Anda di halaman 1dari 71

Pra-Analitik, Analitik, dan Post-Analitik

Tes Imunologi
Dr. dr. Asvin Nurulita, M.Kes, Sp.PK(K)
Pengenalan Singkat
• Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi
Imunologi
sistem imun, respon imun, gangguan berbasis imun serta metode
analisis imunologi.

• Imunitas adalah cara organisme melindungi dirinya dari invasi oleh sesuatu yang

Imunitas asing dan memberikan pertahanan terhadap efek berbahaya dari seusatu yang
asing tersebut.
• Imunitas terdiri dari imunitas bawaan dan adaptif.
Struktur sistem imun

Organ Limfoid • Timus


Primer • Sumsum tulang

limpa,
• kelenjar getah bening
Organ Limfoid • tonsil,
Sekunder • Peyer’s Patches,
• apendiks dan
• jaringan limfoid terkait mukosa (MALT)
Tes Imunologi
 Menggunakan satu atau lebih produk atau reagen imunologik
 Prinsip  Ikatan antara molekul imunoglobulin (Ab) dengan antigen (Ag) 
hasil interaksi dapat terlihat Ag – Ab (kompleks imun) harus terlihat dan dapat
diukur
 Reaksi Ag – Ab terjadi dalam 3 tahap :
1. Pembentukan kompleks Ag-Ab oleh gaya antar molekul yang lemah
2. Menyebabkan presipitasi, aglutinasi dan lisis sel
3. Menyebabkan kerusakan jaringan, destruksi antigen dan Neutralisasi.

4
Manfaat Tes Imunologi
1. Menentukan status imunitas
2. Memperkirakan prevalensi penyakit
3. Mengetahui adanya invasi mikroorganisme, jika isolasi kuman tidak dapat
dilakukan
4. Menunjang diagnosis penyakit

5
Aglutinasi, flokulasi

Imunopresipitasi

Fiksasi Komplemen Non Labelling

Tes Imunologi Radioimmunoassay (RIA)

Enzyme Immunoassay (EIA) atau Enzyme Linked


Immunosorbent Assay (ELISA)

Immunoflourescent (IF)
Labelling
Immunochromatographic Technique (ICT)

6
Pra - Analitik
Sampel : Serum, Plasma (untuk pemeriksaan tertentu), Urin

Puasa : untuk metode aglutinasi

Serum harus dihindarkan dari  hemolisis, lipemik & kontaminasi bakteri


(pengiriman < 2 jam)

Disimpan dalam suhu 2 – 8 °C (48 jam), -20 s/d -70 (>48 jam)

Diberi label

7
METODE SEROLOGI KLASIK
Aglutinas • antibodi dengan salah satu reseptornya bereaksi dengan antigen
• perantaraan reseptornya, antibodi bereaksi dengan molekul antigen lain yang mungkin
i sudah berikatan dengan antibodi  gumpalan kompleks antigen-antibodi

Gambar 1. Reaksi reseptor antibodi dengan epitope bakteri

Aglutinasi  langsung (Tes aglutinasi kualitatif dan Tes aglutinasi semi kuantitatif), Tes coombs
(langsung dan tidak langsung), dan aglutinasi indirek atau pasif
Aglutinasi langsung :
1. Kualitatif  menentukan ada tidaknya antigen partikulat menggunakan interaksi in vitro dengan
antibodi yang sesuai  penentuan golongan darah
2. Semi Kuantitatif  digunakan untuk mengukur tingkat (konsentrasi) antibodi terhadap antigen
tertentu Pengenceran serial serum Tes Widal

Gambar 2. Aglutinasi Langsung


Keterangan : aglutinasi yang terlihat disebut "titer serum". Misalnya, titer 160
1) Hasil positif bila ada aglutinasi berarti serum pasien memberikan hasil positif (aglutinasi)
2) Hasil negatif bila tidak terjadi aglutinasi

9
Metode serologi klasik - Aglutinasi
3. Tes Coombs  Tes antiglobulin (AGT)
Direct Coombs test  mendeteksi antibodi yang Indirect Coombs test  penentuan antibodi anti
sudah menempel pada permukaan eritrosit  hasil eritrosit yang bersirkulasi (tidak terikat) dalam serum 
positif jika terdapat aglutinasi Hasil positif jika terdapat aglutinasi

Fig. 3.3 Direct Coombs Test


Aglutinasi Pasif  Indirek
Reaksi dari partikel yang dilapisi dengan antibodi terhadap antigen terlarut

Tes lateks  mendeteksi mikroorganisme seperti:


Streptococcus agalactiae, toksin Clostridium
difficile, rotavirus,

Aplikasi termasuk deteksi antibodi


terhadap antigen terlarut seperti
rheumatoid faktor

Fig. 3.5 Passive agglutination

11
Aglutinasi Pasif Terbalik  Inhibisi
menetapkan antigen  melekatkan antibodi spesifik pada carrier, kemudian mereaksikannya
dengan antigen terlarut

Keterangan :
1) Hasil positif bila tidak ada aglutinasi
2) Hasil negatif bila terjadi aglutinasi

Gambar 4. Aglutinasi inhibisi

12
Pemeriksaan aglutinasi untuk deteksi antigen
• Aglutinasi Direk (Tes kehamilan)  Tes kualitatif untuk mendeteksi ᵦHCG ( beta
monoklonal ) dalam urin manusia
• Pemeriksaan C-Reactive Protein  Tes aglutinasi lateks untuk Penentuan C-reaktif
protein dalam serum secara kualitatif dan semi-kuantitatif dan digunakan pada In
vitro diagnostic (IVD)
• Pemeriksaan Faktor Rheumatoid (RF)  Faktor rheumatoid adalah suatu
makroglobulin dalam serum yang memiliki sifat antibody terhadap IgG.
Pemeriksaan metode aglutinasi untuk deteksi antibodi

• Tes Febrile Antigen (WIDAL)  Tes penapisan, Rapid Slide semikuantitatif test, Tes
Aglutinasi Cara Tabung
• Uji Anti Streptolisin O (ASO/ ASTO)  Tes Kualitatif, Tes Semi Kuantitatif
• Uji flokulasi Rapid Plasma Reagin (RPR)  Pemeriksaan kualitatif, Tes Semi-kuantitatif.
• Tes Treponema Palidum Haemagglutination Assay (TPHA)  Tes kualitatif dan
kuantitatif
FIKSASI KOMPLEMEN
2 Tahap  Pengikatan sejumlah komplemen oleh kompleks Ag – Ab dan peghancuran eritrosit
yang telah dilapisi hemolisin oleh komplemen

Interpretasi :

+ Tidak Hemolisis

- Hemolisis

Contoh : Deteksi Tripanosoma,


virus

15
Metode serologi klasik
Pengendapan (presipitasi)
• Reaksi presipitasi melibatkan interaksi antigen terlarut dan antibodi yang berikatan silang
sehingga membentuk kompleks makromolekul yang besar.

• Pembentukan endapan (presipitat) terjadi bila


konsentrasi Ag & Ab seimbang  zona ekivalen =
ZE
• Konsentrasi Ag berlebih  postzone effect
• Konsentrasi Ab berlebih  prozone effect
• ZE Sempit  Ag Mudah Larut
• ZE Lebar  Ag tidak mudah larut, BM besar, &
Multikomponen Ag
Metode serologi klasik
Imunodifusi
• Teknik imunodifusi mendeteksi reaksi pengendapan antigen-antibodi dalam media semi-padat, mis.
agar-agar gel, agarosa gel atau agar-agar. Tesnya bisa kualitatif atau semi-kuantitatif.
• Teknik imunodifusi yang paling sering digunakan di laboratorium klinis meliputi imunodifusi radial
tunggal kuantisasi protein serum (Ig, enzim, komplemen, protein fase akut) dan imunodifusi ganda
 ELISA, Western Blotting

Pola presipitasi yang mungkin terjadi pada imunodifusi oleh


Tes imunodifusi tunggal/Radial Ouchterlony (ganda)
Tes Immunopresipitasi
Metode untuk mengisolasi antigen tertentu dari campuran, menggunakan interaksi antigen-
antibodi. Antigen diisolasi oleh IP dianalisis dengan SDS-PAGE atau Western blotting.

18
19
Tipe Tes Imunopresipitasi
1. Individual protein immunoprecipitation (IP)  Melibatkan penggunaan antibodi spesifik untuk
protein yang diketahui untuk mengisolasi protein dari larutan yang mengandung banyak protein
berbeda.
2. Complex immunoprecipitation (Co-IP)  Imunopresipitasi kompleks protein utuh, yaitu
antigen bersama dengan protein atau ligan yang terikat padanya.
3. Chromatin immunoprecipitation (ChIP)  antibodi spesifik protein pengikat DNA digunakan
untuk imunopresipitasi kompleks protein-DNA dari lisat seluler.
4. RNP Immunoprecipitation (RIP)  imunopresipitasi ribonukleoprotein menggunakan antibodi
yang menargetkan ribonukleoprotein.
5. Tagged-protein IP  protein yang ditandai pada Terminal C- atau N- diakhiri dengan epitop
yang memiliki antibodi afinitas tinggi. Tag yang paling umum digunakan termasuk FLAG, c-Myc,
Hemaglutinin (HA), V5 dan Green fluorescent protein (GFP).

20
Metode serologi progresif
• Turbidimetri  pengukuran pengurangan intensitas
cahaya dari berkas cahaya yang datang setelah melewati
larutan Pengukuran menggunakan spektrofotometer
atau turbidimeter
• Nephelometry  mengukur cahaya yang dihamburkan
pada sudut tertentu dari berkas cahaya saat melewati
suspensi (berbeda dengan turbidimetri, yang mengukur
sinar cahaya yang melewati langsung melalui larutan).
Metode serologi progresif
Tes Radioimmunosorbent (RIST)
Radioimmunoassay

Tes Radioallergosorbent (RAST)

• Direct ELISA
Immunoassays
Enzyme immunoassay • Indirect ELISA
• Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
• Sandwich ELISA
• ELISPOT

• Direct FIA
Fluorescent immunosorbent assay (FIA)
• Indirect FIA
Radioimmunoassay

23
24
ELISA Teknik imunologi menggunakan enzim sebagai label untuk mendeteksi
(pengujian) keberadaan protein target (antigen atau antibodi).

 Konjugat dalam ELISA adalah enzim (label) yang terikat pada antibodi yang mengikat protein
target, Bisa kualitatif atau kuantitatif, Sangat sensitif.
 Prinsip :
1. Antigen yang diinginkan diadsorpsi pada permukaan plastik ('sorben').
2. Antigen dikenali oleh antibodi spesifik ('imuno').
3. Antibodi ini dikenali oleh second antibodi ('imuno') yang memiliki enzim terpasang
('enzyme-linked').
4. Substrat bereaksi dengan enzim untuk menghasilkan warna

26
27
28
Enzim yang digunakan ELISA
 Bereaksi dengan substrat tidak berwarna untuk menghasilkan produk berwarna.
 Harus bekerja cepat pada suhu kamar agar warnanya berkembang dengan cepat.
 Memiliki gangguan minimal dari faktor-faktor dalam sampel

Peroxidase from horseradish


Alkaline phosphatase from E. coli
b-galactosidase from E. coli

29
30
31
34
35
IMMUNO FLUORESCENCE ASSAY
(IFA)

36
37
Metode serologi progresif
Western Blot
• Western blot (immunoblot)  teknik yang banyak digunakan untuk mendeteksi antigen protein
spesifik dalam serum atau spesimen lain. Hal Ini menggabungkan elektroforesis dengan transfer
protein terpisah ke membran (proses ini disebut blotting) dan deteksi serologis.
IMUNOKROMATOGRAFI (ICT)
Prinsip Dasar ICT

40
Pemeriksaan Metode Imunokromatografi

Proses reaksi pada imunokromatografi Interpretasi hasil dan kontrol kualitas dari ICT
Pemeriksaan metode Imunokromatografi
Test (ICT) untuk deteksi antibodi
1. Pemeriksaan Anti HIV 1/2
2. Pemeriksaan IgM dan IgG Dengue Rapid tes
3. OnSite TB IgG/IgM combo Rapid Tes
pemeriksaan anti HIV-1/2 diantaranya SD BIOLINE

Positif HIV 1/2 Negatif Invalid


Pemeriksaan IgM Dan IgG Dengue Rapid Tes

Onsite TB IgG/IgM Combo Rapid Tes

43
Pemeriksaan metode Imunokromatografi
Test (ICT) untuk deteksi antigen
1. Uji Kehamilan (Pregnancy Test)
2. Pemeriksaan NS1 Antigen Dengue
3. Pemeriksaan HBsAg

Pemeriksaan NS1 Antigen Dengue

Uji Kehamilan (Pregnancy Test)


Pemeriksaan HBsAg

45
Evaluasi imunitas humoral bawaan

• Karena ketidakstabilan komponen pelengkap yang ekstrem, pengumpulan, persiapan,


penanganan, dan penyimpanan sampel biologis yang tepat sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang benar dan relevan dalam pengujian komplemen.
• Tes laboratorium untuk evaluasi integritas fungsional dari jalur klasik, alternatif dan lektin
mencakup beberapa tes berbasis hemolitik dan ELISA yang memungkinkan untuk menyaring
adanya kelainan kuantitatif dan kualitatif dalam kaskade aktivasi komplemen.
• Uji komplemen hemolitik total (CH50) adalah uji laboratorium fungsional untuk evaluasi jalur
komplemen klasik
Prinsip uji CH50
hemolitik total
Tes laboratorium untuk evaluasi komplemen

Evaluasi laju sedimentasi


Evaluasi jumlah sel darah
eritrosit
putih dan diferensial

Pengukuran protein fase akut


dan marker inflamasi lainnya
Evaluasi imunitas seluler bawaan
• Pengumpulan spesimen dan isolasi polimorfonuklear
• Evaluasi kemotaksis
• Evaluasi jumlah sel darah
Tes laboratorium untuk
• Evaluasi ingesti
evaluasi fagositosis
• Evaluasi aktivitas mikrobisida
• Evaluasi aktivasi metabolic
• Evaluasi tingkat dan aktivitas lisozim
Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis

Evaluasi Jumlah Sel Darah


• Hitung sel darah lengkap (CBC) dengan diferensial adalah tes laboratorium dasar yang
memberikan informasi berguna tentang jumlah sel darah yang bersirkulasi termasuk
neutrofil, eosinofil, dan monosit.
• Apusan darah memungkinkan untuk mendeteksi kelainan morfologinya seperti
adanya butiran besar pada neutrofil (sindrom Chediak-Higashi) atau
ketidakhadirannya (defisiensi butiran spesifik).
• Jumlah neutrofil di bawah 1500/μl disebut sebagai neutropaenia, angka <500/μl
adalah kriteria untuk neutropaenia berat dan berhubungan dengan risiko tinggi infeksi
bakteri parah.
Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis
Pengumpulan spesimen dan isolasi polimorfonuklear

Isolasi polimorfonuklear
dengan dekstran
Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis

Evaluasi kemotaksis
• Gangguan aktivitas kemotaktik khas untuk imunodefisiensi primer langka tertentu termasuk
sindrom defisiensi adhesi leukosit (LAD), sindrom Chédiak-Higashi, sindrom hiper-IgE, sindrom
leukosit malas, defisiensi komplemen dan lain-lain, tetapi lebih sering disebabkan oleh obat-
obatan (colchicine) atau terdapat pada penyakit tertentu (diabetes melitus, malnutrisi berat,
infeksi, keganasan)

Evaluasi aktivitas kemotaktik


polimorfonuklear
Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis
Evaluasi Ingesti
Evaluasi kemampuan PMN untuk menyerap mikroorganisme atau partikel sferis merupakan langkah
penting dalam diagnosis disfungsi neutrofil.

Metode fungsional yang sering


digunakan adalah evaluasi
aktivitas fagositik (PhA) dan indeks
fagositik (PhI) PMN dengan C.
albicans.

Evaluasi aktivitas fagositosis dan indeks fagositosis


polimorfonuklear
Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis

Evaluasi aktivitas mikrobisida


• Aktivitas candidacidal (% dari cidia) dihitung menurut rumus berikut:

Aktivitas mikrobisida juga dapat dievaluasi dari darah yang


diheparinisasi penuh, atau menggunakan mikroorganisme
lain yang layak sebagai substrat (Staphylococcus aureus,
Escherichia coli).

Gambar. Evaluasi aktivitas mikrobisida polimorfonuklear


Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis
Evaluasi aktivasi metabolik
Tes laboratorium untuk evaluasi fagositosis

Evaluasi tingkat dan aktivitas lisozim


• Metode enzimatik berdasarkan kemampuan lisozim untuk melisiskan dinding sel bakteri
• Metode serologis (imunometrik) berdasarkan penggunaan antibodi spesifik terhadap lisozim
untuk deteksi dan pengukurannya

Tes laboratorium untuk evaluasi aktivitas sitotoksik sel NK


• Jumlah sel NK dapat ditentukan dengan flow cytometry, sedangkan aktivitas dan integritas
fungsionalnya dapat diperiksa dengan beberapa tes fungsional termasuk chromium release
assay, non-radioactive assays dan flow cytometry-based assays.
Evaluasi imunitas adaptif

• Untuk mengevaluasi kadar serum imunoglobulin (imunitas humoral spesifik), metode seperti
nefelometri, turbidimetri dan ELISA dilakukan.
• Untuk analisis kuantitatif limfosit (imunitas seluler spesifik), pemisahannya dilakukan dengan
sentrifugasi gradien (menggunakan larutan pemisahan Ficoll-Hypaque) diikuti dengan flow
cytometry.
• Flow cytometer dapat menyortir sel ke dalam populasi yang berbeda sesuai dengan ukuran dan
antigen membrannya (yaitu molekul CD) menggunakan antibodi monoklonal berlabel fluoresen.
• Evaluasi fungsional limfosit dilakukan dengan uji transformasi limfosit (blastik) (in vitro) dan uji
kulit (in vivo)
Evaluasi Imunitas Adaptif
Isolasi dan penghitungan limfosit Penghitungan limfosit di mikroskop

Darah yang diencerkan dengan volume saline yang sama Bürker chamber terdiri dari 2 grid yang dilapisi kaca. Setiap
dilapis lebih dari setengah volume larutan pemisahan Ficoll- kisi berisi 9 kotak besar (masing-masing berukuran 1 x 1 mm,
Hypaque. Setelah sentrifugasi pada 900g selama 20 menit, sel dengan kedalaman 0,1 mm). Sudut dibatasi oleh 3 garis.
Setiap kotak besar dibagi menjadi 16 kotak kecil lainnya,
PBMC muncul sebagai lapisan putih di atas larutan Ficoll- masing-masing berukuran panjang 0,25 mm dan lebar 0,25
Hypaque, sedangkan sel darah merah dan granulosit mm. Sel dihitung dalam kotak besar dengan menghilangkan
diendapkan di bagian bawah tabung sel yang terletak di baris ke-2 dan ke-3
Evaluasi Imunitas Adaptif
Flowsitometer.
Prinsip sitometri bergantung pada pemfokusan sel
hidrodinamik. Setelah inkubasi suspensi sel
dengan antibodi monoklonal berlabel fluoresensi,
suspensi sel dimasukkan ke dalam unit sel aliran
yang menciptakan aliran cairan tipis. Mekanisme
vibrasi membuat aliran cairan terpecah menjadi
tetesan sehingga setiap tetes berisi satu sel. Drop
(sel) kemudian melewati secara individual melalui
sinar laser. Analisis emisi dan hamburan cahaya
dan fluoresensi oleh beberapa detektor dilakukan
Diagnosis alergi
• Tujuan utama diagnosa alergi adalah mengidentifikasi alergen penyebab.

• Jenis yang paling umum digunakan adalah prick test.

• Diagnosis alergi yang tepat harus dimulai dengan anamnesis rinci yang berfokus pada penilaian
riwayat dan sifat gejala serta analisis faktor pencetus.

• Diagnosis alergi makanan dan obat seringkali memerlukan penggunaan jenis tes kulit lain seperti
prick to prick test dan tes intradermal.
Diagnosis Alergi
• Penilaian laboratorium gangguan alergi meliputi
evaluasi marker non-spesifik (jumlah eosinofil, kadar
• Diagnosis dermatitis kontak IgE total, dll.) dan beberapa metode spesifik yang
alergi, yang dimediasi oleh memungkinkan identifikasi alergen penyebab. Ini

hipersensitivitas tipe IV, diwakili oleh immunoassays untuk pengukuran kadar


IgE spesifik (metode lama RAST telah digantikan oleh
biasanya dilakukan dengan
ELISA, CAP-FEIA dll.), tes aktivasi basofil dan uji
epicutaneous patch test.
transformasi limfosit.
Diagnosis penyakit autoimun
Tes laboratorium untuk penyakit autoimun meliputi:
• penghitungan sel darah lengkap,
• enumerasi subpopulasi limfosit,
• evaluasi penanda inflamasi (protein fase akut, laju sedimentasi eritrosit),
• kadar imunoglobulin total dan cryoglobulin,
• deteksi autoantibodi spesifik,
• evaluasi sistem komplemen dan kompleks imun yang bersirkulasi, dan
• tes genetik.
Diagnostik penyakit autoimun
Tes laboratorium untuk mendeteksi autoantibodi spesifik adalah ciri diagnostik
autoimunitas. Tes ini terdiri dari metode seperti
• Imunofluoresensi langsung dan tidak langsung,
• ELISA,
• Western blot,
• Aglutinasi pasif atau imunoassay sitometrik aliran multipleks berbasis mikrosfer.
Diagnostik penyakit autoimun

Aglutinasi pasif untuk mendeteksi faktor Uji ELISA indirek klasik (a) dan capture-
rheumatoid ELISA assay (b) untuk mendeteksi
autoantibodi
Diagnosis Imunodefisiensi
• Tes skrining laboratorium dasar meliputi penghitungan sel darah lengkap dengan
diferensial dan evaluasi kadar imunoglobulin total dan respons antibodi spesifik.

• Evaluasi integritas sistem komplemen meliputi tes aktivitas komplemen, tes untuk
pengukuran tingkat protein komplemen dan tes fungsional untuk faktor komplemen individu.
Diagnosis Imunodefisiensi

• Fungsi sel NK dapat dievaluasi dengan chromium release assay.


• Jumlah populasi limfosit dapat ditentukan dengan flow cytometry, sedangkan
fungsinya dapat diperiksa secara in-vitro dengan uji proliferasi limfosit (uji
transformasi blas) dan in-vivo dengan uji kulit hipersensitivitas tipe lambat.
• Mutasi penyebab penyakit dapat dideteksi dengan bantuan metode PCR atau
sequencing.
Diagnosis dan pemantauan infeksi HIV

• Diagnosis infeksi HIV secara rutin dilakukan dengan metode indirek (ELISA, Western blot) untuk
mendeteksi antibodi anti-HIV yang spesifik.

• Dalam kasus reaktivitas dalam skrining awal ELISA, tes harus diulang dalam duplikasi dan
akibatnya dikonfirmasi oleh Western blot.

• Setelah diagnosis HIV ditegakkan, status kekebalan pasien dan perkembangan infeksi harus
dipantau. Untuk tujuan ini, jumlah sel T helper CD4+, viral load RNA dan resistensi virus terhadap
antiretrovirotic berulang kali ditentukan.
Diagnostik dan pemantauan infeksi HIV

Uji ELISA untuk mendeteksi antibodi anti-HIV


Western blot untuk mendeteksi antibodi anti-HIV
69
Metode laboratorium yang digunakan dalam imunologi transplantasi

• Di seluruh dunia, ginjal adalah organ yang paling sering ditransplantasikan. Pencocokan donor dan
penerima dalam transplantasi ginjal mengacu pada tiga area berbeda: pencocokan golongan
darah ABO, pencocokan jenis HLA, dan pencocokan silang.Donor dan penerima harus berbagi
setidaknya enam antigen HLA (dua antigen HLA-A, dua antigen HLA-B, dan dua antigen HLA-DR)
untuk mengurangi risiko penolakan transplantasi.

Crossmatch test
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai