Pembimbing
dr. Rosmini, Sp. THT-KL
dr. Agustina, Sp. THT-KL
HIDUNG DALAM
(Nasus internus):
dorsum nasi,
apeks nasi,
radiks nasi,
ala nasi.
HIDUNG DALAM (Nasus interternus)
Rongga hidung KS
Konka nasi inf.(KI)
Konka nasi med.(KM) KM
Konka nasi sup.(KS)
Septum nasi(SPT) SPT
KI
SINUS SFENOID(SS), SINUS FRONTAL(SF),KONKA INFERIOR(KI), KONKA
MEDIUS(KM), KONKA SUPERIOR(KS), MEAT SUPERIOR(MS), MEAT MEDIUS(MM),
MEATUS INFERIOR(MI), OSTIUM TUBA EUST.(OT), RESESUS SFENO-ETMOID(RSE)
Kerangka Hidung
• Tulang Hidung(TH)
• Tulang Rawan Hidung:
– Kartilago lateral hidung (KLH)
– Kartilago alaris mayor (KAM), kaki medial (x)
& lateral(y)
– Kartilago alaris minor(KAMn)
ARTERI PADA SEPTUM DAN DINDING RONGGA HIDUNG:
Arteri penting :
etmoidalis anterior(EA) dan etmoidalis posterior(EP),
Sfenopalatina(SfP), palatina mayor(PM).
Pleksus Kiesselbach di area Little di bagian depan
septum nasi
Dinding Rongga Hidung
18
FISIOLOGI
PENCIUMAN
FISIOLOGI PENCIUMAN
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, kondisi udara ( air conditioning ), penyaring udara, indra penghidu
( olfactory ), untuk resonansi suara, refleks nasal dan membantu proses bicara.
Fungsi Pernapasan
1. Menyiapkan udara :
Menyaring: (vibrise, selimut lendir)
Membasahi: (dengan penguapan sekret hidung) kelembaban udra kl 80%
Memanasi: Trasfer panas dari darah ke udara di dalam rongga hidung (konka), udara dingin berubah 36-370
2. Desinfeksi:
• Selimut lendir didorong ke belakang oleh silia epitel mukosa ke nasofaring, ditelan 20
● Udara inspirasi masuk ke rongga hidung ke atap bersentuhan dengan daerah pembauan (regio
olfaktoria).
● Merangsang reseptor di ujung syaraf, n. olfaktorius, pusat penghidu.
● Bila terjadi buntu hidung (udim, polip, tumor hiposmia/anosmia
Fungsi lain :
• Fungsi resonansi suara :
Getaran yang dihasilkan pita suara menimbulkan resonansi pada rongga
sinus suara merdu. Bila buntu hidung bindeng
• Fungsi drainase dan ventilasi sinus :
21
Gangguan fungsi sinusitis
Mukosa Hidung
Epitel merupakan:
“ciliated pseudo stratified
columnar epithelium”.
Mengandung sel goblet serta
kelenjar serus dan mukus
Silia berjumlah 25-100/sel dan
selalu mengadakan gerakan
(“stroke”) ke arah belakang
(koana) untuk mendorong
selimut lendir ke nasofaring
(1300 gerakan/menit)
22
PEMERIKSAAN
HIDUNG
Pemeriksaan Hidung
• Anamnesa
• Pemeriksaan Luar
• Nasoendoskopi
• Tran Iluminasi
• Pemeriksaan radiologi 24
Anamnesa
Sumbatan Hidung
• Apakah keluhan ini terjadi Sekret hidung
terus – menerus atau hilang • Apakah pada satu atau Bersin
kedua rongga hidung ? • Apakah berulang – ulang ?
timbul ?
• Pada satu atau kedua lubang • Bagaimana konsistensi • Apakah bersin timbul
hidung atau bergantian ? sekret ? akibat menghirup sesuatu ?
• Adakah kontak dengan • Apakah sekret ini keluar • Apakah diikuti keluar
bahan alergen ? hanya pada pagi hari atau sekret yang encer dan rasa
• Adakah riwayat pemakaian pada waktu tertentu gatal di hidung ?
misalnya pada musim • Berapa lama berlangsung ?
obat tetes hidung
dekongestan ? hujan ?
• Apakah mulut dan tenggorok
merasa kering ?
25
Lanjutan
…
Perdarahan dari hidung
Sudah berapa lama terjadi ? Refkuensinya ?
Perdarahan pada unilateral atau bilateral ?
Apakah perdarahan berasal dari rongga hidung bagian anterior atau posterior, atau keduanya ?
Apakah ada riwayat trauma ?
Apakah pasien mempunyai kecenderungan berdarah ?
Apakah mempunyai riwayat hipertensi ?
○ Bentuk hidung dari luar : apakah terdapat cacat bawaan, trauma, atau tumor.
Palpasi
Palpasi dorsum nasi : menilai adanya krepitasi, deformitas.
Palpasi ala nasi : menilai adanya furunkel vestibulum ( jika nyeri ).
Palpasi regio frontalis :
Menekan lantai sinus frontalis dengan ibu jari ke arah medosuperior, dengan tenaga yang optimal
dan simetris ( tenaga kiri = tenaga kanan ). Hasil pemeriksaan bermakna jika ada perbedaan
reaksi. Sinus yang lebih sakit adalah sinus patologis.
Menekan dinding muka sinus frontalis, dengan ibu jari menekan arah medial dengan tenaga yang 27
optimal dan simetris. Jangan menekan foramen supraobtallis sebab terdapat N. Supraorbitalis.
Menekan fosa kanina dengan ibu jari ke arah medial superior untuk menilai sinus maksilaris
Rinoskopi Anterior Rinoskopi Posterior
(RA) (RP)
28
Fenomena Palatum Mole
Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu dengan
mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara
tegak lurus. Normalnya kita akan melihat cahaya lampu yang terang benderang.
Kemudian pasien kita minta untuk mengucapkan “iii”.
Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu:
1. Paralisis palatum mole pada post difteri.
2. Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
3. hipertrofi adenoid
4. Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
5. Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior
Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu dengan mengarahkan cahaya
lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas pasien.
Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian atas,
yaitu :
1. Kaput konka nasi media.
2. Meatus nasi medius : pus dan polip.
3. Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
4. Fissura olfaktorius.
5. Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi
media pasien.
6. Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior
32
RINOSKOPI
POSTERIOR
Nasoendoskop
i
Pemeriksaan menggunakan alat yang dimasukan melalui
hidung dan dapat mengidentifikasi seluruh rongga hidung
beserta seluruh struktur yang terdapat didalamnya dan daerah
nasofaring.
Trans-Iluminasi
(untuk Sinus Maksila)
● Dilakukan di kamar gelap
● Lampu bertangkai dimasukkan ke dalam rongga mulut, sinar
lampu akan menembus rongga sinus maksila, terlihat di pipi,
bandingkan kanan dan kiri. Sinus yang terisi cairan tampak
suram/gelap
● Bermakna bila ada perbedaan kanan & kiri
a b
c TRANS-ILUMINASI
LAMPU (a) (b)
KAMAR GELAP (c)
SINUS FRONTAL SINUS MAKSILA
TRANS-ILUMINASI
Pemeriksaan
Radiologik
Pemeriksaan X-ray standar sinus paranasalis dilakukan dalam beberapa
proyeksi untuk menilai adanya inflamasi akut pada sinus.
Proyeksi Occipitomental (waters) : untuk evaluasi sinus maksilaris
Proyeksi Occipitomental frontal (caldwell) : untuk evaluasi sinus frontalis
dan etmoidalis
Posisi lateral : untuk evaluasi sinus sfenoid.
Foto Polos Sinus Paranasal
PENYAKIT – PENYAKIT
PADA HIDUNG
PENYAKIT – PENYAKIT PADA HIDUNG
01 02 03 04 05 06
07
Epistaksis
Rhinitis alergi
• Rhinitis alergi menurut ARIA WHO adalah suatu kelainan simptomatik pada
hidung yang timbul akibat paparan alergen melalui reaksi inflamasi yang
diperantarai oleh Ig E.
• Klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan ARIA WHO :
1. Berdasarkan lamanya waktu serangan yaitu intermiten dan persisten
2. Berdasarkan berat gejalanya yaitu ringan dan sedang-berat
Rhinitis Allergi
• Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga berbentuk
krusta berbau busuk
• Etiologi: infeksi kuman spesifik (Klebsiella, Stafilokokus, Pseudomonas), defisiensi Fe, defisiensi vitamin
A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, penyakit kolagen
• Gejala: napas berbau, ingus kental berwarna hijau, kerak (krusta) hijau, gangguan penghidu, sakit kepala,
hidung tersumbat
• Pengobatan: konservatif dan operatif
Tatalaksana Rhinitis Atrofi
Operasi
• Irigasi hidung dgn NS hangat minimal 2 kali sehari
• Setelah irigasi lubrikasi mukosa nasal dgn petroleum jelly, A number of surgical procedures have been
xylitol-containing saline sprays, or personal lubricants. proposed; however, controlled trials have not
• Antibiotik dpt ditambahkan ke larutan irigasi jika cairan nasal been performed to adequately assess their
tetap purulen selama lebih dari 2 hari . Antibiotik dpt efficacy.
diteruskan hingga purulen hilang. Operasi Young Penutupan total rongga
• Antibotik awal yg dapat digunakan mupirosin hidung dengan flap
• Jika curiga gram negatif quinolon atau aminoglikosida. Operasi Young yang dimodifikasi
• The oral administration of antibiotics may also be required for penutupan lubang hidung dengan
acute infections pakai broad spectrum A meninggalkan 3 mm yang terbuka.
Operasi Lautenschlager memobilisasi
dinding medial antrum dan bagian dari
etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang
hidung.
Implantasi submukosa dengan tulang rawan,
tulang, dermofit, bahan sintetis seperti teflon,
campuran triosite dan lem fibrin.
Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus
maksila (operasi Wittmack) dengan tujuan
4. Sinusitis
Sinus Patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam KOM.
SUBAKUT
(gejala dirasakan selama 4 minggu - 3 bulan)
KRONIK
(gejala dirasakan selama >3 bulan)
Manifestasi Klinis
1. Hidung tersumbat
2. Rasa nyeri pada sinus yang terinfeksi
Gejala
3. Kadang didapatkan nyeri ahli
Umum
4. Sekret kental berbau dan dirasakan mengalir ke daerah nasofaring
5. Gejala Sistemik : demam & lesu
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Tergantung pada lokasi, derajat sumbatan
Pada pasien dengan benda asing hidung
(total / sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran
→ Tanpa gejala sampai kematian (akibat yang hidup, gejala-gejala yang muncul
sumbatan total).
biasanya terdapat pada hidung bilateral.
• Hidung tersumbat, rinore unilateral,
dengan cairan kental dan berbau • Hidung tersumbat
• Rasa nyeri
• sakit kepala
• Demam
• Epistaksis • bersin dengan kotoran seropurulent
• Bersin dan
• Leukositosis (infeksi sekunder)
• Disertai bekuan darah
• Tanpa nyeri (jarang)
Diagnosis
ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan X-ray
• Gejala Klinis • Endoskopi
• Riwayat tersedak serta jenis dan bahan
benda
PEMERIKSAAN FISIK
• Gunakan Rhinoskopi anterior
• dapat ditemukan destruksi luas pada mukosa membran, tulang, dan
kartilago
• Mukosa hidung menjadi lunak dan mudah berdarah.
• edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi..
• Pada kasus rhinolith, pemeriksaan fisis kadang ditemukan pada kavum
nasi massa berwarna keabu-abuan yang irregular, di sepanjang dasar
rongga hidung yang bertulang, keras, dan terasa berpasir
Penatalaksanaan
EKSTRAKSI BENDA ASING
PERSIAPAN :
• Posisi ideal saat pengeluaran benda asing (duduk dan kepala posisi ekstensi 30 ˚.
• Lampu kepala dan kaca pembesar untuk membantu pemeriksa memperoleh sumber
pencahayaan yang baik.
• Anestesi lokal sebelum tindakan dapat memfasilitasi ekstraksi yang efisien dan
biasanya dalam bentuk spray. (anestesi umum dipertimbangkan untuk pasien
pediatri)
Penatalaksanaan
Cacing, larva, lintah
• Kloroform 25% dimasukkan dalam hidung
• Dapat dilakukan 2-3x/minggu
• Dapat dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase
Pasien Myasis → Kondisi komplikasi dan morbiditas tinggi
• Operasi debridement
• Antibiotik parenteral
• Antiparasit (dapat dipertimbangkan)
6. Karsinoma Nasofaring
• Tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (60%)
• Diagnosis dini menentukan prognosis
• Sering ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher
• Untuk pencegahan perlu adanya deteksi dini dan rehabilitasi
Gejala dan
Tanda
Diagnosis
• Pemeriksaan CT Scan
• Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti
VCA
• Biopsi nasofaring
• Histopatologi
Stadium
TERAPI
● Radioterapi
● Pengobatan tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, interferon,
kemoterapi
● Perawatan paliatif : pengobatan radiasi
Epistaksis
■ Epistaxis pada anak-anak & dewasa muda biasanya (80%) berasal dari daerah Anterio Inferior
Septum Nasi, disebut Little’s Area yang terdapat Plexus Kiesselbach