Anda di halaman 1dari 40

KONSEP

MENJELANG AJAL BAGI


LANJUT USIA
Eki Pratidina, S.Kp.,MM
KEMATIAN
• MERUPAKAN SESUATU YANG SELALU MENJADI HAL
WAJAR DI DALAM KEHIDUPAN.

• KEHILANGAN KEHIDUPAN ATAU KEMATIAN


MERUPAKAN PENGHENTIAN SECARA PERMANEN
SEMUA FUNGSI TUBUH YANG VITAL / AKHIR DARI
KEHIDUPAN MANUSIA.
KEMATIAN
Menurut Elisabeth Kuebler – Ross (Ekb: 1926-2004) Dalam
Agus Rachmat, Seorang Ahli Psikiatri Swiss Pada Tahun
1969:
• Adalah Suatu Proses Yang Dapat Berlangsung Relatif
Singkat Atau Lama.
• Krisis Hidup Yang Paling Besar Dan Universal Bagi Manusia
Adalah Kematian.
• Perintis dari ilmu tentang kematian (Thanatology)
• KESADARAN AKAN KEMATIAN BIASANYA
DIIKUTI DENGAN PENINGKATAN PADA MASA
DEWASA MENENGAH, MENANDAKAN USIA
PARUH BAYA MERUPAKAN SAAT ORANG
DEWASA MULAI BERFIKIR MENGENAI BERAPA
WAKTU TERSISA DALAM HIDUP MEREKA.
• TIMBUL RASA CEMAS  KESIAPAN LANSIA
MENGHADAPI PROSES KEMATIAN/MENJELANG
AJAL.
KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
• Menurut perspektif Islam kematian dianggap sebagai
peralihan kehidupan, dari dunia menuju kehidupan di
alam lain.
• Kematian sebagai kehilangan permanen dari fungsi
integratif manusia secara keseluruhan (Hasan, 2006)
KEMATIAN DALAM PERSFEKTIF
PSIKOLOGI
• Psikologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji pikiran, perasaan, dan
perilaku seseorang melihat kematian sebagai suatu peristiwa dahsyat yang
sesungguhnya sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
• Kekosongan batin  Terutama jika dihadapkan pada kematian orang-
orang terdekat dan yang paling dicintai.
• Rasa kehilangan bersifat individual, karena setiap individu tidak akan
merasakan hal yang sama tentang kehilangan.
• Sadar bahwa suatu saat dirinya juga akan mengalami kematian
KEMATIAN DALAM PERSFEKTIF
PSIKOLOGI

• Psikologi tidak melihat kehidupan manusia setelah


mati, melainkan mempelajari bagaimana sikap dan
pandangan manusia terhadap masalah kematian
dan apa makna kematian bagi manusia itu sendiri
(Boharudin, 2011)
KESIAPAN
• Adalah suatu kondisi yang dimiliki seseorang
dalam mempersiapkan diri secara mental dan fisik
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
• Lansia yang siap menghadapi dan menerima
kematian tidak menimbulkan penyesalan/ketakutan
 lansia yang matang dalam menghadapi
kematian.
ASPEK-ASPEK DALAM
PERSIAPAN KEMATIAN
1. PSIKOLOGI
2. SOSIAL
3. FISIK
4. SPIRITUAL
ASPEK SPIRITUAL
• MENCAKUP FISIK, PSIKOLOGI DAN SOSIAL.
• SPIRITUAL BERBICARA TENTANG TUJUAN
HIDUP, MAKNA HIDUP, PERASAAN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN.
• MERUPAKAN HUBUNGAN 2 DIMENSI;
(1) DIRINYA, ORANG LAIN DAN LINGKUNGAN
(2) DIRINYA DAN TUHAN
SPIRITUAL LANSIA
YANG SEHAT MEMBANTU
LANSIA MENJALANI DAN
MEMPERSIAPKAN DIRINYA
DALAM MENGHADAPI
KEMATIAN
• SEHAT adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental
atau psikis, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
• KESEHATAN SPIRITUALITAS adalah kemampuan
seseorang dalam menjaga keharmonisannya dalam
hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam dan
Tuhannya.
Kesehatan spiritual yang terbangun dengan baik
membantu lansia menghadapi kenyataan,
berpartisipasi dalam hidup, merasa memiliki harga
diri dan menerima kematian sebagai sesuatu yang
tidak dapat dihindari.
Yang mempengaruhi Kesehatan spiritual :
1. Tahap perkembangan
2. Peran Keluarga
3. Latar belakang etnik dan budaya
4. Agama
5. Pengalaman hidup sebelumnya
• Keluarga  lansia mendapatkan perawatan fisik, kasih
sayang, kebersamaan, interaksi/komunikasi yang baik,
menerima bantuan  spiritualitas tinggi
• Panti werdha  kurang dukungan keluarga 
spiritualitas rendah.
PROSES KEMATIAN

1. TANDA PSIKOSOMATIS
2. TAHAP EMOSIONAL (PSIKOLOGIS)
TANDA PSIKOSOMATIS
KEMATIAN
• KEMATIAN ADALAH PROSES PSIKO-
SOMATIS YANG MELIBATKAN SELURUH
JIWA DAN RAGA MANUSIA KARENA
TERDAPAT TANDA-TANDA PSIKIS DAN
SOMATIS YANG MENUNJUKKAN BAHWA
KEMATIAN TELAH SEMAKIN DEKAT.
CONTOH

2 minggu sebelum kematian, tanda-tanda:


 tanda psikis berupa disorientasi mental (kekacauan dan
keliru daya berfikir, perasaan dan pengamatan)
Gejala: Ilusi, Halusinasi dan Delusi  timbul krn kondisi
mental menurun sehingga kerap berada dalam kondisi setengah
sadar.
ILUSI
• Adalah kesalahan dalam membaca/mentafsirkan kesan atau
stimulus indrawi eksternal. Misalnya: bunyi angin
dipersepsi sebagai suara orang menangis, harum parfum
sebagai bau mayat, rasa gatal sebagai adanya serangga di
balik selimut, ada cacing kecil dalam gelas susu, dan lain-
lain.
• Dalam kehidupan normal  dapat mengalami
ilusi hanya kita dapat segera melakukan koreksi.
• Pada pasien terminal, kemampuan mengkoreksi
diri telah menurun/menghilang sehingga ilusi
terasa sebagai real.
HALUSINASI
• Halusinasi adalah produk internal imaginasi kita
sendiri.
• Bagi halunioner, bayangan/gambar muncul dari
pengaruh obat penenang/narkoba dan kegalauan
emosional yang dirasakan, seakan-akan
melihat/berbicara dengan orang tertentu yang tidak
ada di sekitarnya dan dengan orang yang telah
meninggal dunia.
HALUSINASI
• Secara fisik, terlihat halusioner menjadi tegang
(agitasi), Gerakan badan yang kacau tak menentu
seperti hendak mengusir, menghindar atau
menjangkau sesuatu atau terengah-engah
mencengkram ujung sprei/ selimut, dan lain-lain.
HALUSINASI PRODUK
IMAGINASI
• DELUSI adalah produk dari “wrong thinking” (false
belief).
• Contoh: pasien dapat mendadak memiliki ‘fixed ideas’
bahwa dirinya sudah sembuh, menolak segala bantuan
medis, turun dari tempat tidur, merasa ada konspirasi
tersembunyi utk meracuninya bukan mengobati, pasien
merasa harus berobat ke tempat orang/tempat keramat
 perilaku yang ditampakkan perilaku irasional.
TANDA – TANDA SOMATIS

1. Kulit kebiruan/pucat, mulai dari ujung kaki, kaki dan


bibir menjalar ke bagian tubuh lainnya.
2. Denyut nadi tidak teratur dan lemah
3. Nafas berbunyi keras dan kerap ngorok
4. Penglihatan dan pendengaran mulai kabur
5. Hilangnya kesadaran diri
TAHAPAN MENJELANG KEMATIAN
E. KUEBLER-ROSS (1924-2004)

DABDA
1. Denial
2. Anger
3. Bergaining
4. Depression
5. Acceptance
• TAHAPAN KEMATIAN INI SUATU PROSES
KRONOLOGIS PROGRESIF KARENA DAPAT TERJADI
KASUS OVERLAPPING (BERADA DI 2 TAHAP
SEKALIGUS) ATAU “ PROGRESI dan REGRESI”
(MAJU MUNDUR) ATAU STAGNASI (JALAN DI
TEMPAT)
• BILA DILAKUKAN PERAWATAN DENGAN BAIK
PASIEN DAPAT MELEWATI KE-5 TAHAPAN
SEHINGGA DAPAT MENGHEMBUSKAN NAFAS
DENGAN TENANG (ACCEPTANCE).
TAHAP PERTAMA: SHOCK & DENIAL
(KAGET & PENYANGKALAN)

• Kematian itu terasa misterius.


• “impossible possiblity: possible for others, impossible
for me.”  reaksi spontan pertama orang merasakan
kaget. Tak percaya dan penyangkalan. “No, not me,
it can not be true! I don’t believe it!”
• Secara Psikologis, penolakan sebagai benteng
emosional / defence mechanism  memberikan waktu
dan energi untuk terus berjuang, menyelamatkan
hidupnya, minimal tidak kehilangan semangat hidupnya.
TAHAP KEDUA: ANGER (MARAH)

• Masuk dalam tahap emosional, yakni rasa marah, jengkel


dan iri (resentment: buruk rasa & sangka)
• Pasien cenderung berkata dalam hatinya :
 “Why me?
 It is not fair ! How can this happen to me?
 Who is to blame?”
• Secara psikologi, pasien cenderung mencari “kambing
hitam”/kesalahan oranglain  substitution mechanism,
artinya sebenarnya pasien marah, berontak terhadap
nasib malangnya sendiri namun ia melakukan
pengalihan dan melampiaskan emosi negative pada
oranglain di sekitarnya (tim medis, keluarga, teman,
kenalan bahkan pada Tuhan nya.
YANG DILAKUKAN
PERAWAT ?
• Tetap bersikap tenang, penuh perhatian, tidak
terprovokasi utk beradu argumentasi, saling
menyalahkan, dan bersikap positif
pasien akan lanjut ke tahap selanjutnya
TAHAP KETIGA: BARGAINING
(BARTER/TAWAR-MENAWAR)

• Pasien mulai mengerti, menerima fakta 


memohon penundaan waktu (doa pada
Tuhan nya)
• Dorongan rasa salah (guilt) atas pola hidup
masa lalu dan rasa sesal (regret) krn belum
melaksanakan rencana-rencana tertentu.
• Pola fikirnya dipengaruhi “ infantile mechanism”
(fikiran kekanak-kanakan).
Do ut Des (doing A for getting B): melakukan
sesuatu yang terpuji/baik utk mendapatkan
imbalan/hadiah sesuai kehendaknya.
 Pola fikir org dewasa menekankan pada unsur Do
ketimbang Des.
TAHAP KEEMPAT: DEPRESSION
(SEDIH & MURUNG)

• Jika usaha barter di atas gagal, kondisi tidak membaik  pasien


depresi, sedih sekali dan murung.
• “I am so sad, why bother with anything? I’m going to die, why
go on? “
 Pasien mulai bersikap pasif dan apatis: ia lebih banyak diam,
kurang kooperatif, menolak bertemu dg oranglain atau bantuan
medis, kerap menangis meratapi nasibnya.
JENIS DEPRESI
E. KUEBLER-ROSS (1924-2004)
1. REACTIVE
 “The Reactive depression is directed to the past (rasa
salah dan sedih atas semua hal yang sudah/dan atau
belum dilakukan di masa lalu.
2. PREPARATORY
 “preparatory depression is concerned with the future
(antisipasi pasien menjelang kematian, harus
meninggalkan segala barang dan semua orang yang di
cintai (letting go)
JENIS DEPRESI
E. KUEBLER-ROSS (1924-2004)

• Rasa dan sikap apatis yang diperlihatkanpasien adalah


suatu “decathexis mechanism,” (melakukan diskoneksi):
“This mechanism allows the dying person to disconnect oneself
from things of love and affection.”
 Pasien mulai berduka dan berkabung atas resiko perpisahan yang
akan segera dialaminya.
TAHAP KELIMA: ACCEPTANCE
(PENERIMAAN)

• Pasien mulai berdamai dengan fakta kematiannya


“Que sera, sera. Whatever will be, will be. I can’t fight it, I
may as well prepare for it.”
Pasien realistik sesuai realita kehidupan yang mengandung
maut tanpa disertai rasa marah dan depresi lagi.
• Tahap penerimaan adalah proses perpisahan dengan diri
sendiri/melepaskan diri (letting go of oneself)
• Menurut Gabriel Marcel, pengharapan itu bukanlah suatu
sikap kognitif, artinya tidak disertai dengan pengetahuan yang
pasti tentang apa yang akan terjadi (Hope does not claim to
know the future).
• Harapan adalah perasaan bahwa masa depan itu bisa
mengandung kemungkinan-baik yang tidak terpikirkan oleh
kita dan tidak kita tentukan sendiri tapi oleh yang lain,
khususnya oleh Tuhan (Hope is the will when it is made to
bear on what does not depend on itself.”)
• Tahapan kematian ini tidak berlaku pada orang yang Violent death 
pasien kecelakaan/kejahatan/ serangan fatal dari suatu penyakit.

• Tahapan ini berlaku juga saat manusia mengalami krisis kehidupan.


• Krisis adalah “life changing events,” saat dan peristiwa yang membawa
perubahan yang besar dalam cara hidup kita, misalnya: cacat, lumpuh,
perceraian, patah hati, drop-out, PHK, bankrut, menopause, pensiun dan
pikun dan sebaginya.

Anda mungkin juga menyukai