Anda di halaman 1dari 52

Critical Care

pada Pasien
dengan Status Konvulsi
Oleh :
Regina Jade C - 42200478

Pembimbing :
dr. Dyah P. Sekarmeranti, Sp.An
• Seizure adalah gejala klinis yang berupa gangguan fungsi motorik,
sensorik, otonom maupun psikis akibat terjadinya renjatan listrik sel
neuron otak secara eksesif dan mendadak akibat gangguan sel neuron
di otak.

• Kejang adalah seizure yang berupa gejala motorik dapat berupa


kejang tonik, klonik, atau tonik-klonik.
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan
berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal (hilang timbul)

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari


bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan
sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran disebabkan oleh
hiperaktivitas sekelompok sel saraf di otak
Status Epileptikus/Konfulsifus adalah bangkitan yang berlangsung
lebih dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana
diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran.
Pedoman tatalaksana Epilepsi Pokdi Epilepsi Perdossi - CIM 1st Edition- 2009

• Namun, kebanyakan kejang klinis dan elektrografi berlangsung selama <5 menit dan kejang yang berlangsung
lebih lama bahkan seringkali tidak berhenti secara spontan.
• Oleh karena itu, untuk alasan praktis, klinis dan / atau persisten aktivitas kejang elektrografi selama 5 menit
atau lebih harus dianggap SE (Status Epileptikus) dan diperlakukan sesuai guideline (Gupta, 2016).
Klasifikasi Status Epileptikus
Status epileptikus konvulsi
• Adalah bangkitan berdurasi lebih dari 5 menit atau bangkitan
berulang 2x atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.
Status epileptikus non konvulsi
• Adalah kondisi saat aktivitas bangkitan EEG memanjang dan
memberikan gejala klinis non motoric termasuk perubahan perilaku.
Klasifikasi SE ILAE 2015
Klasifikasi SE ILAE 2015
Definition GCSE
• Generalised convulsive (tonic-clonic) status
epilepticus is defined as a generalised convulsion
lasting 30 minutes or longer,

• or repeated tonic-clonic convulsions occurring


over a 30 minutes period without recovery of
consciousness between each convulsion.
Recently
GCSE Definition
a more aggressive definition has been suggested as
• (1) continuous seizing for 5 or more minutes, or
• (2) two or more seizures with an incomplete recovery
of consciousness between episodes.

Many believe that a shorter period of seizure activity


causes neuronal injury.
Etiologi
• Idiopatik: etiologi tdk diketahui, tdk terdapat lesi
struktural di otak, tdk ada defisit neurologik.
Diperkirakan: genetik.
• Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh lesi
struktural otak, ex: cedera kepala, infeksi SSP, tumor
otak, dll
• Kriptogenik: dianggap simptomatik, tetapi belum
diketahui penyebabnya, ex: West Syndrome, Lennox-
Gestaut Syndrome.
Generalized convulsive status epilepticus
etiology in adults
• ACUTE • CHRONIC OR REMOTE
Brain hypoxia Pre – existing epilepsy
Cerebrovascular accident Subtherapeutic antiepileptic
Subtherapeutic drug levels
anticonvulsan Alcohol or drug abuse
Alkohol W, drugs toxicity Drug withdrawal
(benzodiazepine )
Hypoxia Previous brain surgery
Brain neoplasm Previous cardiovascular
Head trauma accident
Metabolic encephalopathy Head trauma
Central Nervous System Brain infections
Infection Post encephalophaty
Pregnancy:eclampsia Progressive Neurological
diseases
Penderita epilepsi tanpa Pengobatan yang tiba-tiba
pengobatan atau dosis dihentikan atau gangguan
pengobatan yang tidak penyerapan GIT
memadai
Faktor pencetus

Keadaan umum yang Pengunaan atau withdrawal


menurun akibat stres psikis, alkohol, drug abuse, atau
atau stres fisik. obat-obat anti depresi
Patofisiologi
Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan antara pengaruh inhibisi dan eksitatori
pada otak
Patofisiologi
• Status epileptikus terjadi akibat kegagalan mekanisme untuk membatasi penyebaran kejang baik
karena aktivitas neurotransmiter eksitasi yang berlebihan dan atau aktivitas neurotransmiter
inhibisi yang tidak efektif. Neurotransmiter eksitasi utama tersebut adalah neurotran dan
asetilkolin, sedangkan neurotransmiter inhibisi adalah gamma-aminobutyric acid

• Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan


neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang.

• Jika gangguan aktivitas listrik ini terbatas pada area otak tertentu , maka dapat menimbulkan
kejang yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di seluruh area otak
maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum (Guidelines for Seizure Management,
2010).
PATHOPHYSIOLOGY

IMBALANCE

excess
excitation Mostly
failure
of inhibitory
Glutamate
NMDA receptor seizures processes.

terminate

spontaneously
Propagation seiz Injury neuronal cell
Increased intracelluler reduced inhibition
Ca Loss/damage
GABA
neuronal cell
Hipokampus
SE Cortex
thalamus
Patofisiologi
peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron

merangsang sel neuron lain untuk bersama-sama


melepaskan muatan listriknya

kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk


melepaskan muatan listrik yang berlebihan

berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino


butirat [GABA]

Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan


aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang
Glutamat
Eksitasi Aspartat
Norepinefrin
Gamma Asetilkolin
amino
butyric acid Inhibisi
(GABA)

eksitasi yang berlebihan dan berlangsung


terus-menerus
Status epileptikus
akibat proses inhibisi yang tidak
sempurna
PHYSIOLOGIC CHANGES
during GCSE
• PHASE I • PHASE II

30’ : Start Failing


0 – 30’ : Remain Intact  Cerebral autoregulation reduced
 Extreme adrenaline or noradrenaline  Decreased CBF
release  Respiration depressed
 CBF and metabolism increase  Cardiac arrhythmia
 Hypertension  Hypotension
 Hiperglikemia  Hipoxia
 Cerebral edema
 Hyperpyreksia
 Hypoglycemia
 Hyperventilation  Hyponatremia
 Tachycardia  Kidney failure
 Lactic asidosis increased  Rhabdomyolysis
 DIC
 Lactic acidosis decreased
Research :neuronal loss
PATHOPHYSIOLOGY after focal or generalized SE is linked to
GCSE Lactic
the abnormal neuronal discharges
acidosis

Temperature
increase
following the vigorous
muscle activity
 Systemic effects
(hypertension, tachycardia,
arrhythmias, hyperglycemia)
result from the catecholamine
accompanies the seizures.

hippocampus especially vulnerable to damage


cerebral blood flow and oxygenation
be preserved or even elevated early
Cerebral metabolic demand increases greatly with GCSE;
Gambaran Klinis
• gerakan tubuh tiba-tiba yang bergetar dengan tidak terkendali disertai
dengan  gangguan metabolisme seperti :
• uremia
• hipoglikemia
• Hiperglikemia
• gagal hati
• toksik seperti overdosis dan sindrom withdrawal
• infeksi seperti meningitis dan ensepalitis

(Pedley, 2008).
Tanda khas epilepsy
parsial sederhana
• Rata – rata kejang berlangsung selama 10 – 22
detik
• Serangan pertama biasa terjadi antara usia 5-10
tahun
• Kesadaran tidak terganggu
• Dapat mencakup satu atau lebih :
- Tanda motoris : kedutan pada wajah atau salah
satu sisi
- Tanda atau gejala otonomik : muntah,
berkeringat, muka merah, dilatasi pupil
- Gejala somato-sensorik : mendengar music,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia
- Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramic
- Kejang tubuh : umumnya setiap gerakan sama
Tanda khas epilepsy
parsial kompleks

Kejang ini dapat didahului oleh kejang


parsial sederhana dengan atau tanpa
aura, disertai dengan gangguan
kesadaran atau sebaliknya, mulainya
kejang parsial kompleks ini dapat
bersamaaan dengan keadaan kesadaran
berubah
Aura terdiri dari rasa tidak enak pada
epigastrium, atau ketakutan
Dapat mencakup gerakan otomatik :
mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah
Dapat tanpa otomatisme : gerakan
terpaku
Tanda khas epilepsy parsial berkembang
menjadi umum

• kejang bermula pada ibu jari yang dapat menjalar ke


jari lainnya, kemudian ke pergelangan tangan, ke
lengan bawah, lengan atas, muka, kemudian ke
tungkai dan kaki.
• Setelah kejang ,sesekali dijumpai bahwa otot yang
terlibat lemah. Kelemahan ini umumnya pulih setelah
beberapa menit atau jam.
GENERAL SEIZURES

 Melibatkan beberapa titik bangkitan (lobus epileptogenik) dan


dengan cepat terdistribusi secara bilateral dalam jaringan
 Dapat terjadi pada kortikal, subkortikal namun belum tentu
melibatkan seluruh korteks
FOCAL SEIZURES

Terjadi pada satu


hemisphere atau
lobus (terloklisasiatau
terdistribusi secara
luas )
Tanda khas epilepsy
absence • dikenal juga dengan nama petit mal, lena khas,
lena sederhana (simple absence) atau lena murni
(pure absence).
• Serangan petit mal berlangsung singkat hanya
beberapa detik 5-15 detik.
• Penderita tiba-tiba berhenti melakukan apa yang
sedang ia lakukan (misalnya makan, bermain,
berbicara, membaca)
• Ia memandang kosong, melongo (staring). Pada
saat itu ia tidak bereaksi bila diajak bicara atau
bila dipanggil, Karena ia tidak sadar
• Setelah beberapa detik ia kemudian sadar dan
melanjutkan lagi apa yang sedang ia lakukan
sebelum serangan terjadi
Tanda khas epilepsy mioklonik
Epilepsy masa anak ditandai
dengan :
• kejang berulang yang terdiri dari
kontraksi otot ,
• sering kontraksi otot simetris
dengan kehilangan tonus tubuh
dan jatuh atau menelungkup ke
depan.
Tanda khas epilepsy
tonik klonik umum
Nama lain : Bangkitan grandma atau bangkitan mayor
(serangan besar).
Serangan grandma yang khas adalah :
-penderita secara mendadak menghilang kesadarannya
-kejang tonik (badan dan anggota gerak menjadi kaku) . fase
kejang tonik ini berlangsung selama 20-60 detik.
- kejang klonik (badan anggota gerak berkejut-kejut,
kelonjotan). Biasanya fase klonik ini berlangsung kira – kira 40
detik, tetapi dapat lebih lama
-Bila penderita sedang berdiri sewaktu serangan mulai, ia
akan jatuh seperti benda mati( koma). Fase koma ini biasanya
berlangsung kira – kira 1 menit.
Setelah itu penderita tertidur, yang lamanya bervariasi, dari beberapa
menit sampai 1 - 3 jam.
Bila dibangunkan ia mengeluh sakit kepala, dan ada pula yang tampak
bengong.
Status Status
Epileptikus Epileptikus
Mioklonik Non Konvulsif

Status
Status
Epileptikus
Epileptikus
Parsial
Tonik
Sederhana

Status Status
Epileptikus Manifestasi Epileptikus
Tonik-Klonik Klinis Parsial
Umum Kompleks
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)

• Bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam
mengakibatkan kerusakan.
• Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik
umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.
• Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan
otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.
• Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya
takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang.
Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan
pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
• Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.
• B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
• Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase
tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
• C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
• Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran
tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan
gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
• D. Status Epileptikus Mioklonik
• Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus
menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe
dari status epileptikus jarang pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk,
tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
COMPLICATION

Acidosis Pneumonia/
Hyperthermia
 aspiration

Rhabdomyolysis Neurologic

 Direct
Renal failure
 excitotoxic injury
complication

Arrhythmias Epileptogenic foci

Trauma
Synaptic reorganization

Impaired V/Q matching Impaired protein synthesis


CRITICAL CARE / TATALAKSANA
• Tujuan utama pengobatan adalah untuk segera berhentikan aktivitas kejang
klinis dan elektrografik.

Strategi pengobatan meliputi:


• Penilaian dan pengelolaan simultan dari jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
• Pengobatan obat antiepilepsi darurat (AED) untuk menghentikan aktivitas
kejang
• Skrining untuk penyebab SE
• Pengobatan segera penyebab SE yang mengancam jiwa(misalnya,
hipoglikemia, hiponatremia, meningitis,lesi massa intrakranial)
• Mencegah kekambuhan kejang.
• Semua pasien harus menjalani terapi inisial yang komprehensif dengan
pemeriksaan khusus sesuai situasi klinis.
• Evaluasi neurologis terperinci termasuk:deskripsi kejang yang sedang
berlangsung, otomatisme,defisit fokal, perubahan pupil dan tingkat kesadaran.
• Pemasangan kanula intravena (IV) besar dan suplementasi oksigen.
• Perlindungan jalan napas
• Pemberian cairan vasopresor resusitasi diperlukan untuk menghindari
hipotensi (tujuan pengobatan: darah sistolik >90 mmHg atau mean blood
pressure >70mmHg).
Penanganan SE konvulsi Pertahankan patensi jalan napas dan
Stadium I (0-10 resusitasi, berikan oksigen, periksa
menit) fungsi kardiorespirasi, pasang infus

- Pemeriksaan status neurologic


- Pengukuran tekanan darah, nadi, respirasi rate dan suhu
- Monitor status metabolic, AGD dan status hematologi Mengambil 50-
100 cc darah untuk pemeriksaan laboratorium (AGD, Glukosa, fungsi ginjal
dan hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap hematologi, waktu
Stadium II (0-30 pembekuan dan kadar OAE), pemeriksaan lain sesuai klinis
menit) - Pemeriksaan EKG
- Memasangi infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9%. Bila akan
digunakan 2 macam OAE pakai jalur infus
- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 0.2 mg/kg dengan kecepatan
pemberian 5 mg/menit IV dapat diulang bila kejang masih berlangsung
setelah 5 menit
- Berilah 50 cc dextrose50% pada keadaan hipoglikemia
- Pemberian tiamin 250 mg intervena pada pasien alkoholisme
- Menangani asidosis dengan bikarbonat
Penanganan SE konvulsi - Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus setelah pemberian lorazepam /
Stadium III (0-60 menit) diazepam, beri phenytoin iv 15 – 20 mg/kg dengan kecepatan < 50
mg/menit. (monitor tekanan darah dan EKG pada saat pemberian)
- Atau dapat pula diberikan fenobarbital 10 mg/kg dengan
kecepatan < 100 mg/menit (monitor respirasi pada saat pemberian)
- Memulai terapi dengan vasopressor (dopamine) bila diperlukan
- Mengoreksi komplikasi

Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, pasien dipindah
ke ICU,
Stadium IV (30-90 menit) -diberi Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau
Thiopenton (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG
terakhir.
-monitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial,
-memulai pemberian antiepilepsi rumatan jangka panjang
TERAPI SE KONVULSI

SE Dini SE Menetap SE Refrakter

5 menit 30 menit

Pra hospital IGD ICU

Diazepam rectal SE Dini SE Menetap SE Refrakter


10-20 mg, dapat 0-30 menit 0-60 menit 30-90 menit
diulang sekali Lorazepam iv 0.1 Phenytoin iv dosis 15-18 Propofol 1-2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2-10
setelah 15 menit mg/kgBB (diberikan 4 mg mg/kg dengan kecepatan mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol
ATAU bolus, diulang satu kali pemberian 50 mg/mnt ATAU
Midazolam buccal setelah 10-20 menit) DAN ATAU Midazolam 0.1-0.2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0.05-
10 mg Berikan OAE yang biasa bolus Phenobarbital 10-15 0.5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol
digunakan bila pasien mg/kg iv dengan kec ATAU
sudah pernah mendapat pemberian 100 mg/mnt Thiopental sodium 3-5 mg/kg bolus, dilanjutkan
terapi OAE 3-5 mg/jg/jam dititrasi naik sampai terkontrol

Monitoring EEG

Observasi jalan napas, tekanan darah, temperatur, akses IV, pemeriksaan kimia darah, darah lengkap, glukosa, elektrolit, kadar OAE,
toksikologi

* Pedoman Tata Laksana Epilepsi PERDOSSI 2014


TERAPI SE NON-KONVULSI
Tipe Terapi Pilihan Terapi Lain
SE Lena Benzodiazepin IV/Oral Valproate IV
SE Parsial Complex Klobazam Oral Lorazepam/Fenintoin/F
enobarbital IV
SE Lena Atipikal Valproat Oral Benzodiazepin,
Lamotrigin, Topiramat,
Metilfenidat, Steroid
Oral
SE Tonik Lamotrigine Oral Metilfenidat, Steroid
SE Non-konvulsif pada Fenitoin IV atau Anestesi dengan
pasien koma Fenobarbital tiopenton,
Penobarbital,Propofol
atau Midazolam
OAE dan efek sampingnya
Obat FDA-Labeled Efek Samping
Indication
Minor (Terkait Dosis) Idiosinkrasi/Mengancam Jiwa

Carbamazepine Partial epilepsy, Ataksia, diplopia, dizziness, nyeri Ruam morbiliform, agranulositosis,
GTC seizures kepala, mual, mengantuk, netropenia, anemia aplastik, efek hepatotoksik,
hiponatremia, kelelahan sindrom steven-johnson, efek
teratogenik, lupus like syndrome

Phenytoin Partial epilepsy, Nistagmus, ataksia, mual, muntah, Jerawat, coarse feceis, hirsutism, lupus-
GTC seizures hipertrofi gusi, depresi, mengantuk, like syndrom, ruam, sindrom steven-
paradoxial increase in seizure, anemia johnson, Dupuytren‘s contracture,efek
megaloblastik hepatotoksik, efek teratogenik

Valprocid Acid Partial and Tremor, berat badan bertambah, Pankreatitis akut, efek hepatotoksik,
general dispepsia, mual, muntah, kebotakan, trombositopenia, ensefalopati, udem
epilepsy teratogenik perifer

Phenobarbital Partial epilepsy, Kelelahan, restlegless, depresi, Ruam makulopapular, eksfoliasi,


GTC seizures Pada anak : insomnia, distractability, nekrosis, epidermal toksik, efek
hiperkinesia, dan irritability hepatotoksik, arthritic changes,
Dupuytren‘s contracture

Clonazepam Partial epilepsy Kelelahan, sedasi, mengantuk, Ruam, trombositopenia


dizziness
Pada anak : agresi, hiperkinesia
• Tatalaksana Farmakologis Pasien Kejang meliputi (Setyoahadi dkk, 2012)
:
• Diazepam
Diazepam diduga menekan aktivitas listrik otak melalui peningkatan
aktivitas GABA.
bekerja sebagai anti-kejang dengan menekan semua level
pembentukan aktivitas listrik otak (misalnya, sistem limbik dan retikuler)
Dosis diazepam bisa spesifik secara individual dan perlu hati-hati untuk
menghindari efek samping
Dosis dewasa Diazepam yaitu 0,2 mg/kgBB diberikan 5-10 mg IV P10-20
menit
. • Lorazepam
Dosis dewasa Lorazepam yaitu 0,1 mg/kgBB IV, diberikan perlahan-
lahan sebesar 2 mg/menit
tidak ada dosis maksimum benzodiazepin, tetapi bisa beralih ke obat
yang lain setelah 10 mg total dosis.
Dosis remaja Lorazepam yaitu 0,1 mg/kgBB IV perlahan selama 2-5
menit, ulangi dalam 10-15 menit bila diperlukan.
Dianjurkan tidak melebihi 4 mg/dosis.
• Midazolam
obat alternatif dalam tatalaksana status epileptikus refrakter karena midazolam larut
dalam air
efek obat dapat bertahan sekitar 3 kali lebih lama dari diazepam ke puncak efek EEG.
harus menunggu 2-3 menit untuk mengevaluasi efek obat midazolam sebelum
memulai prosedur atau mengulangi dosis.
Dosis dewasa Midazolam : 0,1 mg/kgBB IV perlahan-lahan sebesar 2mg/menit, tidak
ada dosis maksimum set benzodiazepin, tetapi coba beralih ke agen yang lain setelah
10 mg dosis.
Loading dosis (sebelum infus kontinu) yaitu 0,2 mg/kgBB IV; continuous infus 0,05-2
mg/kgBB/jam atau 10-15 mg IM (ketika akses lainnya sulit).
Intubasi mungkin diperlukan pada kondisi kejang status epileptikus refrakter.
• Fenitoin
Fenitoin bekerja di korteks motor, obat ini dapat menghambat penyebaran
aktivitas kejang.
Aktivitas listrik di pusat batang otak yang bertanggung jawab untuk fase tonik
dari kejang grand mal juga dapat dihambat.
Dosis dewasa Fenitoin yaitu loading dosis 18-20 mg/kgBB (PO/IV). Supaya
memperkecil risiko hipotensi, maka pemberian harus perlahan.
 Dosis parenteral sebaiknya tidak melebihi 50 mg/menit (hipotensi dan aritmia
dapat terjadi).
Jika terdapat kejadian status epileptikus berlanjut, maka dosis dapat
ditingkatkan total 30 mg/kgBB.
Prognosis
• Risiko kematian mendadak individu dengan pengobatan epilepsy 24
kali lebih tinggi pada populasi pada umumnya.
• Penyebab kematian pada epilepsy yang tidak dapat dijelaskan (SUDEP:
Sudden unexplained Death in Epilepsy), Hipotesis termasuk
didalamnya arrytmia, asphyxia, dan gagal napas merupakan perkiraan
antara 2% dan 17% dari semua kematian pada individu dengan
epilepsy kemungkinan disebabkan karena SUDEP.
• Factor risiko SUDEP termasuk pengontrolan kejang yang buruk, onset
awal dari kejang, dan riwayat kejang tonik-klonik.
KESIMPULAN
• Pasien dengan status konvulsi sebaiknya dirawat secara intensif karena dapat
menimbulkan perburukan apabila tidak ditangani secara tepat dan segera.
• Konvulsi atau kejang dapat terjadi pada pasien dengan kondisi kelainan pada otak,
trauma serebral dengan hilangnya kesadaran , Space Occupaying lesions (tumor
otak, Malformasi Arteri Vena, Hematoma subdural, Neurofibromatosis), infeksi
cerebral (bakteri atau virus meningitis), radang otak, abses otak, kejang demam
atipikal, faktor genetik seperti kromosom yang abnormal, gangguan pembuluh
darah serebral (hemoragis dan trombosis), asidosis hipoksia, dan riwayat keluarga.
• Sampai sekarang masih ada beberapa teori yang menyebutkan mengenai
mekanisme kejang.
• Terapi konvulsan dan monitoring ketat dibutuhkan pada pasien dengan status
konvulsi yang dirawat di ICU.
DAFTAR PUSTAKA

• American Epilepsy Society. 2006. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2510/ [diakses pada tanggal 20


Desember 2020]
• Clinical Practice Guidelines Series.2009. Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN
• Goldenberg, M.M. 2010. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T., 36:7. 3. French, J.a.
• National Cancer Institute. 2020.
https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancerterms/def/convulsion [diakses pada tanggal 13
Desember 2020]
• Pedley, T. A. 2008. Initial Management of Epilepsy. The new England Journal of Medicine.
• Sherwood L. 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Jakarta: EGC
• Setyohadi, B, dkk. 2012. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam Volume 1. Jakarta : Internal
Publishing.
• Vaughan, C. J. Delanty, N. 2002. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures. Seizures : Medical
Causesand Management.
• Wendy C. Ziai, M.D., M.P.H., Peter W. Kaplan, M.B., F.R.C.P, 2014. Seizures and Status Epilepticus in the
Intensive Care Unit. Edmonton : University of Alberta
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai