Anda di halaman 1dari 10

KAIDAH FIKIH

TENTANG
PRINSIP KEHATI-
HATIAN
Iffan Fathurrahman Yusyahadi (1209230102)
MKS / 4 - F
KAIDAH FIKIH TENTANG PERCAMPURAN ANTARA
HALAL DAN HARAM
‫َام‬
ُ ‫َر‬‫الح‬
ْ َ‫ِب‬
‫ُل‬‫ُ غ‬
‫َام‬
‫َر‬‫الح‬
ْ َ‫ل و‬ ‫الح‬
ُ ‫َاَل‬ ‫َع‬
ْ َ ‫َم‬
‫ْت‬‫اذاج‬

1
“Bila halal dan haram berkumpul, dimenangkan yang haram”. Lihat
Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh
Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1993), hlm 542.
Para ulama memperselisihkan tentang shahih dan tidaknya hadis yang
dijadikan sumber pembuatan kaidah ini. Adapun hadis tersebut
adalah sebagai berikut:
‫ل‬ ‫الح‬
َ ‫َاَل‬ ‫َام‬
ْ ُ ‫َر‬‫الح‬
ْ َ ََ
‫لب‬ ‫ِالَّغ‬
‫ُ ا‬
‫َام‬
‫َر‬‫الح‬
ْ َ‫ل و‬ ‫ْلح‬
ُ ‫َاَل‬ ‫َ ا‬
‫َع‬‫َم‬
‫ْت‬‫مااج‬
َ
“Tidaklah berkumpul halal dan haram, kecuali yang haram
mengalahkan yang halal”
Sebagian ulama mengatakan bahwa hadis tersebut adalah munqathi’,
sebagian ulama lain mengatakan mauquf dan sebagian lagi
menganggapnya tidak mempunyai asal sama sekali. Bagaimanapun
keadaan hadis yang dijadikan sumber pembuatan kaidah tersebut
menurut Ibnu Subki bahwa kaidah tersebut dapat diterima sebagai
kaidah yang dapat dipertanggungjawabkan (Mukhtar Yahya dan
Fathurrahman, 1993:542).
CONTOH – CONTOH KAIDAH PERTAMA

Seorang pemburu menembak seekor binatang buruan, lalu kena dan ia


terus lari ke suatu tempat yang tinggi. Dari tempat itu ia jatuh
tergelincir sampai membawa kematiannya. Pemburu diharamkan memakan
daging tersebut. Sebab ada kemungkinan kematiannya karena luka-
luka akibat tembakan, sehingga halal dimakan, dan ada kemungkinan
kematian binatang tersebut karena luka-luka akibat jatuh
tergelincir, hingga dihukumi sebagai bangkai yang haram dimakan.
Berkumpulnya dua macam hukum halal dan haram pada sesuatu yang
sama kuatnya, maka menurut kaidah tersebut di atas harus
dimenangkan yang haram. Dengan demikian pemburu tidak boleh
memakan daging binatang buiruan tersebut, sebab kemungkinan
matinya binatang buruan tersebut bukan karena ditembak, tapi bisa
jadi matinya karena jatuh tergelincir.
CONTOH – CONTOH KAIDAH PERTAMA

Seseorang yang sedang dalam keadaan hadas besar membaca al-Qur’an


dengan maksud mencari pahala dan qira’atil-Qur’an dan bermaksud
untuk mendo’a. Sesuai dengan kaidah tersebut orang tersebut
diharamkan membacanya dengan dua macam tujuan seperti di atas.
Sebagaimana diketahui bahwa membaca al Qur’an bagi orang yang
berhadas besar itu haram, tetapi berdzikir dengan ayat-ayat al-
Qur’an diperbolehkan (seperti membaca basmalah pada waktu mulai
makan dan mengucapkan hamdalah ketika telah selesai makan dan lain
sebagainya).
KAIDAH FIKIH TENTANG DUA HAL YANG
DIHARAMKAN

2
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang tentunya ingin hidup
terlepas dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Akan tetapi
dalam perjalanannya kita sering dihadapkan pada persoalan-persoalan
yang justru bertentangan dengan perintah Allah SWT, bahkan tidak
tanggung-tanggung terkadang kita dihadapkan pada dua persoalan yang
dilarang/diharamkan oleh Allah SWT. Perhatikan kaidah fikih di bawah
ini:
NN‫تقديم‬
ُ NN‫ِوجب‬
َ ‫ الضرورة‬NN‫بدون‬
ِ NN‫اح‬‫يب‬
ُ َ ُ‫ منهماال‬NN‫كل‬
َ ‫ر محرمان‬NN‫ع للمضط‬NN‫اذااجتم‬
ً
‫ِماضرارا‬‫ِه‬‫ْل‬
‫ةوهق‬ ‫ِه‬
ً‫ِمامفسد‬ ‫اخف‬
“Apabila berkumpul dua hal yang diharamkan pada seseorang yang
berada dalam kesulitan, dua perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan
kecuali dalam keadaan darurat, ia wajib mendahulukan sesuatu yang
paling ringan tingkat kerusakaannya atau paling sedikit tingkat
kesulitannya” (Abi Al-Farj Abd. Al-Rahman Ibnu Al-Rajab Al-Hanbali,
1971:5).
KAIDAH FIKIH TENTANG DUA HAL YANG
DIHARAMKAN

Contoh aplikasi kaidah tersebut di atas bahwa seseorang terjebak


di tengah hutan, sedangkan persediaan makanan sudah habis.
Sehingga dalam beberapa hari ia kelaparan dan tidak ada makanan
kecuali hanya seekor rusa yang mati (bangkai rusa yang masih
segar). Dalam kondisi seperti itu, ia dibolehkan makan bangkai
rusa dari pada ia membiarkan dirinya mati kelaparan. Sebab memakan
daging bangkai rusa tingkat kerusakannya ringan bila dibandingkan
membiarkan dirinya mati kelaparan dan merupakan dosa besar.
KAIDAH FIKIH TENTANG PERTENTANGAN
DUA MASHLAHAT

3
‫َنِ احدهماقدمت‬
‫َجحا‬ ‫ِم‬
‫َ ر‬ ‫َل‬
‫ُ جمعهمافان ع‬
‫ذر‬ُْ
‫تع‬َ‫اذاتعارضت مصلحتان و‬
“Apabila terjadi pertentangan antara dua mashlahat dan terdapat
kesulitan untuk menyatukannya, apabila diketahui mashlahat yang
lebih kuat, ia harus didahulukan” (Jaih Mubarok, 2002:68).
Contoh aplikasinya: Seorang dosen satu sisi ia harus memberikan
kuliah, satu sisi dalam waktu bersamaan ia harus mengikuti rapat.
Maka seorang dosen boleh mendahulukan rapat dan meninggalkan
memberikan kuliah. Sebab mengikuti rapat lebih kuat mashlahatnya,
dan memberikan kuliah walaupun ditinggalkan bisa diganti dengan
waktu lain sesuai dengan kesepakatan mahasiswa dan dosen.
KAIDAH FIKIH TENTANG PERTENTANGAN DUA
MASHLAHAT

Dari kaidah tersebut di atas nampaknya sejalan dengan kaidah berikut


ini:
‫ه‬
ُ‫ٌ ل‬
‫ِيم‬
‫َر‬‫ُ ماهوح‬
‫ْم‬‫ُك‬ ُ‫ُ َل‬
‫ه ح‬ ‫ِيم‬
‫َر‬‫الح‬
“Hukum untuk menjaga sesuatu sama dengan yang dijaga” (A. Djazuli,
2011:102).
Maksud dan tujuan kaidah tersebut di atas adalah untuk menjaga subhat
agar tidak haram.
KAIDAH FIKIH TENTANG MENCEGAH LEBIH
MUDAH DARI PADA MENGHILANGKANNYA

4
Perhatikan kaidah fikih berikut ini:
‫َفع‬
ِ ‫ُ من الر‬
‫هل‬َْ‫َس‬
‫ُ ا‬
‫ْع‬‫َن‬
‫الم‬
“Mencegah (sesuatu) lebih mudah dari pada menghilangkannya” (Abi Al-
Farj Abd. Al-Rahman Ibnu Al-Rajab Al-Hanbali, 1971:325).
Contoh: Kecanduan narkoba dan obat-obatan terlarang seperti: sabu-
sabu, extacy dan sebagainya. Bagi orang yang belum kecanduan narkoba
lebih mudah untuk menghindarkannya dari narkoba dari pada
mengobatinya.

Anda mungkin juga menyukai