BAHAGIA
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Shalom, Damai Sejahtera, Om Swastyastu,
Namo Buddhaya, Salam Kebajikan, Rahayu
untuk kita semua di ruang virtual ini"
AKSI NYATA MODUL 1.4
BUDAYA POSITIF
DI SEKOLAH DAN KELAS
Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten
Agam :
Topik dalam Eksplorasi Konsep
Pembelajaran 2.1
Disiplin Positif dan
Nilai-nilai Kebajikan Universal
Disiplin Positif
Teori Kontrol/Teori Pilihan (Dr. William Glasser)
2. Validasi kebutuhan
Keyakinan Kelas
3. Menanyakan Keyakinan
Apakah makna ‘Disiplin’?
• Berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya belajar.
• Makna asal dari kata ini berkonotasi dengan disiplin diri dari
murid-murid Socrates d an Plato.
• Disiplin diri membua t orang menggali potensinya
menuju sebuah tujuan, a p a yang dia hargai.
• Namun dalam budaya kita, makna kata disiplin telah
berubah
menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang p a d a orang
lain
untuk mendapatkan kepatuhan. Kecenderungan umum
adalah menghubungkan kata disiplin dengan
ketidaknyamanan, bukan dengan a p a yang kita hargai, atau
Hak Cipta pencapaian
@ 2005 Yayasan Pendidikan suatu
Luhur tujuan mulia.
DIIZINKAN UNTUK DIPERBANYAK OLEH PELATIH BERSERTIFIKAT
DISIPLIN?
Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar
tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif
terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada
orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan
ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat
”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya.
“Merdeka”
menurut Ki Hajar Dewantara
Syarat utama menciptakan murid merdeka adalah harus ada disiplin yang kuat.
Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita
tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk
mendisiplinkan kita. atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari
dalam diri kita sendiri.
DISIPLIN DIRI
Contoh perilaku menghindar dari ketidaknyamanan dari kepatuhan disiplin sekolah pada hari senin,
siswa datang lebih awal karena akan mengikuti kegiatan Upacara Bendera,
Beberapa siswa meyakini apabila terlambat datang saat upacara bendera, maka akan mendapat
konsekuensi berdiri di luar pagar selama upacara berlangsung, tidak diperkenankan masuk ke area
upacara yang kemudian nama siswa tersebut akan dicatat ke dalam buku piket.
Pembelajaran 2.2
Teori Motivasi, Hukuman da n
Penghargaan, Restitusi
Teori Motivasi Perilaku Manusia
Motivasi Internal
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk untuk
menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita?
HUKUMAN KONSEKUENSI RESTITUSI
Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati;
sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru
(sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran.
Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek.
Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali
tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan
pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan
tugas karena ketertinggalannya.
Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa
memonitor murid.
TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU
KONSEKUENSI
Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat
lagi”, karena terlambat ke sekolah.
Marah, rasa bersalah, dipermalukan, merasa tak Kehilangan hak, dibuat tidak nyaman, diasingkan
dihargai untuk sementara (time out)
Disadur dari Restitution, Diane Gossen, The Five Positions of Control, Yayasan Pendidikan Luhur
Apa itu
‘Restitusi’?
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali
pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat.
Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan
murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, da n
membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang
mereka ingin menjadi (tujuan mulia), dan bagaimana mereka
harus memperlakukan orang lain (Gossen; 2004)
9 Ciri-Ciri Restitusi
1. Bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari
kesalahan.
2. Memperbaiki hubungan.
3. Tawaran, bukan paksaan.
4. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri.
5. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari
tindakan.
6. Restitusi-diri adalah cara yang paling baik.
7. Restitusi fokus p a d a karakter bukan tindakan.
8. Restitusi fokus p a d a solusi.
9. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah p a d a
kelompoknya.
Eksplorasi Konsep
Pembelajaran 3
Keyakinan Kelas
Me n g a p a tidak peraturan saja, me n g a p a harus Keyakinan
Kelas?
1. Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?
(Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’).
2. Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?
(Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau keselamatan’).
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan
universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.
Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti
serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.
Lingkungan Positif
Keyakinan Kelas
Peraturan Kelas
Peraturan Keyakinan kelas
Selalu kembalikan buku ke tempatnya
Tanggung jawab
1 2
PEMBENTUKAN KEYAKINAN
SEKOLAH/KELAS
•Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit
•Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
•Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
•Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami
oleh semua warga kelas.
•Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
•Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas
lewat kegiatan curah pendapat.
•Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas
1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan
yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran
poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat
dalam bentuk negatif menjadi positif.
Contoh
Kalimat negatif: Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu
banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit
mengingatnya dan akibatnya sulit untuk dijalankan.
Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan
menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua
warga/murid.
Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga
kelas.
PEMBENTUKAN KEYAKINAN & KESEPAKATAN KELAS DI KELAS
DI MULAI DARI MENGGALI MIMPI TERKAIT KELAS IMPIAN YANG MEREKA INGINKAN
Demikianlah penjelasan mengenai keyakinan kelas, sebagai upaya-upaya yang dapat
dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini
membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses
ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah
Eksplorasi Konsep
Pembelajaran 4
Kebutuhan Dasar Manusia dan
Dunia Berkualitas
Kebutuhan Dasar Manusia
Bertahan
Hidup
Kesenangan Kebebasan
Eksplorasi Konsep
Pembelajaran 5
5 Posisi Kontrol
5 POSISI KONTROL
IDENTITAS GAGAL IDENTITAS BERHASIL/SUKSES IDENTITAS BERHASIL/SUKSES
MOTIVASI: (Kontrol dari Luar) (Kontrol dari Luar) (Kontrol Diri)
Guru Berkata: “Kalau kamu tidak “Kamu seharusnya “Ayolah, lakukan demi “Apa peraturannya?” “Apa yang kita yakini?
melakukannya, awas ya! kamu sudah tahu. Ibu Ibu…” Apa yang bisa kau kerjakan untuk
Rasakan!” lelah sekali “Masa kamu tidak mau, memperbaiki masalah ini?”
mengatakannya. Ibu ingat tidak Ibu pernah
stress…” bantu…”
Kaitan dengan Murid meletakkan guru di Murid meletakkan Murid meletakkan guru di Murid meletakkan guru Murid meletakkan dirinya
Dunia luar Dunia Berkualitas guru di dalam Dunia sebagai orang yang peraturan dan hukum di sebagai individu yang positif
Berkualitas Berkualitas sangat penting di Dunia dunia Berkualitas dalam Dunia Berkualitas
Berkualitas
Murid Berkata: “Ah, biarkan saja. Nanti “Maafkan saya.” “Saya pikir Bapak/Ibu teman “Berapa banyak bintang “Bagaimana caranya saya bisa
juga marah-marah lagi.” saya. Ternyata begitu.” yang saya harus peroleh?” memperbaiki keadaan?”
“Berapa halaman yang
harus saya tulis?”
Dampak pada Mengulangi kesalahan Merasa rendah diri Lemah, tidak mandiri, Menitikberatkan pada Mengevaluasi diri, bagaimana
Murid: tergantung sanksi atau hadiah untuk cara memperbaiki diri?
dirinya.
Tugas
Pernyataan-pernyataan Siapa yang Mengatakan?
“Saya kecewa sekali dengan k a m u … ” Pembuat orang merasa bersalah
Peraturan Nilai-nilai
Pemantau Manajer
Konsekuensi/Hadia Memperbaikiny
h a
Kalau kamu tidak…… Apa yang kamu yakini? Bagaimana memperbaiki masalah ini?
Saya akan
(Diberi hukuman untuk membuat tidak nyaman) (Memperbaikinya. Kiat berdua mendapatkan apa yang kita
butuhkan )
Eksplorasi Konsep
Pembelajaran 6
Segitiga Restitusi
Untuk membuat anak yang merasa gagal
karena berbuat salah menjadi positif terhadap
dirinya
Menstabilkan
Identitas
Guru Berkata:
"Berbuat salah itu hal yang manusiawi "
“Tidak ada manusia yang sempurna"
"Bapak/Ibu juga pernah berbuat
salah“
"Kita pasti bisa menyelesaikan
permasalahan ini"
"Bapak/Ibu bukannya untuk mencari tahu siapa yang benar, siapa yang
salah, Bapak/Ibu lebih tertarik untuk menyelesaikan masalah".
"Kalau kamu menyalahkan dirimu sendiri terus menerus, apakah
kamu bersikap baik pada dirimu sendiri?"
Membantu siswa mengenali basic need/kebutuhan yang
ingin dipenuhinya ketika melakukan kesalahan itu.
Pada dasarnya setiap tindakan manusia tujuannya adalah Validasi Tindakan
memenuhi basic needs, apakah itu power, freedom, love
and belonging, fun atau survival…. yang salah
Guru Berkata:
• Kamu bisa saja kan melakukan hal yang lebih buruk, tapi kamu tidak melakukannya kan?
• Kamu pasti punya alasan mengapa melakukannya
• Apa yang penting bagi kamu?
• Kamu boleh tetap berusaha menjaga sikap itu, tapi tambahkan sikap yang lain, yang baru,
• Maukah kamu belajar cara lain untuk mendapat yang kamu butuhkan tanpa harus
memukul?
• Apakah kamu bisa melakukan dengan lebih baik besok lagi?
Anak melihat kesalahannya dihubungkan dengan
norma sosial dan nilai-nilai yang mendasari
manusia berinteraksi dengan orang lain.
Menanyakan Keyakinan
Guru Berkata :
Apa nilai yang kita percaya di kelas/sekolah kita?
Nilai-nilai universal apa yang telah kita sepakati?
Kelas yang ideal itu seperti apa sih?
Kamu ingin jadi anak seperti apa?,..
Apa yang kamu rasakan? Ketika kamu melakukan itu, kamu menjadi
orang yang seperti apa?
Intervensi 30 detik
Intervensi ini bisa membantu murid kembali ke tujuan semula, dengan cukup singkat dan dengan cara non-konfrontatif.