Anda di halaman 1dari 79

Anatomi, Fisiologi, Pemeriksaan

Dasar Hidung dan Penyakit Hidung


Di Sususn Oleh :
Alfrid Luis Pasumbung
Crisna Wakum
Ernusowi Marani
Frisna Ekawaty
Lea Sesa
Wilujeng Ayuningtyas

Pembimbing
dr. Rosmini, Sp. THT-KL
dr. Agustina, Sp. THT-KL

SMF THT RSUD JAYAPURA


FK UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2022
HIDUNG & SINUS
PARANASAL
HIDUNG & SINUS PARANASAL

HIDUNG DALAM
(Nasus internus):

HIDUNG LUAR Rongga hidung dan SINUS PARANASAL:


(Nasus eksternus): septum nasi

dorsum nasi, apeks nasi, Sinus maksila, Sinus


radiks nasi, ala nasi. frontal, Sinus (sel-sel)
etmoid, Sinus sfenoid.
HIDUNG LUAR (Nasus eksternus)

 dorsum nasi,
 apeks nasi,
 radiks nasi,
 ala nasi.
HIDUNG DALAM (Nasus interternus)

 Rongga hidung KS
 Konka nasi inf.(KI)
 Konka nasi med.(KM) KM
 Konka nasi sup.(KS)
 Septum nasi(SPT) SPT
KI
SINUS SFENOID(SS), SINUS FRONTAL(SF),KONKA INFERIOR(KI), KONKA
MEDIUS(KM), KONKA SUPERIOR(KS), MEAT SUPERIOR(MS), MEAT MEDIUS(MM),
MEATUS INFERIOR(MI), OSTIUM TUBA EUST.(OT), RESESUS SFENO-ETMOID(RSE)
Kerangka Hidung
• Tulang Hidung(TH)
• Tulang Rawan Hidung:
– Kartilago lateral hidung (KLH)
– Kartilago alaris mayor (KAM), kaki medial (x)
& lateral(y)
– Kartilago alaris minor(KAMn)
ARTERI PADA SEPTUM DAN DINDING RONGGA HIDUNG:
Arteri penting :
etmoidalis anterior(EA) dan etmoidalis posterior(EP),
Sfenopalatina(SfP), palatina mayor(PM).
Pleksus Kiesselbach di area Little di bagian depan
septum nasi
Dinding Rongga Hidung

• Konka (tonjolan tulang, dilapisi mukosa): konka inferior(KI),


medius(KM) dan superior(KS)
• Meatus nasi:

Meatus nasi inferior: antara dasar rongga hidung dengan konka


inferior

Meatus nasi medius: antara konka inferior dan medius

Meatus nasi superior: antara konka medius dan superior


Sinus Paranasal
 SINUS MAKSILA
 SINUS FRONTAL
 SINUS (SEL) ETMOID
(GRUP ANTERIOR & POSTERIOR)
 SINUS SFENOID
Sinus Maksila (SM)
• Terletak di tulang maksila kanan dan kiri
• Sinus paling besar
• Atap : dasar orbita(X)
• Dinding medial sinus = Dinding lateral rongga
hidung(XX)
• Dasar sinus (DS)berbatasan dengan akar gigi
geraham atas
• Ostium di meatus nasi medius (di KOM)
Sinus (sel) Etmoid (SE)

• Terdiri banyak sel di dalam tulang etmod,


dibagi : grup anterior dan grup posterior
• Grup anterior drainase ke meatus nasi medius di
KOM, Grup posterior ke meatus nasi superior
• Atap berbatasan dengan fosa kranii anterior,
dinding lateral: lamina papirasea (dinding medial
orbita)
Sinus Frontal (SF)
• Pada os frontal (tulang dahi)
SF • Sepasang, kanan dan kiri,
SF tidak sama besar, kadang-
kadang hanya tumbuh
sebelah
• Ke atas dan belakang
berbatasan dengan fosa
kranii anterior
• Ke bawah berbatasan
dengan rongga orbita
• Ostium di meatus nasi
medius (di KOM) 16
Sinus Sfenoid (SS)
 Di tulang sfenoid, kanan
dan kiri
 Ostium di resesus sfeno-
etmoid
 Ke atas berbatasan
dengan hipofise
 Ke lateral berbatasan
dengan fosa kranii
medius
SS  Ke bawah berbatasan
SSS
dengan nsofaring
17
KOMPLEK
OSTIO-MEATAL

• Ostium sinus maksila


• Ostium sinus frontal
• Prosesus unsinatus

Nose8.gif
Bula etmoid
• Konka medius

18
FISIOLOGI
PENCIUMAN
FISIOLOGI PENCIUMAN

Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, kondisi udara ( air conditioning ), penyaring udara, indra penghidu
( olfactory ), untuk resonansi suara, refleks nasal dan membantu proses bicara.

Fungsi Pernapasan

1. Menyiapkan udara :
Menyaring: (vibrise, selimut lendir)
Membasahi: (dengan penguapan sekret hidung)  kelembaban udra  kl 80%
Memanasi: Trasfer panas dari darah ke udara di dalam rongga hidung (konka), udara dingin berubah  36-370
2. Desinfeksi:

• Kuman ditangkap oleh lendir

• Dibunuh dengan enzim lisozim

• Suasana asam mematikan kuman

• Selimut lendir didorong ke belakang oleh silia epitel mukosa ke nasofaring, ditelan 20

• Fagosit, limfosit, histiosit di jar submukosa


Fungsi Penghidu

● Udara inspirasi masuk ke rongga hidung ke atap bersentuhan dengan daerah pembauan (regio
olfaktoria).
● Merangsang reseptor di ujung syaraf,  n. olfaktorius,  pusat penghidu.
● Bila terjadi buntu hidung (udim, polip, tumor  hiposmia/anosmia

Fungsi lain :
• Fungsi resonansi suara :
Getaran yang dihasilkan pita suara menimbulkan resonansi pada rongga
sinus  suara merdu. Bila buntu hidung  bindeng
• Fungsi drainase dan ventilasi sinus :
21
Gangguan fungsi  sinusitis
Mukosa Hidung

Epitel merupakan:
“ciliated pseudo stratified
columnar epithelium”.
Mengandung sel goblet serta
kelenjar serus dan mukus
Silia berjumlah 25-100/sel dan
selalu mengadakan gerakan
(“stroke”) ke arah belakang
(koana) untuk mendorong
selimut lendir ke nasofaring
(1300 gerakan/menit)

22
PEMERIKSAAN
HIDUNG
Pemeriksaan Hidung
• Anamnesa

• Pemeriksaan Luar

• Rinoskopi Anterior (RA)

• Rinoskopi Posterior (RP)

• Nasoendoskopi

• Tran Iluminasi

• Pemeriksaan radiologi 24
Anamnesa

Sumbatan Hidung
• Apakah keluhan ini terjadi Sekret hidung
terus – menerus atau hilang • Apakah pada satu atau Bersin
kedua rongga hidung ? • Apakah berulang – ulang ?
timbul ?
• Pada satu atau kedua lubang • Bagaimana konsistensi • Apakah bersin timbul
hidung atau bergantian ? sekret ? akibat menghirup sesuatu ?
• Adakah kontak dengan • Apakah sekret ini keluar • Apakah diikuti keluar
bahan alergen ? hanya pada pagi hari atau sekret yang encer dan rasa
• Adakah riwayat pemakaian pada waktu tertentu gatal di hidung ?
misalnya pada musim • Berapa lama berlangsung ?
obat tetes hidung
dekongestan ? hujan ?
• Apakah mulut dan tenggorok
merasa kering ?

25
Lanjutan

Perdarahan dari hidung
Sudah berapa lama terjadi ? Refkuensinya ?
Perdarahan pada unilateral atau bilateral ?
Apakah perdarahan berasal dari rongga hidung bagian anterior atau posterior, atau keduanya ?
Apakah ada riwayat trauma ?
Apakah pasien mempunyai kecenderungan berdarah ?
Apakah mempunyai riwayat hipertensi ?

Kehilangan atau perubahan dalam menghidu (anosmia )


Apakah berkaitan dengan trauma, infeksi saluran napas bagian atas, atau penyakit sistemik ?
Apakah kehilangan atau perubahan penghidu sebagian atau sama sekali ?
Adakah riwayat penyakit hidung atau sinus ?
Apakah terdapat gejala sistemik lainnya ? 26
Pemeriksaan luar
● Inspeksi

○ Bentuk hidung dari luar : apakah terdapat cacat bawaan, trauma, atau tumor.

○ Warna hidung : apakah terdapat kemerahan akibat infeksi, atau hematoma.

○ Apakah terdapat pembengkakan : furunkel, trauma.

 Palpasi
 Palpasi dorsum nasi : menilai adanya krepitasi, deformitas.
 Palpasi ala nasi : menilai adanya furunkel vestibulum ( jika nyeri ).
 Palpasi regio frontalis :
 Menekan lantai sinus frontalis dengan ibu jari ke arah medosuperior, dengan tenaga yang optimal
dan simetris ( tenaga kiri = tenaga kanan ). Hasil pemeriksaan bermakna jika ada perbedaan
reaksi. Sinus yang lebih sakit adalah sinus patologis.
 Menekan dinding muka sinus frontalis, dengan ibu jari menekan arah medial dengan tenaga yang 27
optimal dan simetris. Jangan menekan foramen supraobtallis sebab terdapat N. Supraorbitalis.
 Menekan fosa kanina dengan ibu jari ke arah medial superior untuk menilai sinus maksilaris
Rinoskopi Anterior Rinoskopi Posterior
(RA) (RP)

• Melihat bagian belakang rongga hidung dan


• Menggunakan lampu kepala dan spekulum nasofaring melalui cermin kecil.
hidung • Cermin kecil bertangkai diletakkan di
• Melihat rongga hidung (lapang/sempit), konka orofaring dengan permukaan menghadap ke
nasi (besar, udim, hiperemi/pucat), septum nasi atas, sinar lampu kepala di arahkan ke
(deviasi), meatus nasi medius (sekret, polip) cermin, posisi diubah-ubah.
• Memeriksa fenomena palatum mole • Dilihat dinding nasofaring, tuba Eustakhius,
torus tubarius dan koana

28
Fenomena Palatum Mole
 Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu dengan
mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara
tegak lurus. Normalnya kita akan melihat cahaya lampu yang terang benderang.
Kemudian pasien kita minta untuk mengucapkan “iii”.

 Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat


gerakan palatum mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu
kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam dinding belakang nasofaring.

 Setelah pasien mengucapkan “iii”, palatum mole akan kembali bergerak


ke bawah sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding belakang
nasofaring akan terang kembali.
 Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii” dimana
akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring berubah menjadi
lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole tidak bergerak sehingga
tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring tetap terang
benderang.

 Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu:
1. Paralisis palatum mole pada post difteri.
2. Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
3. hipertrofi adenoid
4. Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
5. Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior
 Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu dengan mengarahkan cahaya
lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas pasien.

 Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian atas,
yaitu :
1.      Kaput konka nasi media.
2.      Meatus nasi medius : pus dan polip.
3.      Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
4.      Fissura olfaktorius.
5.      Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi
media pasien.
6.      Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior
32
RINOSKOPI
POSTERIOR
Nasoendoskop
i
Pemeriksaan menggunakan alat yang dimasukan melalui
hidung dan dapat mengidentifikasi seluruh rongga hidung
beserta seluruh struktur yang terdapat didalamnya dan daerah
nasofaring.
Trans-Iluminasi
(untuk Sinus Maksila)
● Dilakukan di kamar gelap
● Lampu bertangkai dimasukkan ke dalam rongga mulut, sinar
lampu akan menembus rongga sinus maksila, terlihat di pipi,
bandingkan kanan dan kiri. Sinus yang terisi cairan tampak
suram/gelap
● Bermakna bila ada perbedaan kanan & kiri
a b

c TRANS-ILUMINASI
LAMPU (a) (b)
KAMAR GELAP (c)
SINUS FRONTAL SINUS MAKSILA

TRANS-ILUMINASI
Pemeriksaan
Radiologik
Pemeriksaan X-ray standar sinus paranasalis dilakukan dalam beberapa
proyeksi untuk menilai adanya inflamasi akut pada sinus.
Proyeksi Occipitomental (waters) : untuk evaluasi sinus maksilaris
Proyeksi Occipitomental frontal (caldwell) : untuk evaluasi sinus frontalis
dan etmoidalis
Posisi lateral : untuk evaluasi sinus sfenoid.
Foto Polos Sinus Paranasal
PENYAKIT – PENYAKIT
PADA HIDUNG
PENYAKIT – PENYAKIT PADA HIDUNG

Rhinitis Vasomotor Sinusitis Ca Nasofaring

01 02 03 04 05 06

Rhinitis Alergi Rhinitis Atropi Benda Asing

07
Epistaksis
Rhinitis alergi

• Rhinitis alergi menurut ARIA WHO adalah suatu kelainan simptomatik pada
hidung yang timbul akibat paparan alergen melalui reaksi inflamasi yang
diperantarai oleh Ig E.
• Klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan ARIA WHO :
1. Berdasarkan lamanya waktu serangan yaitu intermiten dan persisten
2. Berdasarkan berat gejalanya yaitu ringan dan sedang-berat

Keluhan: Pemeriksaan fisik:


serangan bersin • Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah, pucat/livid –
berulang Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata akibat stasis vena
Rinore • Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung dengan
hidung tersumbat punggung tangan karena gatal
mata lakrimasi. • Allergic crease: penggosokan hidung berulang akan
menyebabkan timbulnya garis di dorsum nasi sepertiga bawah
Klasifikasi Rinitis Alergi
(WHO Intiative ARIA)

Berdasarkan Sifat Berlangsung


Intermiten Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu
Persisten Bila gerjala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4
minggu

Berdasarkan Derajat Berat Ringannya


Ringan Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas
harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-
hal lain yang mengganggu
Sedang - Berat Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut
diatas
Patofisiologi

Rhinitis Allergi

Immediate Phase Allergic Late Phase Allergic Reaction atau


Reaction atau Reaksi Alergi Reaksi Alergi Fase Lambat
Fase cepat (RAFC) (RAFL)

Berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6


Berlangsung sejak kontak dengan – 8 jam (fase hiper- reaktifitas) setelah
alergen samai 1 jam setelahnya pemaparan dan dapat berlangsung
sampai 24 – 48 jam
Kontak pertama
alergen, Antigen akan
makrofag/monosit membentuk fragmen
akan menangkap Sel penyaji akan
pendek dan melepas sitokin
alergen yang dipresentasikan pada
menempel di (seperti interleukin)
sel T helper berikatan dengan
permukaan mukosa
hidung limfosit B
memproduksi Ig E
Ig E akan masuk ke Bila terpapar lagi maka
jaringan dan diikat oleh kedua rantai Ig E akan
reseptor di Ig E mengikat alergen spesifik
permukaan sel mediator dan terjadi degranulasi
dan menjadi aktif : dan terlepas mediator
Proses sensitisasi kimia terutama histamin
Histamin
● Menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin
● Menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat terjadi
rinore
● Vasodilatasi sinusoid menyebabkan hidung tersumbat
Diagnosis

● Anamnesis ● Pemeriksaan Fisik


 Bersin berulang  Rinoskopi Anterior
 Rinore  Mukosa edema
 Hidung tersumbat  Basah
 Hidung dan mata  Berwarna pucat (livid)
gatal kadang disertai  hipertrofi
lakrimasi
Pemeriksaan Penunjang
• In Vivo
 Tes Cukit kulit
• In Vitro  Uji Intrakutan
 Hitung Eosinofil  Skin End – point
Titration
 Pemeriksaan Ig E
Total  Uji alergi makanan
atau dikenal
 Pemeriksaan Sitologi Intrcutaneus
sekret hidung
Provocative Dilutional
Food Test
 Diet Eliminasi dan
Provokasi
Penatalaksanaan

1. Menghidari kontak dengan alergen


2. Medikamentosa
3. Operatif (Konkotomi parsial, konkoplasti)
4. Imunoterapi
Medikamentosa
2. Rinitis Vasomotor
3. Rhinitis Kronik/ Atrofi
Infeksi hidung kronik, ditandai oleh atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.

• Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga berbentuk
krusta berbau busuk
• Etiologi: infeksi kuman spesifik (Klebsiella, Stafilokokus, Pseudomonas), defisiensi Fe, defisiensi vitamin
A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, penyakit kolagen
• Gejala: napas berbau, ingus kental berwarna hijau, kerak (krusta) hijau, gangguan penghidu, sakit kepala,
hidung tersumbat
• Pengobatan: konservatif dan operatif
Tatalaksana Rhinitis Atrofi

Operasi
• Irigasi hidung dgn NS hangat minimal 2 kali sehari
• Setelah irigasi  lubrikasi mukosa nasal dgn petroleum jelly, A number of surgical procedures have been
xylitol-containing saline sprays, or personal lubricants. proposed; however, controlled trials have not
• Antibiotik dpt ditambahkan ke larutan irigasi jika cairan nasal been performed to adequately assess their
tetap purulen selama lebih dari 2 hari . Antibiotik dpt efficacy.
diteruskan hingga purulen hilang.  Operasi Young  Penutupan total rongga
• Antibotik awal yg dapat digunakan  mupirosin hidung dengan flap 
• Jika curiga gram negatif  quinolon atau aminoglikosida.  Operasi Young yang dimodifikasi 
• The oral administration of antibiotics may also be required for penutupan lubang hidung dengan
acute infections  pakai broad spectrum A meninggalkan 3 mm yang terbuka.
 Operasi Lautenschlager  memobilisasi
dinding medial antrum dan bagian dari
etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang
hidung.
 Implantasi submukosa dengan tulang rawan,
tulang, dermofit, bahan sintetis seperti teflon,
campuran triosite dan lem fibrin.
 Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus
maksila (operasi Wittmack) dengan tujuan
4. Sinusitis

Sinusitis adalah peradangan dari mukosa sinus paranasalis

1. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis

2. Bila mengenai seluruh sinus disebut pansinusitis

Etiologi dan faktor predisposisi

1. ISPA akibat virus 4. Hipertrofi Adenoid


2. Rinitis, Polip hidung 5. Lingkungan berpolusi, udara dingin dan
3. Kelainan Anatomi: kering
Deviasi Septum dan 6. Kebiasaan merokok
konka sumbatan 7. Infeksi tonsil dan Infeksi Gigi
KOM
Patofisiologi

Sinus Patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam KOM.

Organ-organ Mukosa yang


yang Ostium
Edema berhadapan
mmbentuk tersumbat
saling bertemu
KOM

Media Terjadi tekanan Silia tidak


tumbuhnya Transudasi negatif dapat
bakteri bergerak
AKUT
(gejala dirasakan selama <4 minggu)

SUBAKUT
(gejala dirasakan selama 4 minggu - 3 bulan)

KRONIK
(gejala dirasakan selama >3 bulan)
Manifestasi Klinis
1. Hidung tersumbat
2. Rasa nyeri pada sinus yang terinfeksi
Gejala
3. Kadang didapatkan nyeri ahli
Umum
4. Sekret kental berbau dan dirasakan mengalir ke daerah nasofaring
5. Gejala Sistemik : demam & lesu

Sinusitis 1. Nyeri diantara atau belakang


1. Nyeri pada daerah rahang atas Ethmoidalis kedua bola mata
Sinusitis 2. Nyeri tekan regio maksilaris Akut 2. Bengkak pada kelopak mata
Maksila akut 3. Bengkak dan hiperemis pada pipi 3. Keluar sekret dari hidung
4. Keluar sekret dari hidung

1. Sakit kepala regio frontal 1. Sakit kepala, terutama pada


Sinusitis Sinusitis verteks, oksipital.
2. Nyeri tekan di regio frontal
Frontalis Sphenoidalis 2. Dapat berupa nyeri ahli ke
3. Bengkak pada kelopak mata atas
Akut Akut regio mastoid
4. Keluar sekret dari hidung
3. Post nadal discharge
Pemeriksaan Penunjang
1. GOLD Standard diagnosis CT-Scan
2. Foto Polos Kepala
Posisi Waters, PA dan lateral (Hanya mampu menilai sinus besar Maksila dan Frontal)
3. Transiluminasi (sinus yang sakit akan menjadi suram / gelap)

CT Scan Waters Transiluminasi


Penatalaksanaan
Tujuan terapi :
Mempercepat penyembuhan, mecegah komplikasi, mencegah
menjadi kronik

Pemberian antibiotik dan dekongestan merupakan terapi sinusitis akut


bacterial untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa
serta mebuka sumbatan ostium sinus.

Tindakan operasi  Sinusitis kronik  yang tidak membaik


setelah terapi
5. Corpus Alineum Cavum Nasi
Corpus alineum atau benda asing adalah benda yang berasal dari
luar atau dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada
tubuh.
Etiologi

Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Tergantung pada lokasi, derajat sumbatan
Pada pasien dengan benda asing hidung
(total / sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran
→ Tanpa gejala sampai kematian (akibat yang hidup, gejala-gejala yang muncul
sumbatan total).
biasanya terdapat pada hidung bilateral.
• Hidung tersumbat, rinore unilateral,
dengan cairan kental dan berbau • Hidung tersumbat
• Rasa nyeri
• sakit kepala
• Demam
• Epistaksis • bersin dengan kotoran seropurulent
• Bersin dan
• Leukositosis (infeksi sekunder)
• Disertai bekuan darah
• Tanpa nyeri (jarang)
Diagnosis
ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan X-ray
• Gejala Klinis • Endoskopi
• Riwayat tersedak serta jenis dan bahan
benda

PEMERIKSAAN FISIK
• Gunakan Rhinoskopi anterior
• dapat ditemukan destruksi luas pada mukosa membran, tulang, dan
kartilago
• Mukosa hidung menjadi lunak dan mudah berdarah.
• edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi..
• Pada kasus rhinolith, pemeriksaan fisis kadang ditemukan pada kavum
nasi massa berwarna keabu-abuan yang irregular, di sepanjang dasar
rongga hidung yang bertulang, keras, dan terasa berpasir
Penatalaksanaan
EKSTRAKSI BENDA ASING
PERSIAPAN :
• Posisi ideal saat pengeluaran benda asing (duduk dan kepala posisi ekstensi 30 ˚.
• Lampu kepala dan kaca pembesar untuk membantu pemeriksa memperoleh sumber
pencahayaan yang baik.
• Anestesi lokal sebelum tindakan dapat memfasilitasi ekstraksi yang efisien dan
biasanya dalam bentuk spray. (anestesi umum dipertimbangkan untuk pasien
pediatri)
Penatalaksanaan
Cacing, larva, lintah
• Kloroform 25% dimasukkan dalam hidung
• Dapat dilakukan 2-3x/minggu
• Dapat dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase
Pasien Myasis → Kondisi komplikasi dan morbiditas tinggi
• Operasi debridement
• Antibiotik parenteral
• Antiparasit (dapat dipertimbangkan)
6. Karsinoma Nasofaring
• Tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (60%)
• Diagnosis dini menentukan prognosis
• Sering ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher
• Untuk pencegahan perlu adanya deteksi dini dan rehabilitasi

Gejala dan
Tanda
Diagnosis

• Pemeriksaan CT Scan
• Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti
VCA
• Biopsi nasofaring
• Histopatologi
Stadium
TERAPI
● Radioterapi
● Pengobatan tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, interferon,
kemoterapi
● Perawatan paliatif : pengobatan radiasi
Epistaksis

Definisi: Keluarnya darah dari cavum nasi


Eti0logi:
● Idiopatik (85%): dari Plexus Kiesselbach/Little’s Area > anterior septum nasi
● Radang/infeksi: Rhinitis Akut / Kronik, Sinusitis, Diphteria Nasi, Granuloma Spesifik
● Tumor/ Neoplasma
● Trauma: Korek - korek cavum nasi, Kecelakaan lalu lintas, Setelah tindakan
pembedahan, Benda asing cavum nasi
● Perubahan tekanan udara: Caisson Disease ( pada penyelam), Di Pesawat terbang /
Pegunungan
● Penyakit / Kelainan Darah: Thrombositopenia, Haemofilia, Leukemia
● Penyakit infeksi (biasanya dengan Febris tinggi): DBD
● Kelainan Congenital: Hereditary Hemorrhagic Teleangiektasis ( Osler’s Disease)
Sumber Perdarahan :

1. Anterior Cavum Nasi.

■ Epistaxis pada anak-anak & dewasa muda biasanya (80%) berasal dari daerah Anterio Inferior
Septum Nasi, disebut Little’s Area yang terdapat Plexus Kiesselbach

2. Posterior Cavum Nasi.


● Pada Hipertensi / Arteriosklerosis pada umumnya perdarahan pada 1/2 Posterior Konka
Inferior ( Dari A. Sphenopalatina ).
● Pada Karsinoma & Angiofibroma Nasofaring.
● Perdarahan berasal dari Nasofaring.
Tatalaksana
Usahakan penderita dalam keadaan duduk.

Tahap - tahap penatalaksanaan Epistaxis.


1. Membersihkan / mengeluarkan bekuan darah dari cavum nasi, untuk :
● Mencari sumber perdarahan.
● Bekuan darah yang berlebihan menghambat
2. Menekan Alae Nasi / Cuping hidung 5 - 15 menit, untuk Epistaxis pada
Kiesselbach
3. Mengisi cavum nasi dengan kapas yang dibasahi Sol. Tetracain
Lidocain Ephedrin 1 % selama ± 10 menit.
4. Jika sumber perdarahan (Anterior) terlihat, dapat dilakukan Kaustik
dengan.
- Nitras Argenti 20 - 30 %.
- Acidum Trichloor Aceticum 10 % atau
- Electrocauter.
“TERIMAKASIH”

Anda mungkin juga menyukai