusun peraturan internal korporate ada 2 hal yg
harus diperhatikan, yaitu :
 Bentuk badan hukum pemilik RS
 Bentuk format peraturan internal korporate
Medical staffs By Laws
Pengantar
 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :
631/MENKES/SK/IV/2005 ttg Medical staff by laws
 Setiap rumah sakit wajib menyusun Peraturan Internal Staf Medis
(Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu
profesi medis dan mutu pelayanan medis.
 Staf medis adalah merupakan tenaga yang mandiri, karena setiap
dokter memiliki kebebasan profesi dalam mengambil keputusan
klinis pada pasien.
 Dalam memutuskan tindakan medis maupun pemberian terapi
kepada pasien harus dilakukan atas kebebasan dan kemandirian
profesi dan tidak boleh atas pengaruh atau tekanan pihak lain.
 Kebebasan profesi bukan diartikan kebebasan yang penuh, namun
masih harus tetap terikat dengan standar profesi, standar
kompetensi dan standar pelayanan medis.
Definisi Medical Staffs By Laws
a. Medical staff bylaws  suatu peraturan organisasi staf
medis dan komite medis di rumah sakit yang ditetapkan
oleh pemilik rumah sakit atau Governing Body;
b. Medical staff bylaws bukan merupakan kumpulan peraturan
teknis administrasi medis ataupun teknis medis di rumah
sakit. Oleh karena itu standard operating prosedure,
standar pelayanan medis bukan merupakan medical staff
bylaws tetapi lebih merupakan kebijakan teknis operasional
pelayanan medis;
c. Medical staff bylaws mengatur pengorganisasian staf medis,
komite medis, peran, tugas dan kewenangan staf medis.
d. Medical staff bylaws tidak mengatur manajemen keuangan
dan peralatan medis
e. Medical staff bylaws , Rules and Regulations adalah
kerangka (framework) untuk pengaturan diri sendiri (self-
governance) oleh staf medik yang dapat diterima secara
umum. Kerangka itu menetapkan tugas, kewajiban,
kewenangan, tanggung jawab, kelompok staf medis dan
komite medis.
f. Yang dimaksud dengan staf medis dalam medical staff
bylaws  dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi spesialis.
Tujuan Medical Staffs By Laws
UMUM KHUSUS
 Sebagai pedoman bagi 1. Tercapainya kerjasama yang baik
antara staf medis dengan pemilik
rumah sakit dalam rumah sakit atau yang mewakili
dan antara staff medis dengan
meningkatkan mutu Direktur/ Pimpinan rumah sakit.
pelayanan medis di rumah 2. Tercapainya sinergisme antara
manajemen dan profesi medis
sakit. untuk kepentingan pasien.
3. Terciptanya tanggung jawab staf
medis terhadap mutu pelayanan
medis di rumah sakit.
Fungsi Medical Staff By Laws
1. Menggambarkan pengorganisasian staf medis di rumah
sakit.
2. Memuat prosedur persyaratan dan penerimaan tenaga
medis di rumah sakit
3. Mengatur mekanisme peer review, reapoinment,
kewenangan yang diberikan (clinical privileges) dan
pendisiplinan.
4. Memuat prosedur pengajuan permohonan sebagai staff
medis
5. Sebagai acuan pemberian pelayanan berdasarkan standar
profesi dan kode etik profesi medis.
MATERI DAN SUBSTANSI PERATURAN
INTERNAL STAF MEDIS (MEDICAL STAF
BYLAWS)
 Medical staff bylaws adalah “tailor made” dan medical staff
bylaws adalah merupakan peraturan yang mengatur staf
medis.
 Mengacu kedua hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
walaupun medical staff bylaws bersifat “tailor made”, namun
tetap diperlukan acuan hal-hal apa saja yang perlu diatur di
dalam medical staff bylaws dengan tujuan untuk menjaga
mutu profesi medis.
 Mengingat staf medis adalah profesi mandiri maka dalam
menyusun medical staff bylaws perlu pula memperhatikan
ciri-ciri profesi.
 Medical staff bylaws, adalah tailor made maka materi dan
substansi tidak mungkin disamakan antara satu rumah sakit
dengan rumah sakit lainnya.
 Namun paling tidak harus ada subtansi minimal yang harus
dicantumkan dalam peraturan internal staf medis (medical
staff bylaws ) tersebut.
Substansi Minimal Medical Staffs By
Laws
1. Substansi inti (core content)
 Core content adalah nilai-nilai fundamental yang dianut secara
universal dalam menjalankan profesi medis, seperti asas-asas
etika medis, asas-asas profesionalisme (kompetensi, efikasi,
aman bagi pasien), pelayanan yang bermutu (quality, efficiency,
equity), akuntabilitas.
2. Substansi khusus local (local specifics)
 Local spesifict adalah hal-hal yang khusus berlaku dalam
lingkungan rumah sakit tertentu.
Substansi Medical Staffs Laws
 Umum :
 Uraian tentang staf medis, kelompok staf medis dan komite
medis yang ada di rumah sakit.
 Uraian tentang garis-garis besar tugas dan tanggung jawab staf
medis.
 Pernyataan tentang kewajiban bagi semua staf medis untuk
mentaati dan menjalankan ketentuan-ketentuan etika profesi
medis, etika rumah sakit, hospital staff bylaws rumah sakit dan
peraturan-peraturan pelaksana yang ditetapkan berdasar medical
staff bylaws ini.
Kerangka Tugas dan kewajiban
 Tugas dan kewajiban Komite Medis secara umum adalah :

Menyusun, mengevaluasi Menetapkan standar


dan jika perlu pelayanan medis yang
mengusulkan perubahan dibuat oleh kelompok staf
pada medical staff bylaws medis.

Mengusulkan rencana
Menentukan Kebijakan
pengembangan sumber
umum dalam
daya manusia dan
melaksanakan pelayanan
teknologi untuk profesi
medis secara profesional
medis
Persyaratan Dan Tata Cara
 Seleksi dan penapisan terhadap dokter/dokter gigi yang akan bekerja di rumah sakit
 Penetapan kewenangan klinis (clinical priviledges) bagi masing-masing dokter/dokter
gigi yang bekerja di rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Tenaga dokter/dokter gigi
yang diterima bekerja di rumah sakit, harus sesuai dengan sertifikasi, registrasi,
perizinan, kompetensi, pengalaman, keterampilan, kesehatan, dan perilaku etikanya.
 Pemantauan dan pengamatan, bahwa dokter yang diberikan kewenangan klinis (clinical
priviledges) seperti yang ditetapkan memang benar-benar melakuakn tindakan medik
dalam batas-batas izin yang diberikan kepadanya.
 Sanksi terhadap dokter yang di putuskan melanggar disiplin. Atau berperilaku tidak baik,
yang memberikan pelayanan medis dan atau tindakan medis yang tidak sesuai dengan izin
yang diberikan, yang tidak sesuai dengan standar pelayanan, yang secara profesional tidak
kompeten atau tidak kompeten lagi, atau yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam
medical staff bylaws.
Aturan Staf Medis
 Aturan staf medis merupakan lampiran medical staff
bylawsnya.Yang diatur didalam aturan staff medis adalah
kewajiban staf medis yang terkait dengan pemberian
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
 Isi Aturan Staff Medis
 Kewajiban staf medis untuk mematuhi ketentuan pelaksanaan praktik
kedokteran.
 Kewajiban Staf Medis untuk mematuhi Standar Profesi.
 Kewajiban Staf Medis untuk mematuhi Standar Pelayanan dan Standar
Prosedur Operasional.
 Kewajiban Staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang
rekam medis.
 Kewajiban Staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang
informed consent.
 Ketentuan untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang rahasia
kedokteran.
 Kewajiban staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang
obat dan formularium rumah sakit
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN INTERNAL
STAF MEDIS (MEDICAL STAFF BYLAWS)
1. Medical staff bylaws adalah “tailor made”
 Oleh karena itu, pada waktu menyusun medical staff bylaws di rumah sakit
jangan atau hindari untuk mem-fotocopy medical staff bylaws dari rumah
sakit lain. Medical staff bylaws dari rumah sakit lain hanya sebagai acuan atau
wacana saja tidak boleh di fotocopy oleh karena medical staff bylaws dari
rumah sakit satu dengan lainnya tidak sama.
2. Laksanakan legal audit.
 Langkah penting sebelum menyusun medical staff bylaws adalah melakukan
legal audit sehingga dapat diketahui semua peraturan dan perundangan
sebagai dasar pemberian pelayanan medis di rumah sakit.
 Legal audit ini bukan hanya sekedar melakukan inventarisasi peraturan yang
sudah ada dan yang belum dimiliki tetapi juga mengkaji, menelaah dan
mengevaluasi semua peraturan dan perundangan tersebut apakah sudah
kadaluwarsa, apakah ada duplikasi apakah saling bertentangan dan lain-lain
3. Bylaws untuk dilaksanakan bukan merupakan filosofis
 Medical staf bylaws disusun bukan hanya sekedar dokumen,
tetapi harus dilaksanakan karena merupakan konstitusi staf
medis.
 Dalam menyelesaikan permasalahan staf medis, medical staff
bylaws merupakan acuan untuk menyelesaikannya.
ETIKA &
HUKUM
RUMAH SAKIT
AIDA SULISNA, S.Tr.Keb., MKM
 Dahulurumah sakit sebagai suatu
lembaga yang terlindungi oleh doktrin
CHARITABLE COMMUNITY  dalam
tuntutan hukum, rumah sakit tidak akan
mungkin menanggung ganti rugi yang
harus dibayarkan karena putusan
pengadilan mengenai perkara gugatan
pasien
TEORI UNTUK MENEGAKKAN
DOKTRIN CHARITABLE COMMUNITY
 Teorikepercayaan (trust theory)  dana
yang dikelola suatu lembaga derma
hanya bertujuan untuk membantu pasien
 Implied waiver  menyatakan bahwa
pasien ditanggung oleh dana yang
berasal dari derma sehingga pasien
dianggap dengan sendirinya
menanggalkan haknya untuk menuntut
ganti rugi apabila terdapat kecelakaan
 Respondent superior  atasan atau
majikan bertanggung jawab atas hasil
pekerjaan bawahan atau pekerja
apabila pekerjaan tersebut dilakukan
untuk memenuhi kepentingan atasan
atau majikan
 Lembaga-lembaga derma bukan
merupakan organisasi yang bertujuan
mencari keuntungan, maka rumah sakit
tidak dapat dipertanggung jawabkan
atas perbuatan-perbuatan bawahan.

 maka haluan pengadilan untuk


membatasi tanggung jawab rumah sakit
dilandaskan atas kepentingan umum.
Rumah sakit merupakan “orang” dalam bentuk badan hukum yang
akan melakukan hubungan hukum baik dengan orang pribadi maupun
badan hukum.

Badan hukum penyelenggara rumah sakit dapat berupa


badan hukum publik bagi rumah sakit yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan badan hukum
privat.

Hubungan hukum tersebut merupakan hubungan hukum dalam bidang


keperdataan yang tunduk kepada perjanjian yang disepakati antara
pemberi pelayanan jasa kesehatan dengan penerima jasa
kesehatan.

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan menjaga ketertiban masyarakat,


maka pemerintah sebagai pemegang amanah dari rakyat atau warga Negara
berwenang mengatur keberadaan lembaga penyelenggara jasa pelayanan
kepada masyarakat (Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menegaskan bahwa tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)
 Hidup manusia akan selalu berhadapan dengan
perjanjian atau kontrak
 Perjanjian menjadikan para pihak yang membuat
perjanjian atau yang menyetujui suatu klausula
perjanjian terikat dengan aturan-aturan yang
disepakati bersama Hukum
 Rumah sakit sebagai “orang” dalam bentuk
badan hukum akan bertanggung jawab
terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh
organ-organ yang menjalankan tugas rumah sakit
dan tanggung jawab tersebut juga ditanggung
oleh yang mengendalikan dan menjalankan
fungsi dan tugas badan hukum tersebut
Hukum dan Rumah Sakit
HUKUM RUMAH SAKIT
• Seperangkat peraturan • Sebagai subjek hukum
perundang-undangan • Organ yang bertujuan
yang dibuat oleh suatu sebagai penyelenggara
kekuasaan (legislatif), pelayanan kesehatan
dalam mengatur
pergaulan hidup
masyarakat.
 Hukum kesehatan  semua ketentuan hukum yang
langsung berhubungan dengan pemeliharaan
kesehatan dan penerapan dari hukum perdata,
hukum pidana, dan hukum administratif dalam
hubungan tersebut.
 Sumber Hukum Kesehatan Pedoman internasional,
hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan
dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom,
ilmu dan literatur.
 Ketentuan Hukum yang Langsung Berhubungan
dengan Pemeliharaan Kesehatan Misal : Peraturan-
peraturan Departemen Kesehatan yang
berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan
Dasar Hukum Penyelenggaraan RS di
Indonesia
Undang- Peraturan
Permenkes
Undang Pemerintah

UU No. 36 Tahun PPNo. 38 Tahun 2007 ttg Permenkes No.512


2009 tentang Pembagian Kewenangan Tahun 2007 tentang Ijin Praktik
Kesehatan Dokter
antara Pemerintah Pusat,
Prov, Kab/Kota (Bid.
UU No. 44 Tahun Permenkes No. 659 tahun 2009
Kesehatan)
tentang Rumah Sakit Indonesia
2009 ttg RS
Kelas Dunia

UU No 29 Tahun Peraturan Menteri Kesehatan


2004 tentang Praktik Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Kedokteran PP No. 41 Tahun Klasifikasi dan Perizinan
2007 tentang Rumah Sakit
Organisasi Pertangkat
Daerah
RUMAH SAKIT
 Rumah Sakit  institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. (UU No. 44 Tahun 2009 ttg RS)
 Pelayanan Kesehatan Paripurna 
pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif
 Rumah Sakit  isnstitusi pelayanan
kesehatan yg menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yg menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan rawat
darurat. (Permenkes No. 147 tahun 2010)
 Rumah Sakit  suatu lembaga dalam mata
rantai SKN yg mengemban tugas pelayanan
kesehatan utk seluruh masyarakat. (PERSI)
 Rumah Sakit  suatu institusi yg fungsi
utamanya adalah memberikan pelayanan
kepada pasien  pelayanan diagnostik dan
terapeutik utk berbagai penyakit dan masalh
kesehatan baik yg bersifat bedah maupun
non bedah. (American Hospital Association)
Asas Penyelenggaraan RS
 Rumah Sakit diselenggarakan berdasarkan Asas
Pancasila : (Pasal 2 UU RS)
1. Nilai kemanusiaan (Humanity)
2. Nilai etika dan profesionalitas (Ethics and
profesionalism)
3. Nilai manfaat (Benefit)
4. Nilai keadilan (Justice)
5. Nilai persamaan hak dan anti diskriminasi (Equality and
Non Discrimination)
6. Nilai pemerataan (Equal et Bono or Fairness)
7. Nilai perlindungan dan keselamatan pasien (Patient
Safety and Protection)
8. Mempunyai fungsi sosial (Social Function)
Tujuan Pengaturan Penyelenggaraan RS
dalam peraturan perundang-undangan
1. Mempermudah akses masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan;
2. memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit;
3. meningkatkan mutu dan mempertahankan
standar pelayanan rumah sakit; dan
4. memberikan kepastian hukum kepada
pasien, masyarakat, sumber daya manusia
rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Tugas dan Fungsi RS
 Rumah Sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. (Pasal 4 UU
No. 44 Tahun 2009)
 Fungsi RS :
 penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit;
 pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan
melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat
kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
 penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber
daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan
dalam pemberian pelayanan kesehatan;
 penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan
Syarat Pendirian RS
 Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
:
1. Lokasi (Lingkungan dan Tata Ruang);
2. Bangunan (Ruang-ruang Yankes);
3. Prasarana (Instalasi Penunjang);
4. SDM (Medis, Keperawatan , manajemen
RS, dll) terkait Ijin SDM;
5. Kefarmasian; dan
6. Peralatan.
 Pengelolaan Rumah Sakit :
1. Publik (Pemerintah Atau Pemerintah
Daerah)
2. Privat (Swasta)
 Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dari Instansi yang bertugas
di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau
Lembaga Teknis Daerah (LTD) dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta harus
berbentuk badan hukum yang kegiatan
usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan.
Perijinan RS
(Pasal 25 UU RS dan Pasal 2
Permenkes No.147 tahun 2010)
 Setiap Rumah Sakit harus memiliki izin.
 Izin yang dimaksud pada terdiri atas:
1. izin mendirikan Rumah Sakit
2. izin operasional Rumah Sakit.
 Izin operasional RS terdiri atas:
1. izin operasional sementara
2. izin operasional tetap.
 Perijinan RS dapat dicabut apabila:
1. Habis masa berlakunya;
2. Tidak lagi memenuhi persyaratan dan
standar;
3. Terbukti melakukan pelanggaran
terhadap peraturan
perundangundangan;
4. Atas perintah pengadilan dalam rangka
penegakan hukum.
Perijinan RS
(Pasal 3 Permenkes No.147
tahun 2010)
1. Permohonan izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit diajukan
menurut jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
2. Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri diberikan
oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang
berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah Provinsi.
3. Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
4. Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C dan kelas D
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
5. Tata cara pemberian izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Klasifikasi RS
 Pasal
2 UU No. 44 Tahun 2009 tentang RS
mengatur
 mengenaai : PENETAPAN KELAS RS
1. Setiap rumah sakit wajib mendapatkan
penetapan kelas dari Menteri
2. Rumah sakit dapat ditingkatkan kelasnya
setelah lulus tahapan pelayanan
akreditasi kelas dibawahnya.
 RS Umum : RS Umum Kelas A, RS Umum
Kelas B, RS Umum Kelas C, dan RS Umum
Kelas D
 RS Khusus : RS Khusus Kelas A, RS Khusus
Kelas B, dan RS Khusus Kelas C
Kewajiban dan Hak RS
 Kewajiban RS diatur didalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 69 Tahun 2014

 HakRS diatur didalam Undang-undang


Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit (Pasal 30)
 Pelanggaran terhadap Kewajiban RS:
1. Teguran (Lisan dan Tertulis)
2. Denda
3. Pencabutan Ijin
 Subyek Hukum Kesehatan :
1. Orang (Dokter, Tenakes)
2. Badan Hukum (Institusi Pelayanan
kesehatan)
Tanggung Jawab Hukum RS
Pasal 46 UU RS
 Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit.
Bentuk-bentuk
PertanggungJawaban
Rumah Sakit
1. Tanggung Jawab terhadap bawahan di RS
Respondeat Superior Liability) 
Pertanggungjawaban karena adanya
kerugian yang dilakukan oleh bawahan
2. Tanggung Jawab terhadap Tenaga Medis
di RS (Captain On The Ship Liability)
3. Tanggung Jawab terhadap Tenaga
Kesehatan di RS (Borrowed Servant Liabilty)
4. Tanggung Jawab terhadap
Organisasi/Kelembagaan (Corporate /
Hospital Liability)
 Tanggung jawab rumah sakit :
1. Tanggung jawab umum  kewajiban
pimpinan RS menjawab pertanyaan-
pertanyaan mengenai permasalahan,
peristiwa , kejadian dan keadaan di RS.
2. Tanggung jawab khusus  jika ada
anggapan bahwa RS telah melanggar
kaidah-kaidah, baik dalam bidang hukum,
etik maupun tata tertib atau disiplin
 RS
bertanggung jawab atas seluruh
penyelenggaraan pelayanan medis di RS
(Non Delegable Duty), mencakup:
 Memastikan bahwa fasilitas berfungsi baik
 Memastikan bahwa SDM di RS benar-benar
kompeten dan bekerja sesuai standar dan
etis
TANGGUNG JAWAB RUMAH
SAKIT

PERSONIL
DUTY OF CARE
EQUIPMENT
Perbuatan Melanggar Hukum
 Pasal 1365 Kitab UU Hukum Perdata  “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu untuk
menggantinya.”
 Pasal 1366 Kitab UU Hukum Perdata 
disebabkan karena kelalaian (culpa)
 Pasal 1367 Kitab UU Hukum Perdata 
disebabkan akibat respondeat superior
Korelasi UU RS dan UU
Kesehatan
 Pasal58 UU No. 36/2009 ttg Kesehatan
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan
yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya
Tanggungjawab Institusional/
Korporasi
 Pasal 46 UU 44/2009 ttg RS Rumah Sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
 Pasal 45 UU 44/2009
1. Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum
apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis
yang komprehensif.
2. Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan
nyawa manusia.
Tanggungjawab Nakes
 Memiliki persyaratan / kualifikasi dan
mempertahankannya (Memiliki Sertifikat
Kompetensi, Surat Tanda Registrasi, Surat
Iziin Praktik / Kerja, dll)
 Mematuhi Kode Etik Profesi
 Mematuhi Standar Profesi
 Mematuhi Standar Pelayanan dan SPO

Oleh karena itu ia bertanggungjawab atas kesalahan atau


pelanggaran ketentuan-ketentuan di atas
Hak menuntut ganti rugi
 Pasal 58 UU 36/2009 ttg Kesehatan
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat
Sanksi dari Aspek Hukum Administrasi
Hukum Perdata dan Hukum Pidana
Sanksi Administrasi Sanksi Pidana Sanksi Perdata
• sanksi yang dikenakan terhadap • Disebut Hukuman • Bentuk sanksi dalam hukum
pelanggaran administrasi atau • Diatur dalam Pasal 10 perdata dapat berupa:
ketentuan undang-undang yang KUHP 1. kewajiban untuk memenuhi
bersifat administratif • Bentuk Hukuman prestasi (kewajiban)
• Bentuk sanksi Administrasi: dibedakan atas : 2. hilangnya suatu keadaan
1. denda (misalnya yang diatur 1. Hukuman Pokok hukum, yang diikuti dengan
dalam UU Kesehatan, UU RS, UU 2. Hukuman Tambahan terciptanya suatu keadaan
Tenaga Kesehatan) hukum baru
2. pembekuan hingga pencabutan
sertifikat dan/atau izin (misalnya
ijin praktik tenaga kesehatan),
3. penghentian sementara
pelayananadministrasi hingga
pengurangan jatah produksi
(misalnya pengehentian
sementara pelayanan kesehatan
pada sarpelkes yang tidak
memiliki ijin),
4. tindakan administratif (misal pada
Permenkes N0 4 tahun 2018 ttg
Kewajiban rumah sakit dan
kewajiban pasien Pasal 30)
Bentuk Akibat hukum atau
Sanksi
 Tanggung Jawab Hukum Pidana
 Pidana Badan: Kurungan, Penjara
 Pidana Denda
 Tanggung jawab Hukum Perdata Ganti
rugi
 Tanggung jawab Hukum Administrasi
 Pencabutan ijin RS
 Perubahan status RS
Perundangan dan Tanggung
Jawab Hukum RS
 Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Hukum
(UU No 44 thn 2009) :
1. Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan
segala informasi kepada publik yang berkaitan
dengan rahasia kedokteran.
2. Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah
Sakit dan menginformasikannya melalui media
massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia
kedokterannya kepada umum.
3. Penginformasian kepada media massa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit
untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien
sebagai hak jawab Rumah Sakit.
4. Rumah Sakit tidak bertanggungjawab secara
hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang
dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif.
5. Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
6. Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
di Rumah Sakit.
 Ketentuan Pidana (UU No 44 thn 2009 Pasal 62-63) :
1. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah
Sakit tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima
milyar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga)
kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
3. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
 pencabutan izin usaha; dan/atau
 pencabutan status badan hukum.
ETIKA DAN HUKUM
KESEHATAN
AIDA SULISNA, S.Tr.Keb., MKM
ETIKA & KESEHATAN

 Etika  aturan tindakan dalam kehidupan bermasyarakat,


yang dianut atau dijalankan, meskipun tidak tertulis secara
eksplisit.
 Secara garis besar, etika dibagi menjadi 2, yi :
1. Etika umum  etika yg merupakan dasar dari ilmu etika, yg
mengemukakan prinsip-prinsip yg menjadi bagian dari ilmu
tentang moral
2. Etika khusus  aplikasi prinsip-prinsip etika umum.
Dikhususkan bagi profesi tertentu (kedokteran, perawat,
RS, kebidanan, perekam medis, dan informasi kesehatan)
 Etika khusus  berkembang menjadi etika profesi
 Dalam bidang kesehatan, etika profesi  hubungan
antara para petugas kesehatan dengan masyarakat yg
dilayani.
 Mengingat luasnya masalah kesehatan 
berkembang berbagai kelompok profesi yg terkait
dengan jenis dan sifat masalahnya.
Secara garis besar, masalah
kesehatan :
Penyakit (menular & •Ditangani oleh tenaga kesehatan
tidak menular) & khusus yg mempunyai kemampuan
kuratif dan rehabilitatif
masalah lain terkait
• Hubungan antara pemberi
gangguan pelayanan (medis dan paramedis)
9ketidaknormalan) dengan pasien atau orang sakit
akibat kecelakaan.

•makanan, minuman, lingkungan,


Faktor risiko yg perilaku
mengakibatkan •Hubungan antara petugas kesehatan
penyakit atau preventif & promotif kepada
gangguan masyarakat (clients) yg sehat
kesehatan lain
 Profesi kesehatan :

Kuratif-Rehabilitatif Promotif-Preventif
• Dokter • Ahli kesehatan masyarakat
• Dokter gigi • Ahli kesehatan lingkugan
• Perawat • Administrator kesehatan
• Bidan • Epidemiolog
• Apoteker • Entomog
• Rekam medis • Penyuluh/pendidik/promot
• Penata rontgen or kesehatan
• Laboran • dsb
• Fisioterapis
• dsb
 Etika kesehatan terkait dengan PERILAKU petugas
kesehatan dalam menjalankan tugasnya  perlu
suatu PEDOMAN/PANDUAN  KODE ETIK PROFESI
 Kode Etik Profesi  suatu aturan tertulis tentang
kewajiban yang harus dilakukan oleh semua anggota
profesi dalam menjalankan pelayanannya terhadap
“client” atau masyarakat  disusun oleh organisasi
profesi yg bersangkutan
 Ruang lingkup atau isi kode etik profesi pada
umumnya mencakup :
1. Kewajiban umum
2. Kewajiban terhadap “client”
3. Kewajiban terhadap teman sejawatnya
4. Kewajiban terhadap diri sendiri
 Agar setiap profesi kesehatan senantiasa berpegang
teguh dalam berperilaku sesuia dengan kehormatan
profesinya  SUMPAH atau JANJI (sumpah dokter,
dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, sarjana
kesehatan masyarakat, dsb)
HUKUM KESEHATAN

 Kesalahan melaksanakan tugas profesi dengan


menimbulkan akibat dan Kerugian pada pasien dapat
terjadi jika:
1. Melalaikan kewajiban
2. Melakukan suatu hal yg seharusnya tidak boleh diperbuat
baik mengingat sumpah profesi maupun sumpah jabatan
3. Mengabaikan sesuatu yg seharusnya dilakukan
4. Berperilaku tidak sesuai dengan patokan umum mengenai
kewajaran yang diharapkan dari sesama rekan se-profesi
dlm keadaan yg sama dan tempat yg sama
 Hukum  peraturan perundang-undangan yg dibuat
oleh suatu kekuasaan, dalam mengatur pergaulan
hidup masyarakat
 Hukum Perdata  mengatur subyek dan antarsubyek
dalam hubungan dan kedudukannya yang sederajat.
 Hukum pidana  mengatur subyek dan antarsubyek
dalam konteks hidup bermasyarakat dalam suatu
negara.
 Hukum kesehatan  semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dgn pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan dan penerapannya.
 Hukum kesehatan  semua ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan yang mengatur hak dan kewajiban individu,
kelompok atau masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-
masing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
perundang-undangan dibidang kesehatan lainnya yang
berlaku secara lokal, regional, nasional dan internasional
SUMBER HUKUM KESEHATAN

 Keberadaan hukum kesehatan  pengaruh yang


sangat besar terhadap pembangunan, khususnya di
bidang kesehatan
 Hukum Kesehatan  melindungi secara khusus tugas
profesi kesehatan (provider) dalam program
pelayanan kesehatan manusia menuju ke arah tujuan
deklarasi “health for all” dan perlindungan secara
khusus terhadap pasien “receiver” untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan
 Kesehatan di Indonesia dibangun melalui 2 pilar, yaitu
hukum dan etik.
 Sumber hukum kesehatan tidak hanya bertumpu pada
hukum tertulis (undang-undang), namun juga pada
jurisprudensi, traktat, konsensus, dan pendapat ahli hukum
serta ahli kedokteran termasuk doktrin (Ta’adi, 2013).
 Hukum kesehatan terkait dengan peraturan perundang-
undangan dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat
di Indonesia
 Bentuk hukum tertulis atau peraturan undang-undang
mengenai hukum kesehatan diatur dalam:
a. Undang-Undang
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (selanjutnya disebut UU No. 29
Tahun 2004).
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (selanjutnya disebut UU No. 36 Tahun
2009).
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (selanjutnya disebut UU No. 44 Tahun
2009).
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (selanjutnya disebut UU No. 36 Tahun 2014)
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan (selanjutnya disebut UU No. 38 Tahun
2014)
b. Peraturan Pemerintah.
c. Keputusan Presiden.
d. Keputusan Menteri Kesehatan.
e. Keputusan Dirjen/Sekjen.
f. Keputusan Direktur/Kepala Pusat.
 Kemudian dengan berkembangnya otonomi daerah,
masing-masing daerah baik provinsi maupun
kabupaten juga semakin marak untuk mengeluarkan
peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan,
misalnya :
1. Peraturan Daerah (Perda)
2. Keputusan Gubernur, Wali Kota atau Bupati
3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
 Hukum kesehatan mengatur dua kepentingan yang
berbeda, yakni :
1. Penerima pelayanan, yang harus diatur hak dan
kewajiban, baik perorangan, kelompok atau
masyarakat.
2. Penyelenggara pelayanan : organisasi dan sarana-
prasarana pelayanan, yang juga harus diatur hak dan
kewajibannya
 Hukum kesehatan dapat dikelompokkan menjadi berbagai
bidang, antara lain :
1. Hukum Kedokteran dan Kedokteran Gigi.
2. Hukum Keperawatan.
3. Hukum Farmasi Klinik.
4. Hukum Rumah Sakit.
5. Hukum Kesehatan Masyarakat.
6. Hukum Kesehatan Lingkungan.
7. Hukum Rumah Sakit.
8. Hukum Laboratorium Kesehatan.
9. Hukum Asuransi.
10. Dan lain-lain
MEMAHAMI RUANG LINGKUP
HUKUM KESEHATAN

 Kesehatan  keadaan sehat, baik secara fisik, mental,


spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009)
 Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan
merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan amanah konstitusi dasar
Negara dan cita-cita bangsa Indonesia
 Untuk setiap kegiatan dan atau upaya yang bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya  dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia,
peningkatan ketahanan daya saing bangsa serta
pembangunan nasional Indonesia.
 Hukum kesehatan berperan untuk :
a. mengusahakan adanya keseimbangan tatanan di dalam
upaya pelaksanaan kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat.
b. memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan
hukum kesehatan yang berlaku.
 Hukum kesehatan meliputi :
1. Hukum medis (medical law),
2. Hukum keperawatan (nurse law),
3. Hukum rumah sakit (hospital law),
4. Hukum pencemaran lingkungan (environmental law)
5. dan berbagai macam peraturan lainnya yang berkaitan
dengan kesehatan manusia
 Regulasi bidang hukum kesehatan seperti yang saat
ini menjadi rujukan dalam menyelenggarakan sesuatu
berkaitan dengan masalah kesehatan  Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
 Beberapa hal penting diatur dalam UU Kesehatan
adalah mengenai upaya kesehatan, tenaga kesehatan,
sarana kesehatan, obat dan alat kesehatan.
PERSAMAAN ETIKA & HUKUM
KESEHATAN
1. Alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat
dalam bidang kesehatan
2. Objeknya  masyarakat (sehat maupun sakit)
3. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara
hak & kewajiban agar tidak saling merugikan
(penyelanggara pelayanan kesehatan maupun
penerima pelayanan kesehatan)
4. Menggugah kesadaran utk bersikap manusiawi
5. Hasil pemikiran dari para pakar serta pengalaman
para prakitisi bidang kesehatan
PERBEDAAN ETIKA & HUKUM
KESEHATAN

ETIKA HUKUM
• Berlaku untuk profesi • Berlaku untuk umum
• Disusun berdasarkan kesepakatan • Disusun oleh badan pemerintah
anggota profesi yang berkuasa
• Disusun berdasarkan kesepakatan • Hukum tersusun rinci dalam UU
anggota profesi dan lembaran negara
• Sanksi etik berupa “tuntunan” • Sanksi hukum berupa “tuntutan “
• Pelanggaran diselesaikan oleh  pidana atau hukuman
Majelis Kehormatan Eti Profesi • Pelanggaran diselesaikan oleh
dari masing-masing profesi pengadilan
• Penyelesaikan pelanggaran etik • Penyelesaikan pelanggaran
tidak selalu disertai bukti fisik hukum memerlukan bukti fisik
ETIKA PROFESI
KESEHATAN
AIDA SULISNA, S.Tr.Keb., MKM
 Etik (ethos)  Yunani  Akhlak, adat
kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang
baik, yang layak.
 Menurut KBBI, Etika adalah :
◦ Ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk
tentang hak & kewajiban moral
◦ Kumpulan asas atau nilai yg berkenaan dgn
akhlak
◦ Nilai mengenai benar & salah yg dianut suatu
golongan atau masyarakat

Pengertian Etik
 Etika ≠ Etiket

 Etika  Moral
 Etiket  Sopan Santun
No Etika Etiket
1 Tidak terbatas pada Menyangkut cara suatu
dilakukannya suatu perbuatan yg harus dilakukan
perbuatan, memberi nilai
tentang perbuatan itu
sendiri
2 Selalu berlaku, tidak Hanya berlaku dalam pergaulan,
tergantung hadir atau bila tidak ada orang lain tidak
tidaknya seseorang berlaku
3 Bersifat Absolut, cth : Bersifat relatif, misal : tidak
“jangan mencuri” sopan dalam suatu kebudayaan,
sopan dalam kebudayaan lain

Perbedaan Etika & Etiket


 Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa
untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan dasar
moral (moral principle) dan beberapa jalan di bawahnya.
 Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah:
1. Prinsip otonomi  prinsip moral yang menghormati hak-hak
pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self
determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin informed consent;
2. Prinsip beneficence  prinsip moral yang mengutamakan
tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence
tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan
juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari
pada sisi buruknya (mudharat);
3. Prinsip non maleficience  prinsip moral yang melarang
tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
4. Prinsip justice  prinsip moral yang mementingkan fairness dan
keadilan dalam tersikap maupun dalam mendistribusikan
sumber daya (distributive justice)

Prinsip dalam Etika


 Menurut Siagian (1996)  setidaknya ada 4 alasan
mengapa mempelajari etika sangat penting :
1. Etika memandu manusia dalam memilih berbagai
keputusan yang dihadapi dalam kehidupan,
2. Etika merupakan pola perilaku yang didasarkan
pada kesepakatan nilai-nilai sehingga kehidupan
yang harmonis dapat tercapai,
3. Dinamika dalam kehidupan manusia menyebabkan
perubahan nilai-nilai moral sehingga perlu dilakukan
analisa dan ditinjau ulang
4. Etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas dan
mengilhami manusia untuk sama-sama mencari,
menemukan dan menerapkan nilai-nilai hidup yang
hakiki. Pelajaran mengenai etika tidak dapat
dilepaskan dari usaha untuk pencarian/penguasaan
ilmu.
1. Tahap Praetik atau Pramoral 
perkembangan etika/moral pada tahap
awal yg terjadi dalam keluarga. Cth :
anak yg meniru tingkah laku daripada
orang tua
2. Tahap Prakonvensional  perbuatan
anak sudah mulai didasarkan pada
norma umum yg berlaku dalam
kelompok sosialnya. Misal : dari sekolah

Perkembangan Etika
3. Tahap Konvensional  “tingkat dewasa”,
di mana pemahaman seseorang kpd
kelompok sudah meluas ke kelompok yg
lebih kompleks lagi. Misal : suku bangsa,
agama, negara
4. Tahap Pascakonvensional (otonom) 
penerimaan tanggung jawab pribadi atas
dasar etik, moral atau prinsip hati nurani
yg sudah otonom/mandiri.
1. Etika Deskriptif  menggambarkan
tingkah laku moral dalam arti luas. Misal
: menggambarkan tata cara yg berlaku
pada masing-masing kelompok suku
bangsa terkait upacara pernikahan atau
kematian
2. Etika Normatif  penilaian tentang
perilaku manusia. Misal : fenomena
sosial adanya “kawin kontrak”

Pendekatan Etika
1. Profesi  suatu jenis pekerjaan yang karena
sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi,
khusus dan latihan yang istimewa.
(Komaruddin)
2. Profesional secara etimologi berasal dari
bahasa inggris “profession” yang berarti
jabatan, pekerjaan, pencaharian, yang
mempunyai keahlian. (Wojowasito, W.J.S.
Poerwadarminto, 1982 dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia)
3. Profesi  suatu bidang keahlian khusus untuk
menangani lapangan kerja tertentu yang
membutuhkan. (Prof. H. M Arifin, 1995)

Pengertian Profesi
4. Profesi  suatu janji terbuka yang
menyatakan bahwa seseorang itu
mengabdikan dirinya pada suatu jabatan
karena terpanggil untuk menjabat
pekerjaan itu. (Prof. Dr. Piet A. Sahertian,
1994 dalam bukunya “profil Pendidikan
Profesional”)
5. Profesi  seseorang yang menekuni
pekerjaan berdasarkan keahlian,
kemampuan, teknik dan prosedur
berlandaskan intelektualitas (Martinis
Yamin, 2007)
Mengabdi pada
Adanya pengetahuan
Adanya kaidah dan standar kepentingan masyarakat,
khusus  keahlian dan
moral yang sangat tinggi.  setiap pelaksana profesi
keterampilan ini dimiliki
 setiap pelaku profesi harus meletakkan
berkat pendidikan,
mendasarkan kegiatannya kepentingan pribadi di
pelatihan dan pengalaman
pada kode etik profesi. bawah kepentingan
yang bertahun-tahun.
masyarakat.

Kaum profesional biasanya


Ada izin khusus untuk
menjadi anggota dari
menjalankan suatu profesi
suatu profesi

Ciri Atau Sifat Yang Selalu Melekat


Pada Profesi
Memerlukan
Melibatkan Menggeluti suatu persiapan
kegiatan batang tubuh ilmu profesional yang
intelektual yang khusus alami dan bukan
sekedar latihan

Memerlukan Menjanjikan karir Mementingkan


latihan dalam hidup dan layanan di atas
jabatan yang keanggotaan yang keuntungan
berkesinambungan permanen pribadi

Mempunyai
Menentukan baku
organisasi
standarnya sendiri,
profesional yang
dalam hal ini
kuat dan terjalin
adalah kode etik.
erat

Syarat--Syarat Suatu Profesi


Syarat
1. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang,
atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok
masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu
keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai
etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan
mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
2. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-
nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik
dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun
dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat
profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian
karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang
secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan
menjadi pegangan para anggotanya.

Peranan Etika Dalam Profesi


3. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam
manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada
nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati
bersama (tertuang dalam kode etik profesi),
sehingga terjadi kemerosotan etik pada
masyarakat profesi tersebut. Sebagai
contohnya adalah pada profesi hukum dikenal
adanya mafia peradilan, demikian juga pada
profesi dokter dengan pendirian klinik super
spesialis di daerah mewah, sehingga
masyarakat miskin tidak mungkin
menjamahnya
 Kode etik  sekumpulan atau ketentuan
yang menjadi pedoman tingkah laku
masyarakat yang bersumber atau yang
didasar pada moral
 Kode etik  asas yang diwujudkan dalam
norma yang diterima sekelompok tertentu
sebagai landasan tingkah laku karena
norma itu diturunkan dari asas.

Kode Etik Profesi


 Kode etik profesi  produk etika terapan
karena dihasilkan berdasarkan penerapan
pemikiran etis atas suatu profesi.
(Abdulkadir Muhammad, 1997)
 Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi  Kode etik
dapat Berubah maupun diubah
Memberikan pedoman
Sarana kontrol sosial
bagi setiap anggota
bagi masyarakat atas
tentang prinsip
profesi yang
profesionalitas yang
bersangkutan.
digariskan.

Mencegah campur
tangan pihak diluar
organisasi profesi
tentang hubungan
etika dalam
keanggotaan profesi.

Fungsi Kode Etik Profesi


 Etika profesi  pegangan bagi anggota yang
tergabung dalam profesi tersebut, maka dapat
pula dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
sistematis antara etika dengan profesi.
 Menurut Liliana, etika profesi  sebagai sikap
hidup, yang mana berupa kesediaan untuk
memberikan pelayanan profesional di bidang
profesi terhadap masyarakat dengan keterlibatan
penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam
rangka melaksanakan tugas yang berupa
kewajiban terhadap masyarakat yang
membutuhkan pelayanan dengan disertai refleksi
yang saksama
 Di dalam melaksanakan profesi terdapat
kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi
yaitu sebagai berikut :
1. Melaksanakan pelayanan tanpa pamrih
 mengutamakan kepentingan pasien
dan kepentingan umum bukan atas
kepentingan sendiri (pengemban
profesi).

Kaidah--kaidah Pokok Etika Profesi


Kaidah
2. Pelayanan profesional dalam
mendahulukan kepentingan klien atau
pasien mengacu kepada kepentingan
atau nilai-nilai luhur sebagai norma
kritik yang memotivasi sikap dan
tindakan.
3. pengemban profesi harus selalu
berorientasi pada masyarakat
4. Agar persaingan dalam pelayanan
haruslah bersaing dengan sehat, supaya
peningkatan mutu tetap menjadi acuan
bagi tenaga medis atau paramedik
mempunyai kualitas yang baik dan dapat
diterima oleh pasien.
1. Standar-standar etika menjelaskan dan
menetapkan tanggung jawab kepada klien,
lembaga (institusi) dan masyarakat pada
umumnya.
2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli
profesi dalam menentukan apa yang harus
mereka perbuat kalau mereka menghadapi
dilema-dilema etika dalam pekerjaan.
3. Standar-standar etika membiarkan profesi
menjaga reputasi atau nama dan fungsi profesi
dalam masyarakat melawan kelakuan yang
jahat dari anggota tertentu.

Tujuan Pokok Dari Standar-


Standar-
standar Etika
4. Standar-standar etika
mencerminkan/membayangkan
pengharapan moral dari komunitas.
Dengan demikian, standar-standar etika
menjamin bahwa para anggota profesi
akan mentaati kitab undang-undang
etika profesi dalam pelayanannya.
5. Standar-standar etika menetapkan dasar
untuk menjaga kelakuan dan integritas
atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
 Menurut Wawan Setiyawan, norma profesi dan kriteria
umum suatu organisasi profesi dalam menjalankan
profesinya dengan cara profesional sebagai berikut :
1. Dasar ilmu pengetahuan dan pengalaman serta
keterampilan yang memadai.
2. Ada lembaga pengajaran, pendidikan, dan latihan
dengan tanggung jawab kelompok profesinya.
3. Ada asosiasi/organisasi profesi yang bersangkutan dan di
samping mutlak sebagai anggota juga pendukung
dengan kepedulian, dedikasi, serta loyalitas yang tinggi.
4. Ada aturan dan persyaratan masuk dalam kelompok
profesi.
5. Mempunyai kode etik.
6. Mempunyai standar performa

Norma Profesi Dan Kriteria Umum


Suatu Organisasi Profesi
 Supaya kode etik dapat berfungsi dengan
semestinya, salah satu persyaratan
utamanya adalah bahwa kode etik
tersebut dibuat oleh profesi itu
sendiri.
 Kode etik tidak akan berjalan efektif kalau
didikte begitu saja, karena kode etik
harus dijiwai oleh cita-cita dikalangan
profesi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai