William Glasser)
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori
Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku
Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah
kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang
manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu
tentang realitas”.
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di
pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur,
dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman,
padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan
memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak
digunakan sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang
pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’
dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat
”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama
saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin
diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013,
Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan
kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin
yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita
tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau
motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga
(merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah
diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin,
‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan
‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus
paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga
motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri
dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata
lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana
menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai
kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;
“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau
kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun
artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku
diri dari segala hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013,
Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga
mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki
motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View
Publications, North Canada.
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press
bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan
alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat
dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung
jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik dari
sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.
Sikap Murid:
o Toleransi
o Rasa Hormat
o Integritas
o Mandiri
o Menghargai
o Antusias
o Empati
o Keingintahuan
o Kreativitas
o Kerja sama
o Percaya Diri
o Komitmen
Keterampilan Hidup
o Dapat dipercaya
o Lurus Hati
Petunjuk Hidup
o Peduli
o Penalaran
o Bekerja sama
o Keberanian
o Keingintahuan
o Usaha
o Keluwesan/Fleksibilitas
o Berorganisasi
o Kesabaran
o Keteguhan hati
o Kehormatan
o Berinisiatif
o Integritas
o Pemecahan Masalah
o Sumber pengetahuan
o Tanggung jawab
o Persahabatan
o Empati
o Suara Hati
o Kontrol Diri
o Rasa Hormat
o Kebaikan
o Toleransi
o Keadilan
o The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)
1. Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai
kendaraan roda dua/motor?
(Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’).
2. Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap
saat?
(Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau keselamatan’).
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu
nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar
belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya
pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan
seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan
bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian
peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan
memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai
kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut
sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka
tanpa memahami tujuan mulianya.
Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari tentang
nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu keyakinan sekolah
atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Seperti telah
dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah institusi/sekolah kita terlebih dahulu
perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting bagi institusi tersebut agar dapat
mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan. Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi
telah diberikan contoh-contohnya pada pembelajaran 2.1.
Selanjutnya kita akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja yang bisa dilakukan agar dapat
menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun keyakinan kelas pada halaman berikutnya.
Lihatlah daftar peraturan di bawah ini kemudian tuliskan keyakinan kelas atau nilai
kebajikan yang dituju dari peraturan tersebut. Adapun nilai-nilai kebajikan yang diterima secara
universal lepas dari latar belakang budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama berupa hal-hal
seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran,
tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan masih banyak lagi nilai-nilai
kebajikan universal. Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan
yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di sekeliling kita.
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan
disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan
tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni.
Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan
dasar manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan
disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu
tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki ‘tujuan’
dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr.
William Glasser dalam “Choice Theory”.
Siapakah orang-orang yang paling penting dalam hidup Anda? Keluarga suami dan
anak anak
Nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting dalam hidup Anda? Berbuat baik dan
ikhlas melakukan apapun demi kebaikan orang lain
Kalau Anda menjadi orang yang ideal, karakter atau sifat apa yang Anda paling
inginkan ada pada diri Anda? Baik, sabar seluas samudera, ikhlas, dermawan
Apa pencapaian Anda yang Anda sangat banggakan? Memberikan kebahagian bagi
orang lain
Apa pekerjaan ideal bagi Anda? Istri, Ibu rumah tangga dan guru
Ceritakan bagian perjalanan hidup Anda, dimana Anda merasa itulah titik puncak
hidup Anda? Saya adalah pejuang hidup , bagi saya ilmu adalah peningkatan derajat
diri ,segala daya upaya saya untuk orang orang yang saya kasihi , saya ingin Ketika
saya sudah tidak ada di dunia ini orang mengenang saya dengan segala kebajikan
saya, bagi saya tidak ada puncak hidup kecuali keimanan saya sudah Kembali setia
pada Allah SWT
Apa yang paling bermakna dalam hidup Anda? Berjuang demi sebuah perubahan
dan kebaikan
Kasus 1
Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar.
Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa
murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan
bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba
menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada
pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau
kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah
Ibu, santai saja bu”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol.
Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan Ibu Eni.
Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang
ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan
meminta maaf. Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka
sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka
bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali
mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan
kembali apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?
1. Menayakan keyakinaan
Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok
dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas,
terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-
hari di sekolah.
Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka
pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain
waktu ada ketiadaan guru, maka
o Dalam kasus di atas, langkah-langkah restitusi apa saja yang sudah dijalankan oleh Ibu
Santi?
o Menurut Anda, apakah restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai dengan
pelanggaran yang telah dibuat? Apakah langkah-langkah restitusi yang telah diusulkan
mereka?
o Dalam kasus di atas, posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam menangani
Fifi dan Natali? Jelaskan jawaban Anda.
o Jika Anda adalah Pak Hasan, bagaimana Anda menyikapi langkah yang ditempuh Ibu
Santi?
Kasus 2
Sabrina hari itu bangun terlambat, dan terburu-buru sampai di sekolah. Dia pun akhirnya sampai
di gerbang sekolah, tapi baru menyadari kalau tidak menggunakan sepatu hitam seperti tertera di
peraturan sekolah. Di depan pintu kelas, Bapak Lukman memperhatikan sepatu Sabrina yang
berwarna coklat. Sabrina berusaha menjelaskan bahwa dia terburu-buru dan salah mengenakan
sepatu.
Pak Lukman menanyakan Sabrina, apa peraturan sekolah tentang seragam warna sepatu.
Sabrina menjawab sudah mengetahui sepatu harus berwarna hitam, namun terburu-buru dan
salah mengenakan sepatu, selain tidak mungkin kembali pulang karena rumahnya jauh sekali.
Pak Lukman tetap bersikeras pada peraturan yang berlaku dan mengatakan, “Ya sudah, kamu
sudah melanggar peraturan sekolah. Kamu salah. Sudah terlambat, salah pula warna sepatunya.
Segera buka sepatumu kalau tidak bisa mengenakan warna sepatu sesuai peraturan”.
Sabrina meminta maaf dan memohon kembali kepada pak Lukman agar tetap dapat mengenakan
sepatunya dan berjanji tidak akan mengulang kesalahannya. Namun pak Lukman tidak mau tahu,
“Tidak, kamu telah melanggar peraturan sekolah, kalau tidak sanggup ambil sepatu di rumah atau
diantarkan sepatu ke sekolah, ya sudah kamu tidak bersepatu saja seharian di sekolah. Sekarang
copot sepatumu dan silakan belajar tanpa sepatu seharian.” Sabrina pun dengan berat hati
mencopot sepatunya dan memberikannya kepada pak Lukman. Seharian dia tidak berani
berkeliling sekolah karena malu, dan lebih banyak berdiam diri di kelas tanpa alas sepatu.
o Dalam kasus di atas, sikap posisi apakah yang diambil oleh Bapak Lukman? Jelaskan,
apakah indikatornya?
o Bila Bapak Lukman mengambil posisi seorang Manajer, apa yang akan dikatakannya,
pertanyaan-pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan ke Sabrina? Jelaskan.
Ibu Dani sedang menjelaskan pelajaran Bahasa Inggris di papan tulis, namun beliau
memperhatikan bahwa Fajar malah tidur-tiduran dan tampak acuh tak acuh pada pelajarannya.
“Fajar coba jawab pertanyaan nomor 3. Maju ke depan dan kerjakan di papan tulis”. Fajar pun
tampak malas-malasan maju ke depan, dan sesampai di depan papan tulis pun, Fajar hanya diam
terpaku, sambil memegang buku bahasa Inggrisnya dan memainkan spidol di tangannya. “Ayo
Fajar makanya jangan tidur-tiduran, lain kali perhatikan! Sudah sana, duduk kembali, kira-kira
siapa yang bisa?”
Fajar pun kembali duduk di bangkunya. Hal seperti ini sudah seringkali terjadi pada Fajar, seperti
tidak memperhatikan, acuh tak acuh, dan nilai-nilainya pun tidak terlalu baik untuk pelajaran
Bahasa Inggris. Pada saat ditegur oleh Ibu Dani, Fajar hanya menjawab, “Tidak tahu Bu”. Ibu
Dani pun menjawab lirih, “Gimana kamu Fajar, kamu tidak kasihan sama Ibu ya, Ibu sudah capek-
capek mengajarkan kamu. Tidak kasihan sama Ibu?” dan Fajar pun diam membisu.
o Posisi kontrol apa yang diambil oleh Ibu Dani dalam pendekatannya kepada Fajar?
o Membaca sikap Fajar, kira-kira kebutuhan apa yang diperlukan oleh Fajar?
o Bilamana Ibu Dani mengambil posisi Pemantau, apa yang akan dilakukan atau
dikatakan olehnya? Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan diajukan? Jelaskan.
o Apabila Anda adalah kepala sekolah di sekolah Fajar dan mengetahui hal ini,
bagaimana tindak lanjut Anda?
3. ....
Demikian diskusi kelompok 3,
Punya kaki punya tangan
Dimiliki untuk dunia ini
Tolong maafkan kekurangan
Sebelum kita akhiri di sini
Kasus 4
Anto dan Dino sedang bermain bersama di lapangan basket, dan tiba-tiba terlibat dalam sebuah
pertengkaran adu mulut. Dino pun menjadi emosi dan mengadakan kontak fisik, menarik kemeja
Anto dengan kasar, sampai 3 kancingnya terlepas. Pada saat itu guru piket langsung melerai
mereka, dan membawa mereka ke ruang kepala sekolah. Ibu Suti sebagai kepala sekolah
berupaya menenangkan keduanya, terutama Dino. “Dino sepertinya kamu saat ini sedang marah
sekali.” Mendengar itu, Dino pun mengalir bercerita tentang kekesalan hatinya. Ibu Suti pun
melanjutkan bahwa membuat kesalahan adalah hal yang manusiawi, dan bahwa
mempertahankan diri adalah hal yang penting. Namun meminta Dino memikirkan cara lain yang
mungkin lebih efektif, karena saat ini Dino berada di ruang kepala sekolah.
Ibu Suti melanjutkan bertanya tentang keyakinan sekolah yang disepakati, serta apakah Dino
bersedia memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan terhadap Anto? Dino pun akhirnya
perlahan mengangguk. Kemudian Ibu Suti balik bertanya kepada Anto, hal apa yang bisa
dilakukan Dino untuk memperbaiki masalah. Anto menjawab, “Saya perlu kancing saya diperbaiki
bu. Ibu saya akan sangat marah kalau melihat kancing baju saya sampai copot 3 kancing begini.”
Ibu Suti pun kembali bertanya ke Dino apakah yang akan dia lakukan untuk menggantikan 3
kancing Anto yang terlepas?
Dino berpikir sejenak, namun menjawab, “Wah tidak tahu bu, saya lem kembali mungkin ya bu?”
Ibu Suti berpikir sebentar dan menanggapi, “Kalau di lem akan mudah terlepas kembali Dino.
Bagaimana kalau kamu menjahitkan saja, bersediakah kamu?” Dino tampak ragu-ragu dan
menanggapi, “Menjahit? Mana saya tau bagaimana menjahit bu.” Ibu Suti meneruskan, “Apakah
kamu bersedia belajar menjahit?” Dino berpikir sejenak, memandang kemeja Anto, dan
menanggapi, “Yang mengajari saya siapa bu?” Dengan cepat Ibu Suti menjawab, “Pak Irfan, guru
Tata Busana”. Dino kembali diam sejenak, memandang kemeja Anto yang tanpa kancing.
Akhirnya Dino mengangguk tanda menyetujui dan sepanjang siang itu Dino belajar menjahit dan
memperbaiki kemeja Anto. Terakhir kali terlihat kedua anak laki-laki tersebut, Dino dan Anto pada
jam pulang sekolah, mereka sudah bercengkrama dan bersenda gurau kembali.
o Posisi kontrol apa yang telah dipraktikkan oleh Kepala Sekolah Ibu Suti? Hal-hal apa
saja yang dilakukannya sehingga Anda berkesimpulan demikian?
o Dalam kasus tersebut, bagaimana Dino dikuatkan, bagaimana Anto dikuatkan oleh Ibu
Suti?
o Kira-kira nilai-nilai kebajikan (keyakinan sekolah) apa yang dituju dalam kasus tersebut?
Jelaskan!
Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang
menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa
anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda
mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa prinsip-prinsip
yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti
apa?
1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran 2.1).
2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah Anda.
Curah pendapat dalam kelompok.
3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali dalam
kelompok utama.
4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda.
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang
menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau
alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi
penghukum akan berkata:
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu
cara dia.
Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk
menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?”
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat?
Hasil:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali
duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi,
sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores
kendaraan tersebut dengan paku.
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan
menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah
diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak
berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu
kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”
Hasil:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan
merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala
sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di
dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana
murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah
yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid
melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa
hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan
baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid
akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan
tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk
guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan
senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat
lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu.
Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Hasil:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja
di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa
mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan
berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama
dengan guru atau orang lain.
Pemantau
Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku
orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan
konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan
pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan
yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan
sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar
cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung
jawab guru dalam mengontrol murid.
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang harus
dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas
ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan
tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”
Hasil:
Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu
peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau
membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal
kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid pada
saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.
Manajer
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan
di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu
kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid
kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu
kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di
manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini
penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan
murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk
dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi
mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau
Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan
restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian
posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan
bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan
lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir
tepat waktu ke sekolah?”
Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu
meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap
seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau
menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah
mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi
Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi
Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar
permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
SEGITIGA RESTITUSI
o Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi
dari permasalahan ini.
o Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin,
buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat
mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat
tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif.
Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang
berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah pelajari di modul 1.2 tentang
konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum
terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang
dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.
Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada
kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini,
pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan
energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah.
Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang
akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari
solusi.
Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak
bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan
masa datang.
Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbeh...
Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita
memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan
cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan
tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari
teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita
mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu
mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di
bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa
menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.
o “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
o “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang
penting buatmu”.
o “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang
baru.”
Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol
menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap
yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada, namun sebetulnya tujuannya untuk
menunjukkan bahwa guru memahami alasan di balik tindakan murid.
Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang
baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti
akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi
kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan
yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita
tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila
kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.
Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya tidak
terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru
karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang
berbeda.
Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas
sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka
anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi
orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak
dengan keyakinan kelas atau keluarga.
Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?
Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?
Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi
orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang
seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.
KONEKSI ANTAR MATERI
acalah panduan berikut untuk membantu Anda membuat kaitan tersebut.
a. Buatlah sebuah kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di
sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku
manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga
restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki
Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak.
b. Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif
ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
c. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul
ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol
guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang
menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
d. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas
maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
e. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti
dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
f. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
g. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah
yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
h. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol,
posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah
mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang?
Apa perbedaannya?
i. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga
j. restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda
praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
k. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut
Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan
kelas maupun sekolah?
Setelah membuat koneksi antar materi, Anda juga diminta untuk menyusun langkah dan strategi yang
lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah dengan mengisi Tabel
Rancangan Tindakan Aksi Nyata dan mengunggahnya ke LMS:
Peran guru dalam menciptakan budaya positif disekolah seperti menerapkan konsep – konsep inti
disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan kelas, restitusi, dan
segitiga restitusi. Budaya positif dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya antara lain Filosofi
Pendidikan Nasional KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, dan Visi Guru Penggerak
Keilmuan mengenai budaya positif yang guru dapatkan dari pembelajaran CGP dapat diterapkan
di kelas. Guru mulai dari diri sendiri praktik konsep – konsep budaya positif. Guru mengajak anak
anak untuk merumuskan nilai kelas yang kita sepakati bersama. Murid murid diajak untuk
mengenali kebutuhan dasar mereka dan diharapkan dapat tumbuh budaya untuk menghormati
orang lain. Dengan memahami kebutuhan dasar orang lain, murid dapat tumbuh dan berkembang
sikap kedewasaan dan keluasan wawasan.
Guru membagikan keilmuan yang didapatkan dari modul tentang budaya positif dengan rekan
sejawat ketika berbincang santai. Guru mapel serumpun ketika MGMPS, perlu menekankan
bahwa guru adalah pelopor budaya positif disekolah. Materi yang didapatkan CGP bisa
disharingkan dan didiskusikan bersama. Ada hal baik apa saja yang bisa dipertahankan dan hal
hal baru apa yang baik yang bisa kita kembangkan.
Hasil diskusi dan belajar bersama yang kita lakukan diterapkan dalam kelas. Adanya
permasalahan dan hambatan, atau keberhasilan – keberhasilan kita bahas bersama untuk saling
memberikan hal hal positif terkait penerapan yang sudah kita lakukan bersama. KIta saling
merefleksikan diri pada penerapan dan kemajuan yang dicapai.
Penerapan yang sudah dilakukan oleh teman teman mapel serumpun kita sampaikan juga
kepada guru mapel lainnya. Melalui rapat dinas, guru menyampaikan budaya positif sekolah yang
harus kita budayakan. Jika bukan kita, siapa lagi yang menjaga budaya sekolah.
Beberapa siswa bisa kita ajak berdialog santai. Guru menanyakan budaya positif, apakah yang
dikehendaki oleh murid. Murid dikenalkan dengan budaya restitusi. Dengan memahami restitusi
guru semakin mudah dalam mendidik murid.
Merujuk pada ajaran filosofis KHD, ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri
handayani guru menempatkan diri secara fleksibel didepan, di tengah, atau dibelakang. Jika ada
teman yang mempunyai ide dan potensi maka kita memberikan dorongan.
1. Ing Ngarso Sung Tulodo: Di Depan menjadi Contoh atau Panutan. Kita sebagai Pendidik
diharapkan mampu menjadi pemimpin yang harus dapat memberikan suri tauladan untuk semua
orang yang ada disekitarnya.
2. Ing Madyo Mbangun Karso : Di Tengah membangkitkan semangat. Kita sebagai pendidik di
tengah-tengah kesibukannya diharapkan dapat membangkitkan semangat terhadap peserta didiknya
dengan ide-ide kreatifnya.
3. Tut Wuri Handayani : Di Belakang memiliki arti memberikan motivasi atau dorongan
semangat. seorang guru diharapkan dapat memberikan suatu dorongan moral dan semangat kepada
peserta didik. Memberikan mereka kemerdekaan dalam berfikir, bertindak, dan mengambil keputusan
dengan tetap memantau dan mengarahkan hingga dapat mengimplementasikan dalam kehidupannya.
2. DASARPENDIDIKAN KHD–KODRATANAK-MERDEKA
Manusiamerdekaadalahmanusiayanghidupnyalahirataubatintidaktergantungkepadaoranglain,akantetapibersandarat
askekuatansendiri
Maksudpengajarandanpendidikanyangbergunauntukperikehidupanbersamaialahmemerdekakanmanusiasebagaibagi
andaripersatuan(rakyat)
(KHD –Pendidikandan PengajaranNasional, Desember1928)
Menurut ajaran KHD:
Kemerdekaan = sifat manusia berbudaya
Kemerdekaan punya 2 ciri dasar:
secara lahir bebas
secara batin mandiri
[Prakata Ketua Tim ML Taman Siswa, Buku Menuju Manusia Merdeka: p.xv]
Kodrat anak
2. DASARPENDIDIKAN KHD–KODRATANAK-MERDEKA
“Pengaruhpengajaranituumumnya
memerdekakanmanusiaatashidupnyalahir,
sedangmerdekanyahidupbatin
ituterdapatdaripendidikan.”
Merdekabatin-Pendidikan
Merdekalahir–Pengajaran
[KHD,
DASARPENDIDIKAN KHD–KODRATANAK-BERMAIN
Bermain adalahsalahsatukodratanak
Pikiran-Perasaan-Kemauan-Tenaga(Cipta-Rasa-Karsa/Karya-Pekerti) sudah ada pada diri anak
Permainan anak dapat menjadi bagian pembelajaran di sekolah
PEKERTI
tenaga/perilaku/karya/bakti (raga)
3. PENDIDIKAN YANG BERPIHAKPADA ANAK
Pokoknyapendidikanharusterletakdi dalampangkuanibubapakkarenahanyaduaorang inilahyang
dapat“berhambapada sang anak” dengansemurni-murninyadan se-ikhlas-ikhlasnya,
sebabcintakasihnyakepadaanak-anaknyabolehdibilangcintakasihtakterbatas(KaryaKi Hajar Dewantara,
Pendidikan, halaman382 –BukuKuning)
“Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak, melainkan
untuk berhamba pada sang anak.” (Ki Hajar Dewantara, 1922)” [AsasTaman Siswake-7,
diparafrasakanProfesorSardjito, RektorUniversitasGajah Madadi penganugrahanDoktorHonoris Causa kepadaKi
Hajar Dewantaradi
4. DASAR PENDIDIKAN KHD–BUKANTABULA RASA
Menebalkanlakuanakdengankekuatankontekssosio-kultural:
1. MenebalkanlakuanakdalamsosialbudayaMANGGARAI:
Toing –Titong-Toming
Toing–Mengajar, Titong–Menuntun, Toming-Teladan
2. MenebalkanlakuanakdalamsosialbudayaJawaBarat:
NitiSurti–NitiHarti –NitiBukti –NitiBhakti NitiJadi (SajatiningNgahurip)
3. MenebalkanlakuanakdalamsosialbudayaBali:
Tri HitaKarana: 3 AsalKebahagiaan(harmonidenganTuhan, Manusiadan Alam)
Menebalkanlakuanakdengankekuatankontekssosio-kultural:
4. MenebalkanlakuanakdalamsosialbudayaOrang TulangBawangBarat
NeNeMo(Nemen: kerjakeras, Nedes: Ulet, Tangguh Sabar; Nerimo: Ikhlas) –orang
TulangBawangBarat
5. MenebalkanlakuanakdalamsosialbudayaOrang Biak -Papua
Mambri(baik, bijak, pemberanidalamberbuburu, melautdan mengaturstrategi) &
Binsyowi(murahhatidan penuhkasihsayangkepadasemuaorang)
6. MenebalkanlakuanakdalamsosialbudayaMadura:
Petuah dalam Budaya Madura (BaburughanBecce’):
Tiga perkara yang harus dimiliki oleh orang Madura:
1) kasih sayang; 2) hati yang bersih; 3) jujur
5. DASARPENDIDIKAN KHD–BUDI PEKERTI
“Budi pekerti, watak, karakteradalahbersatunya(perpaduanharmonis) antaragerak,pikiran,
perasaan, dan kehendakataukemauansehinggamenimbulkantenaga/semangat” (KHD, 1936, Dasar-
Dasar Pendidikan, hal.6, paragraph 3)
Budi: pikiran-perasaan-kehendak/kemauan
Pekerti: tenaga
Cipta+ Rasa + Karsa/Karya+ Pekerti(tenaga) Keseimbangan(keselarasan) Hidup
Contohnyapada permainanGamelan & Menenun
6. DASAR PENDIDIKAN
seorangpetani(dalamhakikatnyasamakewajibannyadenganseorangpendidik) yang
menanamjagungmisalnya, hanyadapatmenuntuntumbuhnyajagung,
iadapatmemperbaikikondisitanah, memeliharatanamanjagung, memberipupukdan air,
membasmiulat-ulatataujamur-jamuryang menggangguhiduptanamanpadidan lain sebagainya.
(KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan, hal.2, paragraph 1)