Anda di halaman 1dari 24

Analisis PT.

Kimia Farma

Disusun Oleh :

 Adinda Maharani Salsabila 1814190017


 Ahmad Naufal Azzami 1814190088
 Amalina Hanun 1814190028
 Indah Permata Sari 1814190011
 Salsabila Fernanda 1614190097
Kasus PT. Kimia Farma

PT. Kimia Farma merupakan salah satu dari produsen obat milik pemerintah yang
ada di Indonesia. Pada Audit tanggal 31 Desember 2011, manajemen Kimia
Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu sebesar Rp 132 milyar, dan laporan
tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM). Namun, Kementrian
BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002
laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru,
keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa
overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa
overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated
penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana yang
dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor
untuk menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga
per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Kesalahan penyajian berkaitan dengan
penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda
tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil
dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan
keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen
melakukan kecurangan tersebut.Sebagai akibat dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma
dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar,
serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan
yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit
dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia
telah menjalankan audit sesuai SPAP.
Permasalahan Kasus

1. Pada audit tanggal 31 desember 2011, manajemen kimia farma melaporkan adanya laba
bersih yaitu sebesar RP 132 MILYAR, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuannakota
dan mustofa. Namun menurut kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih
tersenbut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.

2. Pada 3 oktober 2002 laporan keuangan kimia farma tahun 2001 disajikan kembali dan
hasilnya ditemuka kesalahan yang cukup mendasar.

3. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar,
atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated
persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

4. Kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan


ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Kasus Akutansi Keuangan Dan Akutansi
Manajemen PT. Kimia Farma

1. Tanggung jawab akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen

Etika dalam akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen merupakan suatu bidang
keuangan yang merupakan sebuah bidang yang luas. Akuntansi keuangan merupakan
bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada kegiatan
pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan
untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak yaitu pihak internal dan pihak external.
Sedangkan seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:

2. Menyusun laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat


digunakan oleh pihak internal maupun pihak external perusahaan dalam
pengambilan keputusan.
3. Membuat laporan keuangan yang sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan
keuangan IAI, 2004 yaitu dapat dipahami, relevan materialistis, keandalan, dapat
dibandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal, serta penyajian yang
wajar.
Akuntansi manajemen merupakan suatu sistem akuntansi yang berkaitan dengan
ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi untuk manajer atau manajemen
dalam suatu organisasidan untuk memberikan dasar kepada manajemen untuk
membuat keputusan bisnis yang akan memungkinkan manajemen akan lebih
siap dalam pengelolaan dan melakukan fungsi control. Tanggung jawab yang
dimiliki oleh seorang akuntan manajemen, yaitu:

1. Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem


perencanaan, menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-
cara yang tepat untuk memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
2. Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan
kejadian-kejadian yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik
untuk bertindak.
3. Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan
aktivitas organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi,
dan mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan
kegiatan pada cara-cara yang diharapkan.
4. Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem
pelaporan yang disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu
organisasi sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi
kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.
5. Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-
prinsip akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.

Dalam kasus PT Kimia Farma, Kantor Akuntan Publik yang mengaudit laporan
keuangan tersebut telah mengikuti standar audit yang berlaku namun gagal
mendeteksi kecurangan tersebut.
2. Competence, Confidentiality, Integrity and Objectivity of Management accounting

Competence (Kompetensi)
Akuntan harus menjaga kemampuan dan pengetahuan profesional mereka pada tingkatan yang cukup
tinggi dan tekun dalam mengaplikasikannya ketika memberikan jasanya, diantaranya menjaga tingkat
kompetensi profesional, melaksanakan tugas profesional yang sesuai dengan hukum dan menyediakan
laporan yang lengkap dan transparan.
Confidentiality (Kerahasiaan)
Akuntan harus dapat menghormati dan menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pekerjaan
dan hubungan profesionalnya, diantaranya meliputi menahan diri supaya tidak menyingkap informasi
rahasia, menginformasikan pada bawahan (subordinat) dengan memperhatikan kerahasiaan informasi,
menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang diperoleh.
Integrity (Kejujuran)
Akuntan harus jujur dan bersikap adil serta dapat dipercaya dalam hubungan profesionalnya. Meliputi
menghindari konflik kepentingan yang tersirat maupun tersurat, menahan diri dari aktivitas yang akan
menghambat kemampuan, menolak hadiah, bantuan, atau keramahan yang akan mempengaruhi segala
macam tindakan dalam pekerjaan, mengetahui dan mengkomunikasikan batas-batas profesionalitas,
mengkomunikasikan informasi yang baik maupun tidak baik, menghindarkan diri dalam keikutsertaan
atau membantu kegiatan yang akan mencemarkan nama baik profesi.
Objectivity of Management Accountant (Objektivitas Akuntan
Manajemen)
Akuntan tidak boleh berkompromi mengenai penilaian profesionalnya
karena disebabkan prasangka, konflik kepentingan dan terpengaruh orang
lain, seperti memberitahukan informasi dengan wajar dan objektif dan
mengungkapkan sepenuhnya informasi relevan. 

Dalam kasus PT Kimia Farma, Kantor akuntan publik melakukan


kesalahan gagal mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan direksi perusahaan padahal sudah menjalankan audit sesuai
prosedur. Itu menunjukkan masih kurangnya kompetensi, ketelitian dan
kehati-hatian akuntan publik tersebut terhadap kecurangan yang
mengakibatkan kerugian bagi kantor akuntan publik tersebut
3. Whistle Blowing
Whistle blower adalah seorang pegawai (employee) atau karyawan dalam suatu organisasi yang
melaporkan, menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan ataupun adanya praktik yang
menyimpang dan mengancam kepentingan publik di dalam organisasinya dan yang memutuskan
untuk mengungkap penyimpangan tersebut kepada publik atau instansi yang berwenang. Whistle
bowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
4. Whistle blowing internal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian
melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya.
2. Whistle blowing eksternal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu
membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.

Pada kasus PT Kimia Farma, Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan
berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated
persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya
penggelembungan dana yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik
para investor untuk menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Prinsip-prinsip Etika Bisnis

1. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi pada etika bisnis adalah kemampuan dan sikap seseorang
saat mengambil tindakan dan keputusan yang berdasarkan kesadarannya
sendiri mengenai apa yang dianggapnya baik yang bisa dilakukan. Jika
orang sadar dalam melakukan kewajibannya dalam berbisnis maka
dikatan orang tersebut sudah memiliki prinsip otonomi dalam beretika
bisnis.

Dalam kasus PT Kimia Farma, auditor sudah melakukan tindakan yang


tepat dengan mengaudit laporan keuangan sesuai standar audit yang
belaku tetapi perusahaan melakukan kecurangan dengan melakukan
pencatatan ganda atas penjualan pada unit-unit yang tidak disampling
oleh auditor sehingga tidak berhasil terdeteksi.
2. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam
mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola
dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-
pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam
aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri
sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh
setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis
yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.

Dalam kasus ini, ada permasalahan yang melanggar prinsip kejujuran yaitu Pada audit
tanggal 31 desember 2011, manajemen kimia farma melaporkan adanya laba bersih yaitu
sebesar RP 132 MILYAR, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuannakota dan
mustofa. Namun menurut kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih
tersenbut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Sehingga karena kasus ini
permasalahan ini diselidiki oleh BAPEPAM
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk selalu berlaku adil kepada semua pihak tanpa
membeda-bedakan, baik itu terkait masalah ekonomi, hukum, sosial, ataupun masalah
lainnya. Singkatnya, prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara
sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta
dapat dipertanggung jawabkan.

Pada kasus ini PT Kimia Farma melaporkan pada audit tanggal 31 Desember 2011 adanya
laba bersih sebesar 132 milyar namun menurut kementerian BUMN dan BAPEPAM
laporan laba rugi tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa, Setelah
dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001
disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada
laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56
miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah
dilaporkan. Diduga penggelembungan dana tersebut dilakukan untuk menarik investor
agar menanamkan modalnya di PT kimia Farma, dalam kasus ini PT kimia Farma
mengabaikan prinsip keadilan karena telah melakukan penggelembungan dana hanya
untuk menarik investor dan tidak memikirkan resiko nya.
4. Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle)
Prinsip saling menguntungkan berarti bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan memberikan manfaat
bagi semua pihak. Prinsip saling menguntungkan ini terutama mengakomodasi sifat dan tujuan
bisnis itu sendiri.
Dalam praktiknya, prinsip ini terjadi dalam proses bisnis yang baik di mana pengusaha ingin
mendapat untung dan konsumen ingin mendapatkan barang atau jasa yang memuaskan. Dalam
kasus PT Kimia Farma prinsip tersebut tidak terlaksana atau tidak dijalani karena hanya
menguntungkan sebelah pihak yaitu pihak manajemen saja yang mendapatkan keuntungan lebih
atas kecurangannya yg nilainya milyaran rupiah.

5. Prinsip Integritas Moral


Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan
dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus
dihormati harkat dan martabatnya.
Pada dikasus ini, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu sebesar Rp 132
milyar, pada tanggal 31 Desember 2011, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM). Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Kemudian dilakukan audit ulang, keuntungan
yang di dapatkan menjadi Rp. 99,56 miliar.
3 Ukuran Moralitas Dalam Bisnis (Bertens 2013)

1. Hati Nurani
Hati nurani merupakan norma moral yang penting, tetapi
sifatnya subyektif, sehingga tidak terbuka untuk orang lain.
Pertanyaan apakah hati nurani mengizinkan atau tidak,
hanya bisa dijawab oleh orang bersangkutan.
Pada kasus ini PT Kimia Farma tidak mempunyai hati nurani
karena telah melakukan kecurangan dengan melakukan
pencatatan ganda pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi adanya
kecurangan yang dilakukan oleh PT kimia Farma.
2. Kaidah Emas
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah
mengukurnya dengan Kaidah Emas (positif), yang berbunyi : "Hendaklah
memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan"
mengapa? Karena tentunya siapapun menginginkan dirinya diperlakukan dengan
baik. Namun orang tersebut akan berperilaku dengan baik (dari sudut pandang
moral). Rumusan Kaidah Emas secara negatif : "Jangan perlakukan orang lain, apa
yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri Anda". Dari kaidah ini
terjadi bahwa seseorang tidak konsisten dalam tingkah laku, bila dia melakukan
sesuatu terhadap orang lain, dia tidak mau akan sesuatu yang buruk dilakukan
terhadap dirinya. Namun, dia berperilaku dengan cara yang tidak baik (dari sudut
pandang moral).
Dalam kasus PT. KIMIA FARMA sangat jauh dari kaidah emas, karena kesalahan
audit mengakibatkan banyak org terloibat dan terjadinya kerugian yang snagat
besar pada perusahaan. Dan kesalahan pada audit pun nominalnya snagat lah besar.
3. Penilaian Umum
Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada
masyarakat umum untuk menilai. Cara ini bisa disebut juga audit
sosial. Sebagaimana melalui audit dalam arti biasa sehat tidaknya
keadaan finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga kualitas
etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.
Pada kasus PT Kimia Farma, dikenakan denda sebesar Rp 500 juta,
direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner
HTM yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah.
Karena tidak berhasil mengatasi resiko audit dalam mendeteksi
adanya penggelembungan laba.
Lima Prinsip Dasar Etika Untuk Akuntan

1. Integritas : Bersikap Lugas dan Jujur Dalam Semua Hubungan


Profesional dan Bisnis.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Dalam kasus ini, bertolak belakang sekali dengan prinsip integritas.
Karena ada pemalsuan audit laba suatu perusahaan yang menyebabkan
kerugian. Sehingga disini pekerja tidak professional atas perkejaannnya.
2. Objektivitas : tidak mengompromikan pertimnbangan professional atau
bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak
semestinya ari pihak lain.
Mewajibkan seluruh anggota bersikap adil, jujur secara intelektual, tidak
memihak, tidak berprasangka atau bias, bebas dari benturan kepentingan
atau pengaruh yang tidak sepantasnya dari phak lain.
Setiap anggota diharuskan menunjukkan objektivitasnya dalam berbagai situasi
dalam menjalankan kewajibannya dan menghidari yang dapat mengurangi
pertimbangan professional atau bisnisnya.
Akuntan professional mungkin dihadapkan pada situasi yang bisa saja
mengganggu objektivitasnya, namun semua anggota tidak akan memberikan
layanan professional jika suatu keadaan atau hubungan menyebabkan terjadi
bias atau dapat memberi pengaruh yang berlebihan pada pertimbangan
profesionalnya.
3. Kompetensi dan kehati-hatian profesional-untuk :
Mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional
pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau
organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang
kompeten, berdasarkan standar profesional dan standar teknis terkini
serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan
standar teknis yang berlaku.
Dalam kasus ini, PT Jiwasraya auditor sudah berusaha memenuhi standar
profesional dan standar teknis dengan mengaudit sesuai prosedur yang
berlaku tetapi gagal karena kurangnya kehati-hatian dan ketelitian dari
perusahaan yang berusaha mencurangi laporan keuangan sehingga
berhasil tidak terdeteksi oleh auditor.
4. Kerahasiaan : menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh dari hasil hubungan professional dan bisnis.
Akuntan mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan
antar anggota dan klien pemberi kerja berakhir
Dalam kasus PT Kimia Farma kerahasiaan ini sudah terjalani,
namun karena adanya kecurigaan akhirnya kecurangan itu
terungkap dan akhirnya pun kerahasiaan itu tidak lagi
terlaksana.
5. Perilaku professional : mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan menghindari perilaku apapun yang iketahui oleh akuntan mungkin akan
mendiskreditkan profesi akuntan.
Mematuhi peraturan perundang - undangan yang berlaku dan menghindari perilaku
apapun yang diketahui oleh akuntan mungkin akan mendiskreditkan profesi
akuntan. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima
jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Dalam upaya memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaan, akuntan
profesional sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik profesi. Akuntan wajib
mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya.
Pada kasus ini Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM) selaku audit tidak bisa melakukan
perilaku yang profesional karena tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma,
walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
Kesimpulan

Berkaca dari kasus PT Kimia Farma, kita dapat melihat bahwa etika dan bisnis
sebagai dua hal yang berbeda. Memang, beretika dalam berbisnis tidak akan
memberikan keuntungan dengan segera, karena itu para pelaku bisnis harus belajar
untuk melihat prospek jangka panjang. Kunci utama kesuksesan bisnis adalah
reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan
pihak lain.
Adanya kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma ini sangat berdampak negative pada
peran akuntan public dimana muncul suatu keraguan oleh banyak pihak dalam
mengaudit atau memeriksa laporan keuangan. Tentunya hal ini sangat menyinggung
etika profesi akuntan yang seharusnya menjadi pedoman para akuntan public dalam
melaksanakan pekerjaannya tetapi tidak diterapkan oleh para akuntan publik. Pada
akhirnya kepercayaan masyarakat menurun terhadap jasa para akuntan publik.
Ketidakpercayaan terhadap peran akuntan publik mengakibatkan adanya penolakan
keterlibatan akuntan publik dalam pemeriksaan pajak dimana hal tersebut sangat
mencoreng nama baik profesi akuntan publik di mata masyarakat.
Menurut kami, kasus seperti yang terjadi pada PT Kimia Farma ini perlu mendapatkan
perhatian dan dijadikan sebagai pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan yang lain,
bukannya dijadikan bahan untuk memberikan cap negative bagi orang lain. Penegakan
etika bisnis paling mudah diterapkan dari perusahaan itu sendiri. Pemimpin perusahaan
memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya sendiri. Selain itu
etika bisnis harus dilakukan secara transparan. Budaya transparansi dapat ditegakkan
melalui beberapa upaya, misalnya adanya penegakkan budaya berani bertanggung jawab
atas segala tingkah lakunya dimana individu yang mempunyai kesalahan jangan
bersembunyi di balik institusi memang pada kenyataannya untuk menyatakan kebenaran
kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk
menyatakan pendapat, memperjelas ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja,
bukan berdasarkan kedekatan dengan atasaan melainkan berdasarkan kinerja yang ada,
visi dan misi perusahaan haruslah jelas sehingga mencerminkan tingkah laku organisasi.
Pemimpin perusahaan pun harus mampu membedakan antara kepentingan perusahaan
dengan dengan kepentingan pribadinya sehingga tidak memancing terjadinya tindakan
yang tidak mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai