Anda di halaman 1dari 18

Analisis sengketa antara argentina dan

uruguay mengenai pulp and paper mills


ditinjau dari Konvensi Wina 1969 tentang
Hukum Perjanjian Internasional

International business
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pertiwi
Anggota Kelompok III :

1. DODI HARIYANTO
2. ZELIKA ZASALZENA
3. CECEP HARYA
4. DESI AYU TIANA
5. GILANG SHAHAR RAMADHAN
6. LINTAR TAOPIK
7. NITA JUWITA PRATIWI
8. RISMA MEILANI
9. SHOPI SITI NOERHASANAH
10. UMINA SITA NURSIAH
11. ALIAH ABDULLAH
Pendahuluan
• Gambaran Umum Bisnis Internasional
A. Apa pengertian Bisnis Internasional?
Bisnis Internasional meliputi transaksi bisnis antara pihak-pihak dari lebih
daripada satu Negara.Bisnis Internasional meliputi transaksi bisnis antara pihak-
pihak dari lebih daripada satu Negara. [Ricky W. Griffin & Michael W. Pustay].
Bisnis Internasional menyangkut segala macam transaksi bisnis diantara dua
Negara atau lebih, dengan mencakup baik kegiatan antar Pemerintah maupun
perusahaan. [Drs. T. May Rudy, S.H., MIR., M.Sc.]

B. Mengapa perlu mempelajari Bisnis Internasional?


Pertama hampir semua organisasi besar akan punya usaha-usaha internasional
atau dipengaruhi perekonomian global. Kedua, mungkin pada akhirnya akan
bekerja disuatu perusahaan yang dimiliki korporasi yang berkantor pusat di
negara lainnya ,yang ketiga, adalah untuk mengimbangi langkah para pesaing
pada masa mendatang. Keempat, untuk tetap mengikuti perkembangan teknik
dan sarana mutakhir, yang banyak diantaranya dikembangkan diluar Amerika
Utara. Yang terakhir, adalah untuk mendapatkan pemahaman Budaya. [Ricky W.
Griffin & Michael W. Pustay]
I. FAKTA HUKUM

 Kasus Pulp Mills on the River merupakan kasus yang melibatkan


Argentina dan Uruguay sebagai pihak yang bersengketa.
 
 Pada tanggal 4 Mei 2006, Argentina mendaftarkan kasus ini ke ICJ.
Argentina mengklaim bahwa Uruguay telah melanggar kewajiban-
kewajibannya terhadap Statute of the River Uruguay 1975.
 
 Kasus ini merupakan perselisihan yang timbul mengenai
pembangunan pabrik pulp di sungai Uruguay.
 
 
 Dalam kasus ini, Argentina menganggap bahwa pemberian ijin oleh
Uruguay untuk mendirikan Pulp and paper mills di wilayah sekitar
Uruguay River dinyatakan melanggar 1975 Statute yang mengatur
mengenai pemanfaatan Uruguay River dan ditandatangani oleh
Argentina dan Uruguay dimana perjanjian tersebut berlaku efektif
sejak tanggal 26 Februari 1975.
 
 Karenanya permasalahan yang dibahas terkait dengan keabsahan
suatu perjanjian internasional dan penerapan prinsip-prinsip
dalam Konvensi Wina 1969 dalam pelaksanaan suatu perjanjian.
 
 
 Pada tanggal 23 Januari 2007 permintaan provisional measure
yang dimintakan oleh Argentina dan Uruguay ditolak oleh ICJ.
 
 Kasus ini diputus oleh ICJ, pada tanggal 20 April 2010.
II. PERMASALAHAN HUKUM
 
1.Apakah Uruguay telah melanggar kewajiban proseduralnya
terhadap Pasal 7 sampai dengan Pasal 12 Statuta 1975 yang
ditandatangani oleh Uruguay dan Argentina?

2.Apakah Uruguay melanggar kewajiban substantivenya


terhadap 35, 36, dan 41 Statuta 1975 yang ditandatangani oleh
Uruguay dan Argentina?
III. PUTUSAN MAHKAMAH

1. Dengan 13 suara banding 1 suara menentukan bahwa


Uruguay telah melanggar kewajiban proseduralnya.

2. Dengan 11 suara banding 3 suara menentukan Uruguay


tidak melanggar kewajiban substantivenya.

3. Dengan suara bulat, menolak klaim lain yang diajukan


oleh para pihak.
IV. PERTIMBANGAN MAHKAMAH

1. Uruguay telah melanggar kewajiban proseduralnya


Kewajiban memberikan informasi kepada CARU oleh Uruguay
mengenai rencana pembangunan kedua pabrik tersebut telah
diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Statuta 1975, yang dapat disimpulkan
bahwa negara yang merencanakan aktivitas di sekitar Sungai
Uruguay harus memberitahu CARU agar nantinya dapat
ditentukan berdasarkan test dan dalam waktu maksimal 30 hari,
apakah rencana tersebut dapat memberikan dampak yang
signifikan kepada pihak lain.
Pengadilan dalam memutuskan bahwa Uruguay telah melanggar
kewajiban proseduralnya dalam Statuta 1975 memberikan
pertimbangan yaitu, bahwa Uruguay dalam rencana membangun
kedua pabrik (CMB ENCE dan Orion Botnia) tidak memberikan
informasi yang seharusnya kepada Komisi Administratif Sungai
Uruguay (CARU). Bahwa Uruguay tidak memberikan data yang
diberikan kepada CARU walaupun telah dimintakan pada tanggal
17 Oktober 2002 dan 21 April 2003
(terkait CMB ENCE) dan pada 16 November 2004 (terkait Orion Botnia).
Walaupun memang pada 14 Mei 2003 Uruguay memberikan ringkasan
penilaian dampak lingkungan terhadap pabrik CMB ENCE, tetapi hal
tersebut menurut CARU tidak sesuai dan meminta Uruguay untuk mengirim
kembali namun tetap tidak diberikan data yang dimintakan tersebut.
Bahwa berdasarkan kesepakatan 2 Maret 2004 antara Argentina dan
Uruguay dikatakan, dalam hal pabrik CMB ENCE kedua belah pihak
diperbolehkan menyimpang dari prosedur yang ditetapkan dalam Statuta
1975 berdasarkan perjanjian bilateral yang disetujui. Bahwa Uruguay setuju
memberi data kepada CARU terkait pabrik CMB ENCE, tetapi Uruguay
tidak kunjung memberikan data. Bahwa hal yang sama terulang lagi dalam
hal pelaksanaan kesepakatan 5 Maret 2005 antara kedua negara. Maka
ICJ memutuskan bahwa Uruguay telah melanggar kewajiban
proseduralnya.
Uruguay tidak melanggar kewajiban substantivenya
Kewajiban substantive yang dimiliki oleh Uruguay diatur di dalam Statuta 1975
yang terdapat dalam Pasal 7, 36 dan 41. Pasal 7 secara subtantive mengatur
bahwa setiap negara memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam
penggunaan sungai secara optimal dan rasional. Pasal 36 mengatur secara
substantive bahwa terdapat kewajiban untuk berkoordinasi dalam mencegah
terjadinya perubahan keseimbangan ekologi. Sedangkan dalam Pasal 41 diatur
kewajiban untuk mencegah polusi dan rusaknya lingkungan aquatic.
Pengadilan dalam memutuskan bahwa Uruguay tidak melanggar kewajibannya
secara subtantive memberikan alasan bahwa dengan dibuatnya Stauta 1975
maka kewajiban substantive dari para pihak, Argentina dan Uruguay, yang
diatur dalam Pasal 7 telah terpenuhi. Bahwa kewajiban untuk berkoordinasi
mencegah perubahan ekologi dalam Pasal 36 Statuta 1975 telah dipenuhi oleh
Urguay, dilihat dari lahirnya Statuta 1975 itu sendiri dan juga dari adanya
pembentukan CARU oleh kedua belah pihak (sebagai hasil dari Statuta 1975).
Bahwa Pasal 41 juga telah terpenuhi karena telah jelas terbukti di persidangan
bahwa sudah jelas tidak ada hubungan antara meningkatnya dioxin dan furans
di sungai Uruguay dengan pabrik Orion Botnia. Maka ICJ memutuskan bahwa
Uruguay tidak melanggar kewajiban substantivenya.
V. KOMENTAR ANALISIS

Menurut Pasal 2 (1a) Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian


Internasional menyebutkan pengertian perjanjian :
“Treaty means an international agreement concluded between States in written
form and governed by international law, whether embodied in a single
instrument or in two or more related instruments and whatever its
particular designation'
Artinya : Perjanjian merupakan persetujuan yang dilakukan oleh Negara-
negara, bentuknya tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, baik yang
terdiri dari satu atau lebih instrumen atau memiliki tujuan tertentu.
Sementara menurut Mochtar Kusumaadtmadja dalam bukunya Pengantar
Hukum Internasional, disebutkan bahwa Perjanjian Internasional
merupakan perjanjian yang dilakukan antara anggota masyarakat bangsa-
bangsa dan bertujuan mengakibatkan akibat- akibat hukum. Mmaka
berdasarkan, beberapa pengertian baik melalui penafsiran resmi melalui
Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian dan doktrin Hukum
Internasional oleh Mochtar Kusumaatmadja, terdapat poin penting yang
dapat ditarik dari dua perspektif yang ada, yaitu sama-sama dilakukan oleh
negara dan menimbulkan akibat hukum bagi para pembuatnya.
Pada masa globalisasi sekarang ini, perjanjian internasional
semakin berperan dalam hubungan antar negara. Hubungan antar
negara tersebut yang telah terwujud dalam suatu perjanjian
internasional menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban antar
para pihak. Pengaturan yuridis dan pembentukan suatu perjanjian
internasional sendiri telah diatur dalam Konvensi Wina 1969
mengenai Perjanjian Internasional. Konvensi Wina 1969 selain
membentuk suatu kaedah hukum baru terkait pembentukan
perjanjian juga telah membentuk suatu kaedah terkait penerapan
perjanjian.
Pada kasus Argentina vs. Uruguay terkait Pulp and Paper Mills di Uruguay
River, ICJ menerapkan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Konvensi
Wina 1969. Dalam kasus tersebut, pemberian izin oleh Uruguay untuk
mendirikan Pulp and Paper Mills di wilayah sekitar Uruguay River
dinyatakan melanggar 1975 Statute yang mengatur mengenai
pemanfaatan Uruguay River yang ditandatangani oleh Argentina dan
Uruguay yang berlaku efektif sejak tanggal 26 Februari 1975.
Permasalahan yang dibahas dalam kasus ini terkait dengan keabsahan
suatu perjanjian internasional dan penerapan prinsip-prinsip dalam
Konvensi Wina 1969 dalam pelaksanaan suatu perjanjian. Berdasarkan
putusan dan pertimbangan hakim, dapat disimpulkan bahwa perjanjian
yang dibuat antara Argentina dan Uruguay (1975 Statute) merupakan
perjanjian yang sah dan Uruguay dinyatakan telah melanggar ketentuan
dalam 1975 Statute dihubungkan dengan penerapan prinsip “Pacta Sunt
Servanda" dalam pasal 26 Konvensi Wina 1969, karena telah melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban proseduralnya atas Statute 1975 yang
ditandangani olehnya dan Argentina.
Pacta Sunt Servanda adalah prinsip yang menyatakan
bahwa perjanjian yang sudah disepakati oleh para
pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak
yang menyelenggarakan perjanjian tersebut. Asas ini
merupakan asas kepastian hukum dalam suatu
perjanjian, yang apabila selanjutnya akan terjadi
sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, maka hakim
dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang
melanggar itu untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan perjanjian.
Kasus Pulp Mills ini juga merupakan kasus sengketa
lingkungan yang diajukan ke Mahkamah Internasional,
yang selanjutnya mengangkat diskusi tentang
kompleksitas, bukti dan saksi ahli. Meskipun keputusan
untuk menggunakan Environmental Chamber tergantung
pada para pihak, namun sudah menjadi kebiasaan ICJ
untuk memilih ahli lingkungan untuk menyelesaikan
masalah seperti kasus Pulp Mills yang menyangkut
masalah usaha untuk menjaga keseimbangan antara
lingkungan, kesehatan manusia dan pembangunan
ekonomi.
Dalam hal ini, kasus Pulp Mills berkontribusi untuk
pengembangan Hukum Lingkungan Internasional, yang
secara spesifik menegaskan bahwa EIA yang lintas batas
adalah bagian tak terpisahkan dari hukum internasional
umum. Memang benar bahwa masih banyak kekurangan
dalam kaitannya dengan sifat, ruang lingkup dan konten
EIA (termasuk konsultasi publik). Namun, setidaknya
negara-negara telah merencanakan suatu proyek untuk
melindungi lingkungan dari aksi-aksi yang merusak
lingkungan internasional atau lintas batas negara.

Anda mungkin juga menyukai