Kelompok 6 Teori Dan Apresiasi Sastra SD
Kelompok 6 Teori Dan Apresiasi Sastra SD
APRESIASI
TEORI APRESIASI SASTRA
ANGGOTA KELOMPOK 6
ELIZABETH AGNESIA MANIK SHELVIA AMANDA
21129038 21129307
Pemateri 1 Pemateri 2
Pemateri 3 Moderator
01
.
Pengertian Apresiasi
Pada sisi lain, Squire dan Taba (dalam Aminuddin, 1987: 35)
berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi
Secara etimologis, kata apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni:
1) Aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan unsur
berasal dari bahasa Inggeris
intelek pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur
appreciaton. Kata itu berarti kesusastraan yang bersifat objektif
“penghargaan, penilaian, atau 2) Aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi
pengertian”. Ada pula yang pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan
mengatakan bahwa kata itu berasal dalam teks sastra yang dibaca
dari bahasa Verjato appreciate yang 3) Aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan
berarti “menghargai, menilai, atau, memberikan penilaian terhadap baik buruk, indah tidak
indah, sesuai tidak sesuai serta segala ragam penilaian lain
mengerti”
yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi
secara personal cukup dimiliki oleh pembaca.
02.
Tingkatan Apresiasi.
Apresiasi terhadap suatu karya dapat terjadi melalui berbagai tingkatan.
Pada umumnya, para ahli sastra membagi tingkatan apresiasi tersebut atas
empat bagian yang meliputi:
tingkat menggemari
tingkat menikmat
tingkat mereaksi, dan
tingkat memproduksi.
Pada tingkat menggemari, keterlibatan batin pembaca dalam apresiasi karya
sastra belum begitu kuat. Pada tingkat menikmati, keterlibatan batin
pembaca terhadap karya sastra sudah semakin dalam. Pada tingkat
mereaksi, sikap kiritis pembaca terhadap karya sastra semakin menonjol
karena ia mampu menafsirkan dan menyatakan keindahan dengan seksama,
serta mampu menunjukkan di mana letak keindahan itu. Pada tingkat
produksi, pembaca karya sastra sudah mampu mengkritik, menghasilkan,
mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap puisi secara tertulis.
Dari deskripsi tingkatan apresiasi karya sastra di atas dapatlah ditegaskan
bahwa tingkatan apresiasi (1), (2), dan (3) merupakan apresiasi reseptif.
Dikatakan apresiasi reseptif karena pada tingkat-tingkat apresiasi tersebut,
pembaca karya sastra baru dalam tahap-tahap menyerap. Mereka pada dasarnya
belum menghasilkan apa pun sebagai produk kegiatan apresiasinya. Sedangkan
tingkatan apresiai (4) merupakan apresiasi produktif karena pembaca karya sastra
sudah menghasilkan sesuatu, mungkin dalam bentuk esai, karya puisi, atau karya
resensi. Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam mengungkapkan
penghayatannya terhadap kehidupan dan dunia dengan menggunakan bahasa .
Apresiasi sastra, adalah kegiatan mengakrabi karya sastra dengan
sungguh-sungguh. Di dalam proses pengakraban itu terjadi
pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan setelah itu penerapan.
Dalam proses pengenalan, pembaca atau penonton akan mulai
menemukan ciri-ciri umum karya sastra, misalnya sudah mengenal
judul, pengarang, atau bentuknya secara umum. Setelah proses
pengenalan akan timbul keinginan untuk memahami karya sastra
tersebut lebih lanjut.
Proses penghayatan dapat diamati dari indikasi-indikasi yang diperlihatkan
pembaca ketika ia membaca karya sastra. Umpamanya saja, saat seseorang membaca
surat terakhir Hayati kepada Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck berikut ini:
”Selamat tinggal Zainuddin, dan biarlah penutup surat ini kuambil perkataan yang
paling enak kuucapkan di mulutku dan agaknya entah dengan itu kututup hayatku di
samping menyebut kalimat syahadat, yaitu: Aku cinta akan engkau, dan kalau kumati ,
adalah kematianku di dalam mengenangkan engkau”.
Apakah si pembaca akan memerlihatkan indikasi sedih, gundah, atau iba;
seakanakan dirinyalah yang berlakon dalam surat itu? Contoh lain, ketika seseorang
menyaksikan tayangan acara Ekstravaganza di salah satu TV swasta, apakah orang itu
terpingkal-pingkal tertawa karena kelucuan tokoh-tokohnya? Apabila hal-hal yang
dipertanyakan di atas sungguh-sungguh terjadi, maka dapatlah dikatakan bahwa
pembaca sudah menghayati karya yang mereka baca atau tonton; mereka sudah terlibat
secara emosional dengan karya-karya itu .
Paparan mengenai definisi apresiasi dan tingkat apresiasi, mulai
dari pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan penerapan, di
atas sekaligus menjelaskan adanya perbedaan yang tegas antara
membaca apresiatif dengan membaca biasa. Kegiatan membaca
biasa adalah kegiatan membaca sepintas lalu dengan tujuan
memeroleh hiburan atau kenikmatan saja. Kegiatan membaca
apresiatif adalah kegiatan membaca secara lebih serius dengan
upaya menggali nilai-nilai keindahan (estetika) dan nilai-nilai
kehidupan yang terkandung di dalam bacaan.
Tingkatan Apresiasi
Menurut Para Ahli
1) Tingkatan menurut Indrabasoeki (2012), yaitu :
Apresiasi empatik adalah apresiasi yang hanya menilai baik dan kurang baik hanya berdasarkan pengamatan belaka.
Apresiasi atau penilaian ini biasanya dilakukan oleh orang awam yang tidak punya pengetahuan dan pengalaman
dalam bidang seni.
Apresiasi estetis adalah apresiasi untuk menilai keindahan suatu karya seni. Apresiasi pada tingkat ini dilakukan
seseorang setelah mengamati dan menghayati karya seni secara mendalam.
Apresiasi kritis adalah apresiasi yang dilakukan secara ilmiah dan sepenuhnya bersifat keilmuan dengan
menampilkan data secara tepat, dengan analisis, interpretasi, dan peneilaian yang bertanggung jawab.
2) Tingkatan apresiasi menurut Waluyo (2002:45) apresiasi memiliki 4 tingkatan antara lain :
1) Tingkat Menggemari
Tingkat dimana keterlibatan pembaca batinnya belum kuat. Sehingga pembaca hanya menggemari suatu
karya sastra. Belum menjurus ke tingkat menikmati suatu karya sastra.
2) Tingkat Menikmati
Tingkat dimana keterlibatan batin pembaca terhadap karya sastra sudah semakin mendalam. Sehingga,
pembaca sudah bisa menikmati suatu karya sastra. Tapi belum bisa memberikan reaksi atas karya sastra.
3) Tingkat Mereaksi
Tingkat dimana sikap kiritis terhadap karya sastra semakin menonjol karena ia mampu menafsirkan dengan
seksama dan ia mampu menyatakan keindahan dan menunjukkan dimana letal keindahan itu.
4) Tingkat Produktif
Tingkat dimana apresiator puisi mampu menghasilkan, mengkritik, menghasilkan, mendeklamasikan, atau
membuat resensi terhadap puisi secara tertulis.
3) Tingkatan Apresiasi Sastra Menurut Yus Rusyana
1) Apresiasi Tingkat Pertama
Terjadi apabila seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. Ia terlibat secara intelektual,
emosional, dan imajinatif dengan karya itu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkatan pertama merupakan
tingkatan yang didominasi pergulatan emosi, walaupun tetap dikontrol oleh kesadaran intelektual dan dipupuk
oleh imajinasi.
1) Apresiasi empati, pada tingkatan ini batin apresiator mulai bisa ikut merasakan
dan terlibat dengan isi dalam karya sastra itu.
2) Apresiasi simpati adalah tingkatan batin apresiator yang tergetar sehingga
muncul keinginan untuk memberikan perhatian terhadap karya sastra yang
dibaca/digauli/diakrabinya.
3) Tingkat tertinggi dalam apresiasi sastra adalah ‘refleksi diri’. Pada tingkatan ini,
seorang apresiator tidak hanya sekedar tergetar (simpati), atau dapat merasakan
(empati) saja, tetapi dapat melakukan refleksi diri atas nilai-nilai yang terkandung
dalam karya sastra itu
7) Tingkatan Apresiasi Sastra dari Tingkat Keterlibatan Batin Apresiator
Untuk dapat mengetahui tingkat keterlibatan batin, seorang apresiator harus memiliki patos. Istilah patos berasal
dari kata patere (Latin) yang berarti merasa. Dengan kata lain, untuk dapat mencapai tingkatan-tingkatan dalam
apresiasi, seorang apresiator harus dapat membuka rasa.
Untuk dapat membuka rasa tersebut, dibutuhkan tiga tingkatan, yaitu:
1) Simpati
Jika kita membaca karya sastra kemudian mulai muncul perasaan senang terhadap karya sastra tersebut,
berarti kita sudah mulai masuk ke tahap pertama dalam apresiasi sastra, yaitu simpati.
2) Empati
Jika kita membaca prosa cerita kemudian kita bisa ikut merasakan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
cerita tersebut, berarti tingkat apresiasi sastra kita sudah sampai pada tingkat kedua, yaitu empati.
3) Refleksi Diri
Seorang apresiator tidak hanya sekedar tergetar (simpati), atau dapat merasakan (empati) saja, tetapi lebih dari itu
dapat melakukan refleksi diri atas nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu.
Terima Kasih
CRÉDITOS: este modelo de apresentação foi criado pelo Slidesgo, e inclui ícones
da Flaticon e infográficos e imagens da Freepik