Anda di halaman 1dari 10

COMPARISON OF SUPREME LARYNGEAL MASK AIRWAY

VERSUS ENDOTRACHEAL INTUBATION FOR AIRWAY


MANAGEMENT DURING GENERAL ANESTHESIA FOR
CESAREAN SECTION

Pembimbing :
dr. Fildza Sasri Peddyandhari, Sp.An

Disusun oleh :
Rifa Aulia Ramadhanty - 2017730098

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FKK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
PENDAHULUAN
● Komplikasi jalan napas merupakan salah satu penyebab utama efek samping
obstetrik terkait anestesi di negara maju, dengan insiden kegagalan intubasi
diperkirakan sekitar 0,4%.

● Manajemen jalan napas obstetrik merupakan hal yang kompleks, yang ditimbulkan
oleh perubahan anatomi dan fisiologis ibu pada masa kehamilan.

● Berdasarakan pedoman Difficult Airway Society (DAS) telah memasukan Supraglotik


Airway Devices (SAD) seperti Proceal LMA dan Supreme LMA sebagai penyelamat lini
kedua dalam manajemen intubasi sulit. Peran LMA dalam manajemen obstetrik jalan
napas sulit juga telah diakui dalam pedoman khusus obstetrik.

● Keberhasilan dan keamanan penggunaan LMA pada pasien tertentu yang menjalani
operasi caesar dengan anestesi umum telah ditunjukkan dalam beberapa studi
kohort prospektif dan retrospektif. Namun, sampai saat ini, belum ada uji coba
terkontrol secara acak untuk membandingkan hasil jalan napas dari LMA
dibandingkan dengan ETT pada operasi caesar sehingga penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan upaya insersi SLMA dibandingkan dengan
ETT pada operasi caesar elektif dengan anestesi umum.
METODE
• Kriteria Inklusi
• Penelitian dilakukan secara 1. Kehamilan tunggal
RCT (Randomized Controlled 2. Usia parturient 18-50 tahun
Trial) terhadap parturiens 3. Kondisi sehat atau dengan
yang menjalani seksio sesaria kondisi medis yang terkontrol
dengan anestesi umum, dengan baik (ASA II)
diacak untuk menerima 4. Puasa minimal 6 jam
SLMA dan ETT sebagai jalan
nafas mereka.
• Kriteria ekslusi
• di Rumah Sakit Quanzhou 1. Parturient dengan IMT >35
Women’s and Children’s, kg/m²
China (mei 2013 - Juli 2014) 2. Potensial memiliki jalan napas
sulit (mallampati 4)
3. Memiliki GERD.
HASIL
HASIL

Pada tabel 1 memperlihatkan karakteristik demografis dan klinis dari parturient yang menerima SLMA dan ETT dalam
seksio sesaria dengan anestesi umum
1. Tidak ada perbedaan bermakna pada usia ibu, berat badan, tinggi badan, IMT, skor ASA, skor Mallampati dan usia
kehamilan janin.
2. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam durasi dari waktu anestesi sampai kelahiran, dan durasi operasi secara
keseluruhan.
HASIL
HASIL
DISKUSI
• Keterbatasan penelitian

1. Peserta dipilih dengan cermat untuk mengurangi risiko regurgitasi lambung dan penelitian ini tidak
didukung untuk mendeteksi kejadian tersebut, sehingga penelitian ini tidak dapat mendeteksi
kemungkinan yang terjadi pada parturient yang berisiko lebih tinggi mengalami aspirasi paru.

2. Tingkat keberhasilan pada insersi SLMA juga dikaitkan dengan rutinitas ahli anesteti yang
berpengalaman dalam penggunaan SLMA. Pada penelitian ini operasi caesar 35% di RS Quanzhou
menggunakan teknik SLMA untuk anestesi umum. Temuan ini mungkin tidak berlaku untuk pusat-
pusat atau RS lainnya yang belum berpengalaman dalam penggunaan SLMA sebagai alat bantu jalan
napas pada pasien section secarea dengan anestesi umum.

• Kelebihan penelitian

1. Berpotensi menjadi acuan untuk studi prospektif tentang efektivitas SLMA pada populasi obstetrik
terutama dalam manajemen jalan napas obstetrik yang sulit. Karena SLMA berpotensi mengurangi
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ventilasi yang efektif dan perubahan hemodinamik yang lebih
sedikit, terutama hal ini di butuhkan bagi parturient obstetrik yang berisiko tinggi dengan kondisi
medis seperti preeklamsia dan penyakit jantung sehingga dapat memperoleh manfaat dari penurunan
perubahan hemodinamik yang sedikit dan waktu yang lebih singkat untuk mencapai ventilasi efektif
sehingga dapat mengurangi potensi hipoksia.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini didapatkan bahwa SLMA memiliki keberhasilan insersi
pertama yang serupa dengan intubasi ETT yang berpotensi mengurangi waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai ventilasi yang efektif dan perubahan
hemodinamik yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok ETT.
Namun, masih ada yang keterbatasan informasi tentang keamanan penggunaan
SLMA, terutama yang berkaitan dengan risiko aspirasi paru. Mengingat
tingginya insiden intubasi yang sulit dan gagal dalam obstetric. Temuan ini
mendukung pedoman DAS-OAA (Difficult Airway Society - Obstetric
Anaesthetist’s Association) dalam merekomendasikan penggunaan SLMA
sebagai alat bantu jalan napas lini kedua, sebagai pengganti intubasi ETT yang
gagal.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai