Slide Hukum Kepolisian SMT 3 Sept 2020
Slide Hukum Kepolisian SMT 3 Sept 2020
S e m e s t e r III
DOSEN
Hukum sifatnya yang luas dan mempunyai banyak segi, maka beberapa ahli hukum
mengatakan tidak mungkin untuk membuat suatu definisi hukum yang mencakup secara
menyeluruh dan dapat diterima secara memuaskan semua orang. Beberapa definisi hukum
seperti dalam Kamus Hukum, Yan Pramadya PUSPA, 1977, “Hukum adalah keseluruhan daripada
peraturan-peraturan yang mana tiap-tiap orang yang bermasyarakat wajib mentaatinya, bagi
pelanggaran terdapat sanksi; kemudian pendapat Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
menyebutkan ada 9 (sembilan) macam arti hukum, yaitu : Hukum sebagai ilmu pengetahuan
(pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran); Hukum sebagai
disiplin (suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi); Hukum sebagai
kaidah (pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yag pantas atau diharapkan;
Hukum sebagai tata hukum (struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku
pada suatu waktu; Hukum sebagai petugas (pribadi-pribadi yang merupakan kalangan/koridor
yang berhubungan erat dengan penegakkan hukum; Hukum sebagai keputusan penguasa (hasil
proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa; Hukum sebagai proses pemerintahan
(proses hubungan timbal balik unsur-unsur pokok sistem kenegaraan; Hukum sebagai sikap tindak
atau perilaku (tindakan atau perilaku ajeg/tetap yang di ulang-ulang dengan cara yang sama; dan
Hukum sebagai jalinan nilai-nilai (jalinan-jalinan dari konsepsi abstrak tentang apa sikap yang baik
dan buruk) sebagaimana dalam Mhd. Shiddiq Tgk. Armia, S.Ag., 2003.; selanjutnya Soerojo
Wignojodipoero dalam buku Pengantar Ilmu Hukum (dikutip Mhd.Shiddiq Tgk.Armia, S.Ag., 2003)
menyatakan bahwa hukum adalah : “ Himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa,
berisikan suatu perintah, larangan, atau perizinan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta
dengan maksud untuk mengatur ketertiban dalam kehidupan “.
1
filsuf St. Thomas Aquinas (1225 – 1274 ) adanya hukum yang datang dari wahyu, dan
hukum yang dibuat oleh manusia, membedakan 4 ( empat ) macam hukum bagi golongan Katolik
Roma yang masih diterima, yaitu :
adalah akal ke-Illahi-an ( rasio Tuhan ) yang menuntun semua gerakan dan tindakan dialam
semesta. Akan tetapi tidak ada manusia yang mampu menangkap lex aeterna itu dalam
keseluruhannya. Orang hanya bisa menangkap sebagian daripadanya melalui akal pikiran yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya. Bagian kecil yang bisa ditangkap ini disebut lex naturalis;
adalah penjelmaan lex aeterna didalam akal pikiran manusia, yang memberikan pengarahan atau
pengajaran kepada manusia untuk membedakan baik dan buruk, berbuat yang baik dan
meninggalkan yang buruk;
adalah hukum positif yang berlaku sungguh-sungguh dalam undang-undang negara yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.
2
M.Friedman dalam bukunya “Legal Theory” sebagaimana dikutip Utrecht dalam bukunya
“Pengantar Dalam Hukum Indonesia” menyimpulkan pokok-pokok pendapat von Savigny sebagai
berikut:
1. Hukum tidak dibuat ( hasil penggunaan rasio ), tetapi diketemukan ( didapatkan );
2. Masyarakat dunia terbagi dalam banyak masyarakat, yang masing-masing mempunyai volksgeist
sendiri. Makna suatu adat istiadat sendiri, sumber hukum satu-satunya adalah kesadaran hukum
rakyat, kesadaran hukum rakyat ini menjadi dasar ( hukum ) undang-undang, maka dari itu
hukum kebiasaan dan undang-undang kedudukannya sederajat;
3. Menjadi sumber satu-satunya dari hukum ialah kesadaran hukum rakyat. Kebiasaan dan undang-
undang sebenarnya bukan sumber dari hukum, tetapi hanya suatu sumber pengenal hukum ( ken
bron ) yang membuktikan adanya hukum itu.
Ciri-ciri hukum seperti yang dikemukakan oleh Prof. Mr. Paul Sholten seperti yang dikutip
oleh A. Gunawan Setiardja ( 1990 : 79-90) dan Abdul Ghofur Cs ( 2008 : 72 ) yaitu :
4. Hukum adalah aturan perbuatan manusia. Dengan demikian menurut ahli hukum, tatanan hukum
adalah hukum positif yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah adalah sumber hukum;
5. Hukum bukan hanya dalam keputusan, melainkan juga dalam realisasinya. Menurut Prof.
Padmo Wahyono, S.H., hukum yang berlaku dalam suatu negara mencerminkan perpaduan
sikap dan pendapat pimpinan pemerintah dan masyarakat mengenai hukum tersebut;
6. Hukum ini mewajibkan. Apabila hukum positif telah ditetapkan maka setiap warga negara wajib
untuk mentaati hukum sesuatu dengan undang-undang;
7. Institusional hukum. Hukum positif merupakan hukum institusional dan melindungi masyarakat;
8. Dasar hukum. Setiap hukum mempunyai dasar, yaitu mewajibkan dan mengharuskan.
Pelaksanaannya dengan ideologi bangsa.
3
MOCH MAHFUD MD, dalam study ilmu hukum tentang penggambaran “ Pohon Ilmu
Hukum ” dengan unsur – unsur pohon sekurang-kurangnya terdiri atas akar ilmu hukum,
pohon/batang ilmu hukum, cabang ilmu hukum, ranting ilmu hukum, dan seterusnya.
1. Akar ilmu hukum adalah pilsafat bangsa dan idiologi negara adalah Pancasila ( Pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945 ) yg meletakan prinsip2 penuntun kaidah hukum tertentu dalam
pembuatan berbagai produk per UU sehingga dpt diketahui bahwa study ttg pilsafat hukum
merupakan bagian dari study ilmu hukum.
2. Batang / Pohon ilmu hukum adalah serat2 pohon ( Sub Sistem kemasyarakatan seperti
Sosiologi, Sejarah, Politik, Ekonomi, Budaya, Administrasi dsb yang melahirkan cabang – cabang
hukum dan pada akhirnya muncul study ttg sejarah hukum, sosiologi hukum, budaya hukum,
politik hukum, psikologi hukum administrasi hukum dsb yang semuanya bagian dari study ilmu
hukum.
3. Cabang – cabang ilmu hukum adalah hukum positif yang dibedakan atas berbagai bidang
pokok seperti hukum perdata, hukum pidana, HTN, HAN dsb.
Cabang – cabang ini kemudian melahirkan ranting2 ilmu hukum seperti HTN melahirkan
Ranting Study Hukum Lembaga Negara, Hukum Lembaga Kepresidenan, Hukum Per UU dsb.
Cabang Hukum Pidana melahirkan ranting2 study tentang Hukum Pidum, Hukum Pidsus,
Hukum Acara Pidana dsb.
Cabang Hukum Perdata melahirkan ranting2 study Hukum Asuransi, Hukum Keluarga,
Hukum Perburuhan, Hukum Kontrak, Hukum Perbankan dsb
Cabang HAN melahirkan ranting2 study tentang Hukum Kepegawaian, Hukum Pajak,
Hukum Peradilan ADM dsb.
Bagian-bagian ini lah yang kemudian menjadi objek kompensional dlm study hukum,
sehingga karena penekanan bagian ini pulalah study hukum hanya diartikan study atas hukum positif
4
Quis Pertemuan kuliah ke 1 :
1. Jelaskan mengapa sampai saat ini belum ada rumusan tentang satu-
satunya definisi hukum yang diakui oleh para ahli hukum
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pohon Hukum oleh Moch. Mahfud
MD
5
PERTEMUAN KULIAH KE 2
B. Hukum Kepolisian.
Lahirnya berbagai paradigma baru ini telah menyebabkan pula tumbuhnya berbagai
aspirasi harapan dan tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas polisi yang semakin
meningkat terutama lebih berorientasi kepada pelayanan masyarakat. Memang dan dirumuskan
dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, pasal 2 fungsi kepolisian adalah
merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang bertujuan menjamin keamanan dalam
negeri ( Kamdagri ) melalui upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap masyarakat.
Keamanan adalah kondisi didalam suatu masyarakat yang menunjukkan adanya rasa
aman sehingga kehidupan sehari-hari masyarakat dan pemerintahan dapat berjalan lancar, wajar,
akuntabilitas, bersih, transparan dan berwibawa; arti aman mengandung 4 (empat) unsur pokok,
yaitu :
1. Security adalah perasaan bebas dari gangguan baik fisik maupun psychis;
4. Peace adalah perasaan damai lahiriah dan batiniah, ( Momo Kelana : 2007 ).
6
Penyamaan persepsi pada pengertian dan definisi istilah gangguan keamanan , al :
adalah bentuk gangguan keamanan pada tahap pembiakan dini, bentuknya berupa endapan
permasalahan kehidupan yang tidak ditangani dengan tertib yang mempengaruhi pada situasi
kondisi lingkungan aspek-aspek Astagatra (geografi, demografi, sumber daya alam,
ipoleksosbudag, han dan kam);
adalah bentuk gangguan keamanan yang belum terjadi tetapi telah menimbulkan kekhawatiran
pada perasaan orang dan diperlukan kehadiran/keberadaan polisi atu petugas keamanan, karena
dugaan dan perkiraan bila hal itu benar-benar terjadi, dapat berupa perbuatan perorangan,
sekelompok orang ataupun suatu keadaan seperti pada tempat-tempat keramaian umum, pusat
berkumpulnya orang ;
adalah bentuk ancaman yang sudah nyata terwujud sebagai kejadian bencana alam, kecelakaan
atau tindak pidana kriminalitas dan pelanggaran yang terjadi di suatu daerah atau lokasi
permukaan serta keadaan kondisi yang menimbulkan kerusakan tatanan kehidupan.
7
1. Pengertian Hukum Kepolisian.
8
W.J.S. Poerwadarminta dalam bukunya Kamus Bahasa Indonesia merumuskan Hukum
Kepolisian adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan polisi. Sedangkan
istilah Hukum Kepolisian menurut Sadjijono ( 2008 : 6 ) terdiri dari 2 ( dua ) kata “ hukum “ adalah
suatu norma atau kaidah yang berisi larangan dan perintah yang mengatur kehidupan manusia, dan
kata “ kepolisian “ adalah suatu lembaga dan fungsi pemerintahan bidang pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat. Jadi secara sederhana dan praktis “ Hukum Kepolisian “ dapat
didefinisikan “ Keseluruhan hukum yang mengatur tentang organ / badan, fungsi dan perundang –
undangan / peraturan kepolisian.
9
PERTEMUAN KULIAH KE 3
2. Latar Belakang dan Manfaat Hukum Kepolisian.
Latar belakang keberadaan Hukum Kepolisian tidak bisa dilepaskan dari pemenuhan
persyaratan profesi kepolisian yang antara lain menuntut adanya otonomi dan cara mengontrol
perilaku anggota profesi disamping adanya kode etik sebagai pedoman melakukan profesinya
maupun pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya. Sebagai suatu profesi dengan sendirinya terkait
dengan suatu cabang ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Kepolisian, perkembangan ilmu kepolisian
yang sedemikian pesat sebagai konsekuensi penyesuaian pemenuhan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat yang telah mewujudkan kenyataan bertambah banyaknya keahlian khusus dan
pengetahuan yang diperlukan oleh petugas kepolisian dalam melaksanakan tugasnya, antara lain
pengetahuan tentang “ Hukum Kepolisian “ sendiri yaitu hukum yang mengatur tentang segala hal
ikhwal polisi. Selanjutnya “Manfaat Hukum Kepolisian “ dari segi kepentingan polisi pada hakekatnya
adalah merupakan legitimasi dari kekuasaan polisi, hukum yang mengatur tentang segala hal ikhwal
fungsi dan lembaga polisi.
Hukum Kepolisian adalah hukum yang mengatur segala hal ikhwal polisi, baik sebagai
organ, sebagai tugas dan hubungan antara organ polisi dengan tugas polisinya. Perumusan tugas
polisi mengacu kepada filosofi kepolisian, fungsi kepolisian dan tujuan kepolisian; sesuai dengan
sumbernya dapat dibedakan atas:
4. Tugas yang bersumber dari kewajiban umum kepolisian yaitu “ memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat “ , melindungi , mengayomi dan melayani masyarakat;
5. Tugas yang bersumber dari peraturan perundang – undangan;
6. Tugas dalam proses pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana. Oleh karena itu tugas polisi
terlihat dalam berbagai tataran yaitu tataran sosialisasi penyuluhan informasi
( preemptif ), tataran mengingatkan, mengatur dan menjaga ( preventif ), dan tataran
penindakan pelanggaran atau tindakan pidana yang terjadi ( represif ).
10
C. Kepolisian dan Polisi.
2. Polisi.
Kepolisian Negara R.I. dalam melaksanakan peran dan fungsi kepolisian meliputi
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibagi dalam daerah hukum menurut
kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Polri, yaitu dimulai dari tingkat Markas Besar
Polri, Kepolisian Daerah ( Polda / Polda Metro ), Kepolisian Resort Kota Besar, Kepolisian Resort
Metro, Kepolisian Resort Kota, Kepolisian Resort, Kepolisian Sektor ( Polsek, Polsekmetro )
sampai dengan Pos Polisi dan pejabat/anggota polisi Pengemban Diskresi Kepolisian yang diatur
Undang – Undang R.I No. 2 Tahun 2002 pasal 6 dan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
R.I. No. 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara R.I.
12
b. Sebagai Fungsi Kepolisian.
13
d. Sebagai Ilmu Pengetahuan.
14
PERTEMUAN KULIAH KE 4
D. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
1. Bentuk Keamanan.
2. Ketertiban Masyarakat.
5. Keamanan Negara. 15
SIFAT, ASAS, DAN SUMBER HUKUM
Hukum kepolisian merupakan kesatuan hukum yang fokus kajiannya dibatasi pada hal
ikhwal tentang kepolisian, akan tetapi tidak bisa dilepaskan dan dipisahkan dengan konsep hukum
umum; dimaksudkan dengan hukum umum adalah hukum sebagai kaidah atau norma yang mengatur
bagaimana seyogyanya manusia bertingkah laku dimasyarakat, sehingga manusia diwajibkan untuk
mentaati dan mematuhi kaidah tersebut agar tertib, tentaram dan damai dalam hidupnya. Oleh karena
itu agar terdapat pemahaman yang hollistik dan komprehensif hubungan atau kaitan antara sifat,
asas, dan sumber hukum kepolisian dan hukum umum, perlu dikemukakan sifat, asas, dan sumber
hukum secara umum. Penentuan suatu sifat,asas dan sumber hukum kepolisian dari suatu negara
sangat dipengaruhi oleh sejarah terbentuknya kepolisian, sistem hukum dan sistem pemerintahan,
kultur hukum suatu negara, batas kekuasaan kepolisian yang diberikan, dan kultur sosial dari suatu
bangsa.
Mengenai sifat hukum kepolisian yang merupakan bagian dari hukum pada umumnya,
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain dari kekuatan sanksinya, sehingga dari segi ini
ditemukan penggolongan hukum kedalam dua golongan yaitu hukum yang bersifat memaksa
( dwingendrecht ) dan hukum yang bersifat mengatur ( regelendrecht ). Menurut Erlyn Indarti
( 2002 ), mengemukakan bahwa hukum kepolisian secara umum dapat diklasifikasikan kedalam “
hukum prosedural “, yakni hukum yang memberikan kekuasaan bagi polisi atau menggariskan
prosedur tindakan polisi ( intern ) dan “ hukum substantif “, yakni hukum yang menetapkan dan
mendefinisikan ( suatu ) tindakan sebagai sekedar pelanggaran hukum ataukah tindakan pidana (
extern ).
16
1. Hukum Kepolisian yang bersifat Memaksa.
Adalah merupakan suatu peraturan perundang – undangan yang harus dan wajib
diterapkan atau dikenakan tidak dapat dikesampingkan dan mempunyai kekuatan paksa atau
paksaan yang mutlak ( absolut ), yaitu :
b) Polisi dalam pelaksanaan tugas – tugas terutama untuk kepentingan penyelidikan dan
penyidikan berwenang melakukan upaya paksa penangkapan, penahanan,
penggeledahan badan, pemasukan rumah, penyitaan dan pemeriksaan surat,
seringkali dirasakan oleh masyarakat sebagai sesuatu tindakan yang memaksa dan
berkecenderungan atau berpotensi melanggar hak asasi manusia ( HAM );
c) Mengingat HAM adalah merupakan hak – hak yang paling dasar yang harus dijunjung
tinggi, dimana setiap anggota polisi pun mempunyai kedudukan yang sama didalam
atau dimuka hukum dengan warga negara lainnya. Oleh karena itu perlu ada
ketentuan –ketentuan yang mengatur tentang bagaimana polisi melaksanakan tugas
dan wewenangnya agar tidak menyimpang dan atau memaksa dirinya untuk
melakukan kegiatan berdasarkan peraturan perundang – undangan , sebagaimana
diatur dalam pasal 13 s/d 19 Undang – Undang No. 2 Tahun 2002;
d) Polisi mempunyai kewenangan bertindak atas penilaian sendiri atau kebijakan yang
terikat dalam lingkup kewajiban, yaitu suatu kewenangan yang diberikan oleh Undang
– Undang, tindakan mana lebih bersifat moral daripada bersifat hukum, yang dikenal
dengan istilah “Diskresi” (Discretionair-kebijaksanaan, dalam halnya memutuskan
sesuatu tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan, Undang-undang atau
hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan).
17
e) Walaupun sudah ada rambu – rambunya tidak menutup kemungkinan terjadinya
penyimpangan, baik karena memang kesalahan bertindak dari anggota polisi
maupun ketidaksamaan penafsiran dari masyarakat terutama yang menyangkut
HAM; walaupun peraturan perundang – undangan ( seperti yang diatur dalam pasal
16 ayat ( 2 ) Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 ) telah menentukan persyaratan
– persyaratannya;
18
Quis Pertemuan kuliah ke 4
19
PERTEMUAN KULIAH KE 5
B. Asas Hukum Kepolisian.
Perkembangan hukum kepolisian sebagai hukum positif bertitik tolak pada asas –
asas atau sendi – sendi pokok yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas kepolisian. Asas –
asas hukum kepolisian merupakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum
kepolisian karena : Pertama, asas berarti prinsip atau garis hukum yang diterapkan secara
langsung kepada suatu perbuatan faktual nyata / konkrit ( tindakan kepolisian ) dalam
masyarakat; Kedua, semua peraturan kepolisian ( hukum positif ) dapat dikembalikan
kepada asas – asas hukum kepolisian sehingga asas merupakan landasan yang paling luas
sebagai batu ujian untuk menilai apakah suatu kaidah itu merupakan kaidah yang baik atau
tidak; Ketiga, asas – asas hukum kepolisian mengandung nilai – nilai dan tuntutan etika yang
menjiwai kaidah – kaidah dalam peraturan kepolisian sebagai hukum positif.
Asas hukum Kepolisian Negara RI bersumber dari pedoman hidup kepolisian “Tri
Brata “ yang memuat nilai – nilai dan prinsip dalam pelaksanaan tugas kepolisian, yaitu :
Pertama, “ Rastra Sewakottama “ polisi abdi utama dari nusa dan bangsa
( mengutamakan kepentingan nusa dan bangsa ), dengan perubahan : berbakti kepada nusa
dan bangsa dengan penuh ketaqwaan terhadap Tuhan YME; Kedua, “ Nagara Yanottama “
polisi warga negara utama atau teladan, dengan perubahan : menjunjung tinggi kebenaran
keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan Hukum Negara Pancasila dan UUD 1945;
Ketiga, “ Yana Anucasana Dharma “ polisi wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat, dengan
perubahan : senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, dengan
keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
20
2. Asas Kepolisian.
a. Asas Legalitas.
Asas Legalitas merupakan asas yang paling mendasar dalam negara hukum
(NKRI dengan konstitusi UUD 1945), terutama negara hukum formal yang menyatakan
bahwa setiap tindakan polisi ( kepolisian ) harus didasarkan hanya kepada undang –
undang (UU No. 2 Th 2002 dan UU lainnya) dan peraturan yang berlaku, sebagai ciri yang
menonjol dalam menegakkan supremasi hukum. Namun dengan pesatnya perkembangan
masyarakat dengan segala permasalahan barunya, asas legalitas diartikan bukan lagi sah
menurut undang – undang dan peraturan melainkan sah menurut hukum dan sesuai
dengan tujuan hukum ( doelmatigheid ). Asas legalitas diterapkan dalam tataran fungsi
kepolisian “ represif yustisial “ dalam proses pidana formal sesuai dengan Hukum Acara
Pidana yang berlaku ( UU No. 8 Th 1981 ttg KUHAP dan UU No. 2 Th 2002 psl 16 )
21
b. Asas Kewajiban.
c. Asas Partisipasi.
22
d. Asas Preventif ( pencegahan ).
Tindakan polisi preventif dianggap lebih efisien daripada tindakan polisi represif,
bahkan menyelidiki sebab – sebab terjadinya kejahatan. Pernyataan E.H.Glover ( 1934 )
dalam buku instruksi resmi dari “ The London Metropolitan Police “ sebagai berikut : “ Tujuan
pertama dari kepolisian yang efisien ialah pencegahan adanya kejahatan, kemudian
penyelidikan dan penghukuman pelanggar apabila terjadi kejahatan. Adapun perlindungan
atas jiwa dan harta benda, pemeliharaan ketenteraman umum dan tidak adanya kejahatan ini
hanyalah merupakan bukti, apakah tujuan – tujuan pembentukan kepolisian telah dicapai “.
Asas Subsidiaritas adalah asas yang memberi wewenang kepada polisi untuk
memungkinkan melakukan atau dapat mengambil tindakan pengganti bagi instansi atau
petugas yang berwenang atau berkewajiban, belum mengambil tindakan, sehingga berarti
asas ini menjamin tidak ada satu kasuspun yang terlepas dar kewenangan kepolisian
memelihara ketertiban umum. Asas subsidiaritas tumbuh dan berkembang dari kebiasan
praktek kepolisian dan kebiasaan masyarakat bila memerlukan pertolongan dan bantuan
selalu memintanya kepada polisi, sebab adalah antara lain :
Pertama, instansi yang diperlukan memang tidak terdapat ditempat itu, seperti
didaerah terpencil tidak terdapat instansi bea cukai, imigrasi, kejaksaan dsbnya;
Kedua, orang atau petugas yang berkewajiban kebetulan tidak ditempat,
sedangkan sangat diperlukan tindakan bantuan, pelayanan dan pertolongan.
23
f. Asas Oportunitas.
24
PERTEMUAN KULIAH KE 6
N A R K O T I K A
Kondisi yang berkembang untuk menanggulangi narkotika di satu sisi merupakan obat atau
bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan seksama.
Mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan/atau
menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama serta
bertentangan dengan peraturan per undang-undangan merupakan tindak pidana narkotika karena
sangat merugikan manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional indonesia.
Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus
operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas dan sudah
banyak menimbulkan korban, terutama dikalangan generasi muda bangsa yang sangat
membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Kondisi memprihatinkan terhadap bahaya narkoba diketahui dengan banyaknya korban dan kondisi
penyalahgunaan narkoba (pengguna narkotika) sudah menembus semua kalangan, berikut beberapa
kalangan yang sudah terkena dampak dari narkoba:
A. Dilingkungan pendidikan anak sekolah SD, sampai dengan mahasiswa serta guru dan dosen;
B. Profesi Hukum (advokat, penyidik, jaksa, hakim, penjaga dan pengelola lapas);
C. Pelayanan transportasi publik (pengemudibus, pilot, kapten kapan dan masinis);
D. Oknum aparatur sipil Negara, TNI dan Polri;
E. Pengusaha;
F. Tokoh Politik;
G. Kepala Daerah;
H. Pengangguran dan lainnya.
25
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya dan penanggulangan secara simultan bagi dan
untuk masyarakat dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat untuk sama-sama
meningkatkan kewaspadaan dan menanggulangi narkoba dengan menjadikan narkoba sebagai
musuh berbesar bangsa dewasa ini.
Pengertian Narkotika
Narkotika adalah obat yang dibutuhkan manusia, terkait dengan kepentingan ilmiah sebagai
kebutuhan medis yang penggunaannya secara terukur, dibawah kendali ahli medis baik untuk
kepentingan penelitian maupun keperluan bantuan dan pertolongan kesehatan.
Namun jika penggunaan dan pemanfaatan tidak sesuai dengan porsi dan di bawah kendali ahli
dibidangnya yang mempunyai kompetensi marupakan perbuatan penyalahgunaan yang diancam
sanksi pidana dan berdampak pada gangguan kesehatan pengguna serta menghancurkan
kelangsungan hidup pengguna itu sendiri.
Dampaknya juga dapat menghancurkan generasi suatu bangsa khususnya generasi muda
yang kelak akan sebagai estafet yang akan memimpin bangsa bisa, sehingga narkotika ini
perspektif ke depan bukan sekedar sarana pertolongan kesehatan, komunitas bisnis yang sangat
menguntungkan, namun lebih jauh narkotika dapat jadi area politik menghambat kemajuan suatu
bangsa di tengah tengah persaingan global dunia.
Pada hakekatnya narkotika memiliki dua dampak positif dan negatif. Dampak positif adalah
untuk medis sedangkan dampak negatif adalah untuk kepentingan diluar medis (bisnis ilegal
kelompok mafia yang tidak bertanggungjawab dengan berbagai modus operandi demi mencapai
tujuan, ekonomi, politik maupun hujuan terselubung lainnya) yang pada akhirnya dapat
menghancurkan masa depan generasi muda suatu bangsa.
Jenis Narkotika
Jenis narkotika yang beredar dan ditemukan saat ini umumnya yang bersumber dari tumbuh
tumbuhan dan kimia antara lain:
Candu merupakan zat yang dihasilkan dari tanaman papver somniferum yang berisi berbagai zat
kimia diantaranya mempunyai khasiat untuk pengobatan sebagaian lagi mengandung zat yang
mempunyai daya kecanduan, sangat besar, sehingga merugikan kesehatan. Narkotika golongan ini,
merupakan produk olahan dari zat opiad (Heroin, Kokain, Morfin dll).
Heroin
Heroin merupakan zat yang dihasilkan dari pohon candu, yang mengandung zat adiktif 30 kali candu
kasar. Heroin merupakan narkoba jenis opied yang paling banyak disalahgunakan namun lain ada
yang meyebut putaw.
27
Depresan
Merupakan zat yang menekan susunan syarat central, dengan akibat rasa tenang dan mengantuk.
Fungsi depresan berlawanan dengan fungsi stimulan. Didalam depresan termasuk kelompok obat
penenang dan minuman alkohol. Alasan mengkonsumsi depresan adalah karena adanya zat aktif
dalam depresan yang memperkuat bagian otak yang memberikan ketenangan sehingga berefek
menidurkan atau menenangkan. Orang tertentu merasa ketika menggunakan depresan sebagai
suatu kenikmatan. Padahal tanpa sadar hal tersebut dapat pula menimbulkan efek ketergantungan
yang sangat merugikan.
Stimulan
Stimulan adalah zat bila digunakan menimbulkan stimulan atau rangsangan yang bersifat
bersemangat, gembira. Berkhayal tinggi, percaya tinggi yang berlebihan dan mempunyai energi tak
terbatas narkoba yang masuk jenis ini antara lain: sabu sabu, ekstasi dll.
Ekstasi
Umumnya diproduksi dalam bentuk tablet dengan berbagai vitamin, bentuk, logo, dibuat
dilaboratorium gelap, sehingga tergantung peralatan, yang dipakai. Untuk mengkonsumsi ekstasi,
dilakukan dengan cara ditelan yang berdampak menimbulkan stimulan terjadi perubahan persepsi,
sehingga hati jadi gembira berlebihan, keinginan bergerak saat mendengarkan musik, gerakan
berlebihan. Efek ini dapat berlangsung beberapa jam akibat parah dari pengguinaan stimulan,
menyebabkan ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis.
Inhalan
Inhalan adalah zat yang mudah menguap seperti campuran cat dan lem serta sejenisnya.
Penyalahgunaan inhalan digunakan dengan cara menghirup uap dari zat-zat tersebut. Dikenal
dengan istilah ngelem yang sering digunakan anak jalanan.
28
Untuk lebih jelasnya terdapat tiga golongan Narkotika berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 44 Tahun 2019 sebagai berikut :
Dampak Positif
Dari segi medis, penggunaan obat-obatan yang mengandung narkotika bermanfaat dan
diperbolehkan secara legal atau sah, melalui rekomendasi ahli medis atau sebatas untuk pertolongan
medis semata.
Diberikan oleh tenaga medis secara terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, sisi positif dari
penggunaan jenis narkoba memang dikembangkan oleh tenaga medis dalam kaitannya demi
memberikan pertolongan kemanusiaan belaka dan kegiatan ilmiah/keilmuan.
Dampak Negatif
Dampak negatif dari pengguinaan narkotika dapat terjadi terhadap penggunanya, berkaitan
dengan cara menggunakan (konsumsi) dan memperolehnya. Penggunaan dan cara mendapatkan
telah diatur tata niaga dan legalitas memperolehnya diatur dalam peraturan dan perundang-
undangan, bila mendapatkan secara tidak sah mendapat sanksi hukum pidana. Yang paling ringan
direhabilitasi dan yang paling berat hukuman mati. Dampak yang ditimbulkan menggunakan narkotika
antara lain menimbulkan berbagai penyakit (HIV (human immunodeficienty virus) AIDS (acquired
immue deficiency stndrome/merupakan kekebalan tubuh) hepatitis dan penyakit lainnya dampak
negatif lainnya menimbulkan ketergantungan psikis dan kehancuran generasi muda.
29
Peran Serta Masyarakat
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika.
Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak
hukum atau BNN;
Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau
diminta hadir dalam proses peradilan.
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwanang atau BNN jika diketahui
adanya penyalahgunaan atau peredaran narkotika dan prekursor narkotika.
30
Larangan dan Sanksi Hukum
Tindak pidana narkotika merupakan kejahatan telah bersifat transnasional yang dilakukan
dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan
organisasi yang luas dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama dikalangan generasi
muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat bangsa dan negara.
Aturan hukum yang mengatur narkotika adalah undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 yang
secara nasional pemerintahn telah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) yang kepala
badan ditunjuk dari PATI Polri berpangkat Komisaris Jenderal Polisi.
Perbuatan yang dilarang sebagaimana telah diatur dalam undang-undang No. 35 Tahun 2009
adalah setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 sampai dengan 146 undang-undang No. 35 Tahun 2009, dapat berupa:
• Menanam;
• Memelihara;
• Memiliki;
• Menyimpan;
• Menguasai, atau menyediakan untuk persediaan;
• Menjual, membeli, jadi perantara jual beli, menukar atau menyerahkan;
• Pengedar;
• Memproduksi, mengimpor dan mengekspor;
• Menjadi kurir;
• Memberikan narkotika untuk digunakan kepada orang lain;
• Membantu peredaran narkotika dan prekursor (bahan awal) narkotika;
• Mendistribusikan, mengedarkan dan menyalurkan;
• Membantu dalam peredaran narkoba;
• Mentransit, membawa, mengankut dan mengirim;
• Dan pembuatan lain yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika dan prekursor (bawah
awal) narkotika. 31
Terhadap perbuatan sebagaimana dikemukakan tersebut di atas dapat dikenakan sanksi yang
berupa :
• Dipidana paling ringan berupa rehabilitasi di tempat tertentu dalam kurun waktu tertentu;
• Hukuman denda;
• Hukuman kurungan paling singkat 6 bulan;
• Hukuman penjara paling singkat 1 tahun sampai hukuman penjara seumur hidup;
• Hukuman mati;
Dikenakan juga hukuman tambahan berupa: pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-
barang tertentu untuk dimusnahkan atau dikuasai oleh negara.
Terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan tindak pidana narkotika juga dapat dikenakan
tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010.
32
PERTEMUAN KULIAH KE 7
Badan Narkotika Nasional
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Adapun tugas dan fungsi BNN adalah:
• Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
• Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
• Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
• Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis;
• Rehabilitasi sosial pecandu nerkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat;
• Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
• Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan;
• Masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
• Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral baik regional mapun internasional, guna
mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursoir narkotika;
• Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika;
• Melaksanakan adminsitrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dan membuat laporan tahunan mengenai
pelaksanaan tugas dan wewenang.
33
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.
Sesuai dengan tujuannya, bahwa hukum ada dan diciptakan untuk memberikan keadilan
dan rasa kenyamanan, ketertiban juga keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Guna
mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan penegakan hukum sebagai suatu proses dilakukannya
upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Penyalahgunaan narkoba telah menjadi bagian dari tindak pidana yang dampaknya tidak
hanya merusak moral bangsa indonesia juga telah membuat tidak nyamannya hidup karena
strategi penyebaran narkoba telah masuk dengan berbagai cara dan strategi dengan sasaran
tanpa melihat status sosial masyarakat.
Sebagai bagian dari sistem penegakan hukum terhadap tindak pidana narkoba, maka
dikepolisian terdapat bagian dengan fungsinya masing-masing. Berikut ini akan dijelaskan.
Penyidikan
Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika dikalukan berdasarkan kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).
Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika termasuk
perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk dijadikan ke pengadilan guna penyelesaian
secepatnya.
Proses pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan tindak pidana prekursor narkotika
pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi pidana mati, serta proses
pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
34
Penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri dan organik BNN dalam rangka melakukan penyidikan,
penyidik berwenang:
• Melakukan penyidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
• Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
• Memanggil orang untuk di dengar keterangannya sebagai saksi, menyuruh berhenti orang yang
diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka, memeriksa, menggeledah dan menyita barang
bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
• Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekorser narkotika, menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di seluruh wilayah
juridiksi nasional, melakukan penyadapan terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekorser narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;
• Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan;
• Memusnahkan narkotika dan prokurser narkotika;
• Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (dna) dan/atau tes
bagian tubuh lainnya;
• Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
• Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang dan tanaman serta membuka dan
memeriksa setiap barang kiriman memalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga
mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika, melainkan penyegelan terhadap narkotika dan prekursior narkotika yang disita;
35
• Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti narkotika dan prekursor
narkotika;
• Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekorser narkotika;
• Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup (tiga kali dua puluh enam) jam terhitung sejak
surat penyidik berwenang melakukan penangkapan diterima penyidik dengan tenggang waktu
3 x 24 jam dan dapat diperpanjang 3 x 24 jam sejak surat penangkapan diterima penyidik;
• Penyidik dapat melakukan penyadapan dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang
cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima
penyidik, penyadapan dilakukan atas izin tertulis dari ketua pengadilan. Tenggang waktu
penyadapan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu;
• Dalam keadaan mendesak dan penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat
dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan nengeri lebih dahulu. Dalam waktu paling
lama 1 x 24 jam penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri;
• Dalam teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan
dilakukan oleh penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan.
36
Kewenangan Penyidik BNN
Terdapat beberapa kewenangan dari penyidik BNN dalam melakukan tugas penyidikan dan perkara
khusus narkoba, yakni:
• Mengajukan langsung berkas perkara, terangka, dan barang bukti termasuk harta kekayaan
yang disita kepada jaksa penuntut umum;
• Memerintahkan kepada pihak Bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening
yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
milik tersangka atau pihak lain yang terkait;
• Untuk mendapat keterangan dari pihak Bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka yang sedang diperiksa;
• Untuk mendapat informasi dari pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan yang terkait
dengan penyalahgunaan dan peredaran narkotika dan prekursor narkotika;
• Meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang
berpergian ke luar negeri;
• Meminta data kekayaan dan data perpanajakan tersangka kepada instansi terkait;
• Menghentikan sementara transaksi keuangan, transaksi perdagangan dan perjanjian lainnya
dan mencabut sementara izin, lisensi serta koneksi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka
yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubugannya dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang sedang diperiksa;
• Meminta bantuan interpol indonesia atau instansi penegak hukum negara lain utnuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.
• Penyidikan terhadap tindak pidana penyalahguynaan narkotika dan prekursor narkotika
kewenangan ada pada penyidik Polri dan penyidik BNN.
37
Pembuktian.
Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 184 UU No.
8 Tahun 1981 berupa: (keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
tersangka), alat bukti dalam tindak pidana narkotika dapat berupa:
• Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan
alat optik atau yang serupa dengan itu, dan
• Data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas,
benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam selain ekektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada:
• Tulisan, suara dan/atau gambar;
• Peta, rancangan, foto atau sejenisnya, atau
• Huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat
dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
1. Jelaskan apa perbedaan dan persamaan antara penyidik polri dan penyidik BNN
39
PERTEMUAN KULIAH KE 8
C. Sumber Hukum Kepolisian.
Mengenai sumber – sumber hukum diantara para ahli terdapat perbedaan antara
sumber hukum formal dan sumber hukum material ; dimaksudkan dengan sumber hukum
formal adalah sumber yang menentukan kekuatan dan berlakunya suatu ketentuan hukum,
yang penting adalah cara terciptanya hukum dan bentuk dalam mana hukum itu dinyatakan,
sumber hukum material supaya berlaku maka diberi bentuk tertentu sehingga menjadi
hukum formal. Sedangkan sumber hukum material adalah sumber hukum yang menentukan
isi kaidah hukum. Sumber hukum kepolisian juga menganut ketentuan – ketentuan umum
sumber hukum yaitu dikelompokkan menjadi sumber hukum kepolisian dalam arti formil dan
sumber hukum kepolisian dalam arti material.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang
menentukan kekuatan dan berlakunya hukum dengan yang terpenting adalah cara terciptanya
hukum dan bentuk dimana hukum dinyatakan. E. Utrecht dalam Sadjijono ( 2008 ) membagi
sumber – sumber hukum formil adalah : Undang – Undang ; Kebiasaan dan adat yang
dipertahankan dalam keputusan penguasa dalam masyarakat ; Traktat ‘ Jurisprudensi ; Ilmu
pengetahuan hukum, yaitu berupa pendapat para ahli hukum yang terkenal.
40
a. Undang – Undang.
Sistem hukum dan kehidupan hukum kepolisian yang berlaku di Indonesia
dipengaruhi sistem hukum di Negeri Belanda “ Civil Law System “ sebagian besar terdiri dari
peraturan – peraturan perundang – undangan. Menurut pendapat CST Kansil dalam
Warsito H.U ( 2005 : 25 ) “ Undang – undang adalah suatu peraturan negara yang
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan dipelihara oleh Penguasa negara.
Momo Kelana ( 2007 ) menggunakan istilah Undang – undang dalam arti luas yaitu baik
yang dihasilkan dari Badan Pembentuk Undang – undang ( Legislatif = DPR ) saja tetapi
termasuk yang dibuat oleh Badan atau Lembaga Eksekutif ( Pemerintah ).
c. Traktat.
Traktat adalah perjanjian internasional, diadakan oleh dua negara atau lebih,
sebagai perjanjian “ bilateral “ atau “ multilateral “ didalam Hukum Internasional sebagai salah
satu sumber hukum. Ternyata hubungan internasional negara – negara mencakup juga soal-
soal pemberantasan kejahatan internasional yang telah meningkat kepada bentuk kejahatan
lintas negara ( transnational crime )sehingga telah memacu lahirnya kerjasama internasional
mengadakan traktat – traktat yang dipelopori PBB melalui Konvensi – konvensi anata lain “
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime ( UNCATOC ) Tahun 2000.
Dalam kerjasama internasional bentuk – bentuknya antara lain : Ekstradiksi, Penegakkan
hukum, Penyerahan terhukum, Penyelidikan bersama, dan Mutual legal assistance.
41
d. Jurisprudensi.
Satjipto Rahardjo dengan bukunya Ilmu Hukum tahun 2000, dalam Momo
Kelana ( 2007 ) menjelaskan “ Salah satu esensi dari doktrin atau ajaran preseden dalam
sistem “ common law “ adalah bahwa ketentuan – ketentuan hukum itu dikembangkan
dalam proses penerapannya “. Dengan menyebut “ Jurisprudensi “ sebagai salah satu
sumber hukum kepolisian maka berarti hukum kepolisian “ memberikan tempat yang
penting” bagi keputusan hakim yang dihasilkan melalui proses pengadilan, dalam
penerapan pada tingkat penyelidikan dan penyidikan.
e. Ilmu Pengetahuan.
Sumber hukum materil yaitu merupakan sumber yang menentukan isi kaidah
hukum itu sendiri, maksudnya adalah bahwa penilaian yang menentukan kaidah masyarakat
telah menjadi kaidah hukum mendapat penguatan dari masyarakat. Dari perkembangan
kaidah – kaidah didalam masyarakat dapat diketahui adanya macam – macam kaidah, antara
lain : Kaidah kesusilaan perorangan ; Kaidah kesusilaan masyarakat ; dan Kaidah
hukum. Contoh : seseorang yang “ bertelanjang “ akan berkembang proses isi kaidah yaitu,
apabila dilakukan didalam kamar milik pribadi sendiri, penilaian baik atau buruknya perbuatan
itu tergantung menurut penilaian pribadi yang bersangkutan ; apabila dilakukan dimuka
umum, penilaian baik buruknya menurut masyarakat setempat ; apabila telah dicela oleh
masyarakat umum dan menunjukkan hal – hal tidak bermoral serta aspirasi masyarakat
mengusulkan kepada pemerintah agar diberi sanksi berarti telah meningkat menjadi kaidah
hukum ( pro dan kontra UU Pornografi ).
43
PERTEMUAN KULIAH KE 9
PERKEMBANGAN HUKUM KEPOLISIAN DI INDONESIA
Secara politik hukum, bahwa bangunan hukum dalam suatu negara idealnya digali dari
niliai – nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakatnya, oleh karenanya bangunan hukum
dengan pendekatan kultur tradisi dan kepribadian serta nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat
belum sepenuhnya sesuai dengan budaya dan jiwa kepribadian bangsa Indonesia, tetapi masih
sangat dipengaruhi kultur nilai – nilai bangsa lain berdampak terhadap berlakunya hukum, menjadi
sumber pembentukan hukum formil dan meterial, walaupun disadari hukum internasional ikut juga
mempengaruhinya.
Hukum kepolisian pada jaman penjajahan Belanda belum dapat ditentukan, fungsi
kepolisian terfragmentasi yang didasarkan pada politik kepentingan- kepentingan penjajah
sehingga tidak dipegang semata – mata oleh satu badan atau lembaga. Didalam Ordonansi
Staatsblad ( lembaran negara ) Tahun 1848 nomor 57 pasal 180 dan 181 Rechtterlijke, bahwa
Procureur General ( Pokrol General atau Jaksa Agung ) memegang pimpinan preventif dan
represif polisi, sedangkan teckhnis administrasi dibawah Binnenlandsch Bestuur ( B.B ) sesuai
Staatsblad 1928 nomor 35,diubah dengan Staatsblad 1940 nomor 387, Pejabat yang berhak
mengangkat pegawai – pegawai polisi, yaitu ; Gubernur Jenderal; Direktur Binnenland
Bestur; dan Gubernur / Residen; sedangkan menurut Staatblad 1941 nomor 1944 pasal 36
( H.I.R. ) bahwa yang mengepalai kepolisian dalam suatu Karesidenan adalah Residen.
44
B. Jaman Pendudukan Fasis Jepang.
Hukum kepolisian pada penjajahan Jepang tidak ada perubahan dan tetap pada
peraturan yang ada, walaupun secara formil peraturan Hindia Belanda dijadikan dasar, akan
tetapi dalam prakteknya tidak dijalankan. Staatsblad 1931 nomor 373 jo Staatsblad 1932
nomor 52 , bahwa polisi ada dibawah Pamong Praja tersebut tidak ikut campur lagi mengenai
Kepolisian, karena petunjuk – petunjuk dan perintah – perintah dari Komandan tentara
setempat, pendudukan angkatan darat tentara Jepang di Sumatera, Jawa dan Madura
sedangkan pendudukan angkatan laut tentara Jepang di Indonesia bagian timur dan
Kalimantan. Selama pendudukan Jepang terjadi beberapa perobahan diantaranya seperti :
Pertama, Kepolisian di Sumatera, Jawa dan Madura dipimpin oleh Cianbucho ( Kepala bagian
keamanan ) di kantor Gunseikan ( Kepala pemerintahan pendudukan daerah Sumatera, Jawa
dan Madura ) di Jakarta.
Hal ini berarti status polisi itutidak akan lekas dan sering berobah – robah karena
untuk merobah undang – undang akan memakan waktu. Tugas polisi dalam hubungan
Internasional diatur dengan keputusan Perdana Menteri No. 245/PM/1954, menunjuk
Jawatan Kepolisian Negara sebagai National Central Bureau dan International Criminal
Police Commision.
46
4. Setelah Dekrit Presiden ( Orde Lama ).
Pada tanggal 5 Juli 1959, Negara Indonesia kembali ke Undang – Undang Dasar 1945 sebagai
dasarnya dan sejak itu keluar sejumlah undang – undang, Keputusan Presiden, dan Peraturan
Menteri yang menyangkut Kepolisian Negara baik formal maupun materialnya, antara lain :
5. Keputusan Presiden RI ( Keppres ) No. 153 Tahun 1959, yang mengelompokkan Kepolisian
Negara RI mmenjadi satu dengan TNI;
6. Keppres No. 473 Tahun 1959, yang mengangkat Pimpinan Kepolisian Negara RI menjadi
Pembantu Presiden ( Menteri Muda Kepolisian ) dan Kepolisian Negara menjadi Kementerian
Kepolisian;
7. Surat Edaran Menteri Pertama RI No. 1/MP/RI/1959, yang meningkatkan dan menentukan
Jawatan Kepolisian RI menjadi Departemen Kepolisian;
8. Keppres No. 3/M Tahun 1960 tentang pengangkatan Pimpinan Direktorat dan Biro pada
Departemen Kepolisian;
9. Keppres No. 21 Tahun 1960 yang menentukan Departemen Kepolisian masuk bidang
Keamanan Nasional bersama TNI, Kejaksaan dan Veteran;
10. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 pasal 45 huruf c bahwa ABRI terdiri dari Angkatan
( Perang ) RI dan Polisi Negara;
11. Undang – Undang No. 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kepolisian, dinyatakan
Departemen Kepolisian menyelenggarakan tugas Polri dan Polri adalah Angkatan
Bersenjata;
12. Keppres No. 94 Tahun 1962 yang menentukan bahwa Kepolisian RI merupakan Departemen
yang termasuk bidang Pertahanan Keamanan;
13. Keppres No. 134 Tahun 1962 yang merubah sebutan Kepolisian RI menjadi Angkatan
Kepolisian RI;
14. Keppres No. 372 Tahun 1962, ditentukan bahwa AKRI mempunyai tugas dan kedudukan
sebagai koordinator dan pengawas terhadap aparatur alat – alat Kepolisian Khusus;
47
Lanjutan ....
11. Keppres No. 15 Tahun 1963 yang menentukan bahwa Angkatan Kepolisian RI ( AKRI )
dipimpin oleh Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian ( Men/Pangak );
12. Keppres No. 290 Tahun 1964 yang disempurnakan dengan Keppres No. 52 Tahun 1964
tentang Kedudukan, tugas dan tanggungjawab Kepolisian Negara RI sebagai unsur ABRI
merupakan bagian organik dari Departemen Hankam.
49
6. Era Reformasi dan Amandemen UUD RI Tahun 1945.
Sejalan dengan tuntutan reformasi dan lahirnya pardigma baru kepolisian sipil ( civil police )dinamika
tersebut membawa pengaruh bagi perkembangan hukum kepolisian yang semakin luas memberikan
tugas, wewenang dan organ / badan / lembaga kepolisian yang harus dipertanggungjawabkan
( akkuntabilitas ), terbuka ( transparansi ), dan demokratis. Regulasi – regulasi yang mengatur
tentang kepolisian, diantaranya :
7. Undang – undang No. 28 Tahun 1997, memperbaharui Undang – undang No. 13 Tahun 1961
tentang Kepolisian Negara RI;
8. Undang – undang No. 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan Undang – undang No.
11/PNPS/1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi, telah mengembalikan pengamanan
masalah subversi secara proporsional kepada Kepolisian;
9. Undang – undang No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan
Kejahatan terhadap Keamanan Negara;
10. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, memberikan perubahan
prinsip bagi eksistensi Polri dan sekaligus memisahkan secara tegas eksistensi lembaga TNI
dengan Polri, sehingga tidak ada lagi lembaga ABRI sebagai wadah mengintegrasikan TNI dan
Polri;
11. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, menegaskan perbedaan
peran kepolisian dengan tentara lebih rinci dan jelas disebutkan dalam pasal 6 ayat ( 1 )
Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, dan menjalankan perannya wajib memiliki keahlian dan ketrampilan secara
profesional;
12. Undang – Undang Dasar 1945 ( amandemen kedua) merumuskan tugas dan wewenang dalam
pasal 30 ayat ( 4 ) Kepolisian Negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.
50
7. Rumusan fungsi kepolisian disini memiliki dua makna yaitu sebagai alat negara dan tugas yang
dijalankan; Keppres No. 89 Tahun 2000, dimaksud semakin menguatkan kedudukan Polri
sebagai lembaga pemerintahan, yang dimaknai sebagai lembaga eksekutif atau pelaksana
undang – undang, dengan substansi rumusan pasal 1 “ Kepolisian Negara RI merupakan
lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pokok menegakkan hukum, ketertiban umum dan
memelihara keamanan dalam negeri “;
8. Undang undang RI No. 2 Tahun 2002, merupakan tindak lanjut amanat Tap MPR No.
VI/MPR/2000 yang khusus mengatur tentang Polri secara kelembagaan diantarnya meliputi
eksistensi, fungsi, tugas dan wewenang mapun bantuan, hubungan dan kerjasama kepolisian;
9. Keppres No. 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Polri;
10. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri;
11. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri;
12. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan
Umum bagi Anggota Polri ;
13. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Polri.
Disamping TAP MPR, undang – undang, peraturan pemerintah dan keputusan Presiden
tersebut, masih banyak peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang pengemban
fungsi kepolisian lainnya ( terbatas sesuai undang – undangnya ), seperti Kepolisian Khusus,
Penyidik PNS, dan bentuk – bentuk pengamanan swakarsa lainnya, termasuk Peraturan
Kepolisian yang dikeluarkan dalam rangka melaksanakan tugas, wewenang, fungsi dan peran
serta pengembangan organ kepolisian. Regulasi- regulasi yang menjadi dasar hukum :
Penyidik Pegawa Negeri Sipil adalah Undang – Undang RI No. 8 Tahun 1981, Peraturan
Pemerintah No 27 Tahun 1983 dan Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002; Koordinasi dan
Pengawasan Polsus adalah Keppres No. 372 Tahun 1962, Undang – undang RI No. 2 Tahun
2002, dan Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2006; Satuan Pengamanan Swakarsa adalah
Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002, Keppres No. 63 Tahun 2004 Pam Obvit, dan
Peraturan Kapolri No. 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi,
Perusahaan dan atau Instansi / Lembaga.
51
Quis pertemuan kuliah ke 9 :
1. Jelaskan bagaimana pelaksanaan tugas polri pada masa orde baru / Polri sebagai
anggota ABRI
2. Pasca reformasi 1998 Polri terpisah dari TNI (polri menjadi aparatur sipil negara/bukan
ABRI lagi). Jelaskan Pendapatnya apakah Polri sebaiknya begabung kembali sebagai
anggota ABRI dengan TNI atau tetap menjadi aparatur sipil negara seperti sekarang
ini.
52
PERTEMUAN KULIAH KE 10
Kepolisian didunia termasuk Kepolsian Negara RI dari masa kemasa selalu menjadi bahan
perbincangan berbagai kalangan, mulai dari praktisi hukum, akademis maupun masyarakat umum yang berusaha
secara positif memposisikan kedudukan, fungsi, peran, tugas dan wewenang kepolisian seiring dengan
perubahan – perubahan sesuai kebijakan politik.
A. Fungsi Kepolisian.
Fungsi kepolisian secara proses kronologis tertuang dalam sumber – sumber hukum Undang –
undang RI No. 8 Tahun 1981, Peraturan Pemerintah RI No 27 Tahun 1983, Undang – Undang Dasar 1945
amandemen / perubahan keempat, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000, Ketetapan MPR RI No.
VII/MPR/2000, Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun 2000 dan ditegaskan dalam rumusan Undang –
undang RI No. 2 Tahun 2002 yaitu pasal 2 “ Polri mengemban fungsi kepolisian yang merupakan salah satu
fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat “, pasal 3 ayat ( 1 ) “ Pengemban
fungsi kepolisian adalah Polri yang dibantu oleh a. kepolisian khusus, b. penyidik pegawai negeri sipil dan
atau c. bentuk – bentuk pengamanan swakarsa “ dan ayat ( 2 ) “ Pengemban fungsi kepolisian
sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) huruf a, b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan
peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar hukumnya masing – masing “, pasal 5 ayat ( 1 ) “
Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri “ dan ayat ( 2 ) “ Polri adalah Kepolisian Nasional
yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 )”, pasal
12 ayat ( 1 ) “ Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional yang pejabatnya
diangkat dengan keputusan Kapolri “, selanjutnya sebagaimana pada pasal 42 ayat ( 3 ) “ Hubungan dan
kerjasama luar negeri dilakukan terutama dengan badan – badan kepolisian dan penegak hukum lain
melalui kerjasama bilateral atau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas
operasional maupun kerjasama teknik dan pendidikan serta pelatihan “ seperti ICPO – Interpol dan
Aseanapol.
53
B. Peran Kepolisian.
Sesuai dengan dasar falsafah kepolisian “ Tri Brata “ bahwa Kepolisian Negara RI adalah “
Abdi Negara “ dan sekaligus “ Abdi Masyarakat “, dimana sebagai “ Abdi Negara “ berperan
sebagai pemelihara keamanan dalam negeri, yaitu terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat serta tertib dan tegaknya hukum sesuai dengan ketentuan / peraturan perundang –
undangan yang berlaku. Sedangkan sebagai “ Abdi Masyarakat “ berperan sebagai pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat dengan senantiasa memperhatikan dan mentaati peraturan-
peraturan / norma – norma serta hak asasi manusia setiap warga masyarakat.
Dalam sumber hukum Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 didalam pasal 6 ayat ( 1 )
menyebutkan “ Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat “ dan dalam menjalankan perannya wajib memiliki
keahlian dan ketrampilan secara profesional, selanjutnya peran – peran lain nya dirumuskan dalam
pasal 9 dengan substansinya
a. Apabila negara dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada TNI,
b. Turut serta secara aktif dalam tugas – tugas penaggulangan kejahatan internasional sebagai
anggota International Criminal Police Organization Interpol,
c. Membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia ( peace keeping operation )
dibawah bendera Perserikatan Bangsa bangsa .
Dirumuskan dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 pada pasal 5 ayat ( 1 ) Kepolisian
Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
54
C. Tugas Kepolisian.
D. Wewenang Kepolisian.
56
1. Wewenang kepolisian secara umum.
57
2. Wewenang kepolisian sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Kewenangan kepolisian tersebar diberbagai Undang – undang dan peraturan
perundang – undangan dan dikelompokkan seperti yang diatur dalam Undang – undang RI
No. 2 Tahun 2002 pasal 15 ayat ( 2 ), berbunyi :
a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat
lainnya,
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor,
c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor,
d. Menerima pemberitaan tentang kegiatan politik,
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata
tajam,
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha
dibidang jasa pengamanan,
g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian,
h. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional,
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang yang berada diwilayah
Indonesia dengan koordinasi instansi terkait,
j. Mewakili pemerintah RI dalam organisasi Kepolisian Internasional,
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
58
3. Wewenang kepolisian dibidang proses pidana.
Fungsi kepolisian terdiri dari tugas – tugas pencegahan ( preventif ), sosialisasi
penyuluhan ( preemptif ) dan penindakan ( represif ). Tugas represif terdiri atas bentuk –
bentuk pertama, tindakan kepolisian yang bersifat represif non-yustisial ( memulihkan
keadaan tertib yang terganggu berdasarkan kewajiban umum kepolisian ) dan kedua,
tindakan kepolisian yang bersifat represif yustisial yaitu tindakan kepolisian dibidang proses
pidana ( criminal justice system ) selaku penyidik berdasarkan asas legalitas sesuai
ketentuan hukum acara pidana ( Undang – undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP).
Pengaturan wewenang kepolisian dibidang proses pidana diatur dalam Undang – undang RI
No. 2 Tahun 2002 pasal 16, berbunyi :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan,
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan,
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan,
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri,
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat,
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi,
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara,
h. Mengadakan penghentian penyidikan,
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum,
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan
mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana,
k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyelidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil
serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada
penuntut umum,
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
59
4. Wewenang “ Diskresi Kepolisian ’’.
Diskresi kepolisian ( Police Discretion ) menurut Davis ( 1969 ) dan Ensiklopedia Ilmu
Kepolisian dalam Momo Kelana ( 2007 ) didefinisikan atau dirumuskan sebagai kapasitas petugas
kepolisian untuk memelihara diantara sejumlah tindakan legal atau tidak legal, atau bahkan tidak
melakukan tindakan sama sekali pada saat menunaikan tugas. Dalam pengertian umum “ Diskresi
“ merupakan wewenang dari pejabat publik, demi kepentingan umum, untuk bertindak atau tidak
bertindak dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menurut penilaiannya sendiri. Diskresi
kepolisian merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum kepolisian
( plichtmatigheidsbeginsel ) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat
kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka
kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
60
Diskresi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memilih secara bijak
tindakan yang akan diambil atas pertimbangan sendiri demi kepentingan umum. Tindakan
dimaksud harus memenuhi syarat–syarat :
a. Tidak bertentangan dengan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; menghormati hak
asasi manusia.
1. Tugas polri dinilai sangat berat dalam menjaga Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat. Jelaskan apa alasannya
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Diskresi Kepolisian dan berikan satu
contoh tindakan Diskresi oleh Kepolisian
61
PERTEMUAN KULIAH KE 11
E. Tanggungjawab Kepolisian.
Tanggungjawab karena lalai atau tidak berbuat, dalam Kitab Undang – undang Hukum
perdata pasal 1366 dinyatakan pertanggungjawaban itu tidak hanya atas perbuatan pidana atau
perdata saja, tetaoi juga atas kechilapan dan atau sikap yang yak berhati – hati yang
menyebabkan kerugian bagi orang lain. Bahkan terhadap sikap “ Tidak Berbuat “ dimana polisi
tidakmemenuhi kewajibannya atau melelaikan kewajibannya juga harus
mempertanggungjawabkan “ mengapa ia tidak berbuat “ baik secara pidana dan bisa pula
secara perdata.
63
3. Tanggungjawab Moral dan Etika Profesi.
4. Tanggungjawab Administratif.
Tanggungjawab administratif pada dasarnya merupakantanggungjawan
hukum tatausaha negara. Secara administratif, anggota Polri menjalani dinas
keanggotaan dengan ikatan dinas yang diatur dengan peraturan perundang – undangan.
Dalam Undang – undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang No. 43 Tahun 1999 tesebut diatur
tentang hak–hak dan kewajiban kedinasan antara lain mengenai gaji dan hak- hak
lainnya. Untuk membina moril dan semangat kerja diadakan peraturan disiplin anggota
kepolisian dalam Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara RI. Menjadi wacana dan pemikiran bagi penentu dan atau
pembuat kebijakan bahwa dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya mengatur
tentang “ Kewajiban, Larangan dan Sanksi “ tetapi tidak memuat tentang “ Penghargaan
( reward ) “ bagi anggota yang berprestasi dan menunjukkan disiplin melebihi panggilan
tugasnya.
64
5. Tanggungjawab Profesionalisme Kepolisian.
65
ORGANISASI KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA.
66
1. Kedudukan Kepolisian.
Kedudukan Kepolisian Negara RI ( Polri ) tidak diatur dalam Undang – Undang Dasar
Negara RI 1945, seperti halnya Angkatan Darat ( AD ), Angkatan Laut ( AL ), dan Angkatan
Udara ( AU ), yakni “ Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara “. Akan tetapi ketentuan dalam pasal 30 ayat ( 5 ) Undang
– Undang Dasar Negara RI 1945 mensyaatkan adanya tindak lanjut pembentukan undang –
undang tentang susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan Polri dalam menjalankan
tugasnya.
Konsekuensi logis ketentuan pasal 30 ayat ( 5 ) UUD 1945 tersebut dibentuklah Undang –
undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang memposisikan Polri berada
dibawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden. Disamping itu telah ada beberapa
instrumen hukum yang mengatur tentang kedudukan lembaga Polri dibawah Presiden, yaitu
Peraturan Presiden No. 89 Tahun 2000 dan Ketetapan MPR-RI No. VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan Polri.
Tanggal 1 April 1999, Polri dikeluarkan dari ABRI, masuk dalam Departemen Pertahanan
dan Keamanan, berada dibawah Menteri Pertahanan; Tanggal 1 Juli 2000, Polri dibawah
Presiden berdasarkan dan diperkuat dengan Ketetapan MPR-RI No. VI/MPR/200 tentang
Pemisahan TNI dan Polri dan Ketetapan MPR-RI No. VII/MPR/2000 tentang Peranan TNI dan
Polri. Dalam pelaksanaan kebijakan Pemerintah, Kapolri dilibatkan dalam sidang – sidang
kabinet dan disejajarkan dengan Panglima TNI.
67
2. Susunan Kepolisian.
Perjenjangan ini kemudian ditindak lanjuti dan dirinci ditingkat Mabes Polri
berdasar Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002 dan ditingkat daerah/wilayah terdiri
dari Polda, Polwil, Polres dan Polsek yang masing – masing memiliki unsur sesuai
kebutuhan dan bidang yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah, diatur berdasarkan
Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002, dan lebih lanjut dikeluarkan Peraturan
Pemerintah RI No. 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara RI.
68
3. Pembagian dan Perubahan Daerah Hukum Kepolisian.
69
Quis pertemuan kuliah ke 11 :
70
PERTEMUAN KULIAH KE 12
B. Penanggungjawab Daerah Hukum.
71
2. Reformasi Birokrasi.
72
C. Struktur Organisasi Kepolisian Negara R.I. ( Polri ).
Didalam setiap organisasi manapun dan apapun sebaiknya ada dan selalu mempunyai
struktur organisasi baik secara formal maupun informal. Struktur formal meliputi bagan organisasi dan
garis otoritas sweperti Kepala, Wakil Kepala, Kepala – kepala Biro, Direktur – direktur, dan seterusnya.
Beranjak dari pengertian organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Dwight Waldo dalam Sadjijono
( 2008 : 66 ) bahwa organisasi adalah struktur antar hubungan pribadi yang berdasarkan atas
wewenang formal dan kebiasaan didalam suatu sistem organisasi.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.70 Tahun 2002, struktur organisasi ditingkat Mabes
Polri memiliki unsur – unsur yang terdiri dari : unsur Pimpinan, unsur Pembantu Pimpinan dan
Pelaksana Staf, unsur Pelaksana pendidikan dan/atau Pelaksana Staf Khusus, dan satuan organisasi
penunjang lainnya.
Tindak lanjut dari Keppres No. 70 Tahun 2002, dikeluarkan Keputusan Kapolri No.Pol. :
Kep/5/V/ 2019, tanggal 6 Mei 2019, tentang Organisasi dan Tata kerja satuan – satuan organisasi
pada tingkat Mabes Polri yang meliputi : Unsur Pimpinan : Kapolri dan Wakapolri, Unsur-Unsur
Pengawas dan Pembantu Pimpinan; Itwasum, As Ops, Asrena, As SDM, As Log, Div Provam, Div
Kum, Div Humas, Div Hubinter, Div TIK, Sahli, Yanma, Setum, Spripim. Unsur Pelaksana Tugas
Pokok ; Ba Intelkam, Baharkam, Ba Reskrim, Kor Lantas, Kor Brimob, Densus 88 AT. dan Unsur
Pendukung ; Lemdiklat (Sespim, STIK, AKPOL, Setukpa, Diklatsus Jatrans, Diklat Reserse, Pusdik,
SPN. ), Puslitbank ( Pus Keu, Pus Dokkes, Pusjarah. )
74
2. Hubungan Eksternal.
75
Hubungan kerjasama tersebut didasarkan atas sendi – sendi hubungan
fungsional, saling menghormati, saling membantu, mengutamakan kepentingan
umum serta memperhatikan hierarki. Didalam Undang – undang RI No. 22 Tahun
1999 (telah di revisi dengan UU RI No. 23 Tahun 2014) yang diperbaharui dengan
Undang – undang RI No. 32 Tahun 2004 (telah direvisis dengan UU RI No. 9 Tahun
2015) tentang Pemerintahan Daerah telah dengan jelas dan tegas memisahkan
urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pada pasal 10 ayat ( 3 )
huruf b dan c , yang isinya meliputi : a. Politik luar negeri; b. Pertahanan; c.
Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasional; dan f. Agama.
Kewenangan dibidang keamanan yang menjadi tanggungjawab kepolisian tidak
diserahkan kepada daerah otonom dan tetap menjadi kewenangan pemerintah
pusat. Dalam Undang – undang RI No. 23 Tahun 2014 pasal 43 ayat ( 1 ) huruf f
yang dirubah dalam Undang – undang RI No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah
Daerah pasal 27 ayat ( 1 ) huruf c : Kepala Daerah berkewajiban untuk memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat didaerahnya.
2). Hubungan Polri dengan Unsur – unsur Criminal Justice System ( Sistim Peradilan Pidana).
77
PERTEMUAN KULIAH KE 13
Hubungan Polri dengan unsur – unsur yang tergabung dalam sistem peradilan pidana
( Criminal Justice System ) dapat dirinci sebagai berikut :
Penyidik meminta Surat Penetapan Ijin Penggeledahan rumah, ijin Penyitaan Barang
Bukti kepada Ketua Pengadilan sesuai pasal 33 ayat ( 1 ) dan pasal 38 ayat ( 1 ) Undang – undang RI
No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; berdasarkan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI No. 09
Tahun 2009 tentang Petunjuk Izin Penyidikan Terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan
Anggota DPRD, dari ketetntuan Pasal 106 (4) Undang-undang No. 22 Tahun 2003, Mahkamah Agung
berpendapat bahwa terhadap Anggota MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
yang diduga melakukan tindak pidana “korupsi, terorisme dan tindak pidana lain (selain korupsi dan
terorisme) tertangkap tangan”, maka penyidikan tidak perlu meminta izin/persetujuan tertulis.
Menghadiri sidang pengadilan sebagai saksi penyidik/perbal lisan apabila diperlukan oleh pihak yang
berkepentingan dalam sidang, bisa dari terdakwa atau penasehat hukumnya dan bisa dari Hakim
yang memeriksa / menyidangkan perkara.
78
c). Hubungan Polri dengan Advokat/Pembela/Pengacara Penasehat Hukum.
Jadi hubungan Kepolisian Negara RI dalam hal penyidik dengan unsur – unsur
Criminal Justice System / Peradilan Pidana tersebut merupakan hubungan fungsional,
sedangkan hubungan dalam hal sebagai lembaga/badan/instansi/institusi adalah
merupakan hubungan horizontal dimana antara satu dengan yang lain hubungannya tidak
terstruktur, akan tetapi mengikat yang dapat menimbulkan sah atau tidaknya suatu
tindakan hukum.
79
3). Hubungan Polri dengan TNI.
Hubungan antara Polri dengan TNI dirumuskan dalam Undang – undang Ri No. 2
Tahun 2002 pasal 41 ayat ( 1 ) berbunyi “ Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Polri
dapat meminta bantuan TNI yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah”, dan ayat ( 2 )
berbunyi “ Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, polri memberikan bantuan kepada
TNI sesuai dengan peraturan perundang – undangan “. Bantuan yang diberikan oleh TNI sebagai
dimaksud dalam Pasal 41 ayat ( 1 ) tersebut diatas, dalam pelaksanaan opersionalnya berada
dibawah komando dan pengendalian Polri; dengan demikian bantuan yang dimaksud bersifat
koordinatif dan kemitraan yang mendasarkan pada fungsional. Kerjasama dan bantuan diatur
berdasarkan Undang – Undang RI No. 2 Tahun 2002 pasal 41 ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ), dan
Undang – Undang RI No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, pada pasal 7 ayat ( 2 ) tugas pokok
sebagaimana pada ayat ( 1 ) dilakukan dengan ( a ) huruf b angka 10 “ membantu Polri dalam
rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang – undang;
sebagai tindak lanjut Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 pasal 2 ayat ( 3 ) “ Dalam hal terdapat
keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan, TNI dan POLri harus bekerjasama dan
saling membantu “.
Hubungan Polri dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) didasarkan pada
konsistensi dan konsekuensi, bahwa Penyidik Polri mempunyai tugas mengkoordinasikan dan
mengawasi penyidikan yang dilakukan oleh PPNS. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang –
undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, pasal 6 ayat ( 1 ) huruf b yang menyebutkan “ Penyidik
adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang oleh undang – undang “, dan
pasal 7 ayat ( 2 ) yang menyebutkan “ Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat ( 1 )
huruf b dan pasal 6 ayat ( 2 ) huruf b KUHAP mempunyai wewenang sesuai dengan undang –
undang yang menjadi dasar hukumnya masing – masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada
dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat ( 1 ) huruf a “
( Penyidik Polri ).
80
5). Hubungan Polri dengan Kepolisian Khusus ( Polsus ).
Polri sebagai inti pembina keamanan dan ketertiban masyarakat dan aparat
penegak hukum, bertugas dan bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan
terhadap unsur – unsur potensi keamanan masyarakat yang harus seirama dengan
tuntutan perkembangan perubahan masyarakat demi pembangunan bangsa dan
negara. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 372 Tahun 1962 tentang Koordinasi
dan Pengawasan Alat – alat Kepolisian Khusus, maka telah dilakukan kerjasama
antara Kapolri dengan berbagai pimpinan instansi/institusi/badan/lembaga pemerintah
maupun swasta tentang pembentukan kepolisian khusus dan/atau satuan – satuan
pengamanan, seperti Keputusan Bersama antara Menteri Pangak dengan Menteri
Keuangan No. Pol. 47/SK/MK/1966 dan No. 117/MK/ 1966 tentang Pembentukan
Polsus Bank ( Satpam ). Selanjutnya perkembangan perubahan pembinaan lebih
lanjut kepolisian mengeluarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 6 Tahun
2006 tentang Pembinaan Kepolisian Khusus.
81
6). Hubungan Polri dengan Pengamanan Swakarsa lainnya.
82
b. Hubungan Polri dengan Negara/Badan/Lembaga – Lembaga Internasional.
83
Dalam menyelenggarakan Kerjasama Internasional Kepolisian, Interpol Indonesia harus
tetap berpegang teguh kepada beberapa asas pokok dengan beberapa prinsip, yaitu :
Pertama, prinsip Kedaulatan Nasional, pihak – pihak yang melakukan hubungan kerjasama
internasional kepolisian, harus tetap saling menghormati dan menjaga kedaulatan nasional
masing – masing Negara; Kedua, prinsip Hukum Pidana Umum, dalam rangka kerjasama
pencegahan dan pemberantasan kejahatan internasional, harus merupakan tindak pidana yang
melanggar ketentuan Pidana Umum dan masing – masing Negara yang bersangkutan.
Contoh : Aborsi, di Indonesia adalah merupakan kejahatan, boleh jadi di Negara lain
tidak dilarang; Ketiga, prinsip Universal, tidak ada suatu Negara yang dapat mentolerir
terjadinya suatu kejahatan. Oleh karena itu harus dilakukan kerjasama internasional kepolisian
untuk memberantas para penjahat yang melarikan diri ke negara lain dalam bentuk perjanjian
ekstradisi; Keempat, prinsip Kerjasama, metode kerjasama dalam wadah Interpol ditentukan
oleh pertukaran bentuk – bentuk kejahatan internasional dan setiap Negara yang bekerjasama
harus memperoleh/mendapat manfaatnya; Kelima, prinsip Organisasi yang Fleksibel,
organisasi Interpol harus fleksibel, pertumbuhan dan penyempurnaan struktur organisasi harus
cermat dengan metode – metode baru berdasarkan pemikiran global.
84
PERTEMUAN KULIAH KE 14
E. Pengawasan Kepolisian.
Sedangkan pengawasan “ eksternal “ adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau
organ yang berada diluar struktur organisasi/lembaga kepolisian. Pengawasan ini dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan “ eksternal secara langsung “
seperti pengawasan yang dilakukan oleh BPK, KPK, pengawasan sosial oleh Komisi Kepolisian
Nasiona, LSM, ICW, Goverment Watch, dan kontrol politis oleh MPR dan/atau DPR. Kemudian
pengawasan “ eksternal secara tidak langsung “ yang dilakukan melalui badan peradilan, baik
peradilan umum maupun peradilan administrasi atau badan – badan lain seperti Komisi
Ombudsman Nasional, Komnas HAM, dan lain-lain.
86
F. Tanggung gugat Tindakan Kepolisian.
Tanggung gugat ( aansprakelijkheid ) tindakan kepolisian yang melanggar hukum
( onrechtmatige daad ), melekat pada lembaga kepolisian maupun pribadi/individu aparatut
kepolisian. Melekat tanggunggugat lembaga ketika pelanggaran hukum dilakukan oleh aparatur
kepolisian dalam rangka menjalankan tugas dan wewenang lembaga dan menimbulkan
kerugian atau penderitaan bagi rakyat, oleh karena itu akibat/konsekuensi yang timbul dari
tindakan tersebut melekat tanggunggugat lembaga. Akan tetapi apabila kesalahan tersebut
dengan sengaja dilakukan oleh aparatur kepolisian ketika menjalankan tugas dan
wewenangnya dengan tindakan sewenang – wenang ( willekeur )maupun penyalahgunaan
wewenang ( detournementdee pouvoir ) sehingga bertentangan dengan asas – asas umum
pemerintahan yang baik dan menimbulkan kerugian bagi rakyat, maka melekat tanggunggugat
secara pribadi/individu aparatur yang bersangkutan. Atau kesalahan tersebut dilakukan ketika
tidak sedang dalam menjalankan tugas dan wewenang kepolisian, walaupun jabatan kepolisian
ini melekat pada setiap anggota kepolisian tidak mengenal waktu selama masih dinas
kepolisian.
88
2. Tanggung gugat Lembaga (Jabatan)
b. Pra Peradilan
c. Mal Administrasi
91
KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (POLRI) DAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE
92
Tugas-tugas Kepolisian dimaksud akan terselenggara dengan baik, apabila
dijalankan oleh Kepolisian yang berorientasi pada masyarakat yang dilayani, yang meliputi :
2. Orientasi pada lembaga Kepolisian yang berfungsi secara ideal, yakni secara efektif dan
efisien dalam upaya mencapai tujuan dibentuknya lembaga Kepolisian, yaitu untuk
mewujudkan keamanan dalan negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia ( pasal 5 undang-undang nomor 2 tahun
2002 ).
93
Tugas kepolisian dalam rangka penegakan hukum harus memperhatikan asas – asas yang
melekat dalam fungsi kepolisian, antara lain :
a. Asas legalitas; adalah segala tindakan Kepolisian yang dilakukan harus berdasarkan atas
hukum atau kuasa Undang-Undang.
b. Asas kewajiban; yaitu apa yang dilakukan Kepolisian karena melekat kewajibannya yang
diemban, sehingga dalam menyelenggarakan tugasnya dengan penuh keikhlasan, penuh
dedikasi tanpa adanya pamrih semata-mata untuk kepentingan tugas.
c. Asas partisipasi; yakni tindakan yang dilakukan Kepolisian diusahakan mendapat dukungan
atau partisipasi dari masyarakat, karena tugas-tugas yang diemban oleh Kepolisian tidak
akan dapat terwujud sesuai harapan tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari
masyarakat, yakni dalam bentuk komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi
dalam mewujudkan POLRI yang mandiri, profesional dan memenuhi harapan masyarakat.
d. Asas preventif; bahwa tindakan Kepolisian lebih mengutamakan pencegahan dari pada
penindakan.
94
Di dalam membentuk POLRI yang ideal dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat yang
dilayani, ada beberapa rumusan dan syarat yang telah disepakati dunia, antara lain :
a. Well Motivated; maksudnya untuk mendapatkan mutu POLRI yang baik seorang calon
kader POLRI harus memiliki motivasi yang baik ketika seorang calon POLRI menjatuhkan
pilihannya untuk menjadi anggota POLRI. Motivasi inilah yang akan ikut memberi warna
pemolisian seorang anggota POLRI dalam mengembangkan karirnya, dan hal ini dapat
dipantau sejak dari awal rekruitmennya.
b. Well Educated; untuk mendapatkan calon anggota POLRI yang baik harus dididik untuk
menjadi anggota POLRI yang baik. Hal ini menyangkut system pendidikan, kurikulum dan
proses belajar mengajar yang cukup rumit dan kompleks.
c. Well Trainned; untuk memperoleh anggota POLRI yang baik perlu adanya pelatihan yang
baik dengan melalui proses managerial yang ketat agar pendidikan dan pelatihan yang
singkron mampu menjawab berbagai tantangan POLIRI aktual dan tantangan di masa depan.
d. Well Equipment; hal ini menyangkut masalah peralatan POLRI yang meliputi sarana dan
prasarana serta teknologi POLRI.
e. Wellfare; yakni dibutuhkannya kesejahtraan prajurit POLRI cukup memadai.
Oleh karena POLRI dihadapkan pada kultur, idiologi bangsa dan karakteristik masyarakat
yang beraneka ragam maka disamping 5 ( lima ) rumusan Kepolisian yang ideal yang
disepakati dunia, perlu adanya penambahan terutama yang berkaitan dengan
pengorganisasian POLRI dan pengawasan, sehingga mutu POLRI yang ideal di Indonesia
meliputi :
f. Motivasi dan moralitas yang baik dari calon anggota POLRI hal ini ditelusuri sejak rekruitmen
calon hingga dinas di Kepolisian.
g. Dasar pendidikan umum dan pendidikan POLRI yang memadai, sesuai dengan tuntutan
tugas, sedangkan pendidikan POLRI harus sesuai dengan kurikulum yang berorientasi pada
tugas utama POLRI dan tantangan tugas dimasa datang.
95
c. Melakukan pelatihan secara rutin dan berkelanjutan.
d. Memiliki dan mampu menggunakan peralatan yang memadai sesuai dengan perkembangan
teknologi dan masyarakat.
e. Pemberian kesejahteraan yang cukup berdasarkan kebutuhan normal dalam masyarakat,
yang berorientasi pada gradasi golongan kepangkatan dan masa berdinas.
f. Pengorganisasian yang efektif berorientasi pada tugas dan wewenang dan struktur
ketatanegaraan, hal ini untuk mewujudkan POLRI yang benar-benar mandiri.
g. Adanya pengawasan yang baik dalam system organisasi.
Baik dan tidaknya POLRI dalam arti sebagai fungsi atau tugas maupun lembaga, ditentukan
oleh sumber daya manusia, system organisasi dan sarana prasarana maka hal tersebut harus
seimbang ( balance )
96
g. Bersikap ramah dan sopan tidak otoriter dan kejam.
h. Patuh dan taat terhadap hukum.
i. Bersikap impresial dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
j. Kesadaran belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan
menghadapi tantangan kedepan.
k. Menjunjung tinggi dan menjaga budaya dan moral bangsa serta adat istiadat
masyarakat yang ada.
2. System organisasi
a. Organisasi dengan struktur yang efektif dan efisien ( miskin struktur kaya fungsi ).
b. Memperbesar dan mengefektifkan system pengawasan.
c. Memperluas peluang belajar dan berlatih bagi anggota.
d. Efektifitas pemberian reward dan punishment.
e. Pembagian bidang tugas dan wewenang yang jelas.
f. Efektifitas kerjasama antar bidang.
g. Pertanggungjawaban tugas dan wewenang secara berjenjang.
h. Kesejahteraan personil yang layak dan memadai.
97
Kepolisian yang baik harus mampu menunjukan gaya penampilan dalam
melaksanakan penjabaran penyelenggaraan tugas dan wewenang yang meliputi, antara
lain :
99
B. Usaha mencapai POLRI Yang Baik ( Good Police Effort )
Polri akan menjadi baik apabila ada usaha untuk baik. Pengetian POLRI yang
baik mengandung makna, bahwa dalam penyelenggaraan POLRI berorientasi pada
masyarakat yang dilayani, profesional, bersih, simpatik, jujur, adil ( tidak diskriminatif ) ,
berorientasi pada adat istiadat daerah setempat dan berwibawa.
8. Jelaskan mengapa diperlukan standar kepolisian yang baik dalam rekruitment POLRI
101
Selamat Meraih Cita-Cita