Anda di halaman 1dari 13

Sumber Hukum Islam

Mukhtalaf 
Kelompok 3
Kayla Nur Hanifa (21)
Anindita Primi Yori (12)
Kun Misbahul Haq (22)
Cinta Shafaa Andy A. (15)
Muh. Khawaiz A. (24)
Imelda Maharani (20)
1 Maslahah Mursalah

 Pengertian
Bahasa          Kebaikan, kebermanfaatan, kepantasan, kelayakan, keselarasan, kepatutan.
Sementara kata mursalah merupakan isim maf’ul dari kata arsala yang artinya terlepas atau
bebas. Dengan demikian, kedua kata tersebut disatukan yang mempunyai arti terlepas atau
terbebas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidak bolehnya dilakukan.

 Ulama yang Menerima dan Menolak Maslahah Mursalah Sebagai Sumber hukum
1) Jumhur ulama menolak maslahah mursalah sebagai sumber hukum
2) Imam Malik membolehkan berpegang pada maslahah mursalah
3) Apabila maslahah mursalah itu sesuai dengan dalil kulli atau dalil juz’i dari syara’, maka
boleh berpegang kepadanya. menurut Ibnu Burhan ini adalah pendapat Imam Syafi’i.
 Syarat-Syarat Maslahah Mursalah
Para ulama berpendapat maslahah mursalah sebagai sumber hukum, harus hati-hati dalam
menggunakannya, sehingga tidak memberikan peluang penetapan hukum berdasarkan
hawa nafsu. Karena itu ulama memberikan syarat bagi orang yang yang berpegang pada
maslahah mursalah, yaitu :

1. Maslahah itu harus jelas dan pasti, bukan hanya berdasarkan anggapan atau perkiraan.
Yang dimaksud, penetapan hukum itu benar-benar membawa manfaat atau menolak
madharat.
2. Maslahah itu bersifat umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Penetapan hukum itu
memberi manfaat kepada manusia terbanyak atau menolak madharat dari mereka,
bukan untuk kepentingan individu seseorang.
3. Hukum yang ditetapkan berdasarkan maslahah ini tidak bertentangan dengan hukum
atau prinsip yang telah ditetapkan dengan nash atau ijma’.
2 Sadduz Dzari'ah

 Pengertian
Bahasa         saddz artinya menutup dan dzari’ah artinya jalan, maka sadduz dzari’ah
mempunyai arti menutup jalan menuju maksiat.
Istilah       sadduz dzari’ah adalah menutup jalan atau mencegah hal-hal yang bisa membawa
atau menimbulkan terjadinya kerusakan. Dengan kata lain segala sesuatu baik yang
berbentuk fasilitas, sarana keadaan dan prilaku yang mungkin membawa kepada
kemudharatan hendaklah diubah atau dilarang.
q Pengelompokan Sadduz Dzari’ah

Syadduz Dzari’ah dapat dikelompokkan dengan melihat kepada beberapa segi:
1. Dengan memandang kepada akibat (dampak)
yang ditimbulkan, Ibnu Qayyim membagi dzari’ah menjadi empat, yaitu:
a. Dzari’ah yang memang pada dasarnya membawa kepada kerusakan.
b. Dzari’ah yang ditentukan untuk sesuatu yang mubah, namun ditujukan untuk perbuatan buruk yang 
merusak.
c. Dzari’ah yang semula ditentukan mubah, tidak ditujukan untuk kerusakan, namun biasanya sampai j
uga kepada kerusakan yang mana itu lebih besar dari kebaikannya.
d. Dzari’ah yang semula ditentukan untuk mubah, namun terkadang membawa kepada kerusakan, sed
angkan kerusakannya lebih kecil dibanding kebaikannya.
2. Dari segi tingkat kerusakan yang ditimbulkan, Abu Ishak al-Syatibi membagi dzari’ah kepada empat
jenis, yaitu:
e. Dzari’ah yang membawa kepada kerusakan secara pasti. Artinya, bila perbuatan dzari’ah itu tidak
dihindarkan pasti akan terjadi kerusakan.
f. Dzari’ah yang membawa kepada kerusakan menurut biasanya, dengan arti kalau dzari’ah itu
dilakukan, maka kemungkinan besar akan timbul kerusakan atau akan dilakukannya perbuatan yang
dilarang.
g. Dzari’ah yang membawa kepada perbuatan terlarang menurut kebanyakan.
h. Dzari’ah yang jarang sekali membawa kerusakan atau perbuatan terlarang. Dalam hal ini seandainya
perbuatan itu dilakukan, belum tentu menimbulkan kerusakan.
 Ulama yang menerima dan menolak sadduz dzari’ah
sebagai sumber hukum.

a. Menurut Imam Malik, sadduz dzari’ah dapat menjadi


sumber hukum, artinya perkara yang mubah itu dapat
dilarang, kalau pada pembolehannya itu membuka jalan
untuk mendorong kepada maksiat.
b. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, sadduz
dzari’ah tidak dapat dijadikan sumber hukum. Karena
sesuatu yang menurut hukum asalnya mubah, tetap
diperlakukan mubah hukumnya.
3 'Urf

 Pengertian
Bahasa       adat kebiasaan.
Istilah syara’       Wahbah Zuhaili menyebutkan ‘urf ialah apa yang dijadikan sandaran oleh
manusia dan mereka berpijak kepada ketentuan ‘urf tersebut, baik yang berhubungan
dengan perbuatan yang mereka lakukan maupun terkait dengan ucapan yang dipakai secara
khusus.

 Kehujjahan ‘Urf
Kehujjahan sendiri adalah dalil atau bukti.
1) Ulama ushul sepakat bahwa ‘urf yang shahih dapat dijadikan hujjah dan sarana
dalam menetapkan hukum syara’. 
2) Urf fasid tidak dapat dijadikan hujjah
q Pengelompokan 'Urf

Dalam praktiknya ulama ushul membagi ‘urf menjadi dua macam, yaitu ;
1) Dilihat dari segi sifatnya, maka ‘urf itu dibedakan menjadi dua macam :
a. ‘Urf amaliy, yaitu ‘urf yang didasarkan kepada praktik atau perbuatan yang berlaku dalam
masyarakat secara terus-menerus. 
b. ‘Urf qauliy atau disebut juga ‘urf lafdzi yaitu kebiasaan masyarakat dalam menggunakan
lafal atau ungkapan dan ucapan tertentu. 

2) Dilihat dari segi wujudnya, maka ‘urf dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
c. ‘Urf shahih (baik), yang telah diterima oleh masyarakat secara luas, dibenarkan oleh
pertimbangan akal sehat membawa kebaikan dan kemaslahatan, menolak  kerusakan, dan
tidak menyalahi ketentuan nash al-Qur’an dan as-Sunnah.
d. ‘Urf fasid, yaitu adat istiadat yang tidak baik, yang bertentangan dengan nash al-Qur’an dan
as-Sunnah serta kaidah-kaidah agama, bertentangan dengan akal sehat, mendatangkan
madharat dan menghilangkan kemaslahatan.
4 Syar'u Man Qablana

 Pengertian
Bahasa        berasal dari kata syar’u syir’ah yang artinya sebuah aliran air, sebuah agama, hukum
syari’at dan qablana artinya sebelum islam.
Istilah         syari’at yang diturunkan Allah kepada umat sebelum umat Nabi Muhammad Saw., yaitu
ajaran agama sebelum datangnya ajaran agama Islam melalui perantara Nabi Muhammad Saw.,
seperti ajaran agama Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Ibrahim, Nabi Daud as, dan lain-lain.

 Macam-macam Syar’u Man Qablana


Pembagian syar’u man qablana (syariat dari umat terdahulu) dan contohnya :
1. Dinasakh syariat kita (syariat Islam). Tidak termasuk syariat kita menurut kesepakatan semua
ulama. Contoh : Pada syari’at nabi Musa As. Pakaian yang terkena najis tidak suci, kecuali
dipotong apa yang kena najis itu.
2. Dianggap syariat kita melalui al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini termasuk syariat kita atas
kesepakatan ulama. Contoh : Perintah menjalankan puasa
3. Tidak ada penegasan dari syariat kita apakah dinasakh atau dianggap sebagai syariat kita.
 Kehujjahan Syar’u Man Qablana

Sebagian ulama seperti Imam Abu hanifah, Imam Maliki, Imam


Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa hukum
hukum yang di sebutkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah meskipun
objeknya tidak untuk Nabi MuhammadSaw., selama tidak ada
penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat
Nabi Muhammad Saw. dari sini muncul kaidah: ”syariat untuk
umat sebelum kita juga berlaku untuk syariat kita”.
5 Mazhab Shahabi

 Pengertian
Bahasa       pendapat sahabat Rasulullah Saw. tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak
dijelaskan secara tegas dalam al-Quran dan al-Sunnah Rasulullah. Berikut ini adalah
beberapa defenisi sahabat :
1) Menurut Ahli Hadis : Sahabat adalah setiap muslim yang melihat
Rasulullah SAW walau sesaat.
2) Menurut Said bin Al-Masib: Sahabat adalah orang yang tinggal bersama
Nabi Muhammad Saw. satu tahun, atau dua tahun bersamanya dan ikut serta
dalam perang satu atau dua kali.
3) Menurut Al-Jahizh: Sahabat adalah orang yang kumpul bersama Rasulullah dalam
waktu yang cukup lama serta menimba ilmu dari Rasulullah. 
4) Menurut Ibnu Jabir: Sahabat adalah setiap muslim yang bertemu Rasulullah Saw,
beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan islam. Contoh: Umar ibn Khattab,
‘Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar
       
 Bentuk-Bentuk Mazhab Shahabi:

a. Perkataan sahabat terhadap hal-hal yang tidak termasuk


objek ijtihad
b. Perkataan sahabat yang disepakati oleh sahabat yang lain.
c. Perkataan sahabat yang tersebar di antara para sahabat yang
lainnya dan tidak diketahui ada sahabat yang
mengingkarinya atau menolaknya.
d. Perkataan sahabat yang berasal dari pendapatnya atau
ijtihadnya sendiri.
Terima Kasih
‫شكرا‬
semoga bermanfaat

—Kelompok 3

Anda mungkin juga menyukai