Anda di halaman 1dari 12

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa hospital by-laws adalah semua peraturan yang berlaku

di rumah sakit yang mengatur segala sesuatu penyelenggaraan di rumah sakit tersebut. Dalam
prototype hospital by-laws yang diajukan bersama oleh Ontario Hospital Association and Ontario
Medical Association disebutkan secara implisit bahwa hospital by-laws terdiri dari bagian
administratif (dalam arti penyelenggaraan, berkaitan dengan hospital administrator) dan bagian
medical staff. Selain kedua bagian hospital by-laws tersebut, di rumah sakit juga dapat dibuat
berbagai peraturan, keputusan dan kebijakan rumah sakit, termasuk standar prosedur pelayanan
medis, yang merupakan aturan/ketentuan di bawah hospital by-laws.

Demikian pula Keputusan Menteri Kesehatan R.I nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) menguraikan bahwa Hospital Bylaws terdiri dari
Corporate Bylaws dan Medical staff bylaws. Di dalam pedoman tersebut juga diuraikan bahwa
penyusunan medical staff bylaws dapat digabung menjadi satu dengan corporate bylaws yaitu
menjadi salah satu pasal atau bab di dalam corporate bylaws, meskipun bisa juga di susun secara
terpisah.

Hospital (administrative atau corporate) by-laws mengatur tentang bagaimana kepentingan


pemilik direpresentasikan di rumah sakit, bagaimana kebijakan rumah sakit dibuat, bagaimana
hubungan antara pemilik dengan manajemen rumah sakit dan bagaimana pula dengan staf medis,
dan bagaimana hubungan manajemen dengan staf medis. Hubungan-hubungan tersebut diuraikan
dalam keadaan statis dan dinamis.

Hospital (medical) by-laws memberikan suatu kewenangan kepada para profesional medis untuk
melakukan self-governance bagi para anggotanya, dengan cara membentuk suatu "komite medis"
yang mandiri; sekaligus memberikan tanggung-jawab (responsibility) kepada "komite" tersebut
untuk mengemban seluruh kewajiban pemastian terselenggaranya pelayanan profesional yang
berkualitas dan pelaporannya kepada administrator rumah sakit. (6)

Hospital by-laws juga mengatur tentang upaya yang harus dilakukan guna mencapai kinerja para
profesional yang selalu berkualitas dalam merawat pasiennya; utamanya melalui rambu-rambu
penerimaan, review berkala dan evaluasi kinerja setiap praktisi di rumah sakit. Dalam rangka itu pula
hospital by-laws juga dapat memerintahkan "komite medis" untuk menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan guna mencapai dan menjaga standar serta menuju kepada peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan profesi.( 6, 7)

Akhirnya hospital by-laws juga harus merangsang timbulnya, memelihara, me-review dan
menyempurnakan peraturan dan standar guna tercapainya self-governance. (6) Self governance
selanjutnya harus diikuti dengan self-regulation dan self-disciplining. Hal ini mengharuskan hospital
by-laws untuk juga mengatur tentang pengawasan, sistem pelaporan dan pencatatan, sistem
penilaian (peer-review, hearing, dll), dan tentu saja pemberian sanksi disiplin bagi mereka yang
melanggarnya sampai pada tingkat tertentu.

Share!10

Home › Artikel Kedokteran › Hospital bylaws dan medical staff bylaws sebagai syarat akreditasi
rumah sakit

Hospital bylaws dan medical staff bylaws sebagai syarat akreditasi rumah sakit

hospital-bylaws

Saat ini rumah sakit diseluruh Indonesia harus ber akreditasi. Akreditasi merupakan sebagai syarat
mutlak sebuah rumah sakit bila ingin memperpanjang ijinnya. Salah satu syarat akreditasi umah sakit
adalah rumah sakit harus mempunyai Hospital bylaws dan medical staff bylaws. Jadi semua rumah
sakit harus mengetahui cara membuat atau menyusun Hospital bylaws dan medical staff bylaws. Ada
banyak contoh panduan menyusun Hospital bylaws dan medical staff bylaws yang dapat dijadikan
acuan agar proses akreditasi dapat berjalan sukses. Sebenarnya apakah definisi atau pengertian
Hospital bylaws dan medical staff bylaws? berikut penjelasan Hospital bylaws atau Peraturan
Internal Rumah sakit dan medical staff bylaws atau Pedoman internal staff medis.

Pengertian atau definisi Hospital bylaws (HBL) atau Peraturan Internal Rumah sakit atau Statuta
rumah sakit adalah ketentuan ketentuan tertulis yang mengatur tentang organisasi, kedudukan,
peran, tugas, kewajiban tiga unsur pokok dari entitas rumah sakit, yaitu pemilik,pengelola rumah
sakit dan staf medik fungsional (medical). Ini berdasarkan KEMENKES RI
nomor:772/MENKES/SK/VI/2002

Definisi medical staff bylaws atau Pedoman internal staff medis adalah suatu peraturan oorganisasi
staf medis dan komite medis dirumah sakit yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit atau Governing
Body. Ini berdasarkan KEMENKES RI nomor:613/MENKES/SK/IV/2005

Selain itu masih banyak istilah yang harus dipahami dan disiapakan dalam proses penetapan
Akreditasi rumah sakit diantaranya: Penetapan kelas rumah sakit, fungsi dan tujuan medical staff
bylaws, cara menyusun hospital bylaws, contoh peratutan internal rumah sakit, contoh peraturan
staff medis rumah sakit, contoh surat surat keputusan komite medik, contoh surat keputusan satuan
pengawas internal rumah sakit atau SPI, contoh evaluasi tindakan medis, contoh format TOR dalam
akreditsai rumah sakit, contoh form program kerja Unit keselamatan Pasien rumah sakit. Analisa
keuangan rumah sakit, contoh program kerja pengelola mediko-legal dan etik rumah sakit, contoh
dokumen indikator klinik, contoh Grafik barber Johnson, contoh lapotan kejadian tidak diharapkan
(KTD), serta contoh analisis kejadian nyaris cedera dan kejadian sentinel. Semoga artikel ini
bermanfaat bagi anda. Menyusun Hospital Bylaws Ternyata Tidak Mudah

Oleh: Rochmanadji Widajat

PENGERTIAN Hospital Bylaws (HBL) bagi rumah sakit (RS) di Indonesia relatif masih baru, sekitar 1 - 2
tahun belakangan ini. Wajar apabila terjadi perbedaan persepsi dan aspirasi di antara para
pengambil keputusan serta pelaksanaannya di rumah sakit, (baik milik pemerintah pusat atau
daerah), RS-Perjan maupun RS Swasta.

Adanya perbedaan pengertian, persepsi dan aspirasi tersebut, mengakibatkan terjadinya beberapa
kesulitan dan kelambatan dalam tahap-tahap penyusunan HBL serta pemisahan substansi pokok HBL
dari peraturan operasional RS.

Sebenarnya pengertian HBL sebagai "peraturan tertulis yang ditetapkan oleh penguasa RS
setempat", telah dikemukakan di dalam beberapa kali seminar dan pertemuan-pertemuan berskala
nasional, baik yang diselenggarakan oleh Depkes maupun Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi),
termasuk Lokakarya Penyusunan HBL tahap-I yang diadakan Persi Cabang JawaTengah pada tanggal
12 - 13 Maret 2002 lalu. Persamaan persepsi dan aspirasi tentang HBL yang telah diterima secara
umum adalah: pertama, untuk mengantisipasi adanya kasus-kasus internal dan eksternal yang makin
meningkat di masa mendatang. Untuk itu diperlukan segera adanya "landasan hukum yang tertulis,
jelas, dapat mengatur hubungan segi tiga yang seimbang antara pihak manajemen - pelanggan
dalam - pelanggan luar, baik hak-hak maupun kewajibannya".

Dua, tujuan HBL pada prinsipnya melindungi hak dan kewajiban semua pihak ( manajemen,
pelanggan luar dan dalam) secara seimbang, dalam rangka menuju pelayanan RS yang baik (good
corporate and clinical governance).

Tiga, manfaat HBL merupakan pedoman baku bagi semua pihak, dapat sebagai perpanjangan
tangan/ acuan hukum bagi pihak-pihak yang berselisih, dapat merupakan sarana peningkatan mutu
pelayanan, serta merupakan salah satu syarat memperoleh sertifikat akreditasi RS tingkat lanjut.
Empat, fungsi HBL oleh karenanya harus dapat mengatur kewajiban dan kewenangan RS, hak dan
kewajiban petugas RS dan pasien serta kewajiban RS terhadap pemerintah dan aparat penegak
hukum.

Permasalahan timbul karena masih belum ada contoh HBL yang dapat diterima sebagai acuan umum
serta adanya fokus masalah.

Fokus Masalah

Satu, HBL dalam bahasa Indonesia merupakan "Peraturan Intern RS" vs "Statuta RS". Hospital Bylaws
atau Hospital By-laws, memuat peraturan dasar/ pokok atau kebijakan-kebijakan yang strategik,
sehingga berlaku untuk umum. Barang siapa yang berhubungan dengan RS tersebut, Depkes RI
menerjemahkan HBL sebagai "Peraturan Intern RS". Sedangkan Persi mengusulkan terjemahan HBL
adalah "Status RS" mengacu PP tentang "Statuta RS Ciptomangunkusumo".

Dua, substansi HBL bukan "kumpulan peraturan operasio nal?" Perbedaan pokok antara HBL dan
Peraturan Operasional adalah:

No. Perbedaan Pokok HBL PERP.OP

1. Substansi/ masalah yang diatur kebijakan/pokok kuklak, SOP, SK

2. Hubungan antara keduanya sifat makro menjelaskan/ mi-kro

3. Objek pengaturan peraturan bersifat umum lebih mengikat

4.Sistematika penulisan ditulis lebih dulu disusun kemudian sebagai dalam 1 buku, ada 5 bab
Lampiran HBL

Substansi
Tiga, kebanyakan rumah sakit sepakat bahwa substansi pokok HBL terdiri atas corporate bylaws
(Peraturan Umum Korporasi RS) yang mengatur perihal visi, misi, tujuan organisasi, struktur
organisasi (dewan pengawas, direksi & staf, SPI dan organisasi pendukung lainnya), lengkap dengan
hubungan dan tata laksana kerja, masalah SDM dan kebijakan pengaturan sumber daya lainnya.

Sedangkan substansi pokok lainnya, masih ada perbedaan pengertian: medical staff bylaws (seperti
di AS dan negara-negara maju lainnya) atau clinical bylaws (gabungan antara medical, nurse and
supporting staff bylaws) yang merupakan wacana yang berkembang di Indonesia saat ini.

Empat, siapa yang berwenang menetapkan HBL di RS Pemerintah, RS-Perjan, RS-swasta PT dan RS-
Yayasan ?

Definisi hospital bylaws atau hospital by-laws adalah peraturan tertulis yang dikeluarkan dan
ditetapkan oleh penguasa RS setempat. Siapa penguasa RS setempat itu ? Untuk RS milik swasta (PT/
yayasan) maka yang berwenang menetapkan adalah Dewan Komisaris sebagai wakil pemilik,
sehingga tidak ada masalah, sementara untuk RS milik Pemda maka yang ditunjuk berwenang adalah
Kepala Biro Kesra atau Kadinkes setempat.

Siapa yang berwenang sebagai penguasa RS-Perjan: Dewan Pengawas atau Direktur Utama/ Direksi
RS tersebut ?

Lima, sejauh mana pemerintah dan aparat penegak hukum mengakui HBL di rumah sakit. HBL harus
dapat berfungsi secara legal dalam mencegah dan mengatasi persoalan-persoalan RS sehari-hari.

Untuk itu substansi HBL harus ditulis secara benar menurut hukum yang berlaku di Indonesia,
sehingga mungkin perlu dipikirkan apakah RS membutuhkan konsultasi dengan pakar hukum yang
mengerti aspek perumahsakitan.

Untuk mengatasi kendala seperti tersebut di atas, hari ini dan besok (27 dan 28/8) semiloka
pembahasan HBL II dilaksanakan oleh Persi Cabang Jawa Tengah berkerja sama dengan RS Dr Kariadi
Semarang (18)

-Dokter Rochmanadji Widajat,SpA(K),MARS, direktur SDM RS Dr Kariadi Semarang


Peran dan Fungsi Hospital by Laws

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa hospital by-laws adalah semua peraturan yang
berlaku di rumah sakit yang mengatur segala sesuatu penyelenggaraan di rumah sakit tersebut.
Dalam prototype hospital by-laws yang diajukan bersama oleh Ontario Hospital Association and
Ontario Medical Association disebutkan secara implisit bahwa hospital by-laws terdiri dari bagian
administratif (dalam arti penyelenggaraan, berkaitan dengan hospital administrator) dan bagian
medical staff. Selain kedua bagian hospital by-laws tersebut, di rumah sakit juga dapat dibuat
berbagai peraturan, keputusan dan kebijakan rumah sakit, termasuk standar prosedur pelayanan
medis, yang merupakan aturan/ketentuan di bawah hospital by-laws.

Demikian pula Keputusan Menteri Kesehatan R.I nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) menguraikan bahwa Hospital Bylaws terdiri dari
Corporate Bylaws dan Medical staff bylaws. Di dalam pedoman tersebut juga diuraikan bahwa
penyusunan medical staff bylaws dapat digabung menjadi satu dengan corporate bylaws yaitu
menjadi salah satu pasal atau bab di dalam corporate bylaws, meskipun bisa juga di susun secara
terpisah.

Hospital (administrative atau corporate) by-laws mengatur tentang bagaimana kepentingan


pemilik direpresentasikan di rumah sakit, bagaimana kebijakan rumah sakit dibuat, bagaimana
hubungan antara pemilik dengan manajemen rumah sakit dan bagaimana pula dengan staf medis,
dan bagaimana hubungan manajemen dengan staf medis. Hubungan-hubungan tersebut diuraikan
dalam keadaan statis dan dinamis.

Hospital (medical) by-laws memberikan suatu kewenangan kepada para profesional medis untuk
melakukan self-governance bagi para anggotanya, dengan cara membentuk suatu "komite medis"
yang mandiri; sekaligus memberikan tanggung-jawab (responsibility) kepada "komite" tersebut
untuk mengemban seluruh kewajiban pemastian terselenggaranya pelayanan profesional yang
berkualitas dan pelaporannya kepada administrator rumah sakit. (6)

Hospital by-laws juga mengatur tentang upaya yang harus dilakukan guna mencapai kinerja para
profesional yang selalu berkualitas dalam merawat pasiennya; utamanya melalui rambu-rambu
penerimaan, review berkala dan evaluasi kinerja setiap praktisi di rumah sakit. Dalam rangka itu pula
hospital by-laws juga dapat memerintahkan "komite medis" untuk menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan guna mencapai dan menjaga standar serta menuju kepada peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan profesi.( 6, 7)

Akhirnya hospital by-laws juga harus merangsang timbulnya, memelihara, me-review dan
menyempurnakan peraturan dan standar guna tercapainya self-governance. (6) Self governance
selanjutnya harus diikuti dengan self-regulation dan self-disciplining. Hal ini mengharuskan hospital
by-laws untuk juga mengatur tentang pengawasan, sistem pelaporan dan pencatatan, sistem
penilaian (peer-review, hearing, dll), dan tentu saja pemberian sanksi disiplin bagi mereka yang
melanggarnya sampai pada tingkat tertentu.

stilah “

hospital by-laws

” memang terdengar masih asing di telinga kita,dan bahkan belum ada padanan kata yang tepat
dalam bahasa Indonesia. Olehkarena itu, tidak mengherankan jika masih banyak Rumah Sakit di
Indonesia yang belum mengenal, apalagi memiliki “

hospital by-laws

”.Dr. Budi Sampurna, SpF, SH, staf Bagian Ilmu Forensik FKUImenjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “

by-laws

” adalah “

regulations,ordinances, rules or laws adopted by an association or corporation or the like for its
goverment”

yang berarti segala ketentuan yang dibuat oleh dan diberlakukanuntuk suatu rumah sakit. Namun
demikian “

hospital by-laws

” bukanlah peraturanstandar yang dapat diterapkan bagi semua rumah sakit. Sebagaimana
ditegaskanoleh dr. Sofwan Dahlan, SpF ; “

hospital by-laws

” adalah seperangkat peraturanatau kaidah yang dibuat oleh rumah sakit dan hanya berlaku di
rumah sakit yang bersangkutan. Kendati dibuat hanya sepihak, namun “

hospital by-laws

” dapatmengikat pihak-pihak lain yang secara sadar mengikatkan diri dengan pihak rumah sakit,baik
sebagai konsumen eksternal maupun konsumen internal,sepanjang peraturan tersebut bersifat
transparan dan mudah diakses oleh yang bersangkutan. Penyusunan

hospital by-laws

perlu dilakukan sedemikian rupa agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan rumah sakit dengan
mempertimbangkanfalsafahnya sendiri. Namun ada hal penting yang harus diperhatikan agar

hospital by laws
dapat dijadikan klausula (perjanjian) baku adalah tidak boleh bertentangan dengan hak azasi
manusia, hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pandangan hukum
perdata, klausula baku dapat berfungsi sebagai undang-undang bagi para pihak; yaitu pasien,
manajer, tenaga profesional ataupun pekerja nonmedik.

Hospital by-laws

memberikan suatu kewenangan kepada profesionalmedis untuk melakukan

self-governance

bagi para anggotanya dengan caramembentuk suatu ‘badan’ yang mandiri sekaligus memberikan
tanggung jawabkepada ‘badan’ tersebut untuk menjamin terselenggaranya pelayanan
profesionalyang berkualitas, Dr. Budi menambahkan.

Ruang lingkup Hospital By-Laws

Dr. Sofwan menjelaskan bahwa rumah sakit merupakan lembaga yang bersifat multifungsi, padat
modal, padat teknologi, padat pelayanan dan juga padatkarya. Operasionalisasinya memerlukan
pedoman guna menjamin terlaksananyaseluruh kegiatan rumah sakit dengan baik. Salah satu
pedoman itu ialah

hospital by-laws

, yang isinya juga mencakup aspek-aspek yang ada di rumah sakit. DiAmerika, rumah sakit umumnya
didirikan atas dasar “

three legged stool model

”yang terdiri dari

Board of trustees

(dewan komisaris)

, administration

dan

medical staff

Board of trustees

mempunyai tanggung jawab hukum menyangkutkebijakan serta jalannya rumah sakit secara
keseluruhan.

Administration

merupakan komponen rumah sakit yang bertanggung jawab terhadap manajemenkeseharian agar
fungsi rumah sakit yang terbagi dalam
operational departments

dapat berjalan dengan baik. Sedangkan

medical staff

yang tersusun kedalam

clinical departments

bertanggung jawab terhadap semua layanan kesehatan dirumah sakit. Yang membedakan antara
rumah sakit dengan korporasi lainnya

adalah karena adanya fakta yang unik bahwa

medical staff

merupakan entitastersendiri (

self governing entity

) sehingga

hospital by-laws

dibagi menjadi

corporate bylaws

atau

administration bylaws

dan

medical staff bylaws

.Dr. Samsi Jacobalis, SpB., pengurus PERSI Pusat menguraikan bahwa

corporate by-laws

pada dasarnya sama seperti korporasi pada umumnya,merupakan petunjuk pengoperasian rumah
sakit sebagai badan usaha. Isinyaadalah tentang

governing board

dan hubungannya dengan Direksi dan Staf Medik rumah sakit. Pokok-pokok substansi

corporate by-laws

ini antara lain adalah pernyataan visi, misi, peran dan tujuan rumah sakit; mekanisme
pemilihananggota, kewajiban dan tanggung jawab dari
governing board

; struktur organisasi

governing board

dan hubungannya dengan Direksi dan Staf Medik; persyaratan penetapan Staf Medik; mekanisme
penetapan, peninjauan ulang dan revisi

by-laws.

Adapun

medical staff by-laws

khusus mengatur tentang tenaga medis rumahsakit. Di dalamnya termuat uraian garis-garis besar
organisasi Staf Medik, prosedur pemberian dan pengakhiran ijin menjadi Staf Medik,
pernyataankualifikasi Staf Medik, pernyataan etika, persyaratan pemeliharaan rekam medik yang
akurat dan lengkap, peraturan

informed consent

, dan sebagainya.Dr. Samsi maupun Dr. Sofwan tampaknya sependapat dengan upaya DepKes untuk
membagi

medical staff by-laws

menjadi dua yaitu

medical staff by-laws

dan

nursing staff by-laws

, mengingat profesi yang ada di rumah sakit. Bahakn Dr.Samsi bahkan menganjurkan untuk
mengubah istilahnya menjadi

clinical staff by-laws

yang terdiri dari

medical staff, nursing staff

dan

medical supporting staff

(staf penunjang medik)

by-laws.

Konsep
by-laws

untuk ketiga kelompok profesitersebut hendaknya disusun dan dibahas dulu diantara mereka baru
kemudiandidiskusikan dengan Direksi dan disetujui serta disahkan oleh Dewan Komisaris,demikian
Dr. Samsi menyarankan. Mengenai bentuk, sebagaimana dikutip olehDr. Sofwan, Guwandi (1999)
menyatakan bahwa hospital by-laws dapatdirumuskan menjadi ; Peraturan Rumah Sakit, Surat
Keputusan, SOP, SuratKetetapan, Surat Penugasan, Pemberitahuan maupun Pengumuman.Dengan
adanya

hospital by-laws

yang lengkap dan terimplementasidengan baik diharapkan dapat membantu mewujudkan pelayanan
medik yang profesional dan etis, khususnya di era pasar bebas kelak.

References :

1.PIstilah Hospital Bylaw itu terdiri dari dua kata ‘Hospital’ dan ‘Bylaw’. Kata ‘Hospital’ mungkin
sudah cukup familiar bagi kita, yang berarti rumah sakit. Sementara kata ‘Bylaw’ terdapat beberapa
definisi yang dikemukakan para ahli. Menurut The Oxford Illustrated Dictionary:Bylaw is regulation
made by local authority or corporation. Pengertian lainnya, Bylaws means a set of laws or rules
formally adopted internally by a faculty, organization, or specified group of persons to govern
internal functions or practices within that group, facility, or organization (Guwandi, 2004). Dengan
demikian, pengertian Bylaw tersebut dapat disimpulkan sebagai peraturan dan ketentuan yang
dibuat suatu organisasi atau perkumpulan untuk mengatur para anggota-anggotanya. Keberadaan
HBL memegang peranan penting sebagai tata tertib dan menjamin kepastian hukum di rumah sakit.
Ia adalah ‘rules of the game’ dari dan dalam manajemen rumah sakit.

Menurut Guwandi, ada beberapa ciri dan sifat HBL yaitu pertama tailor-made. Hal ini berarti bahwa
isi, substansi, dan rumusan rinci HBL tidaklah mesti sama. Hal ini disebabkan oleh karena tiap rumah
sakit memiliki latar belakang, maksud, tujuan, kepemilikan, situasi, dan kondisi yang berbeda.
Adapun ciri kedua, HBL dapat berfungsi sebagai ‘perpanjangan tangan hukum’. Fungsi hukum adalah
membuat peraturan-peraturan yang bersifat umum dan yang berlaku secara umum dalam berbagai
hal. Sedangkan kasus-kasus hukum kedokteran dan rumah sakit bersifat kasuistis. Dengan demikian,
maka peraturan perundang-undangannya masih harus ditafsirkan lagi dengan peraturan yang lebih
rinci, yaitu HBL. Sebagaimana diketahui, hampir tidak ada kasus kedokteran yang persis sama,
karena sangat tergantung kepada situasi dan kondisi pasien , seperti kegawatannya, tingkat
penyakitnya, umur, daya tahan tubuh, komplikasi penyakitnya, lama pengobatan yang sudah
dilakukan, dan sebagainya. Ketiga, HBL mengatur bidang yang berkaitan dengan seluruh manajemen
rumah sakit meliputi administrasi, medik, perawatan, pasien, dokter, karyawan, dan lain-lain.
Keempat, rumusan HBL harus tegas, jelas, dan terperinci. HBL tidak membuka peluang untuk
ditafsirkan lagi secara individual. Kelima, HBL harus bersifat sistematis dan berjenjang.

HBL merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: tata tertib rawat inap pasien,
identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik,
visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komite medik, panitia etik kedokteran, panitia
etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan
keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan. Adapun bentuk
HBL dapat merupakan kumpulan dari Peraturan Rumah Sakit, Standar Operating Procedure (SOP),
Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Namun
demikian, peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya
seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam
bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

Belakangan ini tidak jarang keluhan masyarakat bahwa rumah sakit tidak melayani masyarakat
dengan baik. Bahkan beberapa rumah sakit saat ini telah dituntut karena pelayanan yang tidak
sesuai harapan. Ini bisa menjadi salah satu indikasi bahwa masih ada rumah sakit yang belum
mempunyai aturan rumah sakit yang jelas, sistematis, dan rinci. Karena itu, sesuai prinsip tailor
made rumah sakit seharusnya mempunyai HBL yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi .

Dengan demikian, kepentingan HBL dapat dilihat dari tiga sudut yaitu pertama, untuk kepentingan
peningkatan mutu pelayanan. Dalam hal ini HBL dapat menjadi instrumen akreditasi rumah sakit.
Rumah sakit perlu membuat standar-standar yang berlaku baik untuk tingkat rumah sakit maupun
untuk masing-masing pelayanan misalnya pelayanan medis, pelayananan keperawatan, administrasi
dan manajemen, rekam medis, pelayanan gawat darurat, dan sebagainya. Standar-standar ini terdiri
dari elemen struktur, proses, dan hasil. Adapun elemen struktur meliputi fasilitas fisik, organisasi,
sumber daya manusianya, sistem keuangan, peralatan medis dan non-medis, AD/ART, kebijakan,
SOP/Protap, dan program. Proses adalah semua pelaksanaan operasional dari staf/unit/bagian
rumah sakit kepada pasien/keluarga/masyarakat pengguna jasa rumah sakit tersebut. Hasil
(outcome) adalah perubahan status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemahaman serta
perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di masa depan, dan kepuasan pasien.

Kepentingan yang kedua, dilihat dari segi hukum HBL dapat menjadi tolak ukur mengenai ada
tidaknya suatu kelalaian atau kesalahan di dalam suatu kasus hukum kedokteran. Di dalam Hukum
Rumah Sakit pembuktian yang lebih rinci harus terdapat dalam HBL. Ketiga, dilihat dari segi
manajemen risiko, maka HBL dapat menjadi alat (tool) untuk mencegah timbulnya atau mencegah
terulangnya suatu risiko yang merugikan. Dengan demikian, pasien akan semakin terlindungi sesuai
prinsip patient safety. HBL juga akan memperjelas fungsi dan kedudukan dokter dalam sebuah
rumah sakit . Sebagai tenaga medis, dokter dituntut melakukan tindakan medis sesuai dengan
standar profesi yang ditetapkan dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Apalagi, berdasarkan
strategi WTO pada tahun 2010 Indonesia akan membuka peluang dokter asing untuk berpraktik.
Sementara itu, ASEAN bersepakat dua tahu lebih cepat yaitu pada tahun 2008 membuka peluang
yang sama untuk tenaga kesehatan.(Image is adapted from here).akasi , Levina S. , Scientific Report :
Hospital Expo XIV, Sudah Saatn

Anda mungkin juga menyukai