Etiologi: Automobile trauma, altercation, penyerangan, gigitan binatang, gigitan manusia, luka bakar, luka
tembak, infeksi, kecelakaan olahraga
Closed wound:
(a) Contusion (memar): menunjukkan bahwa sejumlah
gangguan jaringan telah terjadi di dalam jaringan yang
mengakibatkan perdarahan subkutan atau submukosa tanpa
kerusakan pada permukaan jaringan lunak. Ini biasanya
disebabkan oleh benda tumpul tetapi juga sering ditemukan
bersamaan dengan cedera dentoalveolar atau fraktur tulang
wajah. Trauma pada jaringan yang lebih dalam terjadi akibat
efek gangguan dari tulang yang retak.
(b) Haematoma: kumpulan darah di luar pembuluh darah.
Penyebab paling umum dari hematoma adalah cedera atau
trauma pada pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah
yang minimal dapat mengganggu dinding pembuluh darah
dan dapat mengakibatkan hematoma.
Open Wound
Abrasion: luka yang disebabkan oleh gesekan antara benda
dan permukaan jaringan lunak. Luka ini biasanya superfisial
dan terkadang melibatkan jaringan yang lebih dalam.
Perdarahan biasanya kecil karena berasal dari kapiler.
Luka bakar: Disebabkan oleh kontak jaringan lunak wajah dengan api, uap, asam, alkali, listrik, sinar
matahari, lampu ultraviolet, dan gas iritan. Luka bakar dapat diklasifikasikan sebagai derajat pertama
yang menyebabkan eritema pada kulit, derajat kedua yang menghasilkan pembentukan vesikel dan
derajat ketiga yang menyebabkan kerusakan total pada dermis dan epidermis yang meluas ke dalam
atau di luar jaringan subkutan.
Gigitan hewan/gigitan manusia: Bisa berupa luka dangkal atau dalam dan
selalu terkontaminasi.
Etiologi: Partisipasi dalam olahraga kontak, seperti hoki, sepak bola, sepak bola, bola
basket, tinju, dan gulat, dapat menjadi predisposisi trauma wajah. Pada pasien dewasa,
sebagian besar cedera dentoalveolar diakibatkan oleh kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian dan penyerangan fisik.
Injuri pada dental hard tissues dan pulp:
1. Crown infraction: Incomplete fracture pada enamel tanpa hilangnya subtansi gigi.
2. Uncomplicated crown fracture: Fraktur yang melibatkan enamel dan dentin tetapi tidak
membuka pulpa.
3. Complicated crown fracture: Fraktur yang melibatkan enamel, dentin dan pulpa.
4. Uncomplicated crown root fracture: Fraktur yang melibatkan enamel, dentin dan sementum
tetapi bukan pulpa.
5. Complicated crown root fracture: Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum
serta mengekspos pulpa.
6. Root fracture: Fraktur yang melibatkan dentin, sementum dan pulpa.
Injuries to the periodontal tissues:
1. Concussion: Tidak ada pelonggaran atau perpindahan gigi yang abnormal, tetapi ada
peningkatan kelembutan pada perkusi.
2. Subluxation: Ditandai dengan melonggarnya gigi secara tidak normal tetapi tanpa
perpindahan apapun.
3. Intrusion: Gigi tergeser ke dalam tulang alveolar, dan jenis cedera ini disertai
dengan kominusi atau fraktur soket alveolar.
4. Extrusion: Pemindahan sebagian gigi keluar dari soketnya ke arah aksial.
5. Lateral luxation: Perpindahan gigi ke arah lateral dan bukan aksial.
6. Avulsion/exarticulation: Pemindahan lengkap gigi keluar dari soketnya.
Injuries of supporting alveolar bone
• Kominusi soket alveolar: ditemukan pada intrusi dan luksasi lateral.
• Fraktur dinding soket alveolar.
• Fraktur prosesus alveolar maksila atau mandibula, tanpa garis fraktur
harus melewati soket gigi.
• Fraktur maksila dan mandibula.
Ellis and Dewey Classification:
• Kelas 1: Fraktur enamel dengan keterlibatan sedikit atau tanpa dentin.
• Kelas 2: Fraktur enamel dan dentin, tetapi tidak mengenai pulpa.
• Kelas 3: Fraktur enamel dan dentin dengan keterlibatan pulpa.
• Kelas 4: Gigi nonvital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
• Kelas 5: Gigi tanggal akibat trauma.
• Kelas 6: Fraktur akar dengan atau tanpa hilangnya struktur mahkota.
• Kelas 7: Pergeseran gigi tanpa fraktur mahkota atau akar.
MANDIBULAR FRACTURES
a
MANDIBULAR FRACTURES
a
MANDIBULAR FRACTURES
MANDIBULAR FRACTURES
SYMPHYSIS, PARASYMPHYSIS AND BODY
FRACTURES
• Swelling
• Pain and tenderness
• Step deformity and mobility of the fractured bone
• Lacerations and haemorrhage
• Restricted mouth opening
• Sublingual haematoma (ecchymosis of thefloor of the mouth is a diagnostic sign of fracture—Coleman’s sign).
• Abnormal bite (malocclusion)
ANGLE & RAMUS FRACTURE
Mandibula Angle dianggap sebagai daerah tuas, titik dimana Tanda dan Gejala
mandibula body akan naik dan membentuk ramus. Ini adalah • extraoral findings:
salah satu lokasi fraktur rahang bawah yang paling sering, • Asymmetrical face
biasanya karena benturan samping. Sekitar 19-40% dari • Palpasi : tenderness
semua fraktur wajah adalah fraktur mandibula, dan 12-30% • Intraoral findings:
dari semua fraktur mandibula adalah fraktur sudut mandibula. • Diffuse oedema along with ecchymosis.
• Mucosal laceration.
• Bleeding in the posterior buccal and lingual vestibules.
• Biangular fractures present with swelling and trismus,
tenderness at the mandibular angle
• tooth fracture and mobility of the third molar
ANGLE & RAMUS FRACTURE
• 11,3% Ramus
• 16,2% Mandibular Angle
a
CONDYLAR FRACTURES
a
A
A
a
A
a
15. MIDFACE FRACTURE
• Menyebabkan gangguan fungsional dan fungsional yang signifikan
• Penyebab: Cedera kekuatan tinggi ke bagian tulang fasial
⚬ Kecelakaan lalu lintas (paling umum)
⚬ Kekerasan
⚬ Terjatuh
• Gejala
⚬ Maloklusi
⚬ Perubahan sensorik
⚬ Nyeri
⚬ Abnormal bite
15. TANDA MIDFACE FRACTURE
EXTRAORAL INTRAORAL
• (+) Laserasi, edema, ekimosis • (+) Laserasi & ekimosis
• (+) Asimetris pada midfasial • (+) Fraktur, luxation, avulsi gigi
• Jarak intercanthal abnormal • Perpindahan dan mobilitas alveolus
• Epiphora/rhinorrhea • Bukaan mulut terbatas
• Gangguan gerak extraocular • Oklusi parah & perubahan pergerakan
• Gangguan berjalan, deformitas, excursive
krepitus, tenderness
KLASIFIKASI MIDFACE
FRACTURE
Central Region
• Anterior & lateral nasal injury
TANPA OKLUSI • Fraktur nasoethmoid
• Dislokasi fronto-orbito-nasal
Lateral Region
• Fraktur melibatkan kompleks zygomatik
Dento-alveolar fractures
Subzygomatic
MELIBATKAN
• Le Fort I
OKLUSI • Le Fort II
Suprazygomatic (Le Fort III)
16. LE FORT FRACTURES
LE FORT I LE FORT II
LE FORT III
• Tenaga/gaya diarahkan setinggi
orbital --> craniofacial
disjunction
• High level fracture
17. ZYGOMATICOMAXILLARY
COMPLEX FRACTURE
• Epistaxis
• Periorbital ecchymosis dan edema
• Diplopia
• Flattening malar prominence
• Enophthalmos
• Flattening arkus zygomatikus
• Paresthesia
• Krepitasi
• Displacement of palpebral fissure
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
18. NASO-ORBITO-ETHMOIDAL COMPLEX
FRACTURE
• Fraktur sepertiga atas wajah melibatkan regio frontal, orbital dan maso-
ethmoidal.
KLASIFIKASI
TIPE 1
• Tanpa/dengan perpindahan
posisi bagian sentral utuh
dengan ligamen medial canthal
yang melekat
KLASIFIKASI
TIPE II
• Perpindahan posisi segmen
sentral yang sudah menjadi
fragmen, masih melekat dengan
medial canthus.
19. ORBITAL FRACTURES