Anda di halaman 1dari 21

JURNAL REVIEW

CASE CONTROL STUDY


Hetti Rusmini
Latar Belakang

 Efusi pleura merupakan salah satu kondisi klinis dari TB ekstra paru (EPTB). Terjadi
5% pada kasus TB.
 Berhenti merokok merupakan pencegahan penting dari risiko terjadinya TB.
 Asap rokok dapat merusak fungsi sel makrofag dan dendritik yang menyebabkan
persistensi dan/atau replikasi mikobakterium yang tertelan.
 Penelitian sebelumnya menyebutkan terdapat hubungan antara peningktan
konsumsi rokok dengan kejadian tinggi TB.
 38% kasus kematian TB dikalangan ekonomi rendah di India dihubungan dengan
merokok.
 Penelitian sebelumnya menemukan kontradiktif mengenai EPTD pada perokok.
 Tidak ada penelitian tentang rokok sebagai faktor risiko ekslusif EPTB.
Tujuan

 Penelitian ini bertujuan untuk Hubungan antara merokok dengan kejadia efusi pleura
pada pasien TB di India.
Metode Penelitian

Place &
Design Sampel Ethic
time
Case Department Jumlah
control of General sampel : 92
study Medicine, kasus TPE taken from
Himalayan dan 184 the
Institute of control institutional
Medical ethics
Sciences, Simple
random committee.
Dehradun,
Uttarakhand, sampling
India dengan
tabel
June, 2017 bilangan
to June acak
2018.
Kriteria sampel

Kriteria Inklusi :
• Usia > 18 tahun
• Dirawat di Himalayan Institute Hospital, Dehradun, India dengan diagnosis utama
TPE.
• Bersedia mengisi informed consent

Kriteria Eksklusi :
• Pasien memiliki CHF, CKD, CLD, gizi buruk, DM, keganasan, dan komorbid lainnya.
• Imunodefisiensi HIV
• Penyakit paru lain bersamaan TB
Kelompok kasus

Pasien datang dengan gejala batuk, sesak, napas, nyeri dada, dengan atau tanpa demam
dan penurunan berat badan, dengan bukti efusi pleura pada pemeriksaan atau rontgen dada,
dilakukan anamnesis rinci, pemeriksaan klinis dan evaluasi untuk etiologi tuberkulosis.

Kelompok kasus menjalani pemeriksaan rutin meliputi hemogram lengkap, laju endap darah
(LED), pemeriksaan urin, profil biokimia (tes fungsi hati, glukosa plasma puasa, nitrogen urea
darah, kreatinin serum, serum laktat dehidrogenase [LDH]), pemeriksaan sputum smear untuk
BTA dua hari berturut-turut dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN), kultur sputum untuk BTA
(kultur Lowenstein-Jensen media), rontgen dada, elektrokardiogram (EKG), skrining HIV (HIV
comb immunoassay), Mantoux tes, analisis cairan pleura: jumlah sel darah putih total,
diferensial jumlah sel darah putih, total protein dan glukosa, adenosin deaminase (ADA), LDH,
pewarnaan ZN untuk BTA, kultur BTA, sitologi untuk sel ganas, CBNAAT (GX4 gen Xpert
MTB/Rif sistem tes) dan tes PCR untuk TB (bila diperlukan). Pemeriksaan USG
thorax/abdomen dan biopsi pleura dilakukan, jika diperlukan.
Kelompok Kontrol

Karakteristik sampel yang diambil :


184 kontrol dipilih dari 2537 pasien usia, jenis kelamin, daerah tempat
yang dirawat di rumah sakit yang tidak tinggal, status sosial ekonomi,
memiliki gejala yang mengarah ke TB kepadatan penduduk di rumah,
dan telah menjalani pemeriksaan pekerjaan berisiko tinggi, merokok,
hematologi dan biokimia rutin, tes HIV, penggunaan alkohol secara teratur,
rontgen dada, dan EKG untuk penyakit riwayat kontak dengan pasien TB,
mereka dan terbukti tidak menderita riwayat TB sebelumnya, riwayat TB
TB. dalam keluarga dan berat badan
kurang.
Definisi Operasional

 Perokok adalah orang yang merokok tembakau atau beedi, baik setiap hari atau
kadang-kadang. Derajat merokok dihitung dengan mengalikan jumlah bungkus rokok
yang dihisap per hari dengan jumlah tahun orang tersebut merokok. Perokok ringan
(1–10 paket tahun), sedang (11–20 paket tahun) atau perokok berat (>20 paket
tahun).
 TPE adalah Pasien efusi pleura eksudatif jika ditemukan salah satu dari BTA + pada
cairan pleura, PCR/CBNAAT + TB, granuloma kaseosa nekrosis pada byopsi, respon
terhadap OAT.
Statistical analysis

 SPSS (version 20.0).


 Karakteristik Baseline kasus dan kontrol dibandingkan menggunakan chi square
test or Fisher’s exact test untuk data kualitatif dan Student’s unpaired t-test untuk
data kuantitatif.
 Chi square test untuk menilai hubungan antara TPE dan berbagai variabel (daerah
tempat tinggal, sosial ekonomi rendah status, kepadatan penduduk di rumah,
pekerjaan berisiko tinggi, status dan jenis merokok, dosis, durasi dan paket tahun
merokok, penggunaan alkohol secara teratur, riwayat kontak dengan pasien TB,
riwayat riwayat TB, riwayat TB keluarga dan berat badan kurang).
 Regresi Logistik oleh Cox and Snell R square untuk menilai prediktor independen
potensial yaitu merokok, penggunaan alkohol secara teratur, riwayat kontak dengan
pasien TB, riwayat TB sebelumnya, riwayat TB dalam keluarga dan underweight
Hasil
Penelitian
Diskusi

Penelitian ini sejalan dengan:


 Oztruk et al  pasien TB memiliki penghasilan rendah (<200 euro/bln).
 Singh et al  perokok tembakau dan beedi atau keduanya berhubungan dengan
tingkat pendidikan.
 Gambhir et al  lama merokok pasien > 20 tahun.
 Ahmad et al  TB rekuren berkaitan dengan riwayat merokok.
 Feng et al  LTBI rendah pada pasien non perokok
 Metanalisis oleh webster dan shadrea  alkohol dan rokok berhubungan dengan
penyakit ekstra paru (OR 0.28, OR 0.24)
Penelitian ini tidak sejalan dengan:
 Garcia-Rodriguez et al., menunjukkan bahwa merokok memiliki efek protektif thd EPTB
 Nepal, menunjukkan bahwa merokok lebih mungkin dikaitkan dengan TB paru
dibandingkan TBEP (OR 0,34, p = 0,001)
 Garcia-Rodriguez dkk., mengamati hubungan yang lebih rendah dari penggunaan
tembakau dan alkohol dengan EPTB daripada PTB
 Kekurangan berat badan menyebabkan defisiensi imun yang dapat meningkatkan
risiko efusi pleura pada pasien TB.
 Analisa logistik menunjukkan merokok, alkohol, berat badan rendah, riwayat kontak
dengan pasien TB dan riwayat keluarga TB secara independen terkait dengan TPE.
 Asap tembakau menekan kemampuan fagositosis makrofag sebagai respons
terhadap infeksi  perokok mungkin lebih rentan untuk mendapatkan TB primer dan
mereka yang memiliki TB laten dapat berkembang menjadi penyakit aktif.
 Merokok menyebabkan hasil pengobatan TB yang relatif buruk pada perokok karena
mekanisme biologis rokok yang merusak pertahanan host
 Memotivasi pasien TPE perokok untuk berhenti merokok dapat meningkatkan
pertahanan pejamu yang terganggu terhadap TB dan meningkatkan respons terhadap
OAT.
Keterbatasan penelitian

 Faktor risiko seperti daerah tempat tinggal (pedesaan vs perkotaan), sosial ekonomi
status, kepadatan penduduk, dan pekerjaan berisiko tinggi tidak terkait dengan TPE
dalam penelitian ini  masih ada kemungkinan kecil peran mereka sebagai pembaur.
 Ukuran sampel mungkin tidak cukup dalam untuk mendeteksi hubungan antara
banyak variabel pengganggu lainnya terhadap TPE.
 Dampak berhenti merokok terhadap risiko TPE tidak diteliti.
Kesimpulan

 Merokok tembakau memiliki hubungan yang kuat dengan TPE.


 merokok dan merokok beedi memiliki hubungan yang signifikan dengan TPE.
 Risiko TPE meningkat dengan dosis dan durasi merokok.

Saran:
 Dilakukan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran tentang peningkatan risiko TPE
di kalangan perokok, untuk mengurangi beban fasilitas pelayanan kesehatan dalam
jangka panjang.
Kepustakaan

 Referensi yang digunakan 24 buah (1991 – 2018)


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai