Anda di halaman 1dari 14

TEORI AKUNTANSI

POSITIF
DEBT COVENANT
HYPOTHESIS
Disusun Oleh : Kelompok 6
Nama Anggota
Kelompok :
1. Muhammad Hafizh Habibi (22)
2. Nucky Novavianti Wulandari (24)
3. Putri Intania Qur’aini Retnoningtyas (26)
Pokok Pembahasan :

01. Teori Akuntansi Positif


02. Debt Covenant Hypothesis
03. Pengaruh Debt Covenant Hypothesis
pada Tax Avoidance
Teori Akuntansi
Positif
Teori Akuntansi Positif adalah penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan secara ilmiah
kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa adanya sesuai fakta (fakta sebagai
sasaran utama). Teori ini bertujuan menjelaskan, meramalkan, dan memberi jawaban atas
praktik akuntansi. Di samping itu, teori ini juga meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan
menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi dalam dunia nyata. Validitas teori
akuntansi positif dinilai atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi.
Dengan teori akuntansi positif, pembuat kebijakan bisa memprediksi
konsekuensi ekonomis dari berbagai kebijakan dan praktek
akuntansi. Teori akuntansi positif berusaha menguraikan apa dan
bagaimana praktek akuntansi dilakukan berdasarkan pengalaman
yang dapat diuji secara empiris. Teori akuntansi positif juga
menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan kemampuan,
pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan
akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu di
masa mendatang.
Kemudian dikembangkan teori untuk menjelaskan
fenomena tadi dan dilakukan penelitian secara
terstruktur dan peraturan yang standar dengan
melakukan perumusan masalah, penyusunan
hipotesa, pengumpulan data dan pengujuan statistik
ilmiah. Sehingga diketahui apakah hipotesa yang
dirumuskan diterima atau tidak. Para pendukung
menyebut metode inilah yang digolongkan sebagai
ilmiah karena menggunakan peraturan yang
terstruktur dan data empiris yang obyektif dan model
statistik matematik yang bersifat logik.
Perkembangan Teori Akuntansi Positif
Terdapat tiga alasan mendasar
Teori akuntansi positif mulai terjadinya pergeseran
berkembang sekitar tahun pendekatan normatif ke positif
yaitu (Watts dan Zimmerman,
1960-an yang dipelopori oleh 1986 dalam Indira, 2004):
Watts dan Zimmerman yang •Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji
teori secara empiris, karena didasarkan pada premis

menitikberatkan pada atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji
keabsahannya secara empiris.

pendekatan ekonomi dan •Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada

perilaku dengan munculnya kemakmuran investor secara individual daripada


kemakmuran masyarakat luas.

hipotesis pasar efisien dan teori •Pendekatan normatif tidak mendorong atau

agensi. memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya


ekonomi secara optimal di pasar modal.
Menurut teori akuntansi positif, prosedur akuntansi
yang digunakan oleh perusahaan tidak harus sama
dengan yang lainnya, namun perusahaan diberi
kebebasan untuk memilih salah satu alternatif
prosedur yang tersedia untuk meminimumkan biaya
kontrak dan memaksimalkan nilai perusahaan.
3 HIPOTESIS TEORI AKUNTANSI
POSITIF
Teori akuntansi positif (positive accounting theory) mengusulkan tiga
hipotesis motivasi manajemen laba yang dihubungkan oleh tindakan
oporunistik yang dilakukan oleh perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1986
dalam Indira, 2004).
Tiga hipotesis menurut tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Plan Bonus Debt Covenant


Hypothesis
Political Cost
Hypothesia
(Hipotesis Hypothesis
(Hipotesis
Program Bonus) (Hipotesis Biaya
Perjanjian
Politik)
Utang)
Debt Covenant
Hypothesis
Debt covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh kreditur
untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan recovery
pinjaman. Debt covenant berisi perjanjian yang bertujuan untuk melindungi
pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan
kreditor. Sesuai dengan debt covenant hypothesis yang memprediksikan bahwa
manajer ingin meningkatkan laba dan aktiva yang dapat menaikkan laba untuk
mengurangi biaya kontrak utang ketika perusahaan memutuskan perjanjian
utangnya.
Perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi akan berusaha menghindari terjadinya pelanggaran
kontrak hutang dengan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba perusahaan, namun dengan
tetap meminimalisir pajak yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Hipotesis ini berkaitan dengan
kesepakatan dalam perjanjian hutang (debt covenant). Ketika perusahaan mendekati kelalaian yang dapat
membuat melanggar perjanjian hutang, maka manajer perusahaan akan berusaha agar tidak terjadi dengan
cara memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba atau pendapatan. Hal ini dilakukan karena
apabila terjadi pelanggaran terhadap perjanjian utang tersebut maka akan menimbulkan sanksi yang pada
akhirnya dapat mengurangi kinerja manajer dalam mengelola perusahaan. Oleh karena itu, pihak
manajemen melakukan peningkatan laba untuk menghindari atau menunda pelanggaran perjanjian
Apabila semakin tinggi rasio hutang atau ekuitas maka semakin dekat
pula perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit. Semakin
dekat dengan perjanjian maka semakin besar kemungkinan
penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya dengan manajer
memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba dapat mengurangi
batasan kredit dan biaya kesalahan teknis. Debt covenant adalah rasio
hutang (leverage). Leverage menunjukkan seberapa besar aset
perusahaan dibiayai oleh hutang dan merupakan indikasi tingkat
keamanan dari para pemberi pinjaman.
Menurut Prajonto (2013) membagi rasio leverage menjadi tiga, yaitu:

a. Debt Ratio
Semakin tinggi debt ratio, maka semakin besar resiko yang dihadapi dan investor akan meminta tingkat
keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang
rendah untuk membiayai aktiva.
b. Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio merupakan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yng dijadikan jaminan untuk
keseluruhan utang.
c. Time Interest Earned Ratio
Time interest earned ratio adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan beban
bunga. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tepatnya berupa bunga, atau
mengukur seberapa jauh laba
dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar
bunga.
Pengaruh Debt Covenant Hypothesis pada Tax
Avoidance
Debt covenant hypothesis yang menyatakan bahwa perusahaan dengan rasio hutang yang tinggi akan
berusaha menghindari terjadinya pelanggaran kontrak hutang dengan cara memilih metode akuntansi yang dapat
meningkatkan laba perusahaan. Karena dengan semakin tinggi rasio hutang atau ekuitas, maka semakin dekat
pula perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit. Semakin tinggi nilai dari rasio leverage, berarti
semakin tinggi jumlah pendanaan dari hutang pihak ketiga yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula
biaya bunga yang timbul dari hutang tersebut yang akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak
perusahaan tidak menjadikan perusahaan melakukan pembiayaan dengan hutang sebesar-besarnya. Manajer akan
memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan
mengurangi biaya kesalahan teknis dan cenderung melakukan kegiatan penghindaran pajak.

Anda mungkin juga menyukai