Anda di halaman 1dari 27

Kasus 1 Modul PI

Kelompok B5
Anggota :

1. Farosi Reyhan Nasifa 030001600053


2. Khairul Faiz Syaprita 030001600083
3. Rizky Fuji Pratama 030001600135
4. Daffa Wahesa Suhendra 030001900033
5. Deandra Wiryanti 030001900034
6. Delia Ainnaya 030001900036
7. Ganjar Pratama Hidayah030001900051
8. Harsheena Gobind 030001900054
9. Huwaynan Nysa Djiby 030001900058
Skenario : Hidung Berbau
Seorang perempuan, usia 30 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan hidung sebelah kanan berbau sejak kurang
lebih 3 bulan yang semakin memberat dalam 1 minggu terakhir. Terdapat hidung beringus kental dan berwarna
kehijauan, ingus tersebut dirasakan mengalir ke tenggorok jika pasien terlentang dan bersujud. Keluhan disertai hidung
tersumbat, penciuman berkurang, nyeri pada pipi kanan, batuk berdahak tanpa disertai demam. Sebelumnya pasien
mengalami sakit pada gigi geraham kanan atas hilang timbul sejak 6 bulan. Pasien juga terdapat bersin-bersin terutama
saat pagi hari dan saat terkena debu. Pasien sudah mendapatkan obat pilek dan antibiotik, tapi keluhan belum membaik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu 36,5 0 C.
Pada rhinoskopi anterior didapatkan kavum nasi kanan sempit, konka inferior edema, mukosa hiperemis, konka media
sulit dinilai, dan sekret mukopurulen yang berwarna kehijauan.

Kata kunci : hidung berbau, hidung beringus, hidung tersumbat, sekret mukopurulen kehijauan, batuk berdahak
Klarifikasi Istilah
1. Sekret mukopurulen : Sekret yang mengandung banyak lendir baik mukosa maupun nanah.

2. Rinoskopi : Pemeriksaan yang bermanfaat dalam visualisasi langsung kavitas nasal, deteksi,
dan pengambilan benda asing serta untuk mengambil evaluasi adanya inflamasi, infeksi, atau massa intranasal.

3. Rinoskopi anterior : Merupakan pemeriksaan yang dapat menilai ukuran pembesaran konka dengan melihat
septum nasi dan dinding lateral hidung.

4. Hiperemis : Suatu keadaan yang disertai meningkatnya vol darah dalam pembuluh darah yang
melebar pada suatu alat atau bagian tubuh sehingga menimbulkan kemerehan pada bagian tubuh tersebut

5. Nyeri : Pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan pada bagian tertentu.

6. Demam : Kenaikan temperatur atau suhu tubuh diatas normal (37,5 C) akibat dari perubahan
pada pusat termoregulator yang berlokasi pada hipotalamus.
Identifikasi Masalah
1. Seorang perempuan, usia 30 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan hidung sebelah kanan berbau sejak
kurang lebih 3 bulan yang semakin memberat dalam 1 minggu terakhir.

2. Terdapat hidung beringus kental dan berwarna kehijauan, ingus tersebut dirasakan mengalir ke tenggorok jika
pasien terlentang dan bersujud.

3. Keluhan disertai hidung tersumbat, penciuman berkurang, nyeri pada pipi kanan, batuk berdahak tanpa disertai
demam. Sebelumnya pasien mengalami sakit pada gigi geraham kanan atas hilang timbul sejak 6 bulan.

4. Pasien juga terdapat bersin-bersin terutama saat pagi hari dan saat terkena debu. Pasien sudah mendapatkan obat
pilek dan antibiotik, tapi keluhan belum membaik.

5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu
36,5 0 C.

6. Pada rhinoskopi anterior didapatkan kavum nasi kanan sempit, konka inferior edema, mukosa hiperemis, konka
media sulit dinilai, dan sekret mukopurulen yang berwarna kehijauan.
Perempuan 30
tahun
Brainstorming
Rhinoskopi
Anamnesis Px Fisik
Anterior

Hidung Ingus 1. Kavum Nasi Kanan


Hidung
Hidung Kanan Kental, Hijau, Batuk Dahak, Bersin Pagi Sempit
Tersumbat, TD 110/70
Bau +/- 3 Bulan, Mengalir Ke Tidak Demam, Hari, Terutama 2. Konka Inferior Edema
Penciuman mmHg, Nadi
Memberat dalam Tenggorok Jika Gigi Geraham Debu, Diberikan 3. Mukosa hiperemis
Berkurang, Pipi 88x/menit, RR
1 minggu Sujud/ Kanan Atas Obat Pilek, 4. Konka Media Sulit
Kanan Nyeri 20x/menit, Suhu
Terlentang Sakit, Hilang Antibiotik Dinilai
36,5C
Timbul 6 Bulan Belum Membaik 5. Sekret Mukopurulen
Warna Kehijauan

Anatomi & Histologi Hidung & Fisiologi


Sinusitis
Sinus Paranasasal Penghidu

Definisi Klasifikasi Etiologi Epidemiologi Faktor Resiko Patogenesis

Manifestasi Diagnosis &


Tatalaksana Komplikasi Pencegahan Prognosis
Klinis DD
Learning Objective
1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
2. HIstologi Hidung dan Sinus Paranasal
3. Fisiologi Penghidu
4. Sinusitis :
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Epidemiologi
e. Faktor Resiko
f. Patofisiologi
g. Manifestasi Klinis
h. Diagnosis
i. Diagnosis Banding
j. Tatalaksana
k. Komplikasi
l. Pencegahan
m. Prognosis
HIDUNG
Anatomi Hidung
Histologi Hidung
FISIOLOGI
(Fungsi Sinus Paranasal)
1. Sebagai pengatur kondisi udara ( air conditioning )
2. Sebagai penahan suhu ( thermal insulators )
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus
SINUSITIS

12
DEFINISI
Suatu proses inflamasi yang terjadi di mukosa hidung dan sinus paranasal.

ETIOLOGI
1. Adanya invasi oleh organisme patogen dari rongga sinus dan mulut
2. Adanya infeksi spereti infekti faring dan gigi
3. Infeksi hidung
4. Berenang dan menyelam
5. Trauma
6. Infeksi gigi
7. Lingkungan
8. Kesehatan umum buruk
9. Bakteriologi
EPIDEMIOLOGI
GLOBAL
Sinusitis dapat ditemukan secara global. Survei kesehatan nasional pada tahun 2012 di Amerika menunjukkan 1 dari
8 dewasa didiagnosis menderita sinusitis.
INDONESIA
Data terbaru berdasarkan Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menurut
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala di Indonesia adalah sebesar 9,3%.[15] Kemungkinan kejadian sinusitis belum
dilaporkan secara baik atau belum diklasifikasikan terpisah dari ISPA pada survei kesehatan nasional.
Sebuah penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan di tahun 2010 menunjukkan adanya 96 kasus yang ditangani
sebagai sinusitis. Pasien paling banyak pada kelompok usia 40-49 tahun dan lebih banyak pasien berjenis kelamin
wanita (60,4%).
Data Kemenkes RI 2013 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke - 25 dari 50 pola
penyakit utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan. Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari -
Agustus 2016 menyebutkan jumlah pasien pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% adalah sinusitis.
KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu
1. Sinusitis Akut : Dimulai dari gejala flu, seperti hidungtersumbat dan nyeri
diwajah. Gejala dapat muncul secara mendadak dan berlangsung 2 - 4 minggu
2. Sinusitis Subakut : Berlangsung selama 4 – 12 mingu
3. Sinusitis Akut Berulang : Biasanya muncul 4x atau lebih dalam 1 tahun dan setiap
kejadiannya berlangsung <2 minggu
4. Sinusitis Kronis : Berlangsung > 12 minggu
MANIFESTASI KLINIS
1. Adanya dua atau lebih dari simptom berikut ini, seperti obstruksi dari nasal, kongesti atau
nasal discharge/sekret hidung baik anterior maupun posterior.
2. Adanya nyeri pada wajah
3. Berkurangnya penciuman terhadap bau

Onset :

4. Kronik : lebih dari 12 minggu.


5. Akut : kurang dari 12 minggu.
PATOGENESIS
FAKTOR RESIKO
1. Ada defek anatomi => septum deviasi, polip, chonchae bulosa, akan menyebabkan trauma
atau fraktur yang melibatkan sinus atau septum deviasi = menyebabkan bowwing asimetris
yang menekan konka medialis ke lateral lalu penyempitan meatus media
2. Gangguan mukosilia
3. Rinitis alergi/nonalergi
4. Imunodefisiensi
DIAGNOSIS
1. Anamnesis : Keluhan utama, keluhan tambahan,riwayat atopi,riwayat obat- obatan,kondisi sosial
pasien.

2. Pemeriksaan fisik : Palpasi (Nyeri tekan hidung dan pipi), rinoskopi anterior (konka inferior dextra
mengalami edema ,terdapat sekret dan hiperemis yang diakibatkan proses inflamasi), konka media sulit dinilai karena
tertutup konka inferior.

3. Pemeriksaan penunjang :

a. Transiluminasi (digunakan untuk pemeriksaan sinus maksila dan frontal. Pemeriksaan dilakukan bila
pemeriksaan penunjang radiologi tidak tersedia. Pemeriksaan transiluminasi dilakukan pada ruangan yang
gelap atau cahaya minimal)
b. Endoskopi Nasal (Endoskopi nasal memberikan visualisasi yang lebih baik untuk mengevaluasi meatus
medial dan superior serta area nasofaring)
c. Radiologi (Pemeriksaan pencitraan biasanya hanya dilakukan pada pasien sinusitis kronis atau jika gejala
sangat atipikal dan diperlukan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding, Teknik pencitraan yang
dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis sinusitis dapat berupa rontgen, ultrasonografi, MRI, dan CT-
scan)
d. Pemeriksaan laboratorium darah (dapat berguna pada sinusitis yang berhubungan dengan rhinitis alergi,
fibrosis kistik, atau imunodefisiensi)
D B
I A
A N
G D
N I
O N
S G
I
S
D B
I A
A N
G D
N I
O N
S G
I
S
TATALAKSANA
1. Simptomatis :
a. Dekongestan : Oral (psudefeniril) topikal (oksimetazolin)
b. Kortikosteorid : Intranasal(mometason furuoat), oral jangka pendek
(metilprednisolon)
c. Antihistamin
d. Analgetik : Non narkotik (parasetamol , ibuprofen)
e. Antibiotik : Akut dewasa (amoxcicilin/amox clafulanat, claritomicin,
azithromisin), akut anak (amoxcicilin, sseftriakson diberikan secara i.m / i.v), kronis
(amox clafuralat)
f. Antifungal : Akut (ampotensin B), kronis (ampotensin B, itrakonazol/ketokonazol)
2. Fungsional endoscopy sinus surgery
3. Terapi suportif : Humidifikasi, kommpres hangan pada area sinus, minum air putih
yg cukup
4. Nasal wash NaCl 0,9%
KOMPLIKASI

1. Kelainan orbita

Biasa disebabkan oleh sinus paranasal yang dekat dengan mata/orbita, yang paling sering adalah sinus etmoid, lalu frontal, kemudian
maksila.

● Edema palpebra : Terjadi karena reaksi inflamasi yang menyebabkan kenaikan permeabilitas vascular
● Selulitis orbita : Edema difus tanpa disertai pus
● Abses superiosteal : Pengumpulan cairan dibawah periosteum dan dapat ditemukan proptosis
● Abses orbita : Cairan masuk dan tercampur dengan cairan mata, biasanya ditemukan gerakan mata tidak simetris
● Trombosis sinus kavernosus : Terjadi karena penyebaran bakteri melalui vena ke sinus kavernosus dan terjadi tromboflebitis,
sehingga menyebabkan oftalmoplegia, kerusakan retina, buta, hingga meningens yang ditandai dengan demam
KOMPLIKASI
2. Kelainan intrakranial 3. Kelainan ke tulang

Terjadi karena penyebaran infeksi sudah Terjadi karena penyebaran bakteri sudah mencapai
mencapai kranial tulang dekat sinus paranasal

● Meningitis : Radang selaput otak ● Osteomielitis : Fistula oroantral/pada pipi


● Abses Subdural/Ekstrasubdural :
● Abses Subperiostea
Penumpukan pada rongga antara otak
dengan penutup luar
● Abses Otak : Penumpukan nanah pada otak
● Trombosis Sinus Kavernosus
PENCEGAHAN
1. Hindari penyebab alergi

2. Berhenti merokok

3. Jaga kebersihan

4. Lakukan vaksinasi flu

5. Konsumsi makanan sehat

6. Gunakan pelembab udara

7. Kurangi kontak lansgung dengan penderita sinusitis


PROGNOSIS
1. Ad vitam : bonam

2. Ad fungsionam : bonam

3. Ad sanationam : dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C, et al. European position paper on rhinosinusitis and
nasal polyps 2020. Rhinology. 2020;50(23):p1-298.

2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal in buku ajar telinga hidung, tenggorok, kepala,
dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2014.

3. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, Kramper M, et al. Clinical
practice guideline (update): adult sinusitis. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2015;152(2S):S1-S39.

4. Chow AW, Benninger MS, Brook I, et al. IDSA Clinical practice guideline for acute bacterial
rhinosinusitis in children and adults. Clin Infectious Dis, 2012. 54(8): 72-112

5. Rosenfeld RM. Acute sinusitis in adults. N Engl J Med. 2016;375:926-970.

6. Brook I. Bronze MS. Acute sinusitis. 2018

Anda mungkin juga menyukai