Anda di halaman 1dari 24

CASE

REPORT

Manajemen Anestesi pada


Pasien THT dengan Teknik
Hipotensi Terkendali

Supervisor Pembimbing:
dr. Zulfikar Djafar, M.Kes, Sp.An, KMN
Co-Ass
Ikhsan Mursad, S.Ked (105505407118)
Riwayat penyakit sekarang
Seorang wanita berusia 30 tahun masuk RS

Identitas Pasien Syekh Yusuf Gowa dengan keluhan hidung


tersumbat sejak 6 bulan yang lalu. Pada pasien
Identitas pasien
tidak didapatkan riwayat keluar lendir maupun
Nama : Ny. HAP
Jenis Kelamin : Perempuan
darah dari hidung. Riwayat nyeri kepala(-)

Usia : 30 tahun demam (-). BAB dan BAK dalam batas normal.
Berat Badan : 62 kg Riwayat operasi (-)
Alamat : Borong
Diagnosis : Deviasi Septum

Keluhan Utama : Hidung Tersumbat


RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat Asma : (-)


Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Penyakit Jantung : (-)
Riwayat Penyakit DM : (-)
Riwayat Alergi : (-)
Riwayat Operasi : (-)
Pemeriksaan Fisik
P = 20 x / menit
B1 Breath SpO2 = 98 % tanpa nasal kanul

TD = 130 / 80 mmHg
B2 Blood Nadi = 82 x / menit

B3 Brain
GCS
Suhu
= 15 (E4M6V5)
= 36, 5 0 C
B4 Bladder BAK Spontan,Frek 2-5x/hari

Abdomen : Distended ( - )
B5 Bowel Peristaltik ( + ) kesan normal

Back & Edema Ekstremitas = ( - )


B6 Bone Fraktur = (- )
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PARAMETER RESULT NILAI RUJUKAN

WBC (Leukosit) 9.41 4.0 - 10.0 x 103/uL


RBC (Eritrosit) 4.64 4.0 - 6.20 x l06/uL
HGB (Hemoglobin) 14.4 11.0 – 18.0 g/dL

HCT 42.9 35.0-55.0 %

PLT 320 150 - 450 103/uL


CT 9’00” 4 - 10 Menit
CT 3’00” 3 - 7 Menit
Anti-HIV Non Reaktif Non Reaktif
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
SARS Cov – 2 Ag Negatif Negatif
PENATALAKSANAAN
Rencana Operasi Septoplasti

KIE (+), Surat Persetujuan Tindakan Operasi (+), Surat

Persetujuan Tindakan Anestesi (+).

 Cairan RL 18 tpm

 Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV


Di perawatan
 Inj. Asam Tranexamat 1amp/IV

 Puasa operasi (Pukul 00.00 Malam)

 Alprazolam 0,5 mg 1x1

 Dorong ke ruang OK 30 menit sebelum operasi


Diagnosis Preoperatif
Deviasi Septum Nasi

Status Operatif
ASA I

Kesimpulan Jenis Operasi


Septoplasti

Jenis Anestesi
General Endotracheal Anesthesia (GETA) dengan
Teknik Hipotensi Terkendali
Persiapan Sebelum Intubasi
Scope : Setoscope dan Laringoscope
S
laryngeal mask airway ukuran 6,5
T Tubes : Pipa trakea pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini digunakan

Airway : Pipa mulut – faring ( Guedel, orotracheal airway), kasus ini dipilih
A guedel berwarna hijau dengan ukuran 80 mm.

T Tapes : Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong / tercabut

I
Introducer : Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastik

C Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S Suction : Penyedot lendir, ludah dan lain lainnya


Persiapan Sebelum Intubasi
Pasien berbaring dengan nyaman, kemudian diberikan Midazolam 3 mg, Fentanyl 100 mcg, Propofol
140 mg dan Rocuronium 50 mg, dan Lidocaine 1% 50 mg.
Setelah reflex bulu mata menghilang, pasien diberi O2 selama ± 3 menit.

Batang laringoskop dipegang menggunakan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi sehingga mulut terbuka.

Memasukkan bilah laringoskop mulai dari mulut sebelah kanan, menyusuri kanan lidah dan menggeser
lidah ke kiri .
Menghubungkan ETT dengan connector ke bag valve dan diperiksa dengan stetoskop.
Masukkan ETT melewati plica vocalis, lalu kembangkan cuff ETT
Mencari epiglottis kemudian diangkat. Setelah itu mencari plica vocalis.

Setelah dipastikan dada mengembang simetris, maka O2 dipastikan sudah masuk ke paru-paru. ETT
dapat difiksasi menggunakan plester.

Pasien dipasangkan guedel kemudian difiksasi


Jenis Anastesi : INTRA OPERATIF
GETA

Anestesi Inhalasi
Relaksan: Rocuronium 5- Diberikan Sevofluran MAC
Waktu : 50 mg / 5 cc 1,5 % Vol dengan Tambahan
Anestesi : 73 Menit (0,6 – 1,2 mg/kgBB) O2 10 Lpm
Lama Operasi : 50 menit
Maintenance
Fentanyl 50 mcg / jam
(syringe pump)
Induksi : Propofol 140mg /
Anestesiologi :
14 cc (Dosis: 2–3 mg/kgBB)
dr. zulfikar Djafar, M.Kes Sp.An
Dokter THT :
dr. Yunida Andriani, Sp.THT-KL Medikasi tambahan
Lidocain 1% 5 cc / 50 mg
Premedikasi :
Midazolam 3 mg / 3cc Medikasi tambahan : Reversal
Teknik Anestesi : (Dosis: 0,05 – 0,1 mg/kgBB) [Atropine Sulfate 0,25 mg/ml (2
Intubasi ETT Fentanyl 100 mcg / 10 cc Amp) + Neostigmin Sulfate 0,5
( Dosis : 1-2 mcg/KgBB mg/ml (2 Amp)]
POST OPERAIF
Pemantauan di Recovery Room :

 Tekanan darah, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.

 IVFD RL

 Bila tekanan darah sistolik < 90 mmHg, memberikan injeksi ephedrin 10 mg/iv

 Bila denyut jantung < 60 kali/menit, memberikan atropin sulfat 1 mg.


PEMBAHASAN
Anastesi
Tindakan Anestesi adalah suatu
Anestesi (pembiusan; berasal dari tindakan Medis, yang dikerjakan secara
sengaja pada pasien sehat ataupun
bahasa Yunani an- “tidak” “tanpa” dan disertai penyakit lain dengan derajat
asethetos “persepsi, kemampuan untuk ringan sampai berat bahkan mendekati
kematian. Tindakan ini harus sudah
merasa”), secara umum berarti suatu memperoleh persetujuan dari dokter
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika Anestesi yang akan melakukan tindakan
tersebut dengan mempertimbangkan
melakukan pembedahan dan berbagai kondisi pasien, dan memperoleh
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa persetujuan pasien atau keluarga,
sehingga tercapai tujuan yang diinginkan
sakit pada tubuh. yaitu pembedahan, pengelolaan nyeri, dan
DEFINISI life support yang berlandaskan pada
“patient safety”.
Teknik hipotensi
terkendali

Teknik Hipotensi Terkendali merupakan suatu teknik pada anestesi


umum dengan menggunakan agen hipotensi kerja cepat untuk menurunkan
tekanan darah serta perdarahan saat operasi. Prosedur ini memudahkan
operasi sehingga membuat pembuluh darah dan jaringan terlihat serta
mengurangi kehilangan darah.
Cara Menjaga Hipotensi yang Ingin Dicapai

Kata kunci pada teknik anestesi hipotensi adalah MAP (Mean Arterial
Pressure) yaitu perkalian cardiac output dengan resistensi vaskular
sistemik. MAP dapat dimanipulasi dengan mengurangi resistensi vaskular
sistemik atau cardiac output, ataupun keduanya. Teknik hipotensi dengan
hanya mengurangi cardiac output tidak ideal dilakukan, karena memelihara
aliran darah ke organ sangat penting. Resistensi vaskular sistemik
dapat dikurangi dengan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sedangkan
cardiac output dapat dapat dikurangi dengan menurunkan venous return,
heart rate, kontraktilitas miokard atau kombinasi dari ketiganya.
A. Indikasi Teknik Hipotensi Terkendali

Teknik hipotensi terkendali telah terbukti berguna untuk operasi perbaikan


aneurisma cerebral, pengangkatan tumor otak, total hip artroplasty, dan operasi
lainnya yang berhubungan dengan resiko kehilanggan darah yang banyak. Penurunan
ekstrafasasi darah di perkirakan akan meningkatkan hasil operasi plastik menjadi
lebih baik. Indikasi lainnya adalah :
1. Operasi Telinga, hidung, tenggorokan serta operasi daerah mulut
2. Gynecology : operasi pelvis radikal
3. Urology : prostatektomy
A. Kontra Indikasi Teknik Hipotensi Terkendali

Teknik hipotensi terkendali tidak dianjurkan pada pasien-pasien yang mempunyai penyakit
yang dapat menurunkan perfusi organ seperti :
1. Anemia
2. Hipovolemia
3. Penyakit jantung coroner
4. Insufisiensi hepar dan ginjal
5. Penyakit serebrovaskular
6. Penyakit jantung bawaan
7. Gagal jantung kongestif
8. Hipertensi tidak terkontrol
9. Peningkatan TIK.
DISKUSI

Seorang wanita berusia 30 tahun masuk RS Syekh Yusuf Gowa


dengan keluhan hidung tersumbat sejak 6 bulan yang lalu. Pada pasien
tidak didapatkan riwayat keluar lendir maupun darah dari hidung.
Riwayat nyeri kepala(-) demam (-). BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat operasi (-)
DISKUSI
Pasien masuk ke kamar operasi pukul
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan 09.00, kemudian dilakukan persiapan pada
tekanan darah 130/80mmHg; nadi 82 x / menit, pasien dengan tanda – tanda vital awal : TD
100/70 mmHg, HR 70 x/menit, RR : 24 x /
respirasi 22 x / menit, suhu 36,5˚C. Dari
menit, Suhu 36,90, Sp O2 98%. Setelah
pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan
pasien dan instrumen untuk pembedahan
dalam batas normal. Dari hasil anamnesis, telah siap, pukul 11.40 dilakukan persiapan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk anestesi dengan prosedur GETA.
Pada penilaian Mallampati pasien masuk
disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA I.
dengan mallampati score 2. Tidak
dengan pemberian maintenance cairan sesuai berat ditemukan tanda-tanda obstruksi saluran
badan serta dipuasakan selama 8 jam sebelum nafas dan mobilitas leher baik. Sehingga

operasi yang bertujuan untuk memperkecil dapat disimpulkan bahwa diperkirakan tidak
ditemui kesulitan untuk laringoskopi dan
kemungkinan adanya aspirasi isi lambung karena
intubasi berdasarkan hasil pemeriksaan
regurgitasi atau muntah saat dilakukan intubasi. obyektif
DISKUSI
Metode anestesi yang dipilih adalah anestesi umum dengan intubasi dan teknik hipotensi.
Indikasi dilakukannya teknik hipotensi pada kasus ini adalah lokasi operasi berada di hidung yang
memiliki lapang pandang kecil. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari
tindakan anestesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara lain:
 Teknik hipotensi dilakukan pada operasi ini untuk meningkatkan lapang pandang / visualisasi dari
operator serta mengurangi perdarahan pada pasien.
 Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, serta terhindar dari trauma
terhadap operasi.

Setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL (ringer Laktat), obat-obat premedikasi,
Midazolam 4 mg, fentanyl 100 mcg dan Lidocaine 1% 50 mg, setelah itu dimasukkan propofol 140 mg
sebagai obat induksi anestesia, muscle relaksan dengan golongan non-depolarisasi yaitu rocuronium 50
mg, sebagai obat anestesi inhalasi diberikan sevoflurance MAC 1,5 % vol dengan tambahan O2 10 lpm.
Selama operasi berlangsung tekanan darah pasien berkisar 90-100 untuk sistol dan 60-80
untuk diastol. Selain itu juga terpasang fentanyl pada syringe pump dengan dosis 50 mg / jam sebagai
maintenance. Kemudian dilakukan pemantauan monitor untuk tanda-tanda vital pasien. Pukul 13.10 operasi
selesai, TTV terakhir : TD 105 / 69 mmHg, HR 67x/ menit, RR 20x/ menit, Suhu 36,8 C, Sp O2 100%.
Diskusi
• Pukul 12.00 operasi berlangsung, dilakukan pemantauan monitor untuk
tanda-tanda vital pasien.
• Pukul 13.10 operasi selesai, dengan TTV terakhir :
TD = 105 / 69 mmHg
HR = 67x/ menit
RR = 20x/ menit
Suhu = 36,8 C
SpO2 = 100%.
KESIMPULAN
Pada operasi hidung, teknik anestesi yang dipilih seharusnya dapat memberikan
kondisi operasi yang baik pada operator. Tujuannya haruslah mengurangi perdarahan, terutama pada
daerah yang dioperasi. Teknik anestesi hipotensi merupakan suatu teknik pada anestesi umum dengan
menggunakan agen hipotensi kerja cepat untuk menurunkan tekanan darah serta perdarahan saat
operasi. Prosedur ini memudahkan operasi sehingga membuat pembuluh darah dan jaringan terlihat serta
mengurangi kehilangan darah. Teknik ini memerlukan kontrol pada tekanan darah yang rendah sehingga
tekanan darah sistolik berada diantara 80-90 mmHg. Definisi lainnya adalah menurunkan tekanan arteri
rata- rata (mean arterial pressure) sampai berkisar antara 60-70 mmHg pada pasie normotensi.
Kata kunci pada teknik anestesi hipotensi adalah MAP (Mean Arterial Pressure) yaitu perkalian
cardiac output dengan resistensi vaskular sistemik. MAP dapat dimanipulasi dengan mengurangi
resistensi vaskular sistemik atau cardiac output, atau keduanya. Resistensi vaskular sistemik dapat
dikurangi dengan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sedangkan cardiac output dapat dapat dikurangi
dengan menurunkan venous return, heart rate, kontraktilitas miokard atau kombinasi dari ketiganya.
1. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
P
D
Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. Semarang: Ikatan Dokter

U Spesialis Anestesi dan Reanimasi (IDSAI) Cabang Jawa Tengah; 2019.p.259-64

A 2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi

S Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2017; 133-9


F 3. Morgan GE. Mikhail MS. Clinical Anesthesiologi. 4ed. Appleton & Lange Stamford.
T
T
2016

A 4. Miller RD. Anesthesia 7th ed. Churchill Livingstone Philadelphia. 2018 5. Sunatrio.

A Resusitasi Cairan. Media Aesculapius. Jakarta; 2018

K 6. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi


R Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Semarang
A 7. Sunatrio S. Terapi Cairan Kristaloid dan Koloid untuk Resusitasi Pasien kritis.
Second Fundamental Course on Fluid Therapy. PT. Widatra Bhakti. Jakarta;
2017.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai