Anda di halaman 1dari 49

STATUS EPILEPTIKUS DAN BRAIN EDEMA

Kelompok 6
Dwi Setyoningsih (222211101036)
Agnes Jovanka SM (222211101037)
Devintasari Rahma W. (222211101038)
Rezalia Asia Putri (222211101039)
Gustia Alinda Lintarsari (222211101040)
Shinta Dwi Kurniawati (222211101041)
Diah Novita Anggraini (222211101042)
❑ Definisi
❑ Etiologi
❑ Patofisiologi
❑ Manifestasi Klinis
❑ Tata Laksana Terapi
Definisi Etiologi
Secara umum, etiologi status epileptikus dibagi menjadi:
Status epileptikus merupakan kejang yang berlangsung terus-menerus
• Simtomatis (penyebab diketahui)
selama paling sedikit 30 menit atau terjadinya dua atau lebih kejang
a) Akut → infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau
tanpa pemulihan kesadaran di antaranya.
keseimbangan elektrolit, trauma kepala, perdarahan,
atau stroke.
b) Remote, bila terdapat riwayat kelainan sebelumnya →
Patofisiologi ensefalopati hipoksik-iskemik (EHI), trauma kepala,
infeksi, atau kelainan otak kongenital
▪ Kejang terjadi ketika neurotransmisi eksitatorik menghambat satu c) Kelainan neurologi progresif → tumor otak, kelainan
atau lebih impuls di otak. metabolik, otoimun seperti vaskulitis
▪ Inisiasi kejang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara d) Epilepsi
eksitatorik (misal, glutamat, kalsium, natrium, substansi P, dan • Idiopatik/kriptogenik (penyebab tidak dapat diketahui)
neurokinin B) dan neurotransmisi inhibitori (misalnya, GABA,
adenosin, kalium, neuropeptida γ, opioid peptida, dan galanin). Status epileptikus juga dapat disebabkan oleh adanya ensefalitis
▪ Status epileptikus terjadi disebabkan karena glutamat yang bekerja (radang otak).
pada reseptor post-sinaptik NMDA dan AMPA/kainate.
▪ Selama keadaan status epileptikus, sub unit NMDA menuju
membran sinaptik membentuk reseptor tambahan prokonvulsan.
▪ Aktivasi glutamat dari reseptor NMDA dan AMPA menyebabkan
pembukaan kanal kalsium dan natrium, yang menyebabkan Ensefalitis adalah adanya proses inflamasi pada parenkim otak
depolarisasi neuron. Depolarisasi berkelanjutan menyebabkan yang berhubungan dengan bukti klinis disfungsi otak. Hal ini
keadaan status epileptikus bertahan lama dan menyebabkan dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi atau dapat
kematian neuron yang dimediasi oleh kalsium, radikal bebas, dan disebabkan juga oleh kondisi infeksi yang menyebar dan
kinase. umumnya adalah virus.
Manifestasi Klinis

Tanda awal
Tanda akhir
Gejala - Kejang Umum
- Cedera akut SSP - Kejang klinis
- Hipotermia - Edema
- gangguan kesadaran
- Inkotinensia - Gagal jantung
- TD normal atau hipotensi - Hipotensi atau hipertensi
- gangguan pencernaan
Tata Laksana Terapi
Brain Edema
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Tata Laksana Terapi
Definisi

Edema serebral adalah kondisi terjadinya akumulasi cairan abnormal pada parenkim otak yang disebabkan oleh
proses patologis. Hal ini berakibat pada peningkatan volume otak, yang nantinya dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial serta penurunan perfusi otak.

Etiologi

Neurologis Non- Neurologis


• Cedera otak traumatik • Sindrom Reye
• Stroke iskemik • Kadar natrium rendah (hiponatremia
• Perdarahan subarachnoid akut)
• Perdarahan intraserebral • Keracunan karbon monoksida
• Tumor otak • Gagal hati
• Meningitis • Hyperosmolar Hyperglycemic State
• Ensefalitis • Ketoasidosis diabetik
• Hipertensi maglina akut • Syndrome of Inappropriate
• Hidrosefalus Antidiuretic Hormone (SIADH)
Patofisiologi

Edema sitotoksik Edema Vasogenik Edema interstitial

Gangguan adenosin trifosfat (ATP)- Kerusakan pada tight junction endotel Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal
dependent transmembran natrium- yang menyusun sawar darah otak akibat akibat dari peningkatan tekanan
kalium, dan pompa kalsium yang gangguan fisik atau pelepasan senyawa intraventrikular, yang menyebabkan
biasanya disebabkan oleh iskemia vasoaktif. Kerusakan sawar darah otak pecahnya lapisan ependymal ventrikel.
serebral atau cedera eksitotoksik otak. menyebabkan munculnya celah pada Hal ini memungkinkan migrasi CSF
Hal ini menyebabkan akumulasi cairan lapisan endotel serta terjadi aktivasi sel transependymal ke dalam ruang
intraseluler neuron, sel glial, akson, dan glia. Akibatnya, terjadi peningkatan ekstraselular, yang paling umum terjadi
selubung myelin. permeabilitas sehingga protein dan pada materi putih periventricular.
cairan intravaskular keluar ke ruang
ekstraselular.

Edema osmotik

Adanya ketidakseimbangan osmolaritas antara serum plasma dan parenkim otak. Penurunan osmolaritas serum atau peningkatan
osmolaritas jaringan otak menyebabkan adanya perbedaan gradien sehingga terjadi aliran cairan menuju parenkim otak. Pada kondisi ini
tidak terjadi kerusakan pada sawar darah otak maupun membran sel. Kondisi yang dapat menyebabkan mekanisme ini adalah syndrome
of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) serta ketoasidosis diabetik.
Sakit kepala, muntah, penurunan
Manifestasi kesadaran motor posturing,
dilatasi pupil, kejang,
klinik perubahan sensorik, diplopia,
gangguan neurologis

Diagnosa dan
CT scan, MRI, ICP (<22 mm Hg)
Pemeriksaan
Lab
-
-
-
Maintain normovolrmia or mild hypervolemia
Maintain normotension
Maintanance iv fluid 0,9%, 2%, or 3% saline
- Monitor serum Na+
- Osmotic diuretics
- Gradual taper of HS after 48-72
Tata Laksana
- Maintain normonatremia with clinical and/ radiographic
Improvement Terapi
If ICP ≤20 mm Hg or
If ICP ≤20 mm Hg
• Head CT scan (nonenhanced) sign clinical
• No mass effect herniation
• No compreesion of vital structures
• GCS>8

• Monitor GCS • CSF drainage (if feasible)


• Maintain normovolemia or • PaCO2 25-30 mm Hg
mild • Loop diuretics
Cerebral edema • hypervolemia • Maintain normovolemia
• Maintain normotension • Maintain CPP>60 mm Hg
• Maintain CPP>60 mm Hg • Mannitol 0.5-1.0 g/kg IV
GCS >8 Head CT scan (nonenhanced) Mass • Maintenance IV fluids: 2% or bolus
effect 3% saline • Serum osmolality goals:300-
Compression of vital structures or
GCS ≤8 • Serum Na+ goals: 145-155 320 mOsm/L
shift
No ICP Monitoring mEq/L • Serum Na+ goals: 145-155
• Monitor serum Na+ q4h-q6h mEq/L
• Loop diuretics (furosemide) • 23.4% saline IV bolus for
RIH
- Monitor GCS ICP monitor
• Maintenance IV fluids: 2% or
- Serum Na+ goals:145-155 mEq/L
- Maintain normovolemia/mild hypervolemia 3% saline
- Monitor serum Na+ q4h-qbh • Monitor serum Na+ q2h-4h
- Maintain normotension • Pharmacologic coma
- Loop diuretics (furosemide) If ICP ≤ 20 mm Hg or (pentobarbital, propofol)
- Maintenance IV fluids: 2% or 3% saline others • Consider early decompressive
surgery
1. Terapi Osmotik
Tujuan untuk menarik air keluar dari otak dengan cara gradien 4. Manajemen Tekanan Darah Perfusi
osmotik dan untuk menurunkan viskositas darah. Terapi ini akan Menjaga tekanan perfusi serebral diatas 60-70 mm Hg
menurunkan tekanan intrakranial (TIK) dan meningkatkan aliran darah umumnya direkomendasikan setelah cedera otak karena
otak (Central Blood Flow). Manitol dan salin hipertonik adalah 2 agen trauma. Peningkatan tekanan darah sesuai parameter
osmotik paling ekstensif dipelajari dan paling sering digunakan dalam dengan menggunakan obat inotropik harus dalam
praktek untuk memperbaiki brain edema dan hipertensi intrakranial. pengawasan.

5. Pencegahan Kejang, Demam dan Hiperglikemia


Kondisi kejang, demam dan hiperglikemia mampu memperburuk
kerusakan otak iskemik, dan memperburuk edema serebral.
Normothermia ketat dan normoglycemia (yaitu, glukosa darah pada
setidaknya di bawah 120 mg/ dL) harus dijaga setiap saat.

6. Posisi Kepala dan Leher


2. Analgesia, Sedasi dan Agen Pelumpuh Neuromuskuler Manajemen terapi edema oleh Cook dkk. (2020) menyebutkan pada
Opiat, benzodiazepin, propofol, lorazepam, Fentanyl dan sembilan studi yang menilai ICP dalam kaitannya dengan elevasi
sulfentanyl . kepala tempat tidur. Dibandingkan dengan posisi terlentang, ICP
3. Ventilasi dan oksigenasi secara konsisten lebih rendah pada pasien dengan sudut 15° - 90°.
Lidokain intravena (1 mg/kg), etomidate (0,1-0,5 mg/kg), atau Sebuah studi observasional prospektif pasien dengan TBI
thiopental (1-5 mg/kg) dapat digunakan untuk mencegah respon menyarankan bahwa ICP berkurang dan CPP stabil ketika meninggikan
refleks yang merugikan. Setelah pasien diintubasi, pengaturan tempat tidur pasien dari terlentang menjadi 30°.
ventilator harus disesuaikan untuk mempertahankan PO2 normal dan
PCO2.
P R O F I L P A S I E N
Nama/Usia An. AJP/16 tahun

Berat Badan/Tinggi Badan 52 kg/167 cm

Tanggal MRS 7 Juli 2021

Tanggal KRS 10 Juli 2021

Diagnosa Akhir Status epilepticus e.c ensefalitis + brain edema

Riwayat Penyakit -

Riwayat Pengobatan -

Riwayat Keluarga/Sosial -

Alergi Obat -
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Perkembangan pasien (Subjective + Objective)

7/7 Pasien MRS dilarikan ke IGD dengan kondisi kejang, tidak sadarkan diri, sudah berlangsung kurang lebih 25 - 30 menit
(dihitung dari kejang saat di rumah). Pasien sebelum kejang mengeluhkan pusing (sekitar 10 jam sebelum kejang),
pasien mengalami konstipasi sudah 6-7 hari ini tidak bisa BAB. Pada jam 10.35 pasien mengalami kejang (+), jam 11.10
mengalami kejang lagi (+), volume urin dibawah normal (650/24 jam). Suhu tubuh normal (37,2 C), tekanan darah
diatas normal (130/100 mmHg), nadi normal (78x/menit), RR diatas normal (27x/menit), SpO2 dibawah normal (90),
GCS dibawah normal (334). Gula darah acak normal (81 mg/dL), SGOT diatas normal (46 U/L), SGPT diatas normal (34
U/L), bilirubin total normal (0,6 mg/dL), bilirubin direct normal (0,1 mg/dL), elektrolit natrium dibawah normal (132
mmol/L), elektrolit klorida dibawah normal (92 mmol/L), elektrolit kalium dan kalsium normal, hemoglobin dibawah
normal (10,1 g/dL), hematokrit dibawah normal (31%), jumlah total leukosit (WBC) dan jumlah trombosit (PLT) normal.
Gambaran CT scan kepala : brain edema mengarah pada ensephalopaty syndrome, Hasil EEG : ensefalitis. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit epilepsi dan tidak memiliki riwayat alergi obat.

8/7 Pasien masih mengalami kejang (+-) pada jam 6.35 (+) selama 3 menit, mengalami pusing (+), buang air besar (BAB)
(+) keras, volume urin normal (840/24 jam). Suhu tubuh normal (36,8 C), tekanan darah normal (110/90 mmHg), nadi
diatas normal (81x/menit), RR diatas normal (22x/menit), SpO2 normal, GCS dibawah normal (345).

9/7 Pasien sudah tidak mengalami kejang, namun masih pusing (+), BAB sudah normal (+), volume urin normal (1020/24
jam). Suhu tubuh normal (36,7 C), tekanan darah normal (110/90 mmHg), nadi normal, RR diatas normal (24x/menit),
SpO2 dan GCS normal.

10/7 Pasien sudah tidak mengalami kejang dan tidak pusing.


Pemeriksaan Tanda Vital
Parameter Nilai Tanggal Interpretasi
Normal
7 8 9
Suhu (C) 36-37,2 37,2 36,8 36,7 Suhu tubuh normal

Tekanan 120/80 130/100 110/90 110/90 Saat terjadi status epileptikus, dikeluarkan hormon
darah katekolamin dan perangsangan saraf simpatis yang
(mmHg) menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut
jantung, dan tekanan vena sentral (Mangunatmadja
Nadi 60-80 78 81 78 dkk., 2016).
(x/menit)
RR 20 27 22 24 Laju pernapasan diatas normal, hal ini merupakan
(x/menit) gejala dari status epileptikus dan brain edema dimana
menyebabkan pernapasan yang tidak teratur.
SpO2 95-100 90 97 98 Saturasi oksigen saat MRS dibawah normal yang
disebabkan karena kejang.
GCS 456 334 345 456 GCS pasien saat MRS adalah 10. Hal ini merupakan
gejala dari status epileptikus dan brain edema.
Setelah 2 hari dirawat, GCS pasien normal.
Pemeriksaan Tanda Klinik
Gejala fisik Tanggal Interpretasi

7 8 9 10

Kejang + +- - - Gejala khas status epileptikus: gejala status epileptikus berupa aktivitas
kejang berulang atau terus-menerus yang berlangsung lebih dari 30 menit
Jam10.35 + atau adanya dua atau lebih kejang terpisah tanpa pemulihan kesadaran di
antaranya (Dipiro dkk., 2020).
Jam 11.10 +

Jam 6.35 + (3menit)

Pusing + + - Pusing dapat timbul setelah mengalami kejang, hal tersebut terjadi karena
otak yang mengalami kelelahan akibat aktivitas abnormal (kejang) tersebut
dan pusing merupakan gejala dari brain edema.
BAB - + (keras) + (normal) Pasien mengalami sulit buang air besar saat MRS.

BAK 650/24 jam 840/24 jam 1020/24 jam Jumlah urin pasien mengalami penurunan yang disebabkan karena pasien
mengalami edema cerebral.
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Nilai Normal Tanggal
Interpretasi
7 8 9 10

Gula darah acak < 200 mg/dL 81 Normal

SGOT 0 – 32 U/L 46 Peningkatan SGOT dan SGPT disebabkan karena pasien mengalami

SGPT 0 – 33 U/L 34 peradangan otak.

Bilirubin total 0,1-1 mg/dL 0,6 Normal

Bilirubin direct 0-0,2 mg/dL 0,1 Normal

Na 135-145 mmol/L 132 Penurunan kadar NaCl disebabkan ketidakseimbangan cairan dalam

Cl 95-105 mmol/L 92 tubuh

K 3,5-5 mmol/L 3,6 Normal

Ca 8,5-10,5 mg/dL 8,9 Normal

Hb 12-16 g/dL 10,1 Penurunan hemoglobin dan hematokrit disebabkan karena kadar
oksigen rendah hal ini disebabkan karena kejang.
Hct 33-43% 31

WBC 4-11 x 103 /L 7.700 Normal

PLT 150-450 x 103 /L 250.000 Normal


PROFIL TERAPI PENGOBATAN PASIEN SAAT MASUK
RUMAH SAKIT
NAMA OBAT DOSIS RUTE Tanggal 7/7 Tanggal 8/7 Tanggal 9/7
D5NS 15 tpm IVFD  

NS 12 tpm IVFD 

Alinamin F 1 ampul IV   

Diazepam (jam 10.35) 5mg/menit IV 

Fenitoin LD (jam 11.11) 800 mg IVFD dalam 1 jam 

Fenitoin (jam 18.00) 500mg IV 

Fenitoin 3x500 mg IV 

Manitol 20% IV dalam 6 jam   

Dexametason 3x5mg IV   

Lactulac syr 1x15 mL   


PO
Microlax supp 1x1 supp   
Rektal
Metamizole Na 3x500 mg IV   
1

Problem
medis 1
Status
epileptikus
Subyektif:
Pasien mengalami kondisi kejang, tidak sadarkan diri, sudah berlangsung kurang
lebih 25 - 30 menit (dihitung dari kejang saat di rumah).
Obyektif:
Kejang (7 dan 8/7/2021) → Ada
TD → 130/100 (7/7/2021); 110/90 (8 dan 9/7/2021)
RR → 27 (7/7/2021); 22 (8/7/2021); 24 (9/7/2021)
SPO2 → 90 (7/7/2021)
GCS → 334 (7/7/2021); 345 (8/7/2021)
K → 3,6 (7/7/2021)
Ca → 8.9 (7/7/2021)
EEG → Ensefalitis
DOSIS YANG INDIKASI, MEKANISME MONITORING
NAMA OBAT DOSIS PUSTAKA INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
DIBERI KERJA Outcome/ESO
Alinamin Alinamin F 1 ampul (IV) Indikasi : - - - Monitoring:
F mengandung Pencegahan dan pengobatan Kondisi kejang pasien
tetrahidrofurfuril defisiensi vitamin B1 (ISO
disulfide 100 mg/ml vol.48) ESO:
inj. Dosis sehari 1-2 x Pembengkakan pada
10-20 ml inj (Dipiro Mekanisme: bagian penyuntikan, Syok,
9th edition) Defisiensi tiamin dapat Tekanan darah
menyebabkan kurangnya menurun, Dyspnea (sesak
neurotransmitter penghambat nafas), Dada terasa
di otak dimana hal tersebut tertekan.
dapat menimbulkan
terjadinya kejang.
DOSIS
NAMA DOSIS INDIKASI, MEKANISME MONITORING
YANG INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA KERJA Outcome/ESO
DIBERI
Diazepam 5–10 mg setiap 5 mg/menit Indikasi: Moderate Penggunaan B7 Terapi dilanjutkan karena Monitoring
5–10 menit, (IV) Pemakaian jangka pendek pada (interaksi
jam 10:35 tidak lebih dari diazepam bersamaan penggunaan diazepam dan Kondisi kejang pasien
ansietas atau insomnia, tambahan obat)
5 mg/menit pada putus alkohol akut, status dengan fenitoin dapat fenitoin di waktu yang tidak
(Pionas.com) epileptikus, kejang demam, spasme mengubah kadar darah bersamaan. ESO:
otot (Pionas.com)
dan efek fenitoin (Drugs) Hipotensi, kelemahan otot,

Mekanisme: gangguan mental


meningkatkan aktivitas asam (Pionas.com
gamma–aminobutirat (GABA),
yaitu senyawa kimia di otak yang
betugas menghambat kerja zat
kimia penghantar sinyal saraf
(neurotransmitter) di otak.

Alasan Pemilihan Obat dan EBM:


Studi systematic review yang dilakukan oleh Brigo, dkk (2016) mengkaji mengenai pengobatan lini pertama SE kejang yaitu lorazepam intravena dan diazepam intravena. Tujuan
dari systematic review ini adalah untuk menilai secara kritis semua data yang tersedia tentang kemanjuran dan toleransi lorazepam intravena dibandingkan diazepam intravena.
Pada hasil kesimpulan, sumber heterologis klinis dan metodologi di seluruh studi memungkinkan bahwa terdapat perbedaan kemanjuran antara lorazepam intravena dan diazepam
intravena. Hasil studi menunjukkan diazepam terbukti dapat digunakan untuk menghentikan kejang. Namun di antara keduanya tidak ada perbedaan yang signifikan untuk
penghentian kejang.
NAMA DOSIS DOSIS YANG INDIKASI, MONITORING
INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA DIBERI MEKANISME KERJA Outcome/ESO
Fenitoin 15-20 mg/kg 800 mg IVFD Indikasi: • Penggunaan dengan • B7 (interaksi obat) • Terapi dilanjutkan Monitoring:
LD dalam 1 jam antikonvulsan pada diazepam berpotensi • B5 (overdose) karena fenitoin dan Kejang (pasien tidak
BB: 52 kg
(tanggal
penderita epilepsi. untuk meningkatkan pada penggunaan diazepam diberikan pada mengalami kejang pada
7, jam Dosis: 780-
11.11) 1040 mg kadar fenitoin atau tanggal 7 jam waktu yang berbeda. tanggal 9), tekanan darah
Mekanisme: menurunkan kadar 18.00 dan tanggal • Terapi dilanjutkan
(DIH)
memblokade pergerakan diazepam. 8 dengan memberikan jeda ESO:
ion melalui kanal Na • Penggunaan dengan waktu pemberian antara Hipotensi, bradikardia, aritmia
Fenitoin Dosis untuk 500 mg (IV)
(tanggal usia 10-16 dengan menurunkan aliran dexametason dapat fenitoin dan jantung
7, jam tahun: Na yang tersisa maupun meningkatkan klirens, dexametason.
18.00) aliran ion Na yang mengurangi waktu • Dosis maintenance (DIH)
6-7
mg/kg/hari mengalir selama paruh, sehingga fenitoin pada tanggal
Fenitoin 3 x 500 mg
(tanggal (IV) penyebaran potensial aksi, mengurangi efek tanggal 7 jam 18.00 dan
BB: 52 kg
8) memblokade dan terapetik tanggal 8 diturunkan
Dosis: 312- mencegah potensial post dexametason. menjadi maksimum 364
364 mg/hari tetanik, membatasi mg mg dalam sehari.
(DIH) perkembangan aktivitas (drugs.com)
serangan maksimal dan
mengurangi penyebaran
serangan.

Alasan pemilihan obat dan EBM:


Fenitoin digunakan sebagai pengobatan lini kedua antikejang yang lebih banyak dipilih setelah penggunaan benzodiazepine sebagai lini pertama. Meskipun memiliki risiko efek
samping yang lebih besar dari alternatif obat lini kedua lainnya, jika selama penggunaannya efektif dalam mengatasi kejang dan tidak menimbulkan efek samping, fenitoin dapat
dilanjutkan (Angurana dan Suthar, 2021).
DOSIS YANG INDIKASI, MEKANISME PENYELESAIAN MONITORING
NAMA OBAT DOSIS PUSTAKA INTERAKSI DRP
DIBERI KERJA DRP Outcome/ESO

Metamizole 1 g sehari hingga 4 3x500mg Indikasi: - - - Monitoring:


Na (IV) kali sehari, dengan analgesic, antipiretik, Gejala hipersensitivitas,
dosis maksimal antiinflamasi reaksi hipotensi, reaksi
5gram setiap hari alergi pada kulit
(MIMS) Mekanisme kerja:
menghambat COX 1 dan ESO:
COX2 sehingga Mengganggu konsentrasi
menghambat sintesis (MIMS)
prostaglandin
(MIMS)
2

Problem
medis 2
BRAIN EDEMA
Subyektif:
Pasien sebelum kejang mengeluhkan pusing (sekitar 10 jam sebelum kejang)
Obyektif:
- BAK → 650/24 jam (7/7/2021); 840/24 jam (8/7/2021); 1020/24 jam (9/7/2021);
- Gambaran CT scan kepala: brain edema mengarah pada ensephalopaty syndrome
DOSIS
NAMA DOSIS INDIKASI, MONITORING
YANG INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA MEKANISME KERJA Outcome/ESO
DIBERI
Manitol Test dose: 200 IV dalam 6 Indikasi: Penggunaan dengan lactulac B7 Terapi dilanjutkan dengan Monitoring:
20% mg/kg jam mengurangi peningkatan (pencahar) dalam dosis berlebih menggunakan lactulac dalam Fungsi ginjal, elektrolit serum,
(tanggal 7- tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan kehilangan jangka pendek, secara osmolalitas serum dan urin.
0,25-1g/kg
9) terkait dengan edema cairan dan elektrolit yang intermiten dalam dosis yang Volume urin pasien normal
selama ≥30 menit
serebral signifikan, termasuk natrium, dianjurkan. mulai tanggal 8.
BB: 52 kg
kalium, magnesium, dan seng,
Test dose: 10,4 g Mekanisme: akibatnya dapat menambah ESO:
Dosis: 13-52 g Manitol meningkatkan efek diuretik. Menggigil, demam, gangguan
osmolalitas plasma darah, elektrolit, gangguan ginjal
(DIH) menghasilkan peningkatan (drugs.com)
aliran air dari jaringan, (DIH, Pionas)
termasuk otak dan cairan
serebrospinal, ke dalam
cairan interstisial dan
plasma. Sehingga, edema
serebral, peningkatan
tekanan intrakranial, dan
volume serta tekanan
cairan serebrospinal dapat
dikurangi.

(go.drugbank.com)

Alasan pemilihan obat dan EBM:


Manitol adalah agen osmotik yang paling populer untuk edema serebral dan telah direkomendasikan dalam berbagai pedoman klinis. Meskipun memiliki risiko efek samping yang
lebih besar dari agen osmotik lainnya, jika selama penggunaannya efektif dalam mengatasi edema dan tidak menimbulkan efek samping, manitol dapat dilanjutkan (Wang dkk.,
NAMA DOSIS DOSIS YANG INDIKASI, MONITORING
INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA DIBERI MEKANISME KERJA Outcome/ESO
Dexamet Dosis awal 3x5mg Indikasi: • Interaksi dengan B7 (interaksi obat) - Terapi dilanjutkan Monitoring:
10mg, Kortikosteroid memiliki
asone diikuti fenitoin membuat dengan memberikan volume urin, CT scan
efek melemahkan proses
(IV) 4x4mg 2-4 inflamasi intrakranial dexamethasone jeda waktu pemberian kepala, kadar kalium
hari, dengan tujuan kurang efektif antara fenitoin dan
kemudian
menurunkan edema
dosis • Interaksi dengan dexamethasone ESO:
serebral
dikurangi lactulac dalam - Terapi dilanjutkan Mual,muntah, sulit tidur,
selama
periode 5-7 Mekanisme: waktu lama dengan menggunakan pusing (drugs.com)
hari mengikat reseptor meningkatkan resiko lactulac dalam jangka
(PIONAS,d glukokortikoid
menghambat fosfolipase dehidrasi dan pendek, secara
rugs.com)
A2 (drugbank) hipokalemia intermiten dalam dosis
(drugs.com) yang dianjurkan.
3

LAIN-LAIN
NAMA DOSIS DOSIS YANG INDIKASI, MONITORING
INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA DIBERI MEKANISME KERJA Outcome/ESO
D5NS Dosis 15 tpm Indikasi: - B2 Obat tidak diberikan Monitoring:
bersifat (IVFD) Pengganti cairan dan pasien tidak mengalami kadar elektrolit (Na, Cl, K,
individual. elektrolit tubuh. Kondisi hipoglikemia Ca) dan kesadaran pasien.
Berikan (MIMS) ESO:
melalui hypernatremia
infus Mekanisme: (MIMS).
perifer. ion natrium dan klorida
(MIMS) bekerja dengan
mengatur keseimbangan
asam basa tubuh serta
mempromosikan
deposisi gikogen dalam
tubuh. (MIMS).
NAMA DOSIS DOSIS YANG INDIKASI, MONITORING
INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA DIBERI MEKANISME KERJA Outcome/ESO
NS Dosis 12 tpm Indikasi: - B1 NS mulai diberikan ketika Monitoring:
bersifat (IVFD) mengembalikan pasien MRS monitoring kadar elektrolit
individual keseimbangan elektrolit (Na, Cl, K, Ca),
dan pada dehindrasi (ISO keseimbangan asam basa
tergantung vol.48) dan osmolaritas.
pada usia,
berat badan, Mekanisme : ESO :
kondisi NS bekerja dalam sesak napas, kenaikan berat
cairan/elektr keseimbangan elektrolit badan, demam, nyeri dada,
olit (MIMS) dan cairan, mengontrol takikardia (Drugs.com)
tekanan osmotic dan
distribusi air untuk
mengembalikan ion
natrium (MIMS)
NAMA DOSIS DOSIS YANG INDIKASI, MONITORING
INTERAKSI DRP PENYELESAIAN DRP
OBAT PUSTAKA DIBERI MEKANISME KERJA Outcome/ESO
Lactulac syr Dosis awal 15- 1x15ml Indikasi: • Interaksi dengan B7 Terapi dilanjutkan dengan Monitoring:
(Lactulose) 45ml per hari, obat pencahar untuk mannitol dalam waktu menggunakan lactulac tekanan darah, kadar
dengan dosis mengatasi konstipasi lama membuat dalam jangka pendek, ammonia, kadar elektrolit,
pemeliharaan 15- dehidrasi dan secara intermiten dalam kadar kalium, frekuensi
30ml per hari Mekanisme kerja : kurangnya elektrolit dosis yang dianjurkan. BAB (MIMS)
(MIMS) meningkatkan motilitas (drugs.com)
usus peristaltic dan • Interaksi dengan ESO:
meningkatkan efek kortikosteroid dapat kembung, kram, perut terasa
osmotic sehingga meningkatkan tidak enak
meningkatkan kadar air hipokalemia (MIMS) (Pionas)
feses dan melunakkan
feses
DOSIS DOSIS YANG INDIKASI, MEKANISME PENYELESAIAN MONITORING
NAMA OBAT INTERAKSI DRP
PUSTAKA DIBERI KERJA DRP Outcome/ESO
Microlax supp 1x1 supp 1x1 supp Indikasi: - - - Monitoring:
obat pencahar untuk Kadar elektrolit, frekuensi
mengatasi konstipasi buang air besar

Mekanisme kerja : ESO:


Menyerap air ke usus besar, mual, muntah, apabila
melunakkan feses, melumasi digunakan berlebihan
bagian bawah rectum agar menyebabkan diare
feses dapat mudah
dikeluarkan
EBM DIAZEPAM

Studi systematic review yang dilakukan oleh Brigo,


dkk (2016) mengkaji mengenai pengobatan lini
pertama SE kejang yaitu lorazepam intravena dan
diazepam intravena. Tujuan dari systematic review
ini adalah untuk menilai secara kritis semua data
yang tersedia tentang kemanjuran dan toleransi
lorazepam intravena dibandingkan diazepam
intravena. sumber heterologis klinis dan metodologi
di seluruh studi memungkinkan bahwa terdapat
perbedaan kemanjuran antara lorazepam intravena
dan diazepam intravena. Hasil studi menunjukkan
diazepam terbukti dapat digunakan untuk
menghentikan kejang. Namun di antara keduanya
tidak ada perbedaan yang signifikan untuk
penghentian kejang

Brigo, F., N. L. Bragazzi, S. Bacigaluppi, R. Nardone, dan E. Trinka. 2016. Is intravenous lorazepam really more effective and safe than
intravenous diazepam as first-line treatment for convulsive status epilepticus? a systematic review with meta-analysis of randomized
controlled trials. Epilepsy and Behavior. 64:29–36.
EBM FENITOIN

Berdasarkan penelitian tersebut


diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan pada efikasi dari levetiracetam
dan fenitoin sebagai pengobatan lini kedua status
epilepticus pada pediatri. Kekambuhan kejang
antara 1 sampai 24 jam dan kebutuhan intubasi
dan ventilasi mekanis secara signifikan lebih
tinggi pada penggunaan fenitoin dibandingkan
dengan levetiracetam. Selama fenitoin efektif
dalam mengatasi kejang dan tidak menimbulkan
efek samping, penggunaannya lebih
direkomendasikan (Angurana dan Suthar, 2021).

Angurana, S. K., & Suthar, R. 2021. Efficacy and Safety of Levetiracetam vs. Phenytoin as Second Line Antiseizure Medication for Pediatric
Convulsive Status Epilepticus: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. In Journal of Tropical Pediatrics
(Vol. 67, Issue 2). Oxford University Press. https://doi.org/10.1093/tropej/fmab014
EBM MANITOL 20%

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa manitol dan


gliserol memiliki efikasi yang tidak berbeda signifikan
dalam mengatasi edema serebral. Gliserol memiliki
risiko terjadinya efek samping yang lebih rendah
dibandingkan dengan mannitol, namun hal ini perlu
dibuktikan dengan penelitian lanjutan. Selama manitol
efektif dalam mengatasi edema serebral dan tidak
menimbulkan efek samping, penggunaannya lebih
direkomendasikan (Wang dkk., 2021).

Wang, J., Ren, Y., Zhou, L. J., Kan, L. di, Fan, H., & Fang, H. M. 2021. Glycerol Infusion Versus Mannitol for Cerebral Edema: A Systematic
Review and Meta-analysis. Clinical Therapeutics, 43(3), 637–649. https://doi.org/10.1016/j.clinthera.2021.01.010
EBM DEXAMETHASONE

Pada peninjauan yang dilakukan oleh French (1966)


mengenai pengalaman penggunaan deksametason dalam
pengobatan edema serebral. Kortikoid adrenal sintetik menjadi
agen yang efektif meskipun terapi deksametason dikaitkan
dengan beberapa komplikasi, akan tetapi memiliki manfaat
yang jauh lebih besar. Pada pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial pasien berada dalam kondisi yang lebih
baik untuk kraniotomi. Kedua, pada pasien dengan neoplasma
berulang yang terkait dengan peningkatan tekanan intrakranial
karena edema serebral mendapatkan manfaat selama
berbulan-bulan. Ketiga, pasien dengan pembengkakan otak
yang berkembang selama prosedur pembedahan dapat
diberikan deksametason intravena selama pembedahan,
diikuti dengan terapi intramuskular, dan perjalanan
pascaoperasi mereka jauh lebih baik. Maka dari itu setiap
pasien dengan masalah edema serebral dapat diuntungkan
karena kortikosteroid ini memang meringankan gejala yang
disebabkan oleh edema (French, 1966).

French, L. A. 1966. The use of steroids in the treatment of cerebral edema. Bulletin of the New York Academy of Medicine. 42(4):301–311.
EBM METAMIZOLE

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh


Kötter dkk., (2015) mengenai pengujian
keamanan metamizol dalam mengatasi nyeri
jika dibandingkan dengan plasebo dan agen
analgesik lainnya. Didapatkan hasil bahwa
perbandingan dengan pengobatan
menggunakan opioid, metamizol
menunjukkan adverse events yang lebih
rendah dan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara adverse events metamizol
jika dibandingkan dengan plasebo,
parasetamol, dan NSAID lain. Untuk
penggunaan jangka pendek di rumah sakit,
seperti untuk mengobati kolik ginjal atau nyeri
pasca operasi, metamizole menjadi pilihan
yang aman jika dibandingkan dengan
analgesik lain yang banyak digunakan.

Kötter, T., da Costa, B. R., Fässler, M., Blozik, E., Linde, K., Jüni, P., Scherer, M. (2015). Metamizole-Associated
Adverse Events: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS ONE, 10(4), e0122918.
doi:10.1371/journal.pone.0122918
DRP DAN
ASUHAN
KEFARMASIAN
RANGKUMAN DRP
Nama Obat Tipe DRP Jenis DRP

Potensial Actual B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7

D5NS - √ - √ - - - - -

NS √ - √ - - - - - -
Alinamin F √ - - - - - - - -

Diazepam (jam 10.35) √ - - - - - - - √

Fenitoin LD (jam 11.11) √ - - - - - - - √

Fenitoin (jam 18.00) √ - - - - - √ - √


Fenitoin √ - - - - - √ - √

Mannitol 20% √ - - - - - - - √

Dexametason √ - - - - - - - √
Lactulac syr √ - - - - - - - √

Microlax supp √ - - - - - - - -

Metamizole Na √ - - - - - - - -
DRP, Plan dan Monitoring
Nama Obat DRP Plan Monitoring

D5NS Tidak ada indikasi Obat tidak diberikan pasien tidak mengalami Kadar elektrolit (Na, Cl, K,
terapi tetapi diterapi
kondisi hipoglikemia Ca) dan kesadaran pasien. gula
darah acak

NS Ada indikasi tetapi NS diberikan ketika MRS Kadar elektrolit (Na, Cl, K,
tidak diterapi
Ca), keseimbangan asam basa
dan osmolaritas.
Diazepam (jam 10.35) Interaksi obat Terapi dilanjutkan, penggunakan fenitoin Kondisi kejang pasien
dan diazepam diberikan pada waktu yang
berbeda
DRP, Plan dan Monitoring
Nama Obat DRP Plan Monitoring
Fenitoin LD (jam 11.11) Interaksi obat - Terapi dilanjutkan, penggunakan Kondisi kejang pasien dan
fenitoin dan diazepam diberikan pada tekanan darah
Overdose (tanggal 7
waktu yang berbeda.
jam 18.00 dan tanggal
Fenitoin (jam 18.00) - Terapi dilanjutkan dengan memberikan
8)
jeda waktu pemberian antara fenitoin
dan dexametason.
Fenitoin - Dosis maintenance fenitoin pada
tanggal tanggal 7 jam 18.00 dan
tanggal 8 diturunkan menjadi
maksimum 364 mg dalam sehari.
Mannitol 20% Interaksi obat Terapi dilanjutkan dengan menggunakan Fungsi ginjal, elektrolit serum,
lactulac dalam jangka pendek, secara osmolalitas serum dan urin.
intermiten dalam dosis yang dianjurkan. Volume urin pasien normal
mulai tanggal 8.
DRP, Plan dan Monitoring
Nama Obat DRP Plan Monitoring
Dexametason Interaksi obat - Terapi dilanjutkan dengan Volume urin, CT scan kepala,
memberikan jeda waktu pemberian kadar kalium
antara fenitoin dan dexametason.
- Terapi dilanjutkan dengan
menggunakan lactulac dalam jangka
pendek, secara intermiten dalam
dosis yang dianjurkan.
Lactulac syr Interaksi obat Terapi dilanjutkan dengan menggunakan Tekanan darah, kadar
lactulac dalam jangka pendek, secara ammonia, kadar elektrolit,
intermiten dalam dosis yang dianjurkan. kadar kalium, konsistensi
defekasi pasien
Asuhan Kefarmasian
Obat Kegunaan Waktu / Cara Pemakaian Monitoring

D5NS Mengganti cairan Diberikan secara IVDN sebanyak 15 tpm. Kadar elektrolit (Na, Cl, K, Ca), gula darah
dan elektrolit Pemasangan dilakukan oleh tenaga kesehatan. acak, dan kesadaran pasien.
tubuh (MIMS)

NS Mengembalikan Diberikan secara IVDN sebanyak 12 tpm. Kadar elektrolit (Na, Cl, K, Ca), keseimbangan
keseimbangan Pemasangan dilakukan oleh tenaga kesehatan. asam basa dan osmolaritas.
elektrolit pada
dehindrasi (ISO
vol.48)

Alinamin F Pencegahan dan Diberikan 1 ampul secara IV Pemasangan Kondisi kejang pasien
pengobatan dilakukan oleh tenaga kesehatan.
defisiensi vitamin
B1 (ISO vol.48)
Diazepam Untuk pengobatan Diberikan secara IV dengan dosis maksimal 5 Kondisi kejang pasien.
(jam 10.35) lini pertama pada mg/menit pada jam 10.35
SE kejang
Asuhan Kefarmasian
Obat Kegunaan Waktu / Cara Pemakaian Monitoring

Fenitoin LD (jam Berfungsi sebagai Diberikan secara IVFV dengan dosis 800 mg Kondisi kejang pasien dan tekanan
11.11) antikonvulsan pada dalam 1 jam pada jam 11.11 darah
penderita epilepsi.
Fenitoin (jam 18.00) Diberikan secara IV dengan dosis
maintenance fenitoin diturunkan menjadi 312-
364 mg dalam sehari
Fenitoin

Mannitol 20% Mengurangi peningkatan Diberikan secara IV dalam 6 jam Fungsi ginjal, elektrolit serum,
tekanan intrakranial yang osmolalitas serum dan volume urin.
terkait dengan edema
serebral
Dexametason Mengurangi proses Diberikan dosis awal 10 mg secara intravena, Volume urin, CT scan kepala, kadar
inflamasi intrakranial kemudian dilanjutkan 4 mg (i.m/i.v) setiap 6 kalium
dengan tujuan menurunkan jam sampai respon maksimal. Setelah 2-4
edema serebral hari, dosis dapat dikurangi dan beralih ke
pemberian oral (Drug Information Handbook,
17th edition, Drugs.com)
Asuhan Kefarmasian
Obat Kegunaan Waktu / Cara Pemakaian Monitoring
Microlax supp Obat pencahar untuk Diberikan sediaan suppositoria digunakan 1 Kadar elektrolit, frekuensi buang air
mengatasi konstipasi kali sehari 1 suppo melalui dubur besar
Cara pemakaian:
- Mencuci tangan
- Jika suppo yang digunakan lembek boleh
dimasukkan ke lemari pendingin tapi
jangan dimasukkan dalam freezer
- Buka bungkus / kemasan suppo
- Lumasi ujung suppo dengan air dingin
- Berbaring miring dengan posisi kaki
bawah diluruskan dan kaki bagian atas
ditekuk di perut
- Usahakan agar lubang rektum terbuka
- Masukkan suppo hingga 1/2 sampai 1 inci
- Tahan beberapa detik
- Tetap berbaring hingga 5 menit untuk
mencegah supo keluar
- Mencuci tangan kembali
Asuhan Kefarmasian
Obat Kegunaan Waktu / Cara Pemakaian Monitoring

Lactulac syr Obat pencahar Diberikan dosis awal 15-45 ml per hari, Tekanan darah, kadar ammonia, kadar
untuk mengatasi
konstipasi kemudian dilanjutkan dengan dosis elektrolit, kadar kalium, konsistensi defekasi
pemeliharaan 15-30 ml per hari. pasien

Metamizole Analgesik Obat diberikan 3x sehari dengan dosis 500mg. Pusing dan tekanan darah
Na
Cara pemakaian:

Obat diminum bersamaan dengan makanan/


segera setelah makan, ditelan langusng dengan
air putih, tidak boleh dikunyah karena dapat
memperbesar efek samping.
KESIMPULAN
▪ Berdasarkan hasil CT scan pasien didiagnosis brain edema yang mengarah pada ensephalopaty syndrome dam hasil EEG pasien
ensefalitis.
▪ Diazepam merupakan terapi lini pertama pada terjadi SE (5-10 menit) yang diberikan saat kondisi kejang (pasien MRS)
▪ Fenitoin merupakan terapi lini kedua pada terapi SE, terapi ini tetap dilanjutkan meskipun memiliki interaksi dengan diazepam dan
dexametason dengan cara pemberian jeda saat pemakaian. Dosis pemberian perlu diturunkan untuk menghindari efek rasa terbakar
pada pasien.
▪ Pemberian alinamin F sudah tepat untuk mengatasi SE dan dilakukan monitoeing kejang pasien.
▪ Mannitol 20% salah satu terapi osmotic yang popular, efektif dan cepat untuk edema otak
▪ Terapi D5NS tidak dilanjutkan hal ini disebabkan karena pasien tidak mengalami kondisi hipoglikemia namun pemberian NS
dimulai ketika pasien MRS untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit.
▪ Lactulac dan microlac berfungsi sebagi pencahar karena pasien mengalami konstipasi 6-7 hari tidak bisa BAB.

Dari hasil analisis kasus diatas maka hal yang perlu diperhatikan yaitu monitoring ketat kondisi
SARAN kejang pasien, mencegah kadar gula darah rendah (hipoglikemia) dengan makan secara teratur dan
beristirahat dan tidur yang cukup. Monitoring ketat terutama pada tanda-tanda vital pasien dan data lab
pasien yang dapat dipengaruhi oleh adanya ESO dari terapi yang diberikan.
Contoh Daftar pustaka
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L. 2009. Drug Information Handbook 17th Edition. American Pharmacist Association.

Angurana, S. K., & Suthar, R. 2021. Efficacy and Safety of Levetiracetam vs. Phenytoin as Second Line Antiseizure Medication for Pediatric Convulsive Status Epilepticus: A
Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials. In Journal of Tropical Pediatrics (Vol. 67, Issue 2). Oxford University Press.
https://doi.org/10.1093/tropej/fmab014

Cook, A. M., G. Morgan Jones, G. W. J. Hawryluk, P. Mailloux, D. McLaughlin, A. Papangelou, S. Samuel, S. Tokumaru, C. Venkatasubramanian, C. Zacko, L. L.

Dalby, T., E. Wohl, M. Dinsmore, Z. Unger, T. Chowdhury, dan L. Venkatraghavan. 2021. Pathophysiology of cerebral edema-a comprehensive review. Journal of
Neuroanaesthesiology and Critical Care. 8(3):163–172.

Dipiro, J. T., G. C. Yee, L. M. Posey, S. T. Haines, T. D. Nolin, dan V. Ellingrod. 2020. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Edisi 11. United States: McGraw
Hill.

Drug Interactions Checker. https://www.drugs.com/interactions-check.php?drug_list=186 0,862-0,2385-0,810-0,1427-0 [Online]. Diakses pada 25 September 2022.

French, L. A. 1966. The use of steroids in the treatment of cerebral edema. Bulletin of the New York Academy of Medicine. 42(4):301–311.

Hirzallah, M. I. dan H. A. Choi. 2016. The monitoring of brain edema and intracranial hypertension. Journal of Neurocritical Care. 9(2):92–104.

Husna, U. dan M. Dalhar. 2017. Pathophysiology and management of cerebral edema. MNJ (Malang Neurology Journal). 3(2):94–107.
Ismy, D. P. S. dan N. Fahmi. 2020. Edema serebri: penegakkan diagnosis dan tatalaksana. Jurnal Sinaps. 3(1):67–74.

Kötter, T., da Costa, B. R., Fässler, M., Blozik, E., Linde, K., Jüni, P., Scherer, M. (2015). Metamizole-Associated Adverse Events: A Systematic Review and Meta-Analysis. PLOS
ONE, 10(4), e0122918. doi:10.1371/journal.pone.0122918

Muzayyanah, N. L., S. Hapsara, dan T. Wibowo. 2016. Kejang berulang dan status epileptikus pada ensefalitis sebagai faktor risiko epilepsi pascaensefalitis. Sari Pediatri. 15(3):150.
Murphy, S. (2012). Pediatric Neurocritical Care. Neurotherapeutics, 9, 3–16. https://doi.org/10.1007/s13311-011-0093-6

Nehring SM, Tadi P, Tenny S. 2022. Cerebral Edema. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai