Anda di halaman 1dari 15

Teori Permintaan Islami

Risna Nurul Insani, S.E.I, MM.


Kurva Permintaan Barang Halal

• Kurva permintaan diturunkan dari titik persinggungan antara indifference curve


dengan budget line.
• Contoh seorang konsumen pendapatannya 1 juta per bulan, menghadapi pilihan
untuk mengonsumsi barang X dan Y yang keduanya adalah barang halal,
Px = Rp 100 ribu dan Py = Rp 200 ribu.
• Titik A, A’ dan A’’ menunjukkan seluruh konsumsi dialokasikan pada barang x
dan titik B menunjukkan seluruh konsumsi dialokasikan pada barang y.
• Dengan data ini, dapat dibuat budget line dengan menarik garis lurus di antara
dua titik X dan Y
Kurva Permintaan Barang Halal
Kombinasi Income Px Py X = I/Px Y = I/Py
A 1.000.000 100.000 200.000 10 0
B 1.000.000 100.000 200.000 0 5

• Jika terjadi penurunan harga X menjadi Px = 50 ribu, maka kaki budget line pada sumbu
X akan bertambah panjang. Perpanjangan kaki di sudut x membuktikan bahwa ketika
harga X turun maka preferensi konsumen untuk menaikkan pembelian terhadap
komoditas x meningkat.

Kombinasi Income Px Py X = I/Px Y = I/Py


A 1.000.000 50.000 200.000 20 0
B 1.000.000 50.000 200.000 0 5
Kurva Permintaan Barang Halal
• Jika harga X menjadi Px = 25 ribu, maka kaki budget line pada sumbu X akan semakin
panjang. Titik perpotongan sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik potongan dengan
sumbu X berubah

Kombinasi Income Px Py X = I/Px Y = I/Py


A 1.000.000 25.000 200.000 40 0
B 1.000.000 25.000 200.000 0 5

• Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Barang X dan Y
adalah barang halal. Jika terjadi perubahan harga barang (Px), di mana Px1 < Px2 < Px3
dan pendapatannya tetap, maka (I/Px1) < (I/Px2) < (I/Px3) sehingga Qx1 < Qx2 < Qx3
Konsumsi Inter-Temporal dalam Islam
• Merupakan konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu, yaitu masa sekarang (periode
pertama) dan masa depan (periode kedua).
• Dalam ekonomi konvensional, pendapatan adalah gabungan dari konsumsi dan
tabungan. Secara matematis ditulis: Y = C + S dimana Y (income) = Pendapatan, C
(consumption) = Konsumsi dan S (saving) = Tabungan
• Sedangkan dalam ekonomi Islam, aspek konsumsi ditambahkan dengan zakat,
infak dan sedekah, sehingga persamaannya berubah menjadi R = FS + S dimana
FS (final spending) = C + (zakat/infak/sedekah)
• Dalam pola konsumsi satu periode, sumbu X dan Y menunjukkan jumlah barang X dan Y.
Sedangkan dalam pola konsumsi intertemporal (dua periode), sumbu x menunjukkan
jumlah pendapatan, konsumsi dan tabungan yang disimbolkan sebagai Yt, FSt dan St.
• Pada sumbu Y menunjukkan jumlah tabungan periode pertama (St) yang digunakan
sebagai FS periode kedua (FSt+1) atau persamaanya menjadi St = FSt+1
Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah

• Asumsikan suatu keadaan dimana:


1. Orang tidak mau bekerja mencari pendapatan,
2. Praktik riba menjadi tradisi di masyarakat,
3. Zakat wajib dilaksanakan
• Ketiga keadaan ini berarti sumber pendapatan masyarakat hanya dari riba saja
dan tidak ada sumber pendapatan lain
• Dari keadaan tersebut dapat digambarkan tiga kombinasi utility function (dalam
hal ini disebut dengan indifference curve atau IC) dengan budget line
Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah
Kasus 1
• Budget line YY menunjukkan keadaan dimana:
• Orang tidak mau bekerja dalam kondisi ini tidak mengkonsumsi riba
sehingga tambahan pendapatannya nihil. Secara matematis ditulis
Yt = Yt+1 riba, dimana riba = 0, sehingga Yt+1 = Yt
• Orang tidak mengeluarkan zakat atas hartanya. Jika ia telah mengeluarkan
zakatnya ketika menerima pendapatan, maka ia tidak mengeluarkan zakat
lagi pada periode pertama
• Dengan kata lain It adalah pendapatan setelah zakat (income after zakat).
Titik optimal terjadi pada persinggungan budget line dengan indifference
curve yaitu pada titik R, dimana tingkat konsumsi dan infaknya sebesar FS.
Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah
Kasus 2
• Budget line YY’ menunjukkan keadaan dimana:
• Orang mau mengkonsumsi riba yang berarti pendapatannya bertambah. Secara
matematis ditulis Yt = Yt + riba, dimana riba > 0, sehingga Yt+1 > Yt
• Orang tidak mengeluarkan zakat atas hartanya, dalam hal ini zakat atas tambahan
pendapatan akibat riba
• Titik optimal terjadi pada persinggungan budget line dengan indifference curve yaitu
pada titik R’, dimana konsumsi dan infaknya sebesar FS’
• Dibandingkan dengan kasus 1 tidak ada riba, kasus 2 ini FS’ < FS. Jadi dengan
mengkonsumsi riba terjadi penurunan FS.
• Dari 2 komponen FS yaitu konsumsi dan infak, maka yang paling mungkin turun
adalah infak. Hal ini disebabkan karena kecenderungan orang untuk
mempertahankan tingkat konsumsinya
• Semakin besar riba, semakin kecil infak, begitu pula sebaliknya. Sehingga
didapatkan hubungan terbalik antara riba dengan infak
Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah
Kasus 3
• Budget line YY’’ menunjukkan keadaan dimana:
• Orang tidak mau bekerja dalam kondisi ini tidak mengkonsumsi riba sehingga
tambahan pendapatannya nihil. Secara matematis ditulis Yt = Yt+1 riba, dimana
riba = 0, sehingga Yt+1 = Yt
• Orang harus mengeluarkan zakat atas hartanya, dalam hal pendapatan periode
pertama yang disimpan saja.
• Bila ia tidak melakukan konsumsi atau berinfak pada periode pertama (FSt = 0)
maka Yt+1 – (C1 + infak) = St. Zakat dikeluarkan sebesar zSt, dimana z adalah rate
zakat
• Titik optimal terjadi pada persinggungan budget line dengan indifference curve yaitu
pada titik R’’ dimana tingkat konsumsi dan infaknya adalah sebesar FS’’
• Dibandingkan dengan kasus 1 dan kasus 2, kasus 3 ini tingkat IC nya berada pada
tingkat yang paling rendah namun tingkat FSnya paling tinggi berarti FS’’ > FS > FS’
Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah
• Logikanya bagi orang yang tidak mempunyai sumber pendapatan tambahan sedangkan
harus mengeluarkan zakat, maka ia memiliki empat pilihan:
• Mempertahankan tingkat konsumsinya menjadi C2 sehingga jumlah objek zakatnya
adalah Y – C1 – Infak1 = S1 dan jumlah zakatnya adalah Z1 = zS1
• Meningkatkan tingkat konsumsi menjadi C2 dimana C2 = C1 + C, C > 0 sehingga C2
> C1; jumlah objek zakatnya adalah Y – C2 – Infak – S2 dan jumlah zakatnya adalah
Z2 = zS2. Karena C2 > C1 maka S2 < S1 dan Z2 < Z1. Jika strategi ini digunakan
maka orang akan berada pada tingkat konsumsi yang lebih tinggi dan membayar
zakat lebih kecil.
• Meningkatkan tingkat infaknya menjadi Infak2, dimana Infak2 = Infak 1 + Infak, Infak
> 0 sehingga Infak2 > Infak1; jumlah objek zakatnya adalah Y – C – Infak2 = S3, dan
jumlah zakatnya adalah Z3 = zS3. Karena Infak2 > Infak1, maka S3 < S1 dan Z3 <
Z1. Jika strategi ini digunakan, maka orang akan memilih untuk memperbesar
infaknya untuk menghindari kewajiban zakat karena dengan berinfak, hartanya tidak
lagi mencapai nisab
Hubungan Terbalik Saving Ratio dengan Final Spending
• Hubungan antara saving dan final spending dapat dilihat dari FS periode pertama dan
periode kedua. Total FS pada dua periode tersebut adalah FS periode pertama ditambah FS
periode kedua, atau secara matematis:
• FS = FS (t=1) + FS (t=2) dimana FS (t=1) = Y – S1 dan FS (t=2) = S1 – zS1
• zS1 adalah besarnya zakat pada periode kedua, zakat pada periode kedua hanya
didasarkan pada besarnya jumlah tabungan pada periode pertama karena S1 = sY1
• Fstotal = FS (t=1) + FS (t=2) = (Y1 - S1) + (S1 - zS1) = (Y1 - sY1) + (sY1 + zsY1) = Y1 - (1 - zs)
• Dari persamaan ini terlihat bahwa komponen ‘zs’ bertanda negatif, menunjukkan adanya
hubungan terbalik antara final spending dan saving ratio ‘s’; sedangkan zakat rate ‘z’
besarannya tetap sama.
• Semakin besar ‘-s’ maka semakin kecil FS, sebaliknya semakin kecil ‘-s’ maka semakin
besar FS
Hubungan Terbalik Saving Ratio dengan Final Spending

• Secara grafis dapat digambarkan dengan kurva YS1, YS2 dan YS3. Kemiringan (slope) dari
ketiga kurva ini tidak berbeda. Kembali pada kasus 3 dimana tidak ada sumber tambahan
pendapatan dan wajib mengeluarkan zakat
• Dalam keadaan tersebut, semakin besar saving yang dilakukan maka akam semakin besar
zakat yang wajib dibayar, padahal tidak ada tambahan pendapatan (Z1 > Z2 > Z3 karena
S1 > S2 > S3) sehingga pendapatannya habis oleh zakat
• Itu sebabnya secara grafis digambarkan tingkat indifference I1 < I2 < I3. Pada saving ratio
terbesar yaitu S3, maka indifference curve berada pada tingkat terbawah
• Dengan asumsi bahwa FS periode pertama dan FS periode kedua adalah barang normal,
maka FS di kedua periode akan lebih besar dengan semakin kecilnya saving ratio
Menginvestasikan Tabungan
• Harta W (wealth) dapat digunakan seluruhnya untuk investasi atau sebagiannya. Tingkat
pemanfaatan harta dapat dinyatakan dengan v (value). Jika seluruhnya diinvestasikan
maka v = 1, sedangkan jika tidak diinvestasikan maka v = 0
• Tingkat pengembalian investasi dapat dinyatakan dengan R (return). Secara matematis
dapat ditulis: Y = (R) vW, dimana Y = Pendapatan, = nisbah bagi hasil, v = tingkat
pemanfaatan harta, W = harta yang ditabung
• Untuk melihat dampak pendapatan keuntungan dari tabungan yang diinvestasikan
terhadap perilaku konsumsi pada periode 1 dan periode 2, dapat diasumsikan barang
yang dikonsumsi adalah barang normal dan tidak ada perubahan harga
• Maka besarnya konsumsi pada periode pertama C1 adalah jumlah nominal uang pada
periode pertama M1, dikurangi dengan jumlah tabungan yang diinvestasikan S1
• Jumlah keuntungan dari hasil tersebut adalah R dan rate of profit dari tabungan tersebut
adalah R = rp(S1).
Menginvestasikan Tabungan
• Maka jumlah konsumsi pada periode 2 adalah:
• C2 = M2 + (M1 - C1) + rp (S1) -> S1 = (M1 - C1)
• C2 = M2 + (M1 - C1) + rp (M1 - C1)
• C2 = M2 + (1 + rp) (M1 - C1)
• Dengan meninvestasikan tabungan sehingga mendapatkan rate of return sebesar rpS1,
maka tingkat kepuasan individu meningkat dari IC1 menjadi IC2
• Meningkatnya pendapatan pada periode 2 maka akan berdampak pada bergesernya
budget line searah jarum jam. Titik optimal untuk konsumsi pada periode 2 berada pada
titik persinggungan antara BL2 dengan IC2
• Jika tabungan yang ada tidak diinvestasikan maka garis indifference berada pada garis IC1
yang akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih rendah karena konsumsi rendah
Thanks for your attention
Let’s discuss!

Anda mungkin juga menyukai