Bahan Ajar - Mediasi Kejaksaan - 24 Agustus 2021
Bahan Ajar - Mediasi Kejaksaan - 24 Agustus 2021
Konflik dan Sengketa applicable from the instant that the clash
occurs. Even when we say that there is a
potential conflict we are implying that there
is already a conflict of direction even
though a clash may not yet occurred.
(Edward De Bono 1985)
Kebanyakan ketidaksepakatan ditangani dengan cara-cara yang informal dari mulai penghindaran konflik (conflict
avoidance), pencegahan (conflict prevention), maupun penyelesaian langsung antar pihak secara informal (informal
discussion and problem solving). Disagreement atau konflik menjadi sengketa (dispute) apabila para pihak tidak
mampu atau tidak mau untuk menyelesaikan atau mengatasi ketidaksepakatan/konflik tersebut. Berbagai
pendekatan organisasi atau kelompok dalam mengatasi konflik atau sengketa dilakukan melalui berbagai cara
sebagaimana digambarkan dalam figur di bawah ini.
Formality of the process, the privacy of the approach, the people involved, the authority of the
third party (if there is one), the type of decision will result, and the amount of coercion exercised.
BATNA adalah Standard against which any proposed agreement should be measured. Protecting yourself against
bad agreement.
The better your BATNA, the greater your power. People think of negotiating power as being determined by
resources like wealth, political connections, physical strength, friends, and military might. In fact, the relative
negotiating power of two parties depends primarily upon how attractive to each is the option of not reaching
agreement.
The greater danger is that you are too committed to reaching agreement. Not having developed any alternative to a
negotiated solution, you are unduly pessimistic about what would happen if negotiations broke off.
Tujuan BATNA:
(1) Berfungsi sebagai benchmark agar dapat mencapai kesepakatan yang optimal yang mampu memenuhi
kepentingan-kepentingan para pihak; dan
(2) Meringankan beban dalam negosiasi sehingga negosiator tidak mudah terperangkap pada kesepakatan yang
tidak mencerminkan pemenuhan kepentingannya.
13
5 Langkah Terobosan Negosiasi (Urry, 1993)
Go To The Balcony
Apabila anda menghadapi negosiasi yang sulit dengan mitra runding yang berperilaku negatif dan temperamental, kita lebih
baik memilih step back dan tidak membalas secara reaktif dan emosional juga. Sebaliknya, kita perlu mengkonsolidasikan
mental kita dengan mengevaluasi dan merefleksikan kembali kepentingan dan BATNA kita. Teknik ini dikenal dengan Go to the
Balcony (GTB). GTB ini metafora untuk sikap mental melepaskan diri (detachment) dari proses yang kita sedang terlibat yaitu
negosiasi. Seolah olah kita berada di atas balcony yang engan tenang kita mengevaluasi konflik/sengketa seperti halnya kita
sebagai pihak ketiga netral. Go to the Balcony ini cara cerdas untuk menghindari konflik yang semakin runcing dan tidak
terkendali, sekaligus mengkonsolidasikan mental dan pikiran kita untuk tetap mengupayakan pencapaian kesepakatan yang
memenuhi kepentingan kita dan lebih baik dari BATNA.
Reframe
Negosiator yang baik juga mampu menjadi game changer. Andaikata mitra runding kita mengambil posisi hard-line jangan kita
terpancing untuk menolak tetapi arahkan mereka untuk bagaimana memenuhi kepentingan masing-masing pihak. Sebaliknya
kita menggunakan/mengkapitalisir pendapat mereka untuk ajukan problem solving questions: mengapa anda menginginkan
posisi tersebut; apa yang anda akan lakukan apabila anda berada dalam situasi seperti saya ....Biarkan permasalahan yang
menjadi guru mereka. Hal tersebut yang disebut taktik reframe. Dont Reject: Reframe.
© Mas Achmad Santosa, 25 Agustus 2021 14
5 Langkah Terobosan Negosiasi (Urry, 1993)
Build Them a Golden Bridge
Seringkali terjadi disaat kita siap bernegosiasi, mitra runding kita mandek tidak menunjukan kemauan untuk maju. Mitra
runding kita tidak yakin ada manfaat dari sebuah kesepakatan. Seringkali kita tergoda untuk mendorong dan bersikeras
(ngotot). Sikap reaktif seperti itu merugikan proses negosiasi karena mitra runding semakin kuat resistensinya. Do the
opposite, dengan cara kita berperan sebagai mediator : libatkan mereka dalam proses; inkorporasikan gagasan mereka
dalam berbagai usulan opsi penyelesaian; penuhi kepentingan mereka yang belum tercerminkan (unmet interest)--
terutama kepentingan yang terkait basic human needs-- (lihat Circle of Conflict )-- dalam proposal penyelesaian; bantu
selamatkan muka mereka; buatkan usulan kesepakatan dapat mencerminkan/mensimbolkan kemenangan mereka.
Istilahnya Go Slow To Go Fast. Dont Push: Build Them the Golden Bridge
16
Situasi/Kondisi (yang) Membutuhkan Bantuan Mediator (1)
1. Para pihak mengalami kesulitan untuk berhubungan/ berkomunikasi, bertemu, dan memulai pembicaraan
untuk mengupayakan penyelesaian konflik/sengketa.
2. Emosi dan ekspresi negatif yang memperburuk hubungan para pihak menghambat diskusi untuk
penyelesaian masalah mereka.
3. Hilangnya kepercayaan dan respect antar pihak yang menghambat terjadinya pembicaraan yang produktif.
4. Komunikasi antar pihak yang bersengketa/berkonflik sangat buruk (kualitas dan kuantitas) yang tidak bisa
diatasi oleh para pihak itu sendiri.
5. Mispersepsi atau stereotyping/labelling yang menghambat komunikasi dan pertukaran pesan yang
konstruktif.
6. Perilaku negative yang dilakukan secara berulang (repeated negative behavior) dari para pihak (beberapa
pihak) yang menjadi kendala serius terjadinya komunikasi yang efektif sebagai prasyarat untuk
penyelesaian masalah.
7. Ketidaksepakatan yang serius (significant disagreement) antar pihak terkait dengan data (penentuan
penting atau tidaknya data, bagaimana data itu didapatkan, dan bagaimana data itu dievaluasi/dinilai).
9. Para pihak merasa buntu tentang posisi mereka yang ditandai masing-masing pihak menginginkan
solusi yang berbeda-beda, dan ketidakmampuan untuk melakukan identifikasi tentang kepentingan-
kepentingannya, apalagi berbicara tentang mutually acceptable interest-based solutions
10. Para pihak mendapatkan tekanan untuk tidak menyelesaikan konflik/sengketa yang disebabkan oleh
faktor-faktor atau pihak lain diluar para pihak yang bersengketa.
11. Para pihak enggan untuk mencapai kesepakatan karena adanya faktor unknowns, risks, atau
perubahan situasi kedepan.
12. Para pihak kehilangan kepercayaan terhadap satu dengan yang lain, andaikatapun terjadi
kesepakatan, kesepakatan tersebut tidak dilaksanakan.
20
© Mas Achmad Santosa, 25 Agustus 2021
Hubungan
Data/Informasi
Kepentingan Struktur
Nilai
CIRCLE OF CONFLICT
21
Circle of Conflict: Causes and Intervention
Moore, 1996
22
Penyebab/Sumber Konflik
Christopher Moore, 1996
Konflik yang didasarkan pada • (i) emosi yang kuat, (ii) mispresepsi, (iii) stereotyping, (iv) komunikasi yang
hubungan antar manusia buruk dan miskomunikasi, dan (v) perilaku negatif yang dilakukan secara
(relationship conflicts): berulang.
Konflik kepentingan (interest • (i) kepentingan substantif, (ii) kepentingan prosedural, dan (iii) kepentingan
conflict): psikologis
• (i) Perilaku dan interaksi yang destruktif, (ii) kontrol yang tidak seimbang, (iii)
Konflik struktural (structural kepemilikan, (iv) pendistribusian sumber daya, (v) ketidakseimbangan kekuatan
conflicts): dan otoritas, (vi) faktor geografis, fisik, dan lingkungan yang menjadi kendala
kerjasama, dan (vii) kendala waktu
• (i) perbedaan kriteria dalam mengevaluasi gagasan atau perilaku, (ii) gaya
Konflik nilai (value conflicts): hidup yang berbeda, dan (iii) ideolgi dan agama.
2. Penguasaan teknik negosiasi interest based lebih tepat dibandingkan dengan positional
based (soft dan hard) karena kemungkinannya lebih besar menghasikkan kesepakatan
yang stabil dan implementable.
3. Penguasaan teknik negosiasi dan mediasi mutlak harus dimiliki oleh kejaksaan apabila
peran kejaksaan (khususnya Datun) akan dioptimalkan sebagai negotiator dan
mediator. Penguasaan konsep dan teknik secara textbook perlu diimbangi dengan
simulasi kasus konflik dan sengketa dan penerapannya dalam pelaksanaan tugas