Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

“Status Epileptikus”
Dosen Pembimbing :
dr. Linda Carolina, Sp.S

Disusun Oleh:
Alvionita Citra Mayrani
2016730113
Pendahuluan
• Status epileptikus : kondisi kejang berkepanjangan yang mewakili keadaan
darurat medis dan neurologis.
• Menurut International League Against Epilepsy,
Status epileptikus : aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus selama 30
menit atau lebih.1
• Studi berbasis populasi di Richmond, VA, Delorenzo et al., 50,000-200,000 kasus
status epileptikus terjadi setiap tahun di Amerika Serikat.2
• Angka kematian untuk status epileptikus cukup tinggi, sekitar 22%-25% walaupun
dengan terapi obat agresif.
• Aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 60 menit dan usia lanjut adalah
faktor yang berperan memperburuk diagnosis.3
• Berdasarkan gejala kejang yang menyertainya, status epileptikus diklasifikasikan menjadi tiga
yakni status epileptikus konvulsif, status epileptikus non-konvulsif, dan status epileptikus
refrakter.4
• Kejang tonik klonik pada status epileptikus konvulsif menandakan keberlanjutan aktivitas
kejang. Hal ini tidak terjadi pada status epileptikus non konvulsif. 3
• Etiologi terjadinya status epileptikus adalah usia, penyakit cerebrovskular, hipoksia,
gangguan metabolik, alkohol, tumor, infeksi trauma, dan idiopatik. 4
• Pada status epileptikus, baik konvulsif maupun non-konvulsif, tujuan pengobatan adalah
untuk menghentikan secepatnya aktivitas kejang. Diperlukan penatalaksanaan yang agresif.
• Obat yang sering digunakan adalah golongan benzodiazepine, fosfeitoin dan fenobarbital.
• The American Academy of Neurology merekomendasi bahwa semua pasien status
epileptikus juga mendapat tiamin (vitamin B1) dan dektrosa 50%. 3
Definisi

Status epileptikus menurut Epilepsy Foundation of America’s Working


Group on Stastus Epileptic adalah sebagai bangkitan yang berlangsung
lebih dari 30 menit atau dua/lebih bangkitan, dimana diantara dua
bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang
harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.5
Epidemiologi
• Jumlah kasus status epileptikus di Amerika Serikat berdasarkan studi
epidemiologi yaitu sekitar 102.000-152.000 episode per-tahun dan
sebanyak 55.000 kematian per-tahun telah dikaitkan dengan status
epileptikus.1
• Status epileptikus merupakan keadaan kejang terus menerus, dengan
kejadian tahunan berkisar 10-86 per 100.000 orang.6
Etiologi
Etiologi status epileptikus tergantung usia dan menentukan prognosis. Setelah
usia 60 tahun penyakit serebrovaskular beresiko menimbulkan kejang.
• Penelitian oleh Richmon di Virginia USA, pasien > 60 tahun yang menderita
status epileptikus, 35% di antaranya disebabkan oleh acute cerebrovascular
(CVA). Etiologi lainnya; hipoksia, gangguan metabolik, alkohol, tumor, infeksi
trauma, dan idiopatik.4
• Penelitian di Rochester, Minnesota, USA; dementia ditambahkan dalam
daftar penyebab status epileptikus.
• Penelitian di California juga mengidentifikasi stroke sering menyebabkan
generalized status epilepticus (GSE).4
Klasifikasi7
• Berdasarkan lokasi, awal bangkitan status epileptikus terjadi dari area
tertentu di korteks (Partial Onset) atau kedua hemisfer otak (Generalized
onset)
• Berdasarkan pengamatan klinis, status epileptikus terbagi atas
- konvulsif (bangkitan umum tonik-klonik)
- non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik-klonik).
• Banyak pendekatan klinis yang diterapkan untuk mengklasifikasikan status
epileptikus yaitu;
- status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik)
- status epileptikus parsial (sederhana dan kompleks).
Patofisiologi
• Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologik.
• Aktifitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang
berlebihan tersebut.
• Lesi di mesensefalon, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan
besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.3
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut: 3
• Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan;
• Neuron-neuron hipersensitif, ambang untuk melepaskan muatan menurun,
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan;
• Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam polarisasi berubah) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau
defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA);

mengubah mengganggu
Ketidakseimbangan kelainan pada
keseimbangan asam- homeostasis
ion basa/elektrolit depolarisasi neuron
kimiawi neuron

peningkatan berlebihan
neurotransmitter
eksitatorik/deplesi
neurotransmitter inhibitorik
• Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat
hiperaktifitas neuron.

lepas muatan listrik sel-sel Aliran darah otak


Selama kejang, kebutuhan
saraf motorik dapat meningkat meningkat, respirasi dan
metabolik meningkat
menjadi 1000/detik glikolisis jaringan

Asetilkolin muncul di cairan


serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang
Asam glutamat mungkin
mengalami deplesi selama
aktifitas kejang3
• Status epileptikus dapat menyebabkan cedera otak, khususnya struktur limbik
seperti hipokampus.
• Selama 30 menit pertama kejang, otak masih dapat mempertahankan
homeostasis melalui peningkatan aliran darah, glukosa darah, dan pemanfaatan
oksigen.
• Setelah 30 menit, kegagalan homeostasis dimulai dan mungkin akan berperan
dalam kerusakan otak. Hipertermi, rhabdomyolisis, hiperkalemia, dan asidosis
laktat meningkat sebagai hasil dari pembakaran otot spektrum luas yang terjadi
terus menerus.
• Setelah 30 menit, tanda-tanda dekompensasi lainnya meningkat, yakni hipoksia,
hipoglikemia, hipotensi, leukosistosis, dan cardiac output yang tidak memadai.8
• Merujuk pada respon biokimiawi terhadap kejang, kejang itu sendiri saja nampak
cukup, untuk menyebabkan kerusakan otak.

beri banyak efek; Yang mungkin berhub. dgn aktivasi


↓ Cerebral Blood Flow < 20 terinduksinya Nitrit Oksida NMDA; receptor yang
ml/100g/menit Sintase (iNOS) di dalam menyebabkan kematian sel yang
astrosit dan mikroglia cepat hingga 3-5 menit saja

bereaksi O2 radikal bebas


berlangsunglah mekanisme kerusakan
Aktifasi ini sebabkan pelepasan yang menghasilkan super-
yang dimediasi oleh glutamat - glutamic-
asam amino eksitatorik radical.
mediated excitotoxicity- khususnya di
aspartat & glutamat
hipokampus

• Sementara, konsentrasi kalsium ekstraseluler normal pada neuron-neuron setidaknya 1000 kali
lebih besar daripada intraseluler. Selama kejang, receptor-gated calcium channel terbuka
mengikuti stimulasi reseptor NMDA.

• Peningkatan kalsium intraseluler yang fluktuatif ini akan semakin meningkatkan keracunan sel.
Akibatnya apabila kejang ini terus menerus terjadi, kerusakan otak yang terjadi pun akan semakin
besar.9
Manifestasi Klinis
• Manifestasi klinis status epileptikus berbeda tergantung pada masing-
masing jenisnya.
• Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium
untuk mencegah keterlambatan penanganan.
• Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan
bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei
ditemukan kira-kira 44-74%, tetapi bentuk yang lain dapat juga
terjadi.7
Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum
(Generalized tonic-clonic Status Epilepticus)
• Kejang didahului dengan tonik-klonik umum/kejang parsial yang cepat berubah
menjadi tonik klonik umum.
• Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik
umum tanpa pemulihan kesadaran di antara serangan dan peningkatan frekuensi.7
• Setiap kejang berlangsung 2-3 menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot
aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis
selama fase ini, diikuti oleh hiperpnea dengan retensi CO2.
• Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hiperpireksia mungkin
berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi  penurunan pH
serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
• Aktivitas kejang sampai 5x pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.7
• Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status
Epilepticus)
Ada kalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.8

• Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epilepticus)


Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik
dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.7
D. Status Epileptikus Mioklonik
Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselopati.
Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran.
Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosis yang buruk, tetapi
dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif. 7

E. Status Epileptikus Absens


Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan
dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang
lambat spt menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama.
Mungkin ada riwayat kejang umum primer/kejang absens pada masa anak-anak.
Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat.
Status epileptikus memberikan respon yang baik terhadap Benzodiazepin intravena. 7
• Status Epileptikus Non Konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks karena gejalanya dapat sama.
Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai
perubahan kepribadian dengan paranoid, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive
behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis.
Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status
absens.7

• Status Epileptikus Parsial Sederhana


a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada satu tangan/melibatkan jari-
jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang
mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Variasi dari status somatomotorik ditandai
dengan adanya afasia yang intermiten/gg. berbahasa (status afasik). 7
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan
/suatu sensory jacksonian march.7
• Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang
cukup untuk mencegah pemulihan di antara episode.
Pada SE parsial kompleks juga dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara dan
keadaan kebingungan yang berkepanjangan.
Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi,
tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.
Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit
memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus non-
konvulsif pada beberapa kasus.7
Penegakkan diagnosis
• Gejala klinis yang dapat dilihat secara nyata : kejang dengan tonik, klonik, atau tonik-klonik pada gerakan
tungkai. Pasien mungkin hanya menunjukkan gerakan kejang dengan amplitudo yang kecil pada
wajahnya, tangan, kaki dan sentakan nistagmoid pada kedua matanya. Jika kejang ini berhenti, pasien
akan tetap dalam kondisi tidak sadar dan tidak memberikan respon atau kemungkinan pasien bingung
kemudian kejang kembali terjadi.8
• Pada pemeriksaan neurologis, pasien tidak akan memberikan respon terhadap komando verbal. Dia akan
meningkatkan/menurunkan tonus otot, dengan gerakan yang tidak perlu pada tungkai, dan akan
memperlihatkan refleks Babinski positif. Umumnya, tanda neurologis yang ditemukan bersifat simetris.8
• Kadang-kadang terdapat pasien dengan kebingungan yang menetap, gg. kesadaran, dan mampu
menggerakkan kaki dan berjalan yang dimiliki oleh pasien status epileptikus (status epileptikus non-
konvulsif (complex partial epilepticus)). Pada pasien seperti ini, gambaran hasil EEG yang abnormal dan
terjadi secara persisten dan spesifik, menegakkan diagnosis.8
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting karena mungkin dapat mengungkapkan
tanda neurologis yang abnormal yang mengindikasikan temuan sebagai
berikut:10
• Patologi intrakranial di masa lalu
• Patologi intrakranial yang dialami sekarang
• Perkembangan patologi intrakranial yang dimaksud di atas
EEG dan Pemeriksaan Lainnya
• Pemeriksaan EEG umumnya membantu dalam mengklasifikasikan tipe epilepsi.
• Pada pemeriksaan EEG rutin, tidur dan bangun, hanya terdapat 50% dari seluruh
pasien epilepsi yang akan terdeteksi dengan hasil yang abnormal.10

Tetapi yang harus diingat10


• 10% populasi normal menunjukkan gambaran EEG abnormal yang ringan dan non
spesifik seperti gelombang lambat di salah satu/kedua lobus temporal - menurut
sumber lain terdapat 2% populasi yang tidak pernah mengeluh kejang memberikan
gambaran abnormal pada EEG;
• 30% pasien dengan epilepsi akan memiliki gambaran EEG yang normal pada masa
interval kejang - berkurang menjadi 20% jika EEG dimasukkan pada periode tidur.
• Pencitraan otak, MRI > CT Scan, adalah bagian yang penting dari
penilaian epilepsi tipe fokal, dan di beberapa kasus epilepsi tipe yang
tidak menentu. Mungkin tidak begitu penting pada pasien kejang
umum yang telah dikonfirmasi dengan EEG.
• Pemeriksaan lainnya seperti glukosa, kalsium, dan ECG jarang
memberikan informasi yang dibutuhkan.
• Sulitnya menegakkan diagnosis epilepsi dengan bantuan pemeriksaan
di atas, maka harus meneliti gejala klinis secara seksama untuk
menegakkan diagnosa (tetap memperhatikan hasil dari pemeriksaan
EEG.)10
Penatalaksanaan11
Prinsip:
• Stabilisasi pasien dengan prinsip kegawadaruratan umum (ABC)
• Menghentikan bangkitan dan mencari etiologi simultan
• Mencegah bangkitan ulang/mengatasi penyulit
• Mengatasi faktor pencetus
• Bila setelah menit ke 60 belum teratasi (refrakter), sebaiknya
perawatan dilakukan di ICU
A. Status Epileptikus
Konvulsif
Contoh pemberian phenytoin
• BB : 50 kg.
Dosis fenitoin 15-20 mg/KgBB habis dalam 25-50 mg/menit
20 mg/kgBB x 50 kg = 1000 mg

1 amp fenitoin = 2 ml (1 ml = 50 mg)


2x50 = 100 mg fenitoin dalam satu ampul
Dosis fenitoin pasien : Jumlah fenitoin satu ampul
1000 mg : 100 mg = 10 amp.
•  Kecepatan pemberian = dosis fenitoin : lama pemberian
= 1000 mg : 50 menit
= 20 mg/menit
• 1 ml = 50 mg fenitoin
• =

• Pemberian dalam ml = 20 mg/menit : 50 mg x 1ml


= 0,4 ml/menit
B. Status Epileptikus Non Konvulsif11
Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsy
refrakter

Kombinasi OAE Indikasi


Sodium valproate + etosuksimid Bangkitan Lena

Karbamazepin + sodium valproate Bangkitan Parsial Kompleks

Sodium valproate + Lamotrigin Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum

Topiramat + Lamotrigin Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum


Komplikasi
• Komplikasi status epileptikus bervariasi. Komplikasi sistemik meliputi
hipertermia, asidosis, hipotensi, kegagalan pernapasan, rabdomiolisis,
serta aspirasi. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Deshpande LS, Lou JK, Mian A, Blair RE, Sombati S, Attkisson E, et al. Time course and mechanism of hippocampal neuronal death in an in vitro model

of status epilepticus: Role of NMDA receptor. Eur J Pharmacol 2008;583(1):73-83.

2. Medscape Emedicine. Apr 11, 2014. Status Epileptic http://emedicine.medscape.com diakses pada 5 Juni 2021 17.03 WIB.

3. Lombardo MC. Gangguan kejang. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi. 6 ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 1158-1161.

4. Assis TMRd, Costa G, Bacellar A, Orsini M, Nascimento OJM. Status epilepticus in the elderly: epidemiology, clinical aspects and treatment. Neurology
2012;4(17):78-84.

5. Standar Pelayanan Medik (SPM) Perdossi. Jakarta: Perdossi 2008

6. Hughes R. Neurological emergencies. 4 ed. London: BMJ Publishing Group; 2003.

7. Medscape Reference. May 26, 2011. Status Epileptikus. http://emedicine.medscape.com diakses pada 5 Juni 2021 20.29 WIB.

8. Davis LE, King MK, Schultz JL. Fundamentals of neurological disease - an introductory text. New york: Demos medical publishing; 2005.

9. Hughes R. Neurological emergencies. 4 ed. London: BMJ Publishing Group; 2003.

10. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 ed. Victoria, Australia: Blackwell Publishing; 2005.

11. Epilepsi KS. Pedoman tata laksana epilepsi. 3 ed. Jakarta: Perdossi; 2008.
THANKYOU

Anda mungkin juga menyukai