KAJIAN PUSTAKA
(buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan
barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide (Mowen dan Minor, 2001:6). Perilaku konsumen juga
dapat didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan membuang produk dan jasa yang diharapkan akan memenuhi
Ada beberapa komponen penting yang bisa disarikan dari definisi-definisi perilaku
konsumen dari para ahli, yang merupakan inti dari pengertian perilaku konsumen, yakni:
(Suprapti, 2010:3)
1) Perilaku konsumen melibatkan berbagai aktivitas, baik yang sifatnya mental, emosi dan fisik.
8) Studi perilaku konsumen tidak hanya berfokus pada pembeli beserta anteseden dan
konsekuensi dari proses keputusan pembelian itu, yang sifatnya segera, melainkan lebih luas
dari itu karena menyangkut dampak proses keputusan pembelian itu pada konsumen itu
dalam menerima penyebaran dan mengadopsi suatu produk baru. Konsumen diasumsikan
melalui lima tahap untuk sampai pada keputusan membeli atau menolak suatu produk baru.
1) Tahap kesadaran. Pada tahap pertama ini, konsumen terpapar oleh suatu produk baru.
2) Tahap minat atau pengetahuan. Ketika konsumen telah sadar akan kehadiran suatu produk
baru, mereka mulai berminat dan mencari informasi agar mengetahui lebih banyak tentang
produk itu.
3) Tahap evaluasi. Berdasar informasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya, konsumen akan
4) Tahap mencoba. Konsumen mencoba atau membeli dalam jumlah kecil. Pengalaman dalam
tahap ini akan menentukan apakah konsumen akan mengadopsi atau menolak produk.
5) Tahap adopsi (atau menolak). Pada tahap ini konsumen memutuskan menggunakan produk
itu dan membeli dalam jumlah yang diperlukan, atau menolak untuk menggunakannya.
Selanjutnya terdapat lima jenis kategori konsumen ketika menyikapi satu produk baru
1) Innovator. Orang-orang yang senang mencoba ide-ide dan hal-hal baru. Berani mengambil
risiko yang menantang dan umumnya berada dalam lingkungan sosial tinggi di perkotaan.
2) Early adopters. Orang-orang yang mirip dengan innovator namun mereka lebih perhatian
pada lingkungan sosialnya. Umumnya para opinion leader atau referensi merupakan bagian
3) Early majority. Mengadopsi suatu ide produk/jasa baru setelah semakin luasnya penggunaan
ide tau produk tersebut dan tidak terbatas pada lingkungan sosialnya saja.
4) Late majority. Mereka yang cenderung lebih skeptis dalam mengadopsi produk baru. Mereka
biasanya menunggu untuk keluarnya versi produk yang lebih modern atau dikarenakan
5) Laggards. Mereka yang lebih menyukai sesuatu yang tradisional atau yang sudah menjadi
kebiasaan mereka, cenderung berhati-hati dalam mengadopsi suatu inovasi. Pemasaran pada
orang golongan ini lebih sulit karena umumnya mereka menolak inovasi baru dikarenakan
ketakutan akan merubah kebiasaan dan nilai tradisi yang mereka pegang.
untuk membeli, menggunakan atau mengonsumsi suatu produk/jasa. Schiffman dan Kanuk
dibagi ke dalam tiga tahap, yakni tahap masukan, proses dan keluaran. Tahap masukan
suatu produk. Faktor eksternal terdiri atas dua sumber, yaitu pertama: berbagai upaya pemasaran
yang dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi konsumen, yakni berupa produk itu sendiri,
harganya, distribusinya, dan promosinya, dan kedua: yang bersumber dari pengaruh sosiologis
konsumen, yakni keluarga, teman, tetangga, sumber-sumber informal lainnya, kelas sosial,
budaya, dan sub-budaya. Pengaruh kedua sumber itu merupakan masukan bagi konsumen yang
menentukan apa yang akan dibeli konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang
Tahap proses yang merupakan tahap kedua berkaitan dengan bagaimana konsumen
membuat keputusan. Pada tahap ini, faktor-faktor psikologis yang melekat pada setiap individu
seperti motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap akan berpengaruh pada
pengolahan informasi dari faktor eksternal, mulai dari pengenalan terhadap kebutuhan, pencarian
informasi sebelum pembelian, dan evaluasi berbagai alternatif. Tahap luaran yang merupakan
tahap ketiga dari model terdiri atas dua aktivitas pasca pengambilan keputusan yang saling
terkait, yaitu perilaku pembelian dan evaluasi pasca pembelian. Dalam membeli, konsumen
mungkin saja melakukan pembelian coba-coba sebelum melakukan pembelian aktual atau
Pengaruh Eksternal
Bidang Psikologi:
Pengenalan 1. Motivasi
kebutuhan 2. Persepsi
Proses 3. Pengetahuan
Penyelidikan 4. Kepribadian
sebelum pembelian 5. Sikap
Evaluasi alternatif
Pengalaman
Pembelian
1. Percobaan
Luaran 2. Pembelian ulang
Evaluasi Setelah
Pembelian
Davis (1989) mengajukan sebuah teori Technology Acceptance Model (TAM) yang
Reasoned Action (TRA) (Fishbein dan Ajzen, 1975) dan Theory of Planned Behavior (TPB)
(Ajzen, 1991). TRA menjelaskan beliefs seorang user/konsumen akan menentukan sikap dan
Behavior Actual
Normative beliefs Subjective Norm Intention Behavior
and motivation to
comply
Perceived
Control beliefs and Behavior
perceived Control
facilitation
Sumber: Ajzen (1991)
Gambar 2.5: Theory of Planned Behavior
TPB merupakan gabungan antara TRA dengan menambahkan sebuah konstruk baru yaitu
perceived behavior control sebagai determinan independen untuk mempengaruhi intensi dan
behaviors, hal ini disebabkan pada realita sehari-hari terkadang seseorang menggunakan
teknologi tidak seterusnya berdasarkan keinginan individu tersebut saja, melainkan terdapat
hubungannya dengan teknologi (Davis, 1989). TAM mengasumsikan dua dimensi beliefs yaitu
perceived usefulness dan perceived ease of use, sebagai dua alasan penting yang digunakan
seseorang untuk mengadopsi sebuah teknologi. Perceived usefulness berkaitan dengan tingkat
kegunaan sebuah teknologi, dengan menggunakan teknologi tersebut apakah user merasakan
perceived ease of use berkaitan dengan tingkat kemudahan, artinya seberapa banyak usaha yang
diperlukan untuk mengadopsi teknologi tersebut. Model dasar TAM seperti yang dikembangkan
Perceived
Usefulness
Attitude Behavioral Actual
External Towards Intention System
Variables Using to Use Use
Perceived
Ease of Use
percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan membantu meningkatkan kinerja dalam
pekerjaannya (Davis, 1989). Adamson dan Shine (Pardyanto, 2013) mendefinisikan persepsi
Apabila merujuk pada dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi
kemanfaatan berkaitan dengan produktivitas dan efektivitas sistem dari kegunaan dalam tugas
secara menyeluruh untuk meningkatkan kinerja orang yang menggunakan sistem tersebut.
Vankatesh menyatakan bahwa terdapat pengaruh penting manfaat dalam pemahaman respon
individual dalam teknologi informasi. Mansour (2016) membagi dimensi persepsi kemanfaatan
menjadi berikut:
effectiveness).
productivity).
banking experience).
tingkat kepercayaan seseorang terkait kemudahan penggunaan sistem yang hanya memerlukan
sedikit usaha (Davis, 1989). Mansour (2016) membagi dimensi persepsi kemudahan penggunaan
1) Tidak dibutuhkan banyak usaha untuk mempelajari sistem tersebut (does not require a lot
of mental effort).
become skilful)
pengguna sistem teknologi yang muncul dari pengaruh kemudahan penggunaan dan manfaat
penggunaan yang dirasakan. Sikap akan mempengaruhi perilaku pengguna dalam niat untuk
menggunakan dan juga pemakaian sistem informasi dan teknologi. Mansour (2016) membagi
1) Penggunaan sistem merupakan sesuatu yang sangat dinikmati (desirable to use the system)
menggunakan suatu teknologi. Tingkat penggunaan suatu teknologi pada seseorang dapat
diprediksi dari sikap perhatiannya terhadap teknologi tersebut, misalnya motivasi untuk tetap
menggunakan, serta keinginan untuk memotivasi pengguna lain. Variabel terakhir dari Davis
(1989) adalah actual usage, adalah kondisi nyata penggunaan teknologi, dikonsepkan dalam
bentuk pengukuran terhadap frekuensi dan durasi waktu penggunaan teknologi. Seseorang akan
puas menggunakan sistem jika mereka meyakini bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan
akan meningkatkan produktivitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan.
Mansour (2016) membagi dimensi niat perilaku untuk menggunakan menjadi sebagai berikut:
(continue using)
3) Niat untuk merekomendasikan sistem kepada orang lain (recommend others to use)
2.5. E-Trust
Trust merupakan pondasi dari bisnis, yakni suatu transaksi bisnis antara dua pihak atau
lebih yang akan terjadi apabila masing-masing pihak saling mempercayai. Kepercayaan (trust)
ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain/mitra bisnis, melainkan harus dibangun mulai
dari awal dan dapat dibuktikan. Trust telah dipertimbangkan sebagai katalisator dalam berbagai
transaksi antara penjual dan pembeli agar kepuasan konsumen dapat terwujud sesuai dengan
dan Nath, 2003). Pada awalnya trust banyak dikaji dari disiplin psikologi, karena hal ini
berkaitan dengan sikap seseorang. Kemudian perkembangannya, trust menjadi kajian berbagai
disiplin ilmu (Riegelsberger et al., 2003; Murphy dan Blessinger, 2003; Kim dan Tadisina,
2003), termasuk menjadi kajian dalam e-commerce. Menurut Yousafzai et al., (2003), setidaknya
terdapat enam definisi yang relevan dengan aplikasi e-commerce. Hasil identifikasi dari berbagai
1) Rotter (1967) mendefinisikan trust adalah keyakinan bahwa kata atau janji seseorang dapat
dipercaya dan seseorang akan memenuhi kewajibannya dalam sebuah hubungan pertukaran.
2) Morgan dan Hunt (1994) mendefinisikan bahwa trust akan terjadi apabila seseorang
memiliki kepercayaan diri dalam sebuah pertukaran dengan mitra yang memiliki integritas
3) Mayer et al., (1995) mendefinisikan trust adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap
tindakan orang lain berdasarkan pada harapan bahwa orang lain akan melakukan tindakan
tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk
4) Rousseau et al., (1998) mendefinisikan trust adalah wilayah psikologis yang merupakan
perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perhatian atau perilaku
5) Gefen (2000) mendefinisikan trust adalah kemauan untuk membuat dirinya peka pada
tindakan yang diambil oleh orang yang dipercayainya berdasarkan pada rasa kepercayaa dan
tanggung jawab.
6) Ba dan Pavlou (2000) mendefinisikan trust adalah penilaian hubungan seseorang dengan
orang lain yang akan melakukan transaksi tertentu menurut harapan orang kepercayaannya
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dinyatakan bahwa trust adalah kepercayaan
pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu
keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan memenuhi segala kewajibannya secara
baik sesuai yang diharapkan (Rofiq, 2007). Kemudian E-trust dalam hal ini dapat didefinisikan
sebagai keyakinan konsumen akan kualitas dan reliabilitas yang barang atau jasa tawarkan, juga
keyakinannya mengenai sifat dapat dipercaya, kejujuran dan kebajikan yang dimiliki perusahaan
Dalam menjelaskan literatur psikologi sosial dan pemasaran, Doney dan Cannon (1997)
mendefinisikan trust sebagai persepsi kredibilitas dan kebaikan hati (benevolence) dari target
kepercayaan (Mansour, 2016). Kim et al., (2003) menambahkan dimensi ketiga dari trust, yakni
integritas. Inilah dimensi trust yang paling sering masuk dalam penelitian pada bidang
pemasaran (Yu et al., 2015; Yousafzai et al., 2007; Gefen et al., 2003). Janouri dan Gharbi
(2008) menambahkan dimensi yang keempat, yakni orientasi untuk menyelesaikan masalah
Dalam penelitian ini e-trust terdiri dari empat dimensi, yakni: kredibilitas (Credibility)
yang dirasakan, kebaikan hati (Benevolence), dan integritas (Integrity) yang dirasakan, serta
1) Kredibilitas (Credibility)
Dimensi kepercayaan yang pertama, yakni kredibilitas yang dirasakan adalah sejauh mana
salah satu mitra (partner) percaya bahwa mitra yang lainnya memiliki keahlian yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan secara efektif dan handal (reliable) (Mansour, 2016;
Gefen et al., 2003; Morgan dan Hunt, 1994). Selanjutnya, kredibilitas yang dirasakan
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya secara efektif. Dalam hal ini, bagaimana penjual
mampu menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain.
Artinya bahwa konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam
kompetensi/keahlian, efisiensi, dan kemampuan dalam memenuhi janji yang telah dibentuk.
Kebaikan hati merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling
menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Profit yang diperoleh penjual dapat
mengejar profit maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam
mewujudkan kepuasan konsumen. Menurut Mansour (2016), benevolence meliputi perhatian,
empati/menghormati pengguna, keyakinan dan daya terima (Mansour, 2016; Yu et al., 2015).
3) Integritas (Integrity)
Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual dalam menjalankan
bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen apakah benar sesuai dengan fakta atau
tidak. Kualitas produk yang dijual apakah dapat dipercaya atau tidak. Kim et al. (2003)
mengemukakan bahwa integrity dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan
Dimensi terakhir dari trust dalam penelitian ini adalah orientasi untuk menyelesaikan
masalah yakni kehendak dari supplier untuk menyelesaikan masalah yang mungkin akan
timbul selama dan setelah pembelian, masalah yang dimaksud adalah masalah yang mungkin
timbul tanpa adanya komitmen yang dibentuk sebelumnya (Mansour, 2016; Janouri dan
Gharbi, 2008).
Dalam rangka menjangkau dan memperluas penyediaan layanan jasa sistem pembayaran
dan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum tersentuh jasa
sistem pembayaran dan keuangan formal (unbanked) dan yang telah terhubung dengan jasa
sistem pembayaran dan keuangan formal sebagai nasabah penabung namun belum
Perluasan penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan tersebut merupakan
inisiatif Bank Indonesia dalam mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusif, yang ditujukan
untuk mendukung aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah
tangga, serta mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Salah satu bentuk perluasan
penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan dilakukan melalui kerja sama
Penerbit dengan Agen layanan keuangan digital. Oleh karena itu, perlu diatur ketentuan
inklusif melalui agen layanan keuangan digital (PBI Nomor 18/17/PBI/2016 tentang perubahan
kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik).
Layanan keuangan digital adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan
yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat
teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. Dalam hal ini
layanan keuangan digital di proses secara online, yakni proses transaksi yang terkoneksi secara
langsung dengan sentral sistem komputer penyelenggara layanan keuangan digital untuk
melakukan otorisasi dan validasi sebelum dimulainya proses transaksi agar penyelesaian
transaksi layanan keuangan digital dapat dilakukan secara real time dan/atau near real time dan
tersedia notifikasi status transaksi segera setelah terjadi transaksi keuangan (PBI Nomor
18/17/PBI/2016 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009
Jenis uang elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan keuangan digital
adalah yang elektronik registered berbasis server (server based) yang menggunakan sarana
antara lain mobile dan kartu. Dalam penyelenggaraan layanan keuangan digital, sistem teknologi
informasi yang digunakan paling kurang harus memiliki kemampuan untuk (Surat Edaran Bank
3) Menyampaikan notifikasi atas setiap transaksi pemegang segera setelah transaksi terjadi
5) Membatasi transaksi pemegang secara otomatis (auto limit) sesuai dengan batas nilai uang
Sumber: PBI Nomor 18/17/PBI/2016 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik
Gambar 2.7: Proses Layanan Keuangan Digital
2.7. Mandiri E-Cash
Berdasarkan informasi pada website resmi Bank Mandiri, yang dimaksud dengan Mandiri
e-cash adalah uang elektronik berbasis server yang memanfaatkan teknologi aplikasi di
handphone dan USSD (Unstructured Supplementary Service Data), atau yang disebut sebagai
transaksi perbankan tanpa harus melakukan pembukaan rekening ke cabang Bank Mandiri.
Keunggulan dari produk ini terletak pada pengalaman social banking bagi pemegangnya dan
merasakan kemudahan dalam penggunaannya. Mandiri e-cash memiliki tiga karakter kemudahan
yaitu: gampang dapat, gampang isi, dan gampang pakai. Fitur mandiri e-cash yang dapat
2) Isi ulang saldo dari e-channel Bank Mandiri, transfer atm bersama, dan tunai melalui retail
store
Setiap orang yang memiliki telepon seluler dan kartu SIM yang aktif dapat menjadi
pemegang mandiri e-cash. Layanan ini sangat aman karena setiap pendaftaran rekening mandiri
e-cash pemegang diharuskan membuat kode rahasia dan PIN. Dan setiap transaksi hanya bisa
dijalankan jika pemegang sudah memasukkan PIN yang sesuai. Beberapa kemudahan yang dapat
4) Tidak perlu repot mencari uang pas untuk pembayaran transaksi dengan nominal kecil
5) Kemudahan transfer ke nomor telepon seluler tanpa harus menghapal nomor rekening Bank
Pada dasarnya layanan keuangan digital dengan jenis e-cash ini dapat dimanfaatkan oleh
perseorangan baik secara pribadi maupun digunakan untuk usaha ataupun bagi non
perseorangan. Apabila dimanfaatkan secara non perorangan, maka terdapat beberapa keuntungan
a. E-cash digunakan sebagai rekening karyawan atau anggota organisasi untuk pendebetan
kemudian dapat digunakan untuk pembayaran dan pembelian serta tarik tunai di ATM
tanpa kartu.
c. Solusi pengelolaan dana operasional tersebut dilakukan secara host-to-host langsung dari
2) Penerimaan Pembayaran
online bagi masyarakat yang belum memiliki rekening maupun kartu kredit.
b. Proses pembayaran dilakukan secara online realtime dengan metode web services di
mana perusahaan mitra cukup menambahkan sedikit metode pemrograman web services
Sumber: www.mandiriecash.co.id
Gambar 2.8: Proses Mandiri E-cash melalui sistem Host-To-Host
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa e-cash tidak hanya dapat dimanfaatkan
oleh perorangan namun juga non perorangan. Untuk dapat menjadi pihak yang bekerjasama
dengan bank, maka pihak baik perorangan/non perorangan tersebut wajib terdaftar terlebih
dahulu sebagai merchant Bank Mandiri. Merchant adalah penjual barang/jasa yang memiliki
physical store (merchant yang melakukan kegiatan jual/beli barang/jasa di lokasi bisnis (toko
sebagai tempat operasional) maupun online store (merchant yang melakukan kegiatan jual/beli
dengan Bank dalam penyediaan layanan penerimaan pembayaran via mandiri e-cash
(www.mandiriecash.co.id).
Merchant dapat berupa perorangan, yakni merchant milik perorangan tanpa berdasarkan
pada tata cara dan ketentuan pendirian usaha berbadan hukum. Maupun Merchant berbadan
hukum yaitu merchant yang didirikan berdasarkan pada tata cara dan ketentuan pendirian usaha
berbadan hukum. Setelah mendaftar sebagai merchant mandiri e-cash, merchant akan
memperoleh ID merchant. Apabila transaksi pembayaran melalui physical outlet, maka transaksi
melalui EDC Kartu Kredit dan Kartu debit, di mana pembayaran dilakukan dengan
menggunakan EDC melalui menu e-cash pada EDC dengan cara memasukkan OTP dari
Sumber: www.mandiriecash.co.id
Gambar 2.9: Proses Pembayaran Mandiri E-cash melalui Physical Outlet
Apabila transaksi dilakukan secara online realtime melalui merchant online store/e-
commerce, notifikasi pembayaran dapat secara langsung diterima oleh sistem e-commerce
merchant, sehingga tidak perlu melakukan verifikasi secara manual. Pembayaran dilakukan
melalui halaman Internet Payment Gateway (IPG) mandiri e-cash di mana Integrasi dengan e-
commerce sangat mudah dilakukan dengan menggunakan aplikasi mandiri e-cash. Selain
bekerjasama dengan pihak bank sebagai merchant, para pengusaha juga dapat bekerjasama
dengan bank menjadi pihak agen. Agen adalah pihak ketiga yang bekerjasama dengan Bank
dalam penyelenggaraan mandiri e-cash, yang dalam hal ini meliputi jasa pengisian ulang dan
tarik tunai. Pihak agen juga bisa tergabung menjadi pihak merchant maupun hanya berdiri
Sumber: www.mandiriecash.co.id
Gambar 2.10: Proses Pembayaran Mandiri E-cash melalui Online Store