Pendahuluan Maknanya,
“Tidaklah aku
ibadah
ciptakan jin dan
merupakan
manusia
bagian penting
melainkan
dalam
untuk
kehidupan
beribadah”
manusia.
Islam merupakan
agama yang
PRINSIP- mudah, fleksibel,
PRINSIP ringan dan toleran.
KEMUDAHAN
DALAM Tidak muncul suatu
IBADAH kesulitan
melainkan akan
ada kemudahan.
• Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang
menyatakan bahawa Allah menginginkan
manusia mudah menjalakan agama,
demikian pula dengan hadits-hadits
Rasulullah diantaranya:
• Firman Allah:
ِ ض َر َر َواَل
• ض َرا َر َ اَل
“Jangan memudharatkan dan jangan pula kamu dimudharatkan”.
(HR. Baihaqi)
IBADAH DALAM KEADAAN SAKIT
Sakit dianggap sebagai uzur syar’i yang membolehkan orang sakit mendapat
keringanan dalam beribadah, terutama :
1. Apabila sakit itu menyebabkan ia sangat sulit beribadah, seperti sakit dalam
bentuk luka yang terdapat pada anggota wudhu’, dimana jika ia dibasuh akan
menyebabkan luka tersebut infeksi dan kemungkinan akan menjadi lambat
sembuhnya.
2. Jika orang yang sakit itu menggunakan peralatan-peralatan medis tertentu, yang
tidak mungkin dilepaskan setiap kali beribadah seperti infus pada tangan, atau
kateter yang langsung bersambung dengan kandung kemih dan peralatan-peralatan
lain. Keadaan seperti ini menyebabkan orang yang sakit boleh menyesuaikan ibadah
dengan keadaannya sekalipun terdapat aturan-aturan yang ringan.
Bersuci artinya :
Menghilangkan najis
atau mengangkat
TATACARA hadats yang terdapat
BERSUCI pada badan, pakaian
maupun tempat,
ORANG sehingga seseorang
dapat melaksanakan
SAKIT ibadah, karena suci dari
najis merupakan syarat
sah suatu ibadah.
Bersuci yang paling utama itu
adalah dengan air. Namun jika
air tidak ada, atau tak dapat
menggunakannya karena sebab
tertentu seperti:
1. Jumlah airnya yang sangat
sedikit, atau dibutuhkan
untuk minum, maka boleh
menggantinya dengan
tayammum.
2. Terdapat penyakit atau luka
yang menyebabkan orang
sakit itu tidak dapat
menggunakan air.
• Bersuci Dengan Air
• Bersuci dengan
benda padat seperti
Bersuci batu dan lainnya.
Dari Najis • Menggunakan
Tanah
Hadats Kecil
• Hadats kecil adalah hadats yang
terjadi disebabkan seseorang
tidak berwudhu. Secara zahir ia
tampak bersih, namun secara
hukum ia disebut berhadats.
Bersuci Orang yang berhadats kecil tidak
dapat melakukan shalat sehingga
ia berwudhu’ firman Allah;
Dari • Artinya; “Wahai orang-orang
beriman apabila kamu ingin
Hadats melaksanakan shalat, maka
basuhlah wajahmu dan kedua
tanganmu sehingga sikut, dan
sapulah sebahagian kepalamu dan
basuhlah kedua kakimu sehingga
mata kak”i. (QS.Al-Maidah, 6)
Hadats Besar
• Hadats besar merupakan keadaan
diri manusia disebut kotor karena
terjadi beberapa sebab yang
mewajibkan mandi seperti jima’
(hubungan suami istri)’,
mengeluarkan mani, haid dan nifas.
Orang yang berhadats besar wajib
membersihkan diri dengan cara
mandi sebagaiman firman Allah;
“Dan janganlah kamu melaksanakan
shalat sehingga kamu mengerti apa
yang kamu katakan, dan begitu pula
orang yang junub masuk masjid kecuali
menyeberangi jalan sehingga mereka
mandi. (QS. Al-Maidah, 6)
Apabila ia tidak dapat
menggunakan air
disebabkan sakit atau
luka pada bahagian
tertentu atau sakit yang
dikhawatirkan lambat
Namun sembuhnya jika
mengguanakan air,
maka ia boleh
berpindah kepada
tayammum.
Berwudhu’ artinya
menyampaikan air ke
seluruh anggota wudhu’
yaitu wajah, dua tangan
sehingga siku, sebahagian
Berwudhu’ kepala dan mambasuh kaki
sehingga mata kaki
Bagi Orang sebagaimana dijelaskan
dalam ayat diatas. Maka
Sakit seseorang yang mampu
berwudhu’ sesuai dengan
aturan tersebut, ia wajib
mengikutinya.
Jika ada halangan yang
menyebabkan seseorang
tidak dapat membasuh
sebahagian atau keseluruhan
dari anggota wudhu’ itu
dikarenakan adanya penyakit
atau luka, dimana jika ia
Namun tetap membasuhnya akan
mendatangkan mudharat
dalam bentuk kecacatan,
atau lambat sembuhnya
penyakit, maka ia boleh
meninggalkan membasuh
kawasan luka tersebut.
Adapun caranya sebagai
berikut:
Membasuh yang sehat dan
mengusap bahagian yang
sakit
• Orang yang sakit yang tidak
dapat menggunakan air
disebabkankan terluka dan
“Sengaja aku
Mengambil debu
bertayammum untuk Mengusapkan
dengan dua telapak
membolehkan shalat kewajah dengan rata
tangan
karena Allah taala”
Mengusap kedua
Mengambil debu tangan sampai sikut di
Tertib
kembali mulai dengan tangan
kanan
Shalat Dalam Keadaan Sakit
2
ditempat tidur, baik
dengan cara bersimpuh,
bersila maupun
selonjoran. Apabila
memungkinkan untuk
menghadap kiblat, maka
wajib baginya menghadap
kiblat. Tapi jika tidak maka
ia boleh menghadap
kearah mana saja
• Shalat di atas
kursi
Shalat diatas kursi
sama halnya dengan
3
shalat ditempat tidur
dengan menjulurkan
kaki, dengan
demikian tata
caranya juga sama
yaitu orang yang
shalat cukup
membungkukkan
badan untuk Ruku’
dan sujud.
• Shalat Dalam Keadaan
Berbaring
• Apabila orang yang sakit
tidak dapat duduk, maka
ia boleh shalat dalam
keadaan berbaring dengan
4
cara manaikan sedikit
bahagian kepala tempat
tidur sehingga ia berada
dalam posisi bersandar,
boleh juga dibantu dengan
sandaran tertentu seperti
bantal dan lain
sebagainya. Kemudian
selonjorkan dengan
mengarah kearah kiblat.
• Shalat dalam keadaan
miring
• Shalat juga dapat dilakukan
dengan posisi miring, dimana
orang sakit diarahkan kearah
kiblat dengan cara miring ke
sebelah kanan badan.
Adapun tata cara dan
gerakan-gerakan seperti
takbir, tahayat dan lain
5
sebagainya boleh ia lakukan
sesuai dengan kemampuan.
Sedangkan ruku’ dan sujud
cukuplah dengan
memberikan isyarat
menggunakan kepala
• Shalat Dengan Isyarat
• Jika orang yang sakit tidak
mampu lagi melaksanakan
shalat dengan telentang
atau miring, maka ia boleh
6
melakukan shalat dengan
isyarat. Yaitu dengan cara
menggerakan anggota
badan tertentu seperti
mata, jari dan lainnya. Ia
bisa memberikan isyarat
dengan cara memejamkan
mata untuk ruku’ dan
kemudian memejamkannya
sekali lagi lebih lama untuk
sujud.
• Menjama’ shalat bagi orang
sakit
• Kemudahan lain yang
diberikan Islam dalam
melaksanakan shalat bagi
orang yang sakit adalah
boleh menjama’ dua shalat
sekiranya untuk shalat
disetiap waktu itu sulit
dilakukan. Dengan cara
memilih yang termudah
antara jama’ takdim yaitu
zuhur dan asar yang
dikerjakan pada waktu zuhur,
atau jama’ takhir zuhur dan
asar yang dikerjakan pada
waktu Asar, begitu pula
halnya magrib dan Isya.
Sedangkan shalat subuh ia
tidak boleh di jama’.