Anda di halaman 1dari 68

Terapi Cairan

Pembimbing:
dr.Heru Setiyanto, Sp. An

Disusun oleh:
Giza Ainur Rahma 20190420090
Gladya Putri R. 20190420091
Thalia Tamara 20190420185
Tsalis Yuna 20190420186
Pendahuluan
 Komponen terbesar dari tubuh manusia 60% cairan, sedangkan 40% sisanya terdiri atas protein,
lemak, dan mineral.

 Cairan tubuh terdistribusi dalam 2 kompartemen, yaitu intraseluler dan ekstraseluler. Komponen
cairan intraseluler terdiri dari ion natrium, klorida, bikarbonat, oksigen, glukosa, asam lemak, dan
asam amino. Cairan ekstraseluler terdiri atas cairan interstisial  dan plasma atau cairan
intravaskuler
 Tubuh normal dapat mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Gangguan regulasi 
keadaan patologis yang mengancam nyawa. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat mengganggu fungsi kardiovaskular, neurologis, dan neuromuskular.

 Terapi cairan sangat mempengaruhi keberhasilan penanganan pasien kritis. Umumnya


melalui intravena. Terapi ini bertujuan menggantikan cairan yang hilang, mencukupi
kebutuhan cairan harian, mengatasi syok, serta kelainan akibat penyakit dan obat-obatan
yang lain.
Fisiologi Cairan
dan
Elektrolit Tubuh
Nomenklatur Cairan
• Molaritas: jumlah mol partikel terlarut per liter larutan
• Molalitas: jumlah mol partikel terlarut per kilogram pelarut
• Osmosis: pergerakan air melalui membran semipermeabel
sebagai hasil dari perbedaan konsentrasi
• Tekanan osmotik: tekanan yang terdapat pada sisi dengan
solute yang lebih banyak  utk mencegah pergerakan air
melalui membran untuk melarutkan solute
Kompartemen Cairan
Intraselular
(ICF) 40 %
Cairan Intravaskular
Tubuh (60%) 5%
Ekstraselula
r (ECF) 20%
Insterstitial
15%
Kompartemen Cairan
Intracelullar Fluid
• Di dalam sel
• Membran  utk regulasi volume dan komponen intrasel
• ATP-dependent Na K pump, jika iskemi/ hipoksia akan terganggu 
pembengkakan sel
• K  intrasel, Na  ekstrasel
Extracelullar Fluid
• sebagai media penghantar nutrisi sel, elektrolit, dan pengeluaran produk
buangan sel
• Perubahan ECF  perubahan total body sodium
Kompartemen Cairan
Cairan Interstitial
• Dewasa: 11-12 L
• Tekanan normalnya negatif (sekitar -5 mmHg)
• Proteinnya rendah (2 g/dL)
• Kembali memasuki sirkulasi melalui sistem limfatik.
• sebagai overflow reservoir untuk kompartemen intravaskuler  edema jaringan
Cairan Intravaskular
• Dewasa: 5-6 L
• Elektrolit dapat bergerak bebas antara plasma dan interstisial, protein plasma
(albumin) tidak masuk ke interstisial karena thigh juction antar endotel
Elektrolit Tubuh
Na+ K+
• Kation utama tubuh • Banyak intrasel
• Banyak ekstrasel • Kadar normal dalam plasma
• Kadar normal dalam plasma
: 3,5-5,0 meq/L
: 135-145meq/L • Kebutuhan harian : 1-3
• Kebutuhan harian : 100meq
meq/kgBB
(6-15 gram NaCl)

HCO3-
Cl- PO43-
• Bikarbonat • Fosfat intrasel
• Anion utama ekstrasel
tubuh
Pergerakan Cairan
• Konsentrasi tinggi menuju konsentasi rendah  pergerakan cairan (osmosis)
• Tekanan/ daya yg mempengaruhi keluar masuknya cairan antara kapiler dan cairan
interstisial  DAYA STARLING
1. Tekanan hidrostatik kapiler: mendorong cairan keluar melalui membran kapiler
2. Tekanan hidrostatik interstisial: mendorong cairan masuk melalui membran kapiler
3. Tekanan osmotik kapiler: menimbulkan osmosis cairan masuk membran kapiler
4. Tekanan osmotik interstisial: menimbulkan osmosis cairan keluar membran kapiler
Transport Zat
DIFUSI: gerakan molekul
TRANSPOR AKTIF:
dalam cairan
memerlukan energi
karena melawan gradien
TERFASILITASI: membutuhkan
SEDERHANA: melalui celah konsentrasi
protein carier (air, (elektrolit,
urea, glukosa,
membran (O2, nitrogen, CO2, alkohol)
gula,asamasam amino)
amino)
Pengaturan Osmolalitas Plasma
Osmolalitas plasma diatur osmoreseptor di hipotalamus. Neuron yang terspesialisasi
mengontrol sekresi ADH dan mekanisme haus utk mempertahankan intake dan ekskresi air.

PELEPASAN ADH MEKANISME


SEKRESI ADH SISTEM RAA
NONOSMOTIK HAUS
• Osmolalitas ↑  • vol darah ↓  • Tek arteri ↓  • ↑ osmolalitas 
nukleus baroreseptor ginjal melepas osmoreseptor
supraoptikus dan karotis dan atrial renin  pada area
paraventrikuler stretch receptors angiotensinogen preoptik lateral
dari hipotalamus  ADH mjd angiotensin I dari hipotalamus
 hipofisis mjd angiotensin II  rasa haus
posterior  ADH 
 ↑ reabsorbsi vasokonstriktor
air pada tubulus  ↓ ekskresi
kolektivus ginjal garam  ↑ tek
arteri
Keseimbangan Cairan
• Lahir  75% air, 1 bulan  65% air
• Dewasa pria  60% air, dewasa wanita  50% air
• Intake air/ hari  2500 ml
• Kehilangan air/ hari  2500ml (1500mL urin, 400mL evaporasi saluran
pernapasan, 400mL evaporasi kulit, 100mL keringat, dan 100mL pada feses)
Kebutuhan Cairan
• Dewasa/ hari: 30-35ml/kgBB, Setiap kenaikan suhu 1°C ditambah 10-15%
• Anak/ hari
0-10 kg = 100 ml/kgBB
10-20 kg = 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg
>20 kg = 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg
• Elektrolit
Na+ = 1,5 – 2 meq/kgBB (100 meq/hari = 5,9 g)
K+ = 1 meq/kgBB (60 meq/hari = 4,5 g)
Faktor yang Mempengaruhi
Kebutuhan Cairan
a. Demam (↑12% /1C)
b. Hiperventilasi
c. Suhu lingkungan yang tinggi
d. Aktivitas ekstrim / berlebihan
e. Setiap kehilangan cairan yang
abnormal (diare atau polyuria)

a. Hipotermia (↓12% /1C)


b. Kelembaban lingkungan yang
sangat tinggi
c. Oliguria atau anuria
d. Hampir tidak ada aktivitas
e. Retensi cairan (gagal jantung)
Patofisiologi
Patofisiologi Keseimbangan Cairan
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
 Perubahan Volume
Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular, penyebab tersering adalah kehilangan cairan dari traktus gastrointestinal
akibat muntah, nasogastric suction , dan diare. Atau bisa juga disebabkan oleh kehilangan cairan pada soft
tissue injury, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Pada kondisi akut,
kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan gejala neurologis dan jantung.
-Dehidrasi
Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan kadar natrium serum menjadi:
1.Isonatremik (130-150 meq/L),
2.Hiponatremik (<130 meq/L) atau
3.Hipernatremik (>150 meq/L).

Dehidrasi isonatremik paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik lebih
jarang (5-10%).

Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraseluler dapat terjadi akibat iatrogenic (pemberian larutan NaCl intravena yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl atau pemberian larutan glukosa intravena yang menyebabkan kelebihan
air) maupun sekunder akibat gagal ginjal, sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan
intraseluler dapat terjadi jika cairan berlebih tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang (hipotonis).
 Perubahan Konsentrasi

1. Hipernatremia
Kondisi dimana kadar natrium darah >145meq/L. Sering terjadi akibat kehilangan cairan hipotonis
atau retensi sodium.
 
Manifestasi klinis yang sering muncul menunjukkan adanya dehidrasi sel. Gelisah, letargi,
hiperrefleksia, perdarahan otak, kejang, koma, bahkan kematian dapat terjadi.
Terapi yang diberikan dapat berupa loop diuretik bersamaan dengan pemberian 5% dekstrosa dalam
air (D5W) secara intravena sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.

 
2. Hiponatremia
Kondisi dimana kadar natrium darah <135meq/L.
 
Gejala awal yang muncul tidak spesifik, seperti anoreksia, nausea,
kelemahan. Namun bila berat dapat terjadi edema otak progresif,
letargi, confusion, kejang, koma, dan kematian. Manifestasi yang
serius ini dapat terjadi bila konsentrasi Na <120meq/L.

Terapi yang sering digunakan untuk hiponatremia adalah pemberian


larutan saline isotonis atau NaCl 3%. Kadar Na >125meq/L dapat
mengurangi gejala. Defisit natrium dapat dihitung dengan rumus :
Defisit Na = TBW x (Kadar Na normal – Kadar Na saat ini)
3. Hipokalemia
Kondisi dimana kadar kalium plasma <3,5 meq/L.

Manifestasi klinis yang dapat muncul adalah aritmia jantung,


disfungsi miokardium, kelemahan otot, tetani, poliuria, penurunan
sekresi insulin, dll. Pada pemeriksaan EKG didapatkan repolarisasi
ventrikel yang tertunda, gelombang T datar atau inversi, gelombang U
prominen, ST depresi, gelombang P meninggi, pemanjangan PR
interval.
Terapi yang diberikan dapat berupa larutan potasium klorida oral (60-80meq/hari) atau penggantian
potasium intravena sebesar maksimal 8meq/jam untuk pemberian melalui vena perifer dan 10-
20meq/jam untuk vena sentral (maksimal 240 meq/hari). Defisit kalium dapat dihitung dengan rumus :
Defisit K = Kadar K normal – Kadar K saat ini x 0,25 x BB

4. Hiperkalemia
Kondisi dimana kadar kalium plasma >5,5 meq/L.
Manifestasi kardiak akan muncul bila K >7meq/L. Dari pemeriksaan EKG akan didapatkan
peningkatan simetris gelombang T dengan pemendekan QT interval  QRS kompleks melebar 
pemanjangan PR interval  hilangnya gelombang P  hilangnya gelombang R  ST depresi atau
elevasi  ventrikel fibrilasi  asistol. Bila K >8meq/L akan terjadi kelemahan otot skelet dan
paralisis. Karena sangat berbahaya, kadar K >6meq/L harus dikoreksi.

Terapi yang diberikan dapat berupa 5-10mL Ca glukonas 10% atau 3-5mL Ca klorida 10%.
Pemberian 30-50g glukosa dan 10 unit insulin intravena dapat meningkatkan uptake seluler dari
potasium. Bila terjadi hiperkalemia berat atau refrakter dapat dilakukan hemodialisis atau peritoneal
dialisis.
 Perubahan komposisi asam basa
1. Asidosis respiratorik (pH<7,35 dan PaCO2>45 mmHg)
Didefinisikan sebagai peningkatan primer PaCO2. Terjadi peningkatan H+ dan penurunan pH arteri.
Manajemen yang dilakukan adalah meningkatkan ventilasi alveolar. Pada asidosis berat (pH<7,2), narkosis
CO2, dan kelemahan otot pernapasan dapat dilakukan ventilasi mekanik. Selain itu dapat diberikan NaHCO3
intravena bila pH<7,10 dan HCO3- <15meq/L.

2. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)


Didefinisikan sebagai penurunan primer HCO3-. Biasanya disertai respon kompensasi paru berupa
hiperventilasi yang disebut dengan pernapasan Kussmaul.
Terapi utamanya adalah koreksi penyebab asidosis metabolik. Selain itu dilakukan usaha mengembalikan
oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat. Bila pH<7,2 dapat diberikan larutan NaHCO3 7,5% dengan
dosis 1meq/kg. Bila asidosis refrakter dapat dilakukan dialisis.
3. Alkalosis respiratorik (pH<7,45 dan PaCO2<35 mmHg)
Didefinisikan sebagai penurunan primer PaCO2.
Terapi utamanya adalah koreksi penyebab alkalosis respiratorik. Jika pH>7,60 dapat diberikan HCl,
arginin klorida, atau amonium klorida intravena.

4. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)


Didefinisikan sebagai peningkatan primer HCO3-. Muntah dan kehilangan cairan gastric akibat drainase
gastric (nasogastric suctioning) dapat menyebabkan alkalosis metabolik, penurunan volume ekstrasel, dan
hipokalemia.
Terapi utamanya adalah koreksi penyebab alkalosis metabolik. Selain itu dapat juga dilakukan kontrol
ventilasi dan pemberian NaCl atau KCl intravena. Bila pH>7,60 dapat diberikan HCl (0,1mol/L) atau
amonium klorida (0,1mol/L) atau dapat dipertimbangkan dialisis.
Jenis Cairan
KRISTALOID
• Kristaloid mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan ekstraseluler.
Biasanya dipertimbangkan sebagai cairan resusitasi awal pada pasien
dengan syok perdarahan dan sepsis, luka bakar, trauma kepala, pasien yang
menjalani plasmaferesis, dan reseksi hepar. Koloid dapat diberikan setelah
pemberian kristaloid.
• Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit
HIPOTONIS
• Konsentrasi elektrolit lebih rendah
dibandingkan cairan intraseluler
cairan berpindah dari ruang intravaskuler
ke intraseluler dan interstitial.
• Harus diberikan perlahan karena risiko
hemolisis.
• Contoh: NaCL 0,45% , 0,33% sodium
chloride

Designed by
10/03/2021 29
ISOTONIS
Cairan yang konsentrasi partikelnya sama dengan plasma, tidak berpindah ke dalam sel dan tetap pada
kompartmen ekstraseluler.

a. Ringer’s lactate/ Hartmann solution


Merupakan cairan yang paling fisiologis karena komposisi elektrolitnya paling mendekati plasma. Manajemen
resusitasi cairan lini pertama untuk pasien luka bakar.

b. NaCl 0,9% (Normal Saline)


• Larutan yang mengandung air, sodium, dan klorida.
• Konsentrasi sodium dan klorida pada larutan ini sama dengan konsentrasi sodium dan klorida di ruang
intravaskuler.
• Diberikan saat terjadi penurunan cairan ekstraseluler, seperti pada perdarahan, muntah dan diare yang
parah.
HIPERTONIS
• Konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan cairan tubuh, dapat
menarik air keluar dari ruang intraseluler, meningkatkan
volume ekstraseluler disebut volume expanders
• Harus selalu monitoring agar tidak terjadi fluid volume
overload dan edema pulmonal.

31
KOLOID
● Berat molekul tinggi
● Bertahan di intravaskuler
● Waktu paruh di intravaskuler 3-6 jam : kristaloid 20-30 menit
● Indikasi:
o Defisit cairan intravaskuler yang parah
o Resusitasi cairan dengan hypoalbuminemia parah atau luka bakar
KOLOID
KOLOID ALAMI KOLOID SINTESIS
Koloid ini dipanaskan pada suhu ● Gelatin
60C selama 10 jam untuk ● Dextran
meminimalisir resiko penularan
● Hetastarch
hepatitis dan virus lain.
● albumin 5% atau 25%
● fraksi protein plasma 5%.

34
TRANSFUSI
● Kehilangan darah >50%, biasanya diperlukan transfusi.
● Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar
transfusi darah, yaitu:
V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB

Designed by
10/03/2021 35
Uji Kompatibilitas
Tujuan : memprediksi dan mencegah reaksi antigen antibodi akibat transfusi sel darah
merah
1. Uji ABO-Rh
2. Antibody screen
3. Crossmatch
Transfusi emergensi
● Kondisi pasien memerlukan transfusi segera.
● Bila golongan darah pasien diketahui, crossmatch cepat dapat
dilakukan <5 menit untuk mengonfirmasi kompatibilitas ABO.
● Bila goldar dan status Rh pasien tidak diketahui dan transfusi harus
segera dimulai sebelum dilakukan uji kompatibilitas, dapat diberikan
PRC dengan golongan darah O Rh negative
Macam-macam Komponen Darah
Whole Blood
● Kandungan:

○ Sel darah merah, sel darah putih dan platelet (~45% dari volume darah utuh)

○ Plasma darah (~55% dari volume darah utuh).


● Indikasi:

o Perdarahan akut dengan hipovolemi

o mengganti volume darah yang hilang dalam jumlah besar selama tindakan
operasi
• Risiko infeksi
Packed Red Blood Cells

1 kantong akan meningkatkan HB sekitar 1 g/dl

Indikasi:
Kehilangan darah yg akut
Transfusi darah prabedah
Anemia defisiensi besi

Perhatian:
resiko infeksius yang sama dengan WB
Fresh Frozen Plasma

• FFP berisi semua protein plasma termasuk faktor pembekuan darah


• Indikasi: defisiensi faktor pembekuan, koreksi koagulopati yang
berhubungan dengan penyakit liver
• 1 unit FFP akan meningkatkan 2-3% faktor koagulasi pada dewasa
Platelet Concentrate
• Indikasi
o Pasien dengan trombositopenia atau disfungsi platelet yang
mengalami perdarahan
o Profilaksis pada pasien dengan platelet count <10.000-20.000 x
109/L karena beresiko mengalami perdarahan spontan
o Profilaksis pra operasi jika Platelet count <50.000 x 109/L
• Pemberian 1 unit PC dapat meningkatkan platelet count 5.000-
10.000 x 109/L
Transfusi granulosit

Indikasi
o Neutropenia persisten dan infeksi berat
o Fungsi neutrophil abnormal dan infeksi
persisten
o Sepsis neonatus
Komplikasi
1. Reaksi hemolitik akut
• Terjadi akibat inkompatibilitas ABO
• Reaksinya sering berat (tergantung volume) dan biasanya
sudah dapat terjadi setelah pemberian 10-15mL darah.
• Gejala pada pasien sadar:
Menggigil , demam, nausea, nyeri dada dan flank area
• Gejala pada pasien yang dianestesi
Peningkatan temperatur, takikardia, hipotensi,
hemoglobinuria, perdarahan difus pada lapangan operasi, DIC,
syok, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan cepat.
Manajemen reaksi hemolitik akut
1. Jika dicurigai reaksi hemolitik, transfusi harus segera dihentikan
dan diberitahukan pada bank darah.
2. Unit tersebut harus dicocokkan ulang terhadap slip darah dan
gelang identitas pasien.
3. Darah harus diambil untuk mengidentifikasi Hb dalam plasma,
untuk mengulang uji kompatibilitas, dan untuk dilakukan
pemeriksaan koagulasi dan platelet count.
4. Dilakukan pemasangan kateter urin untuk memeriksan hemoglobin
pada urin.
5. Osmotik diuresis harus dimulai dengan mannitol dan cairan
intravena.
2. Delayed hemolytic reaction
1. Biasanya ringan dan disebabkan oleh antibody terhadap
antigen non-D dari sistem Rh atau sistem lain.
2. Terjadi dalam 2-21 hari setelah transfusi
3. Gejala relatif ringan seperti malaise, jaundice, dan demam
3. Reaksi non hemolitik

1. Disebabkan oleh sensitisasi resipien terhadap leukosit, platelet, atau protein


plasma dari donor.
2. Berbagai reaksi yang dapat terjadi adalah :
1) Reaksi demam
2) Reaksi urtikaria
3) Reaksi anafilaksis
Komplikasi infeksius

1. Infeksi virus (hepatitis, AIDS, CMV, EBV, parvovirus, West Nile virus)
2. Infeksi parasite (malaria, toxoplasmosis, Chagas’ disease)
3. Infeksi bakteri (gram positif : Staphylococcus, gram negatif : Yersinia dan
Citrobacter)
Manajemen Cairan

Cairan rumatan
Resusitasi cairan

Cairan perioperatif
TERAPI CAIRAN

RESUSITASI RUMATAN

KRISTALOID KOLOID ELEKTROLIT NUTRISI

MENGGANTI 1. KEBUTUHAN NORMAL


KEHILANGAN AKUT 2. DUKUNGAN NUTRISI
Cairan Rumatan

Weight Rate
● Dewasa (kebutuhan normal)→ 2 ml/kgBB/jam
● Anak-anak dapat menggunakan : For the first 10 kg 4 mL/kg/h

For the next 10 kg Add 2 mL/kg/h

For each kg > 20 kg Add 1 mL/kg/h

● Contoh : Anak BB 25kg, kebutuhan cairan rumatan → 40+20+5 = 65 mL/jam


● Cara Rehidrasi → Hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian defisit) untuk 24
jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan selebihnya 16 jam berikutnya.
Resusitasi Cairan

Perdarahan

Dehidrasi
Luka Bakar
(Combutio)
Resusitasi Cairan Pada Perdarahan
● Dua hal penting dalam penanganan → kontrol perdarahan dan gantikan volume cairan yang hilang
● Harus ditentukan EBL (Estimated Blood Loss), dengan rumus :

Estimated Blood Loss (EBL) = Persentase Kelas Perdarahan


(%) x Estimated Blood Volume (BB x EBV)
● Resusitasi dengan cairan kristaloid
(perdarahan), diberikan sebesar 3
kali dari jumlah EBL Contoh : Wanita perdarahan kelas 2,
● Bila menggunakan carian koloid BB 56kg.
maka diberikan sebesar 1 kali dari EBL = 30% x 56kg x 65
jumlah EBL = 30% x 3.640
Cara pemberian cairan : = 1.092, kristaloid 3x → 3.276,
● Resusitasi cepat : pada pasien koloid 1x nya
gawat dengan cairan kristaloid,
maka diberikan cairan 20 Resusitasi cepat
mL/kgBB/30 menit 20 ml/kgBB/30menit → 20 x 56 =
● Resusitasi lambat : pada pasien 1.120
dalam keadaan membaik, dimana
sisa cairan diberikan 50% pada 8 Pasin dalam keadaan membaik,
jam pertama, 50% sisanya Resusitasi Lambat
diberikan pada 16 jam berikutnya 3.276 – 1.120 = 2.156
1078 (8 jam)
1. .078 (16 jam)
Resusitasi Cairan Pada Dehidrasi
● Keadaan kurangnya cairan tubuh dari
jumlah normal akibat kehilangan cairan,
asupan yang tidak mencukupi atau
keduanya.
● Tentukan perkiraan volume cairan yang
hilang, dengan rumus:
Cairan yang hilang = Derajat
Dehidrasi (%) x BB (kg)
● 50% jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisa nya diberikan 16 jam
berikutnya.
Resusitasi Cairan Pada Luka Bakar
Dalam kasus luka bakar, digunakan rumus Parkland :
Luas Luka Bakar x BB (kg) x 4 ml

Contoh :
30 x 60 x 4 = 7.200 ml / 24 jam
3. 600 ml / 8 jam (450 ml / jam) dan 3.600 ml / 16 jam

50% jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisa


nya diberikan 16 jam berikutnya. Pemberian dimulai pada
saat jam kejadian.
Resusitasi berhasil bila:
● Central venous pressure : 8-12 mmHg
● Mean arterial pressure : ≥ 65 mmHg (tensi sistolik > 100mmHg)
● Urine output : ≥ 0,5 ml/kg/jam
● Central venous (superior vena cava) or mixed venous oxygen saturation: ≥ 70%
● Perfusi dan pemeriksaan akral : hangat, kering, merah.
● Normal mental status (tidak gelisah, tidak ngelantur)
Terapi Cairan Perioperatif

● Tujuan → mengganti defisit pra bedah (preoperatif), selama bedah (intraoperatif) dan pasca bedah
(postoperatif).

Defisit cairan pra bedah


atau preoperatif

Defisit cairan saat bedah


(perdarahan)

Kehilangan cairan lainnya


penguapan/evaporasi

Cairan post operatif


Pra Bedah (Preoperatif)
● Perlu dilakukan perhitungan defisit cairan karena puasa (6-8jam)
● Kekurangan cairan harus digantikan sebelum dilakukannya pembedahan
● Defisit dapat digantikan dengan cairan rumatan x durasi puasa

Weight Rate

For the first 10 kg 4 mL/kg/h

For the next 10 kg Add 2 mL/kg/h

For each kg > 20 kg Add 1 mL/kg/h


Selama Bedah (Intraoperatif)
Perdarahan
● Titik transfusi dapat ditentukan sebelum operasi dari Hct dan dengan
memperkirakan volume darah
● Pasien dengan Hct yang normal dapat diberi transfusi hanya jika
kehilangannya >10-20% dari volume darah.
Jumlah kehilangan darah yang menyebabkan penurunan hematokrit hingga 30% dapat dihitung sebagai
berikut :
Estimasi Blood Volume (EBV)
Estimasi RBCVpreop (dari hematocrit preoperatif)
Estimasi RBCV30% (dari hematocrit 30%)
Hitung RBCVlost ketika hematocrit 30%; = RBCVpreop – RBCV30%
Allowable blood loss (ABL) = 3 x RBCVlost

Contoh : Wanita 85kg memiliki Hct preop 35%. Berapa banyak kehilangan darah yang dapat menurunkan
Hct menjadi 30%?
● EBV = 65mL/kg x 85 kg = 5525mL
● RBCVpreop= 5525 x 35% = 1934mL
● RBCV30% = 5525 x 30% = 1658mL
● RBCVlost pada Hct30% = 1934 – 1658 = 276mL
● Allowable blood loss (ABL) = 3 x 276mL = 828mL
Pada umumnya transfusi direkomendasikan saat kehilangan darah mencapai
800 mL. Dan transfusi tidak direkomendasikan hingga Hct <24% atau Hb
<8g/dL dengan mempertimbangkan kecepatan kehilangan darah dan kondisi
komorbid

Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :

- Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah


(suction pump) namun kadang-kadang tidak sesuai
- Dengan cara menimbang jumlah kain kasa yang digunakan saat
pembedahan (1gram=1 ml darah)
Selama Bedah (Intraoperatif)
Kehilangan Cairan Lainnya (Penguapan/Evaporasi)

Prosedur operasi dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat trauma jaringan.


Kebutuhan cairan menyesuaikan derajat trauma jaringan, yaitu minimal, moderate,
dan severe.

Untuk pemberian cairan dipakai rumus berikut, dikalikan lamanya operasi berjalan.
Pasca Bedah (Postoperatif)
Tujuan pemberian terapi cairan postoperatif :
● Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.
● Mengganti kehilangan cairan postoperatif.
● Melanjutkan penggantian defisit preoperatif dan intraoperatif.
● Mengoreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Cara Pemberian
● Kanulasi Vena Perifer ● Kanulasi Vena Sentral

Pemilihan kanulasi ini adalah vena di Kanulasi dilakukan melalui vena


daerah ekstremitas atas berikutnya subklavikula atau vena jugularis
dilanjutkan pada vena bagian interna.
ekstremitas bawah Tujuan :
Tujuan : ● Terapi cairan dan nutrisi jangka
● Terapi cairan pemeliharaan panjang. Terutama untuk cairan
dalam waktu singkat. nutrisi parenteral dengan
● Terapi cairan pengganti dalam osmolaritas yang tinggi
keadaan darurat ● Jalur pintas terapi cairan pada
● Terapi obat lain secara intravena keadaan darurat
yang diberikan secara kontinyu ● Untuk pemasanganan alat
atau berulang pemacu jantung
Kesimpulan
Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas air yang terdistribusi dalam 2 kompartemen, yaitu intraseluler
dan ekstraseluler. Tubuh memiliki mekanisme untuk mengontrol keseimbangan cairan. Terapi cairan secara
umum menggunakan larutan kristaloid, koloid dan transfusi darah. Kristaloid merupakan larutan yang paling
sering digunakan sebagai cairan resusitasi awal. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan
defisit cairan intravaskuler yang berat namun memiliki resiko terjadinya alergi. Berdasarkan penggunaannya,
koloid dibagi menjadi cairan pemeliharaan, pengganti, nutrisi, dan untuk tujuan khusus kehilangan darah >50%
atau Hb<8mg/dL biasanya diperlukan transfusi. Pemilihan produk darah yang tepat dan sesuai kebutuhan serta uji
kompatibilitas sangatlah penting dilakukan sebelum transfusi.
Pemberian cairan dengan molekul kecil dapat melalui vena perifer sedangkan dengan molekul besar melalui
melalui vena sentral. Kecepatan pemberian cairan juga penting dalam keberhasilan terapi cairan dan pencegahan
komplikasi yang tidak diinginkan.
Thankyou!!!
Any Question?

Anda mungkin juga menyukai