Anda di halaman 1dari 32

CHRONIC WOUND

DOKTER PEMBIMBING
dr. Taufik Akbar Farid Lubis, Sp. BP-RE
DI SUSUN OLEH :
ALZA HAMONANGAN PASARIBU (2108320012)
RIFQY IMSYA AL-AYYUBI LUBIS (2108320008)
AULIA RAHMI (2108320013)
MASHITHAH (2108320006)
SIUL HIDAYATI (210832022)
ANGGIE YURIKO (2108320001)
 
LATAR BELAKANG

• Prevalensi luka mengalami peningkatan setiap tahunnya.

• Prevalensi pasien dengan luka adalah 350 per 1000 populasi penduduk di dunia.

• Di Amerika Serikat dilaporkan 1.4 juta orang dewasa dirawat karena luka kekerasan dengan
prevalensi 1.6% dari semua pasien dewasa di Unit Gawat Darurat (UGD). Sedangkan prevalensi
pasien luka di Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI sebesar 8.2% dengan angka tertinggi
terdapat di provinsi Sulawesi Selatan yaitu 12.8%. Sedangkan pravelensi terendah terdapat di
daerah Jambi sebanyak 4.5%.
TINJAUAN PUSTAKA

KULIT
• Kulit merupakan bagian dari sistem
integumen dan dianggap sebagai organ
terbesar tubuh manusia.
• Ada tiga lapisan utama kulit yaitu
epidermis, dermis, dan hipodermis.
Selain itu dikulit juga terdapat kelenjar
keringat, folikel rambut, dan kelenjar
sebasea.
• fungsi yang kompleks dan penting
untuk mempertahankan homeostasis.
STRUKTUR KULIT

1. EPIDERMIS
• Epidermis merupakan lapisan paling luar
kulit
• Epitel berlapis gepeng dengan lapisan
tanduk.
• Epitel berlapis gepeng pada epidermis
tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut
keratinosit
• Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu stratum
basal, stratum spinosum, stratum granulosum,
stratum lusidum, dan stratum korneum
2. DERMIS

• stratum papilaris dan stratum retikularis

• stratum papilaris Jumlahnya terbanyak dan


lebih dalam pada daerah yang tekanan paling
besar, seperti pada telapak kaki.

• stratum retikularis, lapisannya lebih tebal dan


dalam. Terdapatserat otot polos seperti folikel
rambut, skrotum, preputium, dan puting
payudara.
3. HIPODERMIS

• Terdiri atas jringan ikat longgar berisi sel-sel


lemak

• Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan


inti terdesak ke nggir sitoplasma

• Lapisan lsel-sel lemak desebut penikulus adiposa


yang fungsinya sebagai cadangan makanan.
LUKA

• salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan yang terjadi mengenai bagian
tubuh tertentu, digambarkan sebagai gangguan dalam kontinuitas sel-sel lalu diikuti dengan
penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas tersebut.

• Luka dapat timbul secara patologis dimulai dari proses secara eksternal atau internal di dalam
organ yang terlibat. Kerusakan ringan pada luka seperti rusaknya integritas epitel kulit. Atau
kerusakan berat pada luka seperti luka yang meluas ke jaringan subkutan sehingga mengenai
struktur seperti tendon, otot, pembuluh, saraf, organ parenkim, dan tulang
KLASIFIKASI LUKA
1. Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronik, yaitu :

• Luka akut yaitu luka yang menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dalam waktu kurang dari 4 minggu.
Penyebab utama dari luka akut adalah cedera mekanikal karena faktor eksternal, dimana terjadi kontak antara
kulit dengan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka pasca operasi yang pada fase
penyembuhan nya tepat waktu dan teratur.

• Luka kronik merupakan luka yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dalam 4 minggu atau luka yang
sulit untuk sembuh. berasal dari luka akut atau cedera yang fase inflamasinya lebih panjang dikarenakan adanya
infiltrasi neutrophil yang sangat banyak, dan peningkatan kadar sitokin, MMP, dan aktivitas seluler. Salah satu
penyebab terjadinya luka kronik adalah kegagalan pemulihan karena suatu kondisi. Fisiologis (seperti diabetes
melitus (DM) dan kanker), infeksi terus-menerus, dan rendahnya tindakan pengobatan yang diberikan
2. Bedasarkan kebersihan dan kondisi menurut CDC terdapat 4 macam yaitu :

• Luka kelas 1, bersih. yaitu tidak adanya infeksi, tidak ada peradangan, dan tertutup. Selain itu, luka ini
tidak masuk ke saluran pernapasan, saluran pencernaan, alat kelamin, atau saluran kemih.

• Luka kelas 2, terkontaminasi-bersih. Luka kelas 2 masuk ke saluran pernapasan, pencernaan, genital,
atau saluran kemih.

• Luka kelas 3, terkontaminasi. Yaitu luka baru dan terbuka, sayatan yang menyebabkan peradangan.

• Luka kelas 4, terinfeksi. Luka ini biasanya disebabkan oleh luka traumatis yang dirawat dengan tidak
benar. Luka kelas 4 menunjukkan adanya kematian jaringan.
3. Bedasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi 4 yaitu :
• Luka Superfisial : luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

• Luka “Partial Thickness” : luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau
lubang yang dangkal.

• Luka “Full Thickness” : hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.

• Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.
DEFINISI LUKA KRONIS

• Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang gagal melewati fase


normal penyembuhan luka secara teratur dan tepat waktu.
• Definisi lain menyebutkan luka kronis adalah luka yang gagal
berkembang pada fase penyembuhan, teratur, dan tepat waktu di mana
adanya kegagalan dalam memulihkan integritas secara anatomi dan
fungsional setelah tiga bulan.
PATOFISIOLOG
I
LUKA
PROSES
PENYEMBUHAN
LUKA
MEKANISME LUKA KRONIK

• Penyembuhan luka setelah cedera kulit melibatkan


komunikasi yang luas antara konstituen seluler yang
berbeda dari berbagai kompartemen kulit dan
matriks ekstraselulernya (ECM).
• Dalam kondisi fisiologis normal, pemulihan barrier
epidermal fungsional sangat efisien
• Ketika respons perbaikan normal menjadi kacau,
ada dua hasil utama: cacat kulit ulseratif (luka
kronis) atau pembentukan bekas luka yang
berlebihan (bekas luka hipertrofik atau keloid)
MEKANISME LUKA KRONIK
• Luka kronis secara mekanismenya sering
menetap pada fase inflamasi yang menghalangi
ke fase proliferasi.
• Infiltrasi neutrofil yang berlebihan tampaknya
menjadi penyebab penting dalam siklus
peradangan kronis, dan bertindak sebagai
penanda biologis luka kronis.
• Meskipun penyebab yang berbeda, banyak luka
kronis berperilaku dan berkembang dengan
cara yang sama, seperti yang dirangkum dalam
figure 1.
JENIS LUKA KRONIK
• Ketika respons perbaikan normal menjadi
kacau, ada dua hasil utama: cacat kulit ulseratif
(luka kronis) atau pembentukan bekas luka
yang berlebihan (bekas luka hipertrofik atau
keloid).
• luka kronis diklasifikasikan berdasarkan
penyebab yang mendasarinya.
• Sebagian besar luka kronis terbagi dalam tiga
kategori utama: ulkus vena, ulkus tekan, dan
ulkus diabetik, dengan kelompok keempat
yang lebih kecil akibat iskemia arteri
JENIS LUKA KRONIK
1. Venous ulcer
• Ulkus vena stasis menyebabkan lebih dari setengah
dari semua luka kronis ekstremitas bawah dan akan
mempengaruhi 1% -2% dari populasi orang
dewasa,
• Ulkus vena stasis muncul sekunder akibat
hipertensi vena dan kongesti akibat trombosis vena
atau inkompetensi katup.
• Ulkus vena cenderung lebih besar dan dangkal,
dengan batas yang tidak teratur dan tidak jelas,
paling sering terjadi pada malleolus medial
JENIS LUKA KRONIK
2. Arterial ulcer
• Ulkus arteri lebih jarang terjadi daripada ulkus
vena.
• Ulkus arteri terjadi sebagai konsekuensi dari
insufisiensi arteri yang biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis, atau lebih jarang, tromboemboli
atau kerusakan akibat radiasi.
• Ulkus arteri biasanya terjadi di bagian distal di atas
penonjolan tulang dan muncul dengan batas yang
bulat dan berbatas tegas.
JENIS LUKA KRONIK
3. Preassure sore
• Ulkus tekan sering terjadi pada pasien dengan
gangguan mobilitas dan persepsi sensorik
• Tekanan atau geseran yang berkepanjangan
menyebabkan iskemia ketika kompresi jaringan
melebihi tekanan kapiler.
• Kulit di atas tonjolan tulang seperti sakrum,
pinggul, dan malleoli sangat rentan, seringkali
setelah tidak bergerak selama dua jam .
JENIS LUKA KRONIK
4. Diabetic Ulcers
• Ulkus diabetic adalah komplikasi umum dan serius
dari diabetes.
• Neuropati perifer yang terkait dengan diabetes
membuat kaki yang melemah secara struktural,
mati rasa, meningkatkan risiko ulserasi akibat
tekanan mekanis berulang, diperparah oleh perfusi
yang terganggu .
• Pasien dengan ulkus diabetik berisiko lebih tinggi
mengalami ulserasi ulang, amputasi, dan kematian
PRINSIP PENANGANAN LUKA

 T: Tissue management
 I: Inflammation and Infection
 M: Moisture balance
 E: Epithelial Edge
 R: Regeneration and Repair of tissue
 S: Social factors
1. TISSUE MANAGEMENT

Tujuan nya untuk mengangkat/ debridemen jaringan nekrotik, benda asing,


materi dressing yang menempel, biofilm atau slough, eksudat, dan debris.
Metode debridemen yaitu:
 Autolitik : Melembabkan jaringan nekrotik untuk didegradasi oleh enzim tubuh.
Contoh: dressing oklusif atau semioklusif (hidrokoloid), hidrogel, saline hipertonik, dan
sebagian antiseptik (perak atau produk berbasis iodine)
 Enzimatik : Menggunakan enzim eksogen untuk membantu kerja enzim endogen luka.
Terapi ini bersifat spesifik tetapi bekerja dengan lambat, dan membutuhkan penggantian
balutan yang cukup sering. Enzim yang digunakan adalah kolagenase atau papain
 Mekanik : Menggunakan irigasi tekanan tinggi atau dressing basah ke kering (dengan
aplikasi kassa lembab pada luka untuk kemudian diangkat ketika sudah mengering). Bersifat
nonspesifik, tetapi lebih cepat. Dapat menimbulkan nyeri dan merusak jaringan sehat
 Biologis : Mikrodebridemen selektif dengan menggunakan belatung atau larva yang steril.
Spesimen yang dapat digunakan adalah Lucilia sericata, Phaenicia sericata, dan Lucilia
cuprina
 Surgikal (bedah) : Merupakan metode debridemen secara tajam dengan scalpel dan gunting
oleh dokter bedah yang berkompeten. Metode ini bersifat nonselektif serta berisiko
menimbulkan perdarahan, kerusakan jaringan, dan nyeri
 Kimiawi : Debridemen menggunakan antiseptik seperti octenidine, perak, povidone
iodine, chlorhexidine, dan PHMB (polyhexamethylene biguanide). Agen-agen ini dapat
menimbulkan nyeri dan memiliki efek toksik terhadap jaringan sehat, tetapi dapat efektif
bila digunakan untuk waktu singkat
2. INFLAMMATION AND INFECTION (INFEKSI DAN
INFLAMASI)

Tujuan nya untuk mengontrol inflamasi, mengurangi jumlah perkembangbiakan kuman, mencegah
infeksi, mengatasi infeksi. Inflamasi adalah respon fisiologis terhadap luka dan merupakan bagian
dari tahapan penyembuhan luka. Namun proses inflamasi yang berlebih dapat menimbulkan efek
buruk bagi pasien.
Luka dikatakan infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulen/nanah, bertambah banyak
dan sangat berbau, luka meluas/breakdown, serta melalui pemeriksaan penunjang diagnostic seperti :
lekosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat: Bakteri > 106/gram jaringan.
Lakukan pencucian dengan baik, gunakan cairan antiseptic yang seditkit korosif pada luka
kontaminasi kotor dan luka infeksi
3. MOISTURE BALANCE

Tujuan nya untuk mempertahankan kelembaban yang seimbang, melindungi luka dari trauma saat
mengganti balutan, melindungi kulit sekitar luka, dan menyerap/menampung cairan luka.
Kelembaban yang sesuai dibutuhkan untuk kerja faktor pertumbuhan, sitokin, dan migrasi sel.
Kelembaban meningkatkan laju epitelialisasi hingga dua kali lipat. Eksudat berlebih akan merusak
kulit sekitar luka dan meningkatkan risiko infeksi, sementara eksudat yang terlalu sedikit
menghambat aktivitas sel dan berujung pada pembentukan eschar. Luka yang kering dan dehidrasi
akan menimbulkan nyeri dan gatal. Keropeng kering juga menghambat penyembuhan luka karena
epitel tidak dapat bermigrasi melalui jaringan kering. Keropeng juga menyebabkan hasil estetik
suboptimal.
4. EDGE OF WOUND/ EPITHELIAL EDGE (TEPI LUKA)

Penilaian tepi luka (kemajuan epitelisasi), adanya undermining tepi luka, dan kondisi
kulit sekitar luka menandakan efikasi perawatan luka serta kemajuan pengobatan dan
epitelialisasi. Majunya epitelialisasi adalah tanda penyembuhan luka yang paling jelas.
Setelah 2-4 minggu, area luka seharusnya berkurang 20-40%. Tepi luka yang menebal
(hiperkeratosis dan callus) akan memperlambat kontraksi dan epitelialisasi luka.
Modalitas terbaru yang bertujuan meningkatkan kemajuan penyembuhan luka antara
lain EMT (terapi elektromagnetik), laser, ultrasound, terapi oksigen sistemik, dan
NPWT.
5). REGENERATION AND REPAIR TISSUE

Intervensi bedah mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan jaringan nekrotik,


penilaian struktur yang lebih dalam, dan rekonstruksi penutupan defek. Tindakan
bedah diindikasikan bila penyembuhan luka lambat, terdapat komplikasi infeksi
rekuren, atau penampilan estetik tidak optimal. Debridemen dapat dilakukan di
ruangan rawat bila intervensi luka tidak menimbulkan nyeri atau pasien memiliki
komorbiditas multipel sehingga berisiko tinggi bila dilakukan anestesi umum.
6. SOCIAL FACTORS

Masalah psikososial juga merupakan isu yang umum terjadi pada pasien
dengan luka kronik. Stres dan kegelisahan sering dialami oleh pasien luka
kronik, biasanya disebabkan oleh nyeri (terutama saat penggantian balutan),
penampilan luka, bau tidak sedap, dan durasi penyembuhan yang lama.
Pasien dilibatkan dalam manajemen luka dengan edukasi dan pengambilan
keputusan terapi. Terapi nonfarmakologis dapat digunakan untuk membantu
meringankan nyeri, misalnya terapi perilaku kognitif, hipnosis, akupuntur,
distraksi, dan meditasi.
2.10 KOMPLIKASI

Nekrosis
Infeksi Osteomyelitis Jaringan &
Gangren

Hematoma Edema
KESIMPULAN

• Luka merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan rusaknya jaringan tubuh. Kerusakan jaringan tubuh dapat
melibatkan jaringan ikat, otot, kulit saraf dan robeknya pembuluh darah yang akan mengganggu homeostatis tubuh.
Prevalensi luka mengalami peningkatan setiap tahunnya. Prevalensi pasien dengan luka adalah 350 per 1000 populasi
penduduk di dunia.

• Penyebab paling umum dari keterlambatan penyembuhan pada luka kronis adalah infeksi. Kontaminasi mikroba
pada luka dapat berkembang menjadi kolonisasi, infeksi lokal, hingga infeksi sistemik, sepsis, disfungsi multi-organ,
dan infeksi selanjutnya yang mengancam jiwa dan anggota tubuh.

• Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat
menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Diperlukan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan klinis untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas.
REFERENSI

1. Risma , Tahir T , Yusuf S. Gambaran Karakteristik Luka Dan Perawatannya Di Ruangan Poliklinik Luka Di Rs Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Luka
Indonesia. 2018, 4(3): 153-163.

2. Fauziah M Dan Soniya F. Potensi Tanaman Zigzag Sebagai Penyembuh Luka. Global Health Science Group. 2020, 2(1): 39-44 .

3. Agarwal S dan Krishnamurthy K. Histology Skin. National Center for Biotechnology Information (NCBI). 2020.

4. Sampaio Ribeiro C, Leal F, dan Jeunon T. The Clinical Approaches and Procedures in Cosmetic Dermatology. Springer International Publishing. 2017.

5. Atkin L. Implementing Timers: The Race against hard-to-heal wounds. Journal Of Wound Care. 2019:3(28)

6. Primadina N. Proses Penyembuhan Luka Ditinjau Dari Aspek Mekanisme Seluler Dan Molekuler. Qanun Medika. 2019:3(1)

7. Timothy F. Wound Classification. NCBI National Center for Biotechnology Information. 2020.

8. Raziyeva K et all. Immunology of acute and chronic wound healing. 2021:11(5):700

9. Bowers S and Franco E. Chronic Wounds: Evaluation and Management. Pubmed. 2020:101(3):159-166.

10. Grubbs H and Manna B.wound physiology. National center for biotechnology information (NCBI). 2022
1. Eming SA, Martin P, Tomic-Canic M. Wound repair and regeneration: mechanisms, signaling, and translation. Sci Transl Med. doi:
10.1126/scitranslmed.3009337. PMID: 25473038; PMCID: PMC4973620.

2. Zhao, R., Liang, H., Clarke, E., Jackson, C., & Xue, M. (2016, December 11). Inflammation in chronic wounds. MDPI. Retrieved December 6,
2022, from https://www.mdpi.com/1422-0067/17/12/2085 

3. Grandi, V., Corsi, A., Pimpinelli, N., & Bacci, S. (2022). Cellular mechanisms in acute and chronic wounds after PDT therapy: An update.
Biomedicines, 10(7), 1624. https://doi.org/10.3390/biomedicines10071624

4. Frykberg RG, Banks J. Challenges in the Treatment of Chronic Wounds. Adv Wound Care (New Rochelle). doi: 10.1089/wound.2015.0635. PMID:
26339534; PMCID: PMC4528992.

5. Britto EJ, Nezwek TA, Robins M. Wound dressings. StatPearls. 2019.

6. Deutsch CJ, Edwards DM, Myers S. Wound dressings. British Journal of Hospital Medicine. 2017;78(7):c103-9.

7. Moore Z, dkk. TIME CDST: an updated tool to address the current challenges in wound care. Journal of Wound Care. 2019;28(3):154-61.

8. Jarbrink K, Ni G, Sonnergren H, et al. Prevalence and incidence of chronic wounds and related complications: a protocol for a systematic review.
Syst Rev. 2017

9. Advanced Tissue. Severe edema: a detriment to wound healing. 2018.

Anda mungkin juga menyukai