Anda di halaman 1dari 51

CAPTER ????

STRATEGI FOKUS
PADA PENDORONG UTAMA
KEPUASAN TAMU

TOPIK PEMBAHASAN

1. Pendahuluan
2. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
3. Konsep Kepuasan Pelanggan
4. Teori dan Model Kepuasan Pelanggan
5. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
6. Strategi Kepuasan Pelanggan
PENDAHULUAN
Syarat yang harus di penuhi oleh suatu perusahaan agar dapat sukses dalam
persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan
mempertahankan pelanggan (Levit, 1987). Agar tujuan tersebut tercapai, maka
perusahaan harus berupaya menghasilkan dan menyampaikan barang dan jasa yang
diinginkan konsumen dengan harga pantas (reasonable). Dengan demikian,
perusahaan harus mampu memahami setiap perilaku konsumennya yang sangat
beranekaragam serta kompleks. Selain itu perusahaan harus mampu memahami apa
yang dibutuhkan dan apa yang di inginkan konsumen/ pasar. Tentunya dengan
strategi yang tepat sasaran.
Perilaku konsumen sendiri merupakan tindakan-tindakan individu yang secara
langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk
dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan-tindakan tersebut (engel et al.,1990). Karena dengan dipahaminya perilaku
konsumennya, perusahan dapat memberikan kepuasan secara lebih baik kepada
konsumennya (Kotler, et al., 1996).
Tetapi dalam memahami prilaku konsumen tidaklah mudah, karena dalam
kenyataanya hal tersebut cukup kompleks, di pengaruhi banyak variabel-variabel
yang terkait dan saling berinteraksi.
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Berdasarkan pengambilan keputusan pembelian, konsumen dapat diklasifikasikan


menjadi dua kelompok, yaitu konsumen akhir (individual) dan konsumen organisasional
(konsumen industrial, konsumen perantara, konsumen bisnis). Tujuan daripada
konsumen individual tak lain adalah untuk memeuhi kebutuhan dan keinginan sendiri
atau untuk di konsumsi. Sedangkan konsumen organisasional adalah untuk tujuan
keperluan bisnis dengan tujuan memperoleh laba dan kesejahteraan anggotanya.
Selain dua tipe konsumen juga terdapat dua macam produk/ barang, yaitu barang
konsumen dan barang industrial. Penekanan pada bab ini adalah pada “Konsumen
Akhir”, sehingga strategi yang di kembangkan akan diarahkan untuk keprluan
pemnuhan kepuasan konsumen akhir.
Dalam keputusan membeli barang, konsumen sringkali ada lebih dari dua pihak yang
terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya. Menurut (Koler, et al., 1996) :
umumnya ada lima macam peranan yang apat dilakukan seseorang. Kelima peran
tersebut meliputi

1. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan
atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu
barang atau jasa tertentu.

2. Pemberi pengaruh (influencer), yaitu orang yang memberikan pengaruh terhadap


pandangan, nasihat, dan pendapat untuk menentukan keputusan pembelian.

3. Pengambil keputusan (Decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian


apakah jadi atau tidaknya. Yang berhubungan dengan 5w+1h terhadap barang atau j
asa.
4. Pembeli (Buyer), yaitu orang yang mengambil keputusan untuk membeli suatu
barang (transaksi) secara actual.

5. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi, menggunakan barang atau jasa
yang di beli.
Proses pengambilan keputusan pembelian sangatlah bervariasi. Ada yang sederhana da
nada juga yang kompleks. Hawkins et al. (1992) dan Engel et al. (1990) membagi proses
pengambilan keputusan ke dalam tiga jenis yang terdiri atas :

a) Pengambilan keputusan yang luas (extended decision making)

b) Pengambilan keputusan terbatas (limited decision making)

c) Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making)

c) Pengambilan keputusan yang luas (extended decision making)

Proses pengambilan keputusan yang luas merupakan jenis pengambilan keputusan yang
kompleks dan yang paling lengkap, bermula dari pengenalan masalah konsumen yang
dapat di pecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini konsumen
mencari informasi suatu produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik
masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya. Proses pengambilan
keputusan yang luas akan melibatkatkan tingkat keterlibatan yang tinggi bagi
konsumen. Mengapa?, Karena hal ini menyangkut kepada tingkat kesetaraan high value
of money and product. Contoh daripada produknya adalah mobil, sepeda motor,
computer/ laptop, rumah mewah dll.
b) Pengambilan keputusan terbatas (limited decision making)

proses pengambilan keputusan terbatas terjadi apabila konsumen mengenal


masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau
merek berdasarkan pengetahuan dengan sedikit melakukan usaha mencari
informasi baru tentang merek atau produk tersebut. Ini biasanya berlaku
untuk produk-produk yang kuarang penting atau pembelian yang bersifat
rutin. Keterlibatan yang tidak cukup inggi bai konsumen untukmenentukan
keputusan. Menurut (Hawkins, et al., 1992) dimungkinkan pula bahwa
proses pengambilan keputusan terbatas ini terjadi pada kebutuhan yang
sifatnya emosional atau juga environmental needs. Misalnya seseorang
bosan dengan suatu produk yang dimilikinya lalu memutuskan untuk
membeli yang baru, atau juaga karena ingin sesuatu yang baru (novelty or
newness).
c) Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision
making)

Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan merupakan proses yang


paling sederhana dan tingkat keterlibatan yang rendah bagi konsumen.
Dikarenakan konsumen sudah cukup mengenal terhadap merek atau produk yang
di beli ataupun telah di beli sebelumnya, dengan kata lain sudah mengenal
masalahnya (tanpa evaluasi alternative). Evaluasi hanya terjadi bila merek yang
dipilih tidak sesuai dengan yang di harapkan. Contoh produk-produknya antara
lain sabun mandi, pasta gigi, makanan ringan, minyak rambut, dll.
Oleh karena itu pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik (Bayus
dalam Kotler, et al., 1996). Sedangkan konsumen yang merasa tidak puas
akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda, ada yang mendiamkan
saja, dan ada juga yang melakukan komplain. Berkaitan dengan hal ini,
ada tiga kategori tanggapan atau complain terhadap ketidakpuasan
(singh, 1988) yaitu :

a. Voice Response

Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung


dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan,
maupun kepada distributornya. Bila pelanggan melakukan hal ini maka
perusahaan masih mungkin memperoleh beberapa manfaat. Pertama,
pelanggan memberikan kesempatan sekali lagi kepada perusahaan untuk
memuaskan mereka. Kedua, resiko publisitas buruk dapat di tekan, baik
publisitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun
melalui koran/ media publikasi massa lainnya. Dan yang tidak kalah
penting adalah ketiga, memberi masukan mengenai kekurangan
pelayanan yang perlu di perbaiki perusahaan. Melalui perbaikan
(recovery), perusahaan dapat memelihara hubungan baik dan loyalitas
pelanggannya.
b. Private response

Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega,


teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau perusahaan
yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya cukup
besar terhadap citra suatu perusahaan.

c. Third-party response

Tindakan yang di lakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum (in law).
Diantaranya : mengadu lewat media massa (misalnya menulis di surat kabar), atau
secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dsb. Tindakan
seperti ini sangat anat di takuti oleh perusahaan yang tidak memberi pelayanan baik
kepada pelanggannya atau perusahaan tidak memiliki prosedur penanganan keluhan
yang baik. Kadangkala pelanggan lebih memilih menyebarluaskan keluhannya
kepada masyarakat luas, karena secara psikologis lebih memuaskan. Lagipula
mereka yakin akan mendapat tanggapan yang lebih cepat dari perusahaan yang
bersangkutan.
Menurut (Day dalam Engel et al.,1990). Paling tidak ada empat factor yang
mempengaruhi apakah seorang konsumen yang tidak puas akan melakukan
complain atau tidak. Keempat factor tersebut adalah :

1. Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan, yaitu menyangkut derajat


pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk
menkonsumsi produk, serta social visibility.

2. Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya,


pemahaman akan produk, persepsi terhadap kemampuan bagi konsumen, dan
pengalaman complain sebelumnya.

3. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi, meliputi jangka waktu


penyelesaian masalah, ganguan pada aktivitas rutin, dan biaya.

4. Peluang keberhasilan dalam melakukan complain.


keterlibatan Rendah Keterlibatan Tinggi

Pengambilan Keputusan Pengambilan Keputusan Pengambilan Keputusan


Kebiasaan Terbatas Yang Luas

Pengenalan Masalah Pengenalan Masalah Pengenalan Masalah


Selektif Generik Generik

Pencarian Informasi Pencarian Informasi Pencarian Informasi


Internal (terbatas) - Internal - Internal
- Eksternal (terbatas) - Eksternal

Evaluasi Alternatif Evaluasi Alternatif


Pembelian Sedikit Atribut Banyak Atribut
Aaturan keputusan Aturan Keputusan
Sederhana Kompleks
Sedikit Alternatif Banyak Alternatif

Purnabeli
Tak Ada Ketidakcocokan Pembelian Pembelian
Evaluasi Sangat
Terbatas

Purnabeli Purnabeli
Tak Ada ketidakcocokan Ketidakcocokan
evaluasi terbatas Evaluasi Kompleks

Sumber : Hawkins, D.I., R.J. Best, and K.A Coney (1992), Consumer behavior : Implication For Marketing Strateg, 5 th ed
Homewood, II.; Richard D. Irwin, Inc., p.440.
KONSEP KEPUASAN PELANGGAN
Dewasa ini perhatian kepada kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan telah
semakin besar. Semakin banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap hal ini.
Pihak yang paling banyak berhubungan langsung dengan kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan adalah pemasar, konsumen, konsumeris, dan peneliti
perrilaku konsumen.

Dengan persaingan yang ketat, dimana semakin banyak produsen yang terlibat
dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap
perusahaan harus menempatkan orentasi kepuasan pada pelanggan sebagai
tujuan utama.sudah banyak perusahaan yang dengan komitmennya diterbitkan
melalui public relation release. Untuk dapat bersaing di dunia bisnis diyakini
kata kuncinya adalah memberikan nilai kepuasan (satisfacation value) melalui
produk dan jasa berkualitas dengan harga bersaing.
Menurut Schnaars(1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptkan
para pelanggan yang merasa puas. Manfaat dari pernyataan tersebut adalah untuk
menciptakan hubungan yang harmonis antara pelanggan dengan produsen agar terjadinya
suatu hubungan yang berkesinambungan (repeat) serta mencptakan loyalitas yag tinggi.
Sedangkan menurut Tjiptono, (1994) untuk menciptakan kepuasan pelanggan adalah
dengan menciptakan hubungan harmonis maka konsumen secara langsung mempublikasikan
dan menyebarkan kepada masyarakat dengan cara (word of-mouth) atau dari mulut ke
mulut. Menurut beberapa pakar selanjutnya adalah Day (dalam Tse dan Wilton, 1988)
menyatakan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah merupakan response
pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang di rasakan antara
harapan sebelumnya (atau norma kinerja yang lainnya) dan kinerja produk secara actual
yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990) mendefinisikannya sebagai suatu
tanggapan emosional pada evaluasi pada pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.
Engel, et al., (1990) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternative
yang di pilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan,sedang
ketidakpuasan timbul bila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Ada juga menurut
Kotler, et al.,(1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan
dengan harapannya.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian
kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang di
rasakan. Pengertian ini didasarkan pada dosconfirmation paradigm dari Oliver9dalam Engel, et
al.,1990; Pawitra 1993). Konsep kepuasan pelanggan ini dapat dilihat pada gambar 2.2.

Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan


Keinginan Pelanggan

PRODUK Harapan Pelanggan


Terhadap Produk

Nilai Produk
Bagi
Pelanggan

Konsep kepuasan dan/ ketidakpuasn sangat berkaitan


erat dengan penerapan pada suatu perusahaan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
(implementasinya). Karena keduanya memiliki
keterkaitan yang erat (Peterson dan Wilson, 1992;
pawitra, 1993).
Gambar 2.2 Konsep kepuasan Pelanggan
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk dan jasa umumnya mengacu pada beberapa
factor atau dimensi. Factor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan pelanggan
terhadap suatu produk manufaktur (Garvin dalam Lovelock, 1994; peppard danRowland1995)
antara lain meliputi *(dicontohkan pada produk mobil).

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang di
beli. Misalnya kecepatannya, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat
di angkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dsb.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan (features), yaitu karakteristik sekender atau pelengkap,


misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound System,
doo lock system, power steering, dsb.

3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan


atau gagal pakai, misalnya sering mogok, macet/ rusak.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana


karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah di tetapkan
sebelumnya. Contoh analoginya adalah As roda truk tentunya akan lebih besar daripada
mobil pada umumnya.
5. Daya tahan (durability), berkaiitan dengan berapa lama usia/ lama produk dapat
bertahan dan digunakan secara teknis dan secara ekonomis. Contoh mobil buatan
Eropa lebih unggul daripada buatan Jepang.

6. Serviceability meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah di reparasi,


serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang di
berikan tidak terbatas tidak hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses
penjualan hingga purnajual, yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan
komponen yang di butuhkan.

7. Estetika, yaitu daya Tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk mobil yang
menarik, model desain yang artistic, warna, dsb.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya
pengetahuan konnsumen terhadap citra dan atribut-atribut/ ciri-ciri yang dibeli, maka
pembeli memersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi
perusahaan, maupun Negara pembuatnya. Umumnya merek BMW, Mercedez, Roll
Royce, Porrsche sebagai jaminan mutu.
Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangeble, konsumen umumnya
menggunakan beberapa atribut atau factor berikut (Parasuraman, et al., 1985):

1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi.

2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang di janjikan dengan


segera, akurat,dan memuaskan.

3. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu
para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat di


percaya yang di miliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keraguan.

5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian
pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.
• Umumnya yang sering di gunakan konsumen adalah aspek pelayanan dan kualitas barang atau jasa yang dibeli.

Bidang jasa Keandalan Daya Tanggap Jaminan Empati Bukti langsung

Reparasi Mobil (pasar Masalah di atasi dengan Mudah di akses, tidak lama Mekanik yang Mengenal nama pelanggan, Fasilitas reparasi, ruang
konsumen) cepat dan selesai pada menunggu, responsive berpengetahuan luas mengenal masalah dan preferensi tunggu, seragam,
waktu yang di janjikan terhadap permintaan pelanggan sebelumnya peralatan

Penerbangan (pasar Terbang tepat waktu dan System ticketing, in flight, dan Terpercaya, reputasi Memahami kebutuhan khusus Pesawat, tempat
konsumen) tiba di tujuan sesuai penanganan bagasi yang cepat yang baik dalam hal individual,mengantisipasi pemesanan tiket,
jadwal keselamatan kebutuhan pelanggan tempat bagasi, seragam
penumpang, karyawan
yang kompeten

Kesehatan (pasar Janji di tepati sesuai Mudah di akses, tidak lama Pengetahuan, Mengenal pasien dengan baik, Ruang tunggu, ruang
konsumen) jadwal dan diagnosisnya menunggu, bersedia keterampilan, mengingat masalah (penyakit, operasi, peralatan,
terbukti akurat mendengar keluh kesan pasien kepercayaan, reputasi keluhan, dll) sebelumnya, bahan-bahan tertulis
pendengar yang baik dan sabar

Arsitektur (pasar Memberikan rancangan Menanggapi permintaan Kepercayaan, reputasi, Memahami industry klien, Kantor, laporan,
bisnis) sesuai saat yang di khusus, adaptif terhadap nama baik di memahami dan tanggap kebutuhan rancangan, tagihan,
janjikan berikut dengan perubahan masyarakat, spesifik klien, mengenal kliennya busana karyawan
anggaran yang sesuai pengetahuan dan
keterampilan

Pemrosesan informasi Menyediakan informasi Respon cepat terhadap Staf berpengetahuan Mengenal nama pelanggan internal Laporan internal,
(pelanggan internal) yang di butuhkan pada pemintaan, tidak luas, terlatih, terpercaya sebagai para individu,memahami kantor, busana
saat diminta ‘birokratis’,menangani masalah kebutuhan individual dan karyawan
dengan segera departemen
PENGERTIAN HARAPAN PELANGGAN

Dalam konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan
pelanggan tentang apa yang di terimanya (Zeithhaml, et al., 1993) pengertian ini didasarkan
pada pandangan bahwa harapan merupakan standar prediksi. Selain standar prediksi, ada pula
yang menggunakan harapan sebagai standar ideal.
Umumnya factor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputik kebutuhan pribadi,
pengalaman masa lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan iklan Zeithhaml et., al (1993)
melakukan penelitian khusus dalam sector jasa dan mengemukakan bahwa harapan pelanggan
terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh beberapa factor berikut :

1. Enduring Service intensifiers


Factor ini merupakan factor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk
meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Contoh pelayanan yang benar pada sebuah bank
akan menentukan konsumen menentukan harapannya pada sebuah bank pada aspek jasa tsb.
2. Personal needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat
menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, social dan
psikologis.

3. Transitory Needs
Factor ini merupakan factor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang
meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Factor ini meliputi :

• Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan perusahaan ingin
bisa membantunya (misalnya jasa asuransi mobil).

• Jasa terakhir yang di konsumsi dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik
buruknya jasa berikutnya.
4. Perceived service alernatives
PSA ini merupakan persepsi pelanggan terhadap derajat atau tingkatpelayanan perusahaan lain yang
sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternative, maka harapannya terhadap suatu jasa
cenderung akan semakin besar.

5. Self Percived Service Roles


Factor ini merupakan persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam
mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika konsumen terlibat dalam proses pemberian jasa dan jasa
yang terjadi tenyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpahkan sepenuhnya pada si
pemberi jasa. Oleh karena itu, persepsi tentang derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat
jasa/ pelayanan yang bersedia diterimanya.

6. Situational Factor
Factor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada
di luar kendali penyedia jasa. Misalnya Pada awal bulan biasanya sebuah bank ramai di penuhi para
nasabahnya dan ini akan menyebabkan nasabah relative menunggu.
7. Explicit Service Promisses
Factor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) oleh organisasi tentang
jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian atau
komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.

8. Implicit Service Promises


Factor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan
bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan di berikan. Petunjuk
yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alat-alat
pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan peralatan (tangible assets)
pendukung jasa dengan kualitas jasa. Harga yang mahal di hubungkan secara positif dengan
kualitas yang tinggi.
9. Word of Mouth
WOM merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang di sampaikan oleh orang lain
selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. WOM ini biasanya cepat diterima pelanggan
karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat di percayainya, seperti para ahli, teman,
keluarga, dan publikasi media massa. Selain itu Wom juga dapat cepat diterima sebagai referensi
pelanggan, karena pelanggan sulit untuk mengevaluasi terhadap jasa atau produk yang belum pernah
mereka raskan sendiri.

10. Past Experience


Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah di pelajari atau di ketahui pelanggan dari yang
pernah di terimanya di masa lalu.
TEORI DAN MODEL KEPUASAN PELANGGAN
Teori dan model kepuasan pelanggan sangat beragam. Beberapa model
kepuasan pelanggan yang di kemukakan oleh (Pawitra, 1993) yaitu berdasarkan
model teori ekonomi mikro, perspektif psikologi dari kepuasan pelanggan, dan
berdasarkan perspektif TQM (Total Quality Management).

1. Teori Ekonomi Mikro


Dalam teori ekonomi mikro, dasar yang digunakan oleh seorang konsumen
dalam mengalokasi sumber daya yang langka adalah kondisi dimana perbandingan
antara kegunaan (marginal Utility) dan harga masing-masing produk akan menjadi
sama. Bila di rumuskan secara matematis kondisi ini adalah :

MU x = MU y = Mu z
Px Py Pz
Mnurut (Sukirno, 1994) surplus konsumen pada hakikatnya merupakan perbedaan antara
kepuasan yang di peroleh seseorang dalam mengkonsumsi sejumlah barang dengan pembayaran
yang harus di buat untuk memperoleh barang tersebut.

Perspektif Psikologi dari kepuasan pelanggan

Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat dua model kepuasan peanggan yaitu model kognitif
dan model afektif.

1. Model Kognitif
Pada model ini, penilaian pelanggan di dasarkan pada kombinasi kumpulan atribut antara yang di
pandang ideal. Ideal sebenarnya adalah persepsi antara keseimbangan atau kesetaraan antara
ideal dan actual. Di dasarkan pada selisih antara actual dan ideal, apabila yang ideal sama dengan
yang sebenarnya (persepsi atau yang di rasakannya) maka pelanggan akan merasa puas terhadap
suatu produk /jasa tersebut. Dan sebaliknya bila perbedaan yang semakin besar (persepsinya)
maka semakin tidak puas pelanggan tersebut.
1.1 The Expectancy DisconfirmationModel
berdasarkan model yang dikemukakan oleh oleh Oliver ini, kepuasan pelanggan di tentukan oleh dua
variabel kognitif, yakni harapan pada saat sebelum pembelian (prepurchase expectation) yaitu
keyakinan kerja yang di antisipasi dari produk/jasa dan disconfirmation, yaitu perbedaan antara
perssepsi pra pembelian/ prepurchase dan persepsepsi purna beli/ postpurchase perception. Para
pakar mengidentifikasi tiga pendekatan dalam mengkonseptualisasikan harapan pembelian (Tse dan
Wilton, 1988; Engel, et, al., 1990) yaitu:

a. Equitable performance (normative performance), yaitu penilaian normative yang mencerminkan


kinerja yang seharusnya diterima seseorang atas biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk
membeli suatu produk/jasa.

b. Ideal performance, yaitu tingkat kinerja optimum atau ideal ang diharapkan seorang konsumen.

c. Expected performance, yaitu tingkat kinerja yang paling diperkirakan dan diharapkan/atau disukai
konsumen (what performance probably will be). Tipe ini yang paling banyak digunakan dalm
penelitian kepuasan/ ketidakpuasan pelanggan.
Dari model dasar expectancy disconformation terbagi menjadi tiga bagian sebagai acuan penilaian
kepuasan/ ketidakpuasan konsumen, diantaranya adalah positive disconfirmation (bila hasil kenerja
melebihi dari apa yang diharapkan), simple disconfirmation (bila hasilnya sama antara kinerja dan apa
yang diharpkan) dan negative disconfirmation (bila hasil kinejanya buruk atau jauh dari apa yang
diharapkan). Kesulitan pada model teori ini adalah belum ditemukannya konseptualisasi yang pasti
mengenai standar perbandingan dan disconfirmation contructs (Tse dan Wilton 1998).

1.2 Equity Theory

Menurut teori ini, seseorang akan puas bila rasi hasil (outcame) yang diperolehnya dirasakan adil/ fair.
Dengan kata lain adalah perbandingan kesetaraan hasil yang di harapkan sebading dengan input yang
di rasakan dengan kata lain sesuai secara proposional. (Oliver dan Desarbo, 1998).
1.3 Teori ini di kembangkan dari hasil karya Weiner (1971, dalam Oliver dan desarbo, 1988; engel et al.,
1990) teori ini menyatakan bahwa ada tiga dimensi (penyebab) yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu hasil (outcame), sehingga dapat di tentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak
memuaskan. Ketiga dimensi tersebut adalah :

1. Stabilitas atau variabilitas. Apakah factor penyebabnya sementara atau permanen?

2. Locus of causality, apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external attribution) atau
dengan pemasar (internal attribution) seringkali dikaitkan dengan usaha yang di lakukan oleh
pemasar. Sedangkan external attribution dihubungkan dengan berbagai factor seperti tingkat kesulitan
suatu tugas (task difficulty), dan factor keberuntungan.

3. Controllability. Apakah penyebab tersebut berada dalam kendali kemauannya sendiri ataukah dihambat
oleh factor luar yang tidak dapat di pengaruhi.
Apabila seorang konsumen merasakan kegagalan pada suatu produk dirasakan stabil di sebabkan oleh
pemasar, maka konsumen mungkin akan cenderung beralih kepada pemasar produk lain. Contohnya ; jadwal
penerbangan yang delay atau terlambat karena alasan cuaca tapi pada kenyataannya tidak. Bila kondisi
tersebut cenderung stabil maka kemungkinan besar pelanggan akan beralih ke pemasar lain.
2. Model Afektif
Model afektif menyatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap suatu produk atau jasa
tidak semata-mata berdasarkan perhitungan rasional. Taklain model ini lebih menitik beratkan
kepada suatu penilaian pelanggan yang menggunakan mood/ suasana hati, emosi, perasaan hati, dan
factor lainnya yang cenderung bersifat subyektif. Dan yang paling utama yang menitik beratkan pada
aspirasi serta pengalaman konsumen berdasarkan (learning behavior). Maksud dari focus ini adalah
agar dapat dijelaskan dan di ukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu (longitudinal).
Konsep kepuasan pelanggan dari perspektif TQM
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan bisnis yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara
berkesinambungan atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. System managemen TQM
berlandaskan atas meningkatkan usaha meningkatkan kualitas sebagai stratei usaha dan
berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi dengan para
piranti yang handal.karakteristik daripada managemen TQM antara lain meliputi (Goetsch dan
Davis 1994) :

1. Berfokus pada pelanggan internal ataupun eksternal,


2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas,
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan terhadap suatu tindakan
dalam memecahkan masalah,
4. Memiliki komitmen jangka panjang,
5. Membutuhkan kerja sama (teamwork),
6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan,
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan,
8. Memberikan kebebasan yang terkendali,
9. Memiliki kesatuan tujuan ,
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
1.

Gambar 2.3 kepuasan pelanggan dari perspektif TQM


Sumber : Crosby (1991) dalam Pawitra, T. (1993) pemasaran dimensi falsafah, disiplin, dan keahlian.
Jakarta : Penerbit Sekolah Tinggi Manajemen Prasetya Mulya, p 139.
Dasar utama dari pendekatan TQM adalah bahwa kualitas organisasi di tentukan oleh para
pelanggan. Dengan demikian, proses utama dalam jaminan kualitas ialah memiliki piranti
yang handal dan sahih tentang penilaian pelanggan terhadap perusahaan. Berdasarkan
pandangan ini Crosby dalam pawitra (1993) mengembangkan suatu kerangka perpaduan
kualitas internal dan eksternal (lihat gambar 2.3) Crosby mengatakan bahwa komponen
kualitas internal suatu perusahaan atau organisasi terdiri dari lima level, yaitu manajemen
proses, manajemen fungsional, manajemen strategic, strategy kualitas, dan misi
perusahaan. Sedangkan komponn kualitas terbagiatas lima level pula, yakini hasil yang di
capai (relational outcome), citra kualitas perusahan, evaluasi terhadap proses-prose
utama, evaluasi terhadap atribut-atribut proses, serta pengalaman pelanggan.
Model Crosby ini berusaha memadukan antara kepuasan pelanggan dengan TQM dalam
mengukur kepuasan pelanggan melalui usaha peningkatan kualitas menyeluruh (internal
dan eksternal) dalam aspek TQM.
Pengukuran kepuasan Pelanggan
Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasam pelanggan telah menjadi hal yang sangat esensial bagi
setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balikdan masukan bagi
keperluan bagi pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Pada prinsipnya
kepuasan pelanggan itu dapat di ukur dengan berbagai macam metode dan teknik.
Kotler, et al., (1996) mengidentiikasi 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai
berikut:
1. System keluhan dan saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberkan kesempatan yang
luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang di
gunakan biasanya bisa berupa kotak saran yang di letakan di tempat-tempat strategis, kartu komentar yang
langsung bisa di kirim melalui pos, saluran telepon bebas pulsa, dll. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan melalui ide-ide, saran yang di berikan konsumen sebagai database yang tersistemasi
sebagai database pelanggan.

2. Ghost Shopping
Salahsatu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan
ghost-shopper untuk berperan sebagai pembeli atau pelanggan. Hal ini ditujukan agar managemen
mengetahui proses kinerja lapangan dan sebagai bahan acuan perbandingan dengan perusahaan berdasarkan
SWOT, serta mengetahui tingkat kepuasan pelanggan.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan dalam kenyataan dan seharusnya/seyoganya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
atau turnover pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi.

4. Survai kepuasan pelanggan


Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian surva, baik
survai melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi (Mcneal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson,
1992). Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan
dan juga memberikan signal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Teknik Pengukuran Kepuasan
Sebagaimana dijelaskan di atas, metode survai merupakan metode yang paling banyak di gunakan dalam
pengukuran kepuasan pelanggan. Metode survai kepuasan pelanggan dapat mengunakan pengukuran dengan
berbagai cara sebagai berikut:

1. Pengukuran dapat di lakukan secara langsung untuk mengetahui tingkat kepuasan (directly reported
satisfacation). Dengan skala tingkatan pertanyaan dan beberapa pertanyaan sebagai berikut ;
• Sangat tidak puas
• Tidak puas
• Netral
• Puas
• Sangat puas

2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suattu atribut tertentu dan
seberapa besar yang mereka rasakan (derived dissatisfacation).

3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari
perusahaan dan juga di minta menuliskan perbaikan-perbaikan dan yang konsumen sarankan kepada
perusahaan

4. Responden dapat dimnta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat
pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/
performance ratings) teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis (Martilla dan James,
1997).
Berdasarkan penemuan dari beberapa ahli antara lain Tse dan Wilton (1988) di peroleh rumusan
sebagai berikut :

Kepuasan pelanggan = f (expectation, perceived performance)

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa ada dua variabel utama yang menentukan kepuasan
pelanggan, yaitu expectation dan perceived performance. Apabila persepsi kinerja melebihi
ekspektasi, maka pelanggan akan puas, tetapi bila sebaliknya maka konsumen merasa tidak puas.

Oleh karena kepuasan akan menimbulkan loyalitas pelanggan, maka loyalitas sebagai variable
endogenous disebabkan oleh suatu kombinasi dari kepuasan, rintangan pengalihan (switching barrier)
pemasok, dan keluhan. Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

loyalitas = f (Customer satisfacation, switching barriers, voice)


model pengukuran kepuasan dan loyalitas pelanggan ini secara sederhana dapat dilihat pada gambar
2.4.

Teknik pengukuran kepuasan pelanggan masih terus mengalami perkembangan. Sehingga sampai
saat ini belum ada kespakatan mengenai bagaimana mengukur kepuasan pelanggan. Oleh karena itu,
terdapat cukup banyak bervariasi teknik pengukuran tingkat kepuasan, mulai dari yang sangat
sederhana hingga yang sangat komleks. Teknik pengukuran itu sendiri dapat menggunakan berbagai
metode statistic seperti analisis regresi, korelasi, anova (analysis of variance), analisis cluster,
analisis factorial, analisis conjoin, dan lain-lain

Expectation
Customer satisfacation

Perceived Switching barriers Loyalty


pervormance

Voice

Gambar 2.4 Model kepuasan dan Loyalitas Pelanggan


Sumber : disesuaikan dari Fornell, C. (1992), “A National Customer Satisfacation Barometer: The
Swedish Experience”. Journal of Marketing, Vol. 56 (January), p. 12.
Indeks kepuasan pelanggan dapat dihitung dengan beberapa cara (Cronin and Taylo, 1992; Engel, et
al.,1990; Tse and wilton, 1988; Pawitra, 1993; Parasuraman, et al., 1994 Teas, 1994). Indeks kepuasan
pelanggan dapat di peroleh dengan menggunakan penilaian dengan skala, misalnya skala dari 1 sampai 7,
yaitu mulai dari Sangat tidak puas, Tidak puas, agak tidak puas, Netral, agak puas, sampai Sangat puas.
Maka dapat digunakan teknik lain berupa peringkat ordinal dari obyek penelitian, yaitu dari Sangat puas
hingga sangat tidak puas.beberapa indeks kepuasan pelanggan yang tergolong sederhana antara lain ;

[1]
IKP = PP

[2]
IKP = IM x PP

[3]
IKP = PP - EX

[4]
IKP = IM x (PP - EX)
[5]
PP
IKP
EX

Keterangan :
IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan
PP = Perceived Performance
EX = Expectation
IM = Importance
STRATEGI KEPUASAN PELANGGAN
Pada umumnya suatu perusahaan menerapkan stregi bisnis kombinasi antara strategi ofensif dan defensive
(Fornell, 1992) hal ini dapat dilihat pada gambar 2.5. Yang menitik beratkan pada pangsa pasar dan
Kepuasan pelanggan sebagai perbandingannya.
Strategi Difensif (bertahan) adalah strategi yang di gunakan sebagai cara supaya tidak terjadi customer-exit
(kehilangan pelanggan), customer-turnover (peralihan pelanggan) dan bersifat lebih menjaga keutuhan loyalty
pelanggan yang sudah ada (retention of customer). Sedangkan strategi ofensif (menyerang) adalah strategi yang
digunakan untuk memperluas pangsa pasar dan kompetisi persaingan merebut konsumen/ pelanggan.
Berdasarkan penelitian empiris membuktikan kedua strategi tersebut memiliki hubungan yang erat. Perbedaan
strategi dapat di lihat pada table 2.2 sgb.
Aspek Pangsa Pasar Kepuasan Pelanggan

Pasar dengan pertumbuhan rendah atau telah Pasar dengan pertumbuhan rendah atau jenuh
Khusus di pergunakan dalam :
jenuh

Ofensif Defensive
Tipe strategi

Persaingan Pelanggan
Titik pemusatan

Pangsa pasar Relatifterhadap persaingan Customer retention rate


Ukuran sukses

Pengalihan pembelian Kesetiaan pembeli


Tujuan behavioral

Sumber: Fornell, C (1992), “A National Customer Satisfacation Barometer: The Swedish Experience”,
Journal of Mareketing, Vol. 56 (January), p. 8 (diterjemahkan)
Strategi defensive terdiri atas dua bentuk, yaitu rintangan pengalihan (switching barriers) dan kepuasan
pelanggan. Secara lebih terperinci strategi defensive dapat di uraikan sebagai berikut.

Strategi Pembentukan Rintangan Pengalihan


Dalam hal ini perusahan perlu membentuk suatu rintangan pengalihan, sehingga pelanggan merasa
enggan, rugi atau perlu mengeluarkan biaya besar untuk berganti pemasok (vendor, toko, dan lain-lain).
Rintangan pengalihan ini dapat berupa biaya pencarian, biaya transaksi, biaya belajar/pemahaman,
potongan harga khusus bagi pelanggan yang loyal, kebiasan pelangga, biaya emosional, dan usaha-usaha
kognitif, serta resiko finansial, social, dan psikologis (Fornell, 1992). Selain itu juga dapat berupa biaya
pelatihan tambahan bagi karyawan, modal yang diperlukan untuk perubahan, serta biaya yang di
perlukan dalam peralatan dan perlengkapan yang baru (Porter, 1980). Semua ini dapat tercapai bilamana
perusahaan dapat menciptakan dan menjalin hubungan yang harmonis, akrab, dan saling menguntungkan
dengan pelanggannya.
Strategi kepuasan pelanggan
Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya
yang tinggi dalm usahanya merebut konsumen/ pelanggan perusahaan lain. Satu hal yang perlu di perhatikan
disini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen,
baik menyangkut dana maupun sumberdaya manusia. (Schnaars, 1991). Ada beberapa strategi yang dapt
dipadukan untuk meraih danmeningkatkan kepuasan pelanggan:

1. Strategi pemasaran berupa relationship Marketing (Mckenna, 1991), yaitu strategi dimana transaksi
pertukaran antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai (lihat pada
tabel 2.3). dengan kata lain dijalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus (Jackson, 1985
dalam Schnaars, 1991), yang akhirnya akan menimbulkan kesetian pelangggan sehingga terjadi bisnis
ulangan (repeat business). Betapa pentingnya hubungan/ relation ini ditunjukan dengan pernyataan
Levit(dalam Schnaars, 1991) bahwa semakin banyak kegiatan ekonomi dunia yang dilakukan melalui
hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual.
Agar relationship marketing dapat diimplementasikan perlu di bentuk customer database (Goni,1992),
yaitu dftar nama perusahaan/ pelanggan yang di anggap perlu dibina hubungan jangka panjang dengan
mereka. Database tsb tidak hany berisikan nama perusahan tak lain adalah mengenai frekuensi dan jumlah
pembelian.
Akan tetapi perlu di perhatikan bahwa dampak kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan dan
pembelian ulang berbeda-beda untuk setiap perusahaan. Pelanggan yang loyal belum tentu berarti mereka
puas. Sebaliknya pelnggan yang puas cenderung untuk menjadi pelanggan yang loyal.
Sebagai salah satu varian dari relationship marketing ini adalah frequency marketing, yaitu usaha untuk
mengidentifikasi, memelihara dan meningkatkan hasil dari pelanggan yang terbaik (best customer), melalui
hubungan jangka panjang yang interaktif dan bernilai tambah (Colloquy dalam Kotler , et al., 1996). Konsep
strategi ini didasarkan pada prinsip Pareto, yaitu “20% of a company’s costomers might account for 80% of its
business”. Contoh penerapan strategi ini adalah Sempati Preffered Connection Card, poyongan harga untuk
pembelian dalam jumlah besar, jaminan ada kamar kosong di hotel tertentu bagi pelanggan yang sering meng-
inap, dan berbagai bentuk lainnya.
   
Transaction Marketing
Relationship Marketing

 Berfokus pada penjualan tunggal.  Berfokus pada customer retention.


 Orientasi pada karakteistik produk.  Orientasi pada manfaat produk.
 Jangka waktu pendek.  Jangka waktu panjang.
 Hanya sedikit perhatian dan penekanan pada aspek  Layanan pelanggan sangat diperhatikan dan di tekankan.
layanan pelanggan.  Komitmen terhadap pelanggan sangat tinggi.
 Komitmen terhadap pelanggan relative terbatas.  
 Kontak dengan pelanggannya moderat.  Kontak dengan pelanggan sangat tinggi.
 Kualitas terutama merupakan perhatian dan tugas bagian  Kualitas merupakan perhatian semua orang.
produksi.

Tabel 2.3 Transection Marketing versus Relationship Marketing


Sumber: Payne, A. (1993), The Essence of Service Marketing. Prentice hall, p. 32.
2. Strategi superior customer service (schnaars, 1991), yaitu menawarkan pelayanan yang lebih baik
daripada pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar, sumberdaya manusia dan usaha yang gigih untuk
tercapainya suatu pelayanan yang superior. Tetapi perusahaan tidak harus membebankan produk-
produknya dengan harga yang lebih tinggi demi tercapainya suatu pelayanan superior/ customer service.

3. Strategi unconditional guarantees (Hart, 1988) atau extraordinary guarantees (Hart dalam Supiyo,
1993). Strategi ini berintikan pada komitmen untuk memberikan kepuasan pada pelanggan yang pada
gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja
perusahaan . selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawann untuk mencapai tingkat kinerja
yang lebih baik dari pada sebelumnya.
Garansi atau jaminan istimewa / mutlak dirancang untuk meringankan resiko atau kerugian pelanggan .
A. Garansi internal, yaitu janji yang dibuat oleh suatu departemen atau divisi kepada pelanggan internalnya , yakni
pemrosesan lebih lanjut dan setiap orang dalam perusahaan yang sama yang memanfaatkan hasil atau jasa
departemen tersebut garansi ini dilandaskan pada komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik , tepat waktu,
akurat, jujur, dan sungguh sungguh.

B. Garansi eksternal, itu jaminan yang di buat oleh perusahaan kepada pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang
membeli dan menggunakan produk prusahaan . garansi ini menyangkut servis yang unggul dan produk yang handal
serta berkualitas tinggi . dalam hal ini perusahaan harus benar benar memperhatikan factor kualitas , waktu,
yang erat kaitannya dengan jaminan atau proses ganti rugi terhadap suatu kualitas produk yang tidak sesuai
dengan harapan pelanggan .
Suatu garansi yang baik harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya meliputi :

• Realistis dan dinyatakan secara spesifik , misalnya garansi berlaku untuk jangka waktu satu tahun.
• Sederhana, komunikatif, dan mudah di pahami.
• Mudah diperoleh atau diterima pelanggan.
• Tidak membebani pelanggan dengan syarat syarat yang berlebihan.
• Terpercaya ( credible ) baik reputasi prusahaan yang memberikan maupun tipe garansinya itu sendiri. Misalnya
garansi yang berbunyi “ kami jamin berat badan anda akan susut tiga puluh kilogram dalam dua minggu. Bila tidak,
uang kembali” cenderung sulit dipercaya.
• Berfokus pada kebutuhan pelanggan.
• Sungguh berarti, artinya disertai ganti rugi yang bayaran yang signifikan dan di sesuaikan dengan harga produk
yang di bel, tingkat keseriusan masalah yang dihadapi, dan persepsi pelanggan terhadap apa yang adil bagi mereka.
• Memberikanstandar kinerja yang jelas( (misalnya”dalam waktu kurang dari15 jam, paket anda akan sampai ke
tujuan”).
4. Strategi penanganan keluhan yang efiseien (Schnaars, 1991). Penanganan keluhan memberikan
peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang
puas (“atau bahkan menjadi pelanggan abadi”). pada dasarnya strategi penanganan keluhan adalah
bertujuan untuk memperbaiki dan mengevaluasi tingkat kepuasan pelanggan melalui data pelanggan yang
sudah ada (identifikasi), dan berdasarkan input yaitu kritik dan saran/ keluh kesah pelanggan yang
diproses oleh manajemen dalam perusahaan, lalu menjadi input yaitu memperbaiki tingkat kepuasan
dalam pelayanan. Selain itu perusahaan harus memberikan empowerment (di berdayakan), khususnya
pada lini depan yang langsung beada di lapangan yang berada dalam situasi dan kondisi tersebut.
Tentunya dengan tujuan inisiatif, tanggap dan perhatian terhadap apa yang di rasakan oleh konsumen,
serta apa yang harus di lakukan oleh merka sbagai lini depan terhadap pengambilan kepuusan dan
tindakan pada situasi dan kondisi di lapangan.
Selan itu manajemen puncak terkadang perlu juga menentukan dan mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan, bila lini depan kurang dapat mengatasi masalah apa yang di rasakan konsumen pada
kenyataannya. Baik pada sikon secara langsung ataupun tidak langsung. Dengan demikian pelanggan akan
beranggapan dari pihak perusahaan/ manajemen menaruh perhatian/ memperhatikan saran, kluh kesah
serta masalah konsumen pada prosesnya. Dengan kata lain positive perceived of customer.
deprtemen atau organisasi

menjelaskan bagaimana cara


menangani keluhan tersebut

Menginformasikan
pelanggan yang mengeluh

apakah tindakan perbaikan


Gambar 2.6 proses penanganan keluhan secara efektif

analisis strategi terhadap

kepada manajemen gugus


Paling tidak ada empat aspek penting dalam penanganan keluhan, yaitu :

(1) Empati terhadap pelanggan yang marah.


Pemecahan masakah bersama antara pelanggan dan perusahaan agar masalah tidak runyam,
(2) Kecepatan dalam penanganan keluhan.
Segera tanggapi keluhan konsumen dengan seefektif mungkin.
(3) Kewajaran dalam mengatasi masalah.
Tidak merugikan satu sama lain, atau menguntungkan kedua pihak (‘win-win’), fair/ relistis.
(4) Kemudahan konsumen unrtuk menghubungi perusahaan.
Hal ini sangat penting bagi konsumen untuk menyampaikan komentar. Saran, kritik, pertanyaan, dan
keluhannya. Sebagi sarana yang di butuh kan oleh konsumen adalah perusahaan menyediakan sarana
komunikasi contoh; telepon khusus (hot line service), e-mail, web, dll.
5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan, meliputi kegiata pemantauan dan pengukuran kepuasan
pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi,
sales-manship, PR (public relation) kepada pihak konsumen dan karyawan, memasukan unsur
kemampuan untuk memuaskan pelanggan (yang penilaiannya bisa di dasarkan pada survai pelanggan)
ke dalam sisitem peilaian prestasi karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

6. Menerapkan Quality Function Deployment (QFD), yaitu praktik untuk merancang suatu proses
sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD merupakan konsep yang pertamakali di
kembangkan di Jepang dan kemudian berkembang luas di Negara lain. Telah banyak perusahaan besar
yang menerapkan konsep ini, di antaranya Xerox, General Motor, Hewlett, Packard, AT&T, Toyota,
Procter & Gamble, Ford Motor Foundation, dan Digital Equipment Coorporation. QFD berusaha
menerjemahkan apa yang di buruhkan pelanggan menjadi apa yang di hasilkan organisasi, hal ini
dilaksanakan dengan melibatkan pelanggan dalam pengembangan proses produk sedini mungkin.
Dengan demikian, QFD memungkinkan suatu perusahaan untuk memprioritaskan kebuuthan
pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, dan memperbaiki proses
hingga tercapai evektifitas yang maksimu. Struktur QFD bisa di gambarkan dalam House of quality.
Dalam implemtasiny, QFD menggunakan berbagai alat, seperti diagram sebab dan akibat, flow chart,
diagram Pareto, run chart, histogram, scatter diagram, control chart, diagram afinitas, interrelationship
digraph, tree diagram, dan diagram matriks.

Anda mungkin juga menyukai