Anda di halaman 1dari 40

Interaksi inang dan parasit

pada organ indra

Hanna Yolanda
Tujuan pembelajaran

• Mengingat kembali tentang parasit yang


dapat menimbulkan penyakit pada organ
indra (kulit, mata, THT)
• Mengetahui interaksi parasit dan inang
dalam menyebabkan penyakit
Daftar Pustaka
• Murray PR, Rosenthal KS, and Pfaller MA. Medical Microbiology. Ed
7. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2013.
• Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Ed 4. Jakarta: FKUI. 2008
• Mendez-Tovar LJ. Pathogenesis of dermatophytosis and tinea
versicolor. Clinics in dermatology 2010;28(2):185-9
• Seiberg M, Paine C, Sharlow E, Andrade-Gordon P, Costanzo M,
Eisinger M, et al. Inhibition of melanosome transfer results in skin
lightening. The Journal of Investigative Dermatology
2000;115(2):162-7
Kulit
• Dermatofita (1) • Sarcoptes scabiei (4)
• Candida spp. (2) • Pediculus humanus (5)
• Malassezia spp. (3) • Phthirus pubis (5)
• Aspergillus spp. (11) • Demodex (6)
• Kapang dematiaceous • Miasis (7)
• Scedosporium apiospermum
• Sporothrix schenckii • Leishmaniasis kulit (15)
• Basidiobolus sp
• Conidiobolus sp. • Onchocerca volvulus (13)
• Fusarium sp • Loa loa (10)
• Toxocara spp. (14)
• Ancylostoma braziliense and other
migrating worms (8)
• Schistosoma (cercarial dermatitis)
(12)
Traktus respiratorius atas
– Candida spp. (2) • Miasis (7)
– Aspergillus spp.
(khususnya sinusitis) (11)
– Histoplasma capsulatum
– Cryptococcus neoformans
– Penicillium marneffei
– Mucormycetes
– kapang dematiaceous
– Sporothrix schenckii
– Fusarium sp
Telinga
– Candida spp. (2) • Miasis (7)
– Aspergillus spp. (11)
Mata
• Candida spp. (2) • Miasis (7)
• Aspergillus spp. (11)
• Blastomyces dermatitidis • Acanthamoeba spp. (9)
• Coccidioides immitis
• Fusarium spp.
• Cryptococcus neoformans
• Histoplasma capsulatum • Onchocerca volvulus (13)
• kapang dematiaceous • Loa loa (10)
• Mucormycetes • Toxocara spp (ocular larva
migrans) (14)
1. Dermatofita
• Keratinophilic
• Zoofilik (hewan), antropofilik (manusia), geofilik (tanah)
• Mekanisme infeksi
– Kontak dengan barang yang terkontaminasi/spesimen (tanah,
rambut, sisik/bulu binatang, orang yang terinfeksi)
– Anggota keluarga, barak/asrama, lingkungan kerja, saling
meminjam barang pribadi (sisir, handuk, sepatu, baju, dll)
• Beberapa area tubuh lebih rentan terhadap infeksi dermatofita : lipat
kuku, antar jari, kulit kepala, selangkangan.
– Kontak dengan jamur lebih lama, berkeringat (lembab), maserasi, tertutup
rambut
– Sehingga kontak dengan jamur lebih lama  adesi  invasi
E/ : T. concentricum
• Jumlah inokulasi (studi in vivo) : 6 konidia (untuk area tubuh yang berambut
jarang)

• Trichophyton mentagrophytes : pada penelitian in vitro dan kultur sel : butuh


6-12 jam untuk adesi, 16 jam untuk germinasi, dan 72 jam untuk menembus
stratum korneum

• Memproduksi adhesin terhadap beberapa elemen karbohidrat pada kulit di


permukaan kulit
• Setelah proses adesi, sel jamur akan melepaskan enzim
(keratinase, metalloprotease, dan serin protease), lipase, ceramides
– Diatur oleh kelompok gen GATA
• ada sebuah penelitian : penghambatan aktivitas dnr-1 gene,
membuat jamur tidak bisa tumbuh.

• Enzim – enzim yang dihasilkan selain menghancurkan ikatan pada


jaringan berkeratin, juga bertindak sebagai antigen dan
menimbulkan reaksi inflamasi

• Kerusakan jaringan merupakan hasil dari aktivitas enzim dan reaksi


imun
• Imunitas non spesifik : kulit dan membrane mukosa yang intak, flora normal, aktivitas
fungisidal dari neutrofil dan monosit.

• Limfosit T memproduksi limfokin yang akan mengaktifkan makrofag. Makrofag adalah


mekanisme imun utama terhadap jamur pathogen.

• Respon imun humoral / Imunoglobulin  poor immunologic respon

• Reaksi imun bervariasi antar spesies dermatofita. Lebih berat jika disebabkan oleh
jamur dermatofita geofilik atau zoofilik.
– Contoh antropofilik : E. floccosum, T. tonsurans, T. rubrum, M. audouini
– Contoh zoofilik : M. canis (anjing, kucing, kuda), T. mentagrophytes (tikus)
– Contoh geofilik : M. gypseum, T. terrestre
• 2 faktor yang berperan dalam intensitas respon imunologik pada
infeksi dermatofita :

1. Tipe metabolit atau enzim yang dilepaskan oleh jamur dermatofita.


Lebih asing, lebih besar berat molekulnya, dan lebih kompleks
struktur antigennya, maka lebih hebat respon imun yang timbul.
Contoh : M.canis menghasilkan metalloprotease subtilisin (Sub3)
yang menyebabkan reaksi imun yang lebih berat.

2. Sifat imunosupresif dari metabolit yang dikeluarkan oleh jamur


dermatofita (antropofilik)
Contoh : struktur mannan pada T. rubrum yang menghambat
proliferasi limfosit dan recovery dari stratum corneum. Fenomena
ini hanya pada beberapa spesies jamur
2. Kandidiasis mukokutaneus
• Imunitas ↓, pertumbuhan jamur ↑, barrier yang mengalami
kerusakan, keseimbangan flora normal yang terganggu.

• Faktor virulensi :
– kemampuan adesi ke jaringan,
– transisi bentuk ragi-hifa / phenotypic switching.
– kandungan mannan pada dinding sel
– enzim protease dan fosfolipase
 Sifat dimorfisme Candida (transformasi bentuk ragi-hifa)
- phenotypic switching
 Merupakan salah satu mekanisme Candida spp.
dalam merespon perubahan microenvironment. 
virulensi
 Hifa C. albicans bersifat thigmotropism (sensitif
terhadap sentuhan) yang menyebabkan hifa dapat
tumbuh melalui pori-pori dan menginfiltrasi
permukaan epitel.
 Sifat ini menyebabkan adanya perubahan ekspresi
glikoprotein dinding sel, perubahan kerentanan
terhadap kerusakan oksidatif oleh neutrofil,
perubahan kepekaan terhadap antijamur.
• Bermacam-macam glikoprotein pada C. albicans
mensupresi respon imun terhadap jamur, mekanisme
masih belum diketahui dengan jelas.

• Candida spp. mampu mensekresi bermacam-macam


enzim yang berpengaruh pada sifat patogennya.
– aspartil proteinase
– fosfolipase
3. Malassezia spp.

• Menyebabkan pityriasis versicolor


• M. furfur, M. globosa, M. sympodialis, M. sloffiae, M. restricta, M.
obtusa, M. pachydermatis
• Jamur bersifat lipofilik

• Ragi – ragi ini adalah flora normal kulit, namun karena ada
perubahan kondisi kulit atau imun yang rendah maka dapat
menyebabkan gangguan di kulit atau sistemik

• Gambaran mikroskopis :
– ragi (bundar, oval atau silinder dan monopolar budding)
– hifa yang pendek, bersepta, dan tidak bercabang.
Spaghetti and meat ball appearance
• Bercak hipokromik
Malassezia spp. memetabolisme berbagai asam lemak seperti arachidonic
acids dan vaccenic acids, dengan menggunakan enzim lipase. Hasil
metabolit  azelaic acid dan dicarboxylic acid  menghambat aktivitas
enzim dopa-tirosinase  menghambat perubahan tirosin menjadi melanin.
– Pada gambaran histopatologi : tampak melanosome yang lebih pendek
dibanding kulit normal.
• Melanosome : organel tempat mensintesis, menyimpan, dan
mentransport melanin

• Bercak hiperkromik
– mekanisme masih belum jelas. Yang sudah diketahui adalah bahwa
pada lesi hiperkromik tampak melanosome yang lebih besar dan
jumlahnya banyak
• Ada penelitian yang membandingkan jumlah sel granulosit pada
lesi PV dan dermatofitosis dan didapatkan sel granulosit di
dermatofitosis sangat banyak, namun di PV hampir tidak ada.
(Wroblewski, dkk.2005)

• Meskipun lesi PV bersifat non-inflamasi, namun ada deskuamasi


ringan. Hal ini akibat jumlah sel ragi dan hasil metabolitnya yang
sangat banyak.

• Menghasilkan zat pityriacitrin yang dapat mengabsorbsi sinar UV.


4.Sarcoptes scabiei
• Menghasilkan sekret yang dapat
melisiskan stratum korneum. Sekret dan
ekskret menyebabkan sensitisasi.
– Memicu respon imun selular
– IgE (mainly), IgM, dan IgG
5. Pedikulosis
• Lesi pada kulit disebabkan oleh tusukan tuma (stadiun
nimfa dan dewasa) pada waktu menghisap darah setiap
2-3 jam
• Air liur tuma menimbulkan reaksi sensitisasi.
• Gejala gatal dan papul merah
6. Demodisiosis
• Penyebab : Demodex folliculorum
• Tungau folikel rambut, bentuk menyerupai cacing, berukuran 0,1-0,3 mm,
berkaki 4 pasang, abdomen bergaris-garis transversal
• Hidup di folikel rambut dan kelenjar keringat terutama di sekitar hidung dan
kelopak mata
• 90% tidak bergejala.
imunitas ↓, gangguan hormonal, paparan sinar matahari berlebih  dapat
bergejala.
7. Miasis
• Larva lalat di kulit intak/luka, mampu membuat terowongan yang
berkelok-kelok sehingga terbentuk ulkus yang luas. Larva dapat
juga mengembara di mata.
• Contoh larva dari lalat Chrysomyia bezziana
8. Cutaneus larva migran

• Disebabkan oleh cacing tambang binatang, contoh :


Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum
• Lihat siklus hidup di blok KP3 : larva filariform
menghasilkan enzim protease  penetrasi melalui
folikel/fisura/kulit utuh  menembus stratum korneum 
berkelok-kelok sesuai gerakan larva
9. Acanthamoeba
• Contoh : A. culbertsoni, A. castellani, A. polyphaga

• Adalah amuba hidup di alam bebas (tanah, debu, air tawar yang
tergenang (kolam renang, danau, pemandian air hangat), AC,
limbah tinja. Makanannya detritus dan sisa makanan.
– Oportunistik patogen

• Dapat menimbulkan encephalitis (paling sering). Masuk lewat


saluran nafas lalu ke otak secara hematogen. Dapat juga melalui
luka di kulit
• Dapat menyebabkan keratitis amebik

• Keratitis amebik : akibat trauma pada kornea yang menyebabkan


ulkus kornea.
– Banyak kasus dihubungkan dengan pemakaian lensa kontak akibat kontaminasi
cairan untuk mencuci atau merendam lensa kontak.
– Kondisi bisa sangat berat karena pengobatan sulit dan sering mengecewakan.
10. Loa-Loa

• Lihat kembali bahan KP3


• Infeksi akibat gigitan lalat Chrysops  gatal
• Cacing dewasa mengembara dalam jaringan subkutan
– Usually causes no discomfort

mikrofilaria  beredar di dalam darah

• Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan sering kali


menimbulkan gangguan di konjungtiva : iritasi pada mata
• Cacing mengeluarkan zat sekresi  reaksi radang
• Calabar swelling/fugitive swelling : nodul subkutis
11. Aspergillus
• Jamur kapang yang menyebabkan infeksi invasif paling sering.
• Aspergillus bersifat saprobik pada bahan –bahan alam seperti
tanah, sayuran yang membusuk, tanaman, bahan –bahan
konstruksi.
• Port d’ entry aspergillus paling sering ada lewat inhalasi, namun
dapat juga lewat invasi jaringan.
• Aspergillus mensekresikan produk-produk metabolit seperti
gliotoksin, berbagai enzim (seperti elastase, fosfolipase, protease,
dan katalase) yang berperan pada virulensi.
– Gliotoksin dapat menghambat aktivitas fagositosis makrofag, aktivasi dan
proliferasi sel T.
12. Cercarial dermatitis/swimer’s itch

• Schistosoma spp. (stadium serkaria)  menembus kulit


 dermatitis
• Lihat siklus hidup di materi blok KP3
• Human schistosome vs avian schistosome
– Avian schistosome : hanya sampai kulit
– Human schistosome : dapat menjadi dewasa di darah
13. Onchocerca volvulus

• Mikrofilaria / cacing dewasa : tidak


berselubung, jarang di dalam darah.
Hanya ditemukan di subkutis, mata.
– Nodul subkutis
– River blindness
• Vektor : Simulium
14. Toxocara

• Cacing “Ascaris” di hewan


• Telur Toxocara  tertelah  keluar larva
yang tidak bisa berkembang menjadi
dewasa
– Erratic parasite / visceral larva migran / ocular larva migran

• Terbentuk granuloma  reaksi radang


pada mata
15. Leishmaniasis kulit

• e/ L. braziliensis complex, L. mexicana complex


• vektor : sandflies (Lutzomyia)
• Lesi : ulkus pada kulit
• Sandflies  promastigote  RES  amastigote
 destruksi sel
Selamat Belajar

Anda mungkin juga menyukai