(HBM)
1. Ega Azarine Salsabila / P17421214067
2. Andika sanjaya/P17421214061
3. Liyanti anggriskeni / P17421214059
4. Nerizha Daniarta / P17421213044
5. Fausta Bintang Salsabilla / P17421214070
6. Jihan Aliyah/ P17421214057
7. Defia Dea Amanda / P17421214072
8. Safira Audi Perennia / P17421213049
9. Riza rahmi nisrina / P17421213048
10. Nurillia Dwi L/ P17421213045
11. Nur Hobibah Ramadani/P17421214055
PERILAKU DENGAN
01 PENJELASAN HBM 04 DIABETES MELITUS
BERDASAR TEORI HBM
Pada tahun 1950-an peneliti kesehatan publik Amerika Serikat mulai mengembangkan suatu model yang
memiliki target indikasi untuk program edukasi kesehatan. (Hochbaum 1958; Rosenstock 1966). Tapi,
psikolog sosial di Amerika Serikat ini mendapati masalah dengan sedikitnya orang yang berpartisipasi dalam
program pencegahan dan deteksi penyakit.Penelitian yang terus berkembang melahirkan model kepercayaan
sehat atau health belief model. Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang mencetuskan health belief model
untuk pertama kali bersama Godfrey Hochbaum (1958).Teori health belief model ini didasari oleh teori Kurt
Lewin. Conner: 2003 dalam bukunya menuliskan bahwa hubungan antara prinsip hidup sehat yang benar
dengan perilaku sehat ini mengikuti terminologi konsep Lewin (1951) mengenai valensi yang
menyumbangkan bahwa perilaku dapat berubah lebih atraktif atau kurang atraktif .
PENERAPAN HBM DALAM
PENANGANAN DINI DHF
01 02 03
KESERIUSAN MANFAAT YANG RINTANGAN
YANG DITERIMA YANG DIALAMI
DIRASAKAN
DEGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)
Penyakit Degue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan pada negara berkembang termasuk Indonesia.
Tingginya kasus kematian penderita akibat DHF terjadi karena penderita terlambat dibawa berobat ke
Rumah Sakit atau Puskesmas. Jika penderita DHF terlambat untuk ditangani, akibatnya sering fatal,
yaitu bisa langsung merenggut nyawa karena gejala dan tanda DHF tidak selalu tampil nyata sehingga
tidak selalu mudah dikenali .
Penerapan health belief model yang meliputi kerentanan, keseriusan, manfaat, rintangan, dan faktor
pendorong sangat diperlukan bagi keluarga untuk menangani masalah kesehatan yang dialami oleh
anggota keluarga seperti penyakit DHF, agar tidak terjadi kegawatan akibat keterlambatan penanganan
penyakit DHF dan untuk mempercepat proses penyembuhan penderita agar terhindar dari bahaya
kematian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan deteksi dini penyakit DHF sehingga
kegawatan dapat dicegah.
PERILAKU DENGAN DIABETES
MELITUS BERDASAR TEORI HBM
DIABETES MELITUS
Menurut Priyoto teori Health Belief Model ada 5 hal yang dipengaruhi
modifying variable sehingga dapat terbentuk likelihood of behaviour
01 02 03
perceived susceptibility atau kerentanan adalah perceived severity berkaitan dengan perceived benefit berkaitan dengan
salah satu persepsi yang lebih kuat lansia dengan keyakinan/kepercayaan lansia dengan manfaat yang akan dirasakan jika
diabetes melitus dalam mendorong orang untuk diabetes melitus tentang keseriusan atau mengadopsi perilaku yang
mengadopsi perilaku sehat keparahan penyakit dianjurkan
04 05
perceived barrier berhubungan dengan proses cues to action atau isyarat untuk bertindak adalah
evaluasi lansia dengan diabetes melitus atas peristiwa-peristiwa, orang atau hal-hal yang
hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi menggerakkan orang untuk mengubah perilaku
perilaku baru. lansia dengan diabetes melitus
PENERAPAN TEORI HBM DALAM
KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI
merasa rentan terhadap risiko terkena penyakit merasa yakin bahwa manfaat pengobatan
hipertensi /komplikasi dari hipertensi yang tidak dan perubahan gaya hidup lebih besar
terkontrol seperti serangan jantung, gagal ginjal, daripada hambatan untuk melakukannya
atau stroke (komponen persepsi hambatan)
merasa bahwa perubahan gaya hidup dan munculnya tanda-tanda dan gejala penyakit, iklan
minum obat antihipertensi adalah perilaku media massa atau pendidikan kesehatan yang
yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan efektif diarahkan pada kelompok sasaran
(komponen persepsi manfaat) (komponen isyarat untuk bertindak)
COVID19 DAN PERUBAHAN PERILAKU DARI
PERSPEKTIF HBM (AWAL PANDEMI)
perceive susceptibility: masyarakat masih banyak yang merasa bahwa penyakit ini masih jauh
dan tidak dekat dengan tempat tinggalnya. Penyakit ini adalah penyakit kutukan pada bangsa
tertentu karena perilaku mereka, sehingga tidak akan terkena penyakit tersebut. Jadi
kemungkinan akan kena, masih jauh atau bahkan tidak sama sekali.
perceive severity: masyarakat memiliki pemikiran bahwa ini adalah penyakit seperti
influenza. Kalau hanya sakit pilek , maka penyakit itu tidak akan membuat manusia
Indonesia akan meninggal. Sudah kebal dan terbiasa terpapar penyakit itu sepanjang
tahun. Ini pemikiran yang ada dalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia.
perceive benefit of action : kondisi ini akan diperparah dengan pemikiran bahwa
apabila pergi ke dokter, maka akan mengeluarkan uang yang banyak karena berobat
itu mahal. Lebih baik uang yang ada dipakai untuk keperluan lain daripada berobat.
perceive barrier to action : Hambatan – hambatan yang dapat muncul didasari
beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, tempat tinggal, penilaian mengenai diri
sendiri, apakah sanggup atau tidak sanggup mengatasi penyakit tersebut ataupun
keyakinan bahwa tidak akan terkena penyakit tersebut karena berbagai faktor
penguat keyakinan tersebut
perceived susceptibility yang dirasakan mengacu pada persepsi subjektif seseorang tentang resiko
tertular penyakit. Individu percaya bahwa penyakit muncul karena suatu perilaku tertentu, artinya
individu percaya bahwa jika dirinya tidak melakukan perubahan perilaku, maka dirinya bisa tertular
COVID-19.
perceived severity ini mengacu pada perasaan seseorang tentang keseriusan tertular penyakit
(membiarkan penyakit atau penyakit tidak diobati). Individu percaya bahwa ada bahaya dari suatu
penyakit tertentu, artinya jika individu tidak melakukan perubahan perilaku, COVID-19 bisa saja
terjangkit pada dirinya
perceived benefit, mengacu pada persepsi seseorang tentang efektivitas berbagai tindakan yang
tersedia untuk mengurangi ancaman penyakit. Individu percaya terhadap manfaat dari metode yang
disarankan untuk mengurangi resiko suatu penyakit, artinya jika individu mengikuti protokol
kesehatan dengan menggunakan masker dengan benar, sering mencuci tangan dengan sabun di air
mengalir dan menjaga jarak, maka dapat mencegah penularan COVID-19.
perceived barriers mengacu perasaan seseorang tentang hambatan untuk melakukan
tindakan kesehatan yang disarankan. Misalnya harus menggunakan masker dengan benar
dalam kegiatan sehari-hari, mungkin saja menimbulkan ketidaknyamanan dalam bernafas
dan beraktivitas.
cue to action mengacu pada stimulus yang diperlukan untuk memicu proses pengambilan
keputusan untuk menerima tindakan kesehatan yang direkomendasikan, artinya jika
individu mengalami gejala demam, batuk, dan disertai dengan sesak nafas maka harus
segera mendatangi dokter untuk mendapat perawatan yang tepat.