Anda di halaman 1dari 75

Mining Environment

Agus Margana Womal, S.T., M.T


Reference: Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga Gautama
 Pengelolaan Lingkungan Pertambangan
 Pengelolaan Lingkungan pada kegiatan pertambangan
 Penilaian kinerja pengelolaan lingkungan pada kegiatan
pertambangan

2
3
Penyelidikan Umum

Eksplorasi

Studi Kelayakan:
Teknis – ekonomis
Lingkungan (Amdal)

Arsip Menguntungkan

Persiapan
Penambangan (konstruksi)

Penambangan

Pengolahan &
Pemurnian

Pengangkutan
4
Dampak potensial pada tiap tahapan
Penyelidikan Umum Kegiatan fisik sangat terbatas
sehingga dampak yang
Eksplorasi dominan adalah dampak sosial
(ekspektasi masyarakat)
Studi Kelayakan:
Teknis – ekonomis
Lingkungan (Amdal) Terutama dari kegiatan
pengeboran
Dampak biogeofisik:
Arsip Menguntungkan • Tumbuhan
• Cuttings – pencemaran tanah
dan air
Persiapan Dampak sosial-ekonomi:
Penambangan • Sikap/persepsi
• ekspektasi
Penambangan

Pengolahan &
Pemurnian

Pengangkutan
5
Dampak potensial pada tiap tahapan
Penyelidikan Umum Kegiatan pembangunan sarana &
prasarana:
Eksplorasi • Pelabuhan, jalan, workshops,
kantor, gudang, perumahan dan
sarana lain
Studi Kelayakan:
Teknis – ekonomis
• Dampak: kebisingan,
Lingkungan (Amdal) pencemaran udara, lahan,
pencemaran air , dampak
terhadap biota

Arsip Menguntungkan
Kegiatan pre stripping
(pembukaan lahan, pengupasan
dan penimbunan tanah penutup
Persiapan dan tanah pucuk) – dampak: debu
Penambangan & kebisingan, lahan, kualitas air
Penambangan
Dampak sosial dan ekonomi –
penduduk setempat kalah bersaing
Pengolahan &
dengan pendatang.
Pemurnian

Pengangkutan
6
Pembersihan Lahan: Pemberaian, penggalian, pemuatan, pengangkutan &
• hilangnya flora & fauna penimbunan:
• peningkatan erosi debu, getaran, erosi lahan terbuka, bentang alam,
perubahan aliran limpasan, air asam tambang,
kualitas air, kualitas tanah

Reklamasi lahan bekas tambang: Penimbunan bijih/batubara, pengolahan,


kembalinya flora & fauna, perbaikan kondisi pemuatan untuk pengapalan:
lingkungan debu, kualitas air, kualitas tanah

7
Kegiatan vs dampak
lingkungan penting
 Penambangan:
 Debu (dari kegiatan peledakan, penggalian,
pengangkutan, penimbunan baik untuk
overburden maupun bijih atau batubara)
 Getaran (peledakan, gerakan truck/alat berat)
 Kebisingan (penggunaan alat berat, peralatan
statis)
 Kualitas air akibat erosi dan pelindian/leaching
(air asam tambang), air limpasan
 Kuantitas air (air permukaan maupun air tanah)
8
 Pengolahan bijih atau pencucian batubara:
 Debu (kegiatan crushing, stockpiling)
 Getaran (operasi peralatan di pabrik pengolahan)
 Kebisingan (operasi peralatan di pabrik pengolahan)
 Kualitas air limbah dari proses pengolahan
 Penanganan konsentrat:
 Debu (drying, stockpiling)
 Getaran (operasi peralatan di pabrik pengeringan)
 Kebisingan (operasi peralatan di pabrik pengeringan)
 Kualitas air limbah dari proses dewatering dan pengeringan
 Penanganan tailing:
 Di laut - kualitas air laut
 Di darat - timbunan tailing
 Penanganan & timbunan batubara tercuci
 Debu (penumpahan dari belt conveyor)
 Getaran dan kebisingan (operasi peralatan di timbunan)
 Kualitas air (air lindian bersifat asam)
9
Dampak lingkungan pada
kegiatan penunjang
 Transportasi & penimbunan BBM
 Ceceran BBM, terutama jika terjadi kebocoran – berakibat pada kualitas
air
 Workshops
 Ceceran oli dan BBM – berakibat pada kualitas air
 Kebisingan
 PLTU dan PLTD
 Kualitas udara
 Kebisingan & getaran
 Limbah B3 (fly and bottom ash, used oil)
 Transportasi orang & barang
 Getaran dan debu
 Pemukiman
 Domestic waste – berakibat pada kualitas air
 Sarana kesehatan
 Limbah rumah sakit
10
Baku Mutu Air Limbah dari
Kegiatan Pertambangan
 Kepmen LH No. 113/2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah dari kegiatan pertambangan Batubara
 Kepmen LH No. 202/2004 tentang Baku Mutu Air
Limbah bagi Usaha dan atau kegiatan pertambangan
emas dan atau tembaga
 Permen LH No. 04 tahun 2006 tentang Baku Mutu
Air Limbah bagi usaha dan atau kegiatan
pertambangan timah
 Permen LH No. 09 tahun 2006 tentang Baku Mutu
Air Limbah bagi usaha dan atau kegiatan
pertambangan bijih nikel
 Permen LH No. 21 tahun 2009 tentang Baku Mutu
Air Limbah bagi usaha dan atau kegiatan
pertambangan bijih besi
11
12
13
14
15
16
17
Baku mutu air limbah kegiatan
pertambangan bijih besi

18
Stream standard

 PP No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas


Air dan Pengendalian Pencemaran Air
 Klasifikasi:
1. Kelas 1 – air baku air minum
2. Kelas 2 – prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
mengairi pertanaman
3. Kelas 3 – pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, mengairi pertanaman
4. Kelas 4 – idem

19
Beberapa parameter kualitas
air untuk berbagai klasifikasi

20
Kegiatan penambangan
Dampak
terhadap
lingkungan
 terutama
terhadap
LAHAN dan
AIR (air
permukaan
maupun air
tanah)

AIR ASAM
TAMBANG
21
Mengapa Air Asam Tambang?

 Air asam tambang – AAT (acid mine drainage - AMD atau air
asam batuan – acid rock drainage - ARD) adalah air yang bersifat
asam (tingkat keasaman yang tinggi dan ditandai dengan nilai pH
yang rendah di bawah 5) sebagai hasil dari oksidasi mineral
sulfida yang terpapar atau terdedah (exposed) di udara dengan
kehadiran air
 Kegiatan penambangan, yang kegiatan utamanya adalah
penggalian dan penimbunan, dapat memicu proses pembentukan
AAT karena mengakibatkan mineral sulfida yang terkandung
dalam batuan terpapar ke udara, air dan mikroorganisme
 Dampak yang dapat ditimbulkan dari AAT adalah terhadap biota
perairan, baik secara langsung karena tingkat keasaman yang
tinggi maupun karena peningkatan kandungan logam di dalam air
(air yang bersifat asam mudah melarutkan logam-logam)

22
Mengapa Air Asam Tambang?

 AAT menjadi salah satu dampak penting dari kegiatan


pertambangan yang harus dikelola tidak saja karena
dampaknya terhadap lingkungan perairan permukaan atau
air tanah, tetapi juga karena:
 Sekali telah terbentuk akan sulit untuk menghentikannya (kecuali
salah satu komponennya habis)
 Bisa berdampak sangat lama, melampaui umur tambang;
pengalaman menunjukkan bisa berlangsung sampai ratusan tahun
 Eropa dan Amerika Serikat menghadapi masalah dengan
AAT yang terbangkitkan dari bekas-bekas tambang atau
tambang yang sudah ditutup puluhan tahun bahkan ratusan
tahun yang lalu, karena pengelolaannya menjadi tanggung
jawab pemerintah dan biaya yang dikeluarkan mencapai
milyaran dollar Amerika
23
Mengapa pengelolaan AAT?

 Memang tidak semua tambang dapat menghasilkan AAT –


misalnya pada tambang bijih yang batuannya didominasi
oleh batuan oksida (bauksit, nikel) – AAT terutama dapat
terjadi di tambang batubara dan bijih yang mengandung
mineral sulfida
 Risiko yang dihadapi oleh pertambangan terhadap AAT
tidak saja pada masa operasi tetapi yang lebih penting
adalah pada masa pascatambang
 Bila (masih) terjadi kasus AAT pada pascatambang, bisa
membuat pelaku usaha pertambangan bertanggungjawab
selamanya atau harus mengeluarkan biaya yang sangat
besar untuk melakukan penggalian & penimbunan kembali
batuan penutup (re-mining)
24
Pembentukan AAT
Genangan di pit

(Sumber: GARD Guide, 2009)

Sungai yang tercemar AAT Pit lake yang terisi AAT

25
Pembentukan AAT

 Pembentukan AAT dimungkinkan karena tersedianya:


 Mineral sulfida – sumber sulfur/asam
 Oksigen (dalam udara) - pengoksidasi
 Air – pencuci hasil oksidasi
 Kehadiran bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans
 Oleh karena itu perlu diketahui jenis sulfur yang terdapat di
dalam batuan – yang mudah teroksidasi adalah sulfur yang
terdapat dalam bentuk mineral sulfida:
 FeS2 - pirit MoS2 - molybdenite
 FeS2 - marcasite CuFeS2 – chalcopirit
 FexSx - pyrrhotite PbS - galena
 Cu2S - chalcocite ZnS - sphalerite
 CuS - covellite FeAsS - arsenopirit

26
Mineral Sulfida
(terutama pirit,
FeS2)

Acidithiobacillus
ferrooxidans

Air

Oksigen

Rudy Sayoga Gautama - Teknik Pertambangan ITB


08/05/20 27
23
Prinsip pengelolaan AAT

 Pencegahan terbentuknya AAT lebih baik dari pada mengolahnya


(prevention is always better than treatment) karena:
 Lebih andal untuk jangka panjang
 Meminimalkan risiko
 Langkah pertama dari pencegahan – identifikasi batuan yang
berpotensi membentuk asam dan yang tidak berpotensi
membentuk asam – “karakterisasi geokimia batuan”
 Dengan mengetahui sebaran jenis-jenis batuan berdasarkan
karakteristiknya dalam pembentukan AAT – dapat disusun
perencanaan pencegahan yang baik
 Hal ini perlu dilakukan sejak tahap eksplorasi, perencanaan &
perancangan, konstruksi, penambangan, dan pascatambang

28
Konsep karakterisasi batuan
Batuan dapat terdiri atas:
• Mineral sulfida
• Mineral penetral asam
Karakterisasi batuan bertujuan
untuk mengidentifikasi apakah:
• Potensi pembentukan asam lebih
besar dari pada potensi
penetralan asam  batuan
berpotensi membentuk asam
(potentially acid forming = PAF)
• Potensi penetralan asam lebih
besar dari potensi pembentukan
asam  batuan tidak berpotensi
membentuk asam (non-acid
forming = NAF) 29
Uji potensi pembentukan
asam
 Ada dua jenis uji untuk menentukan potensi pembentukan
asam, yaitu:
 Potensi pembentukan asam melalui penentuan secara independen
komponen yang dapat membangkitkan dan menetralkan asam →
dikenal sebagai ABA (Acid-Base Accounting)
 Potensi pembentukan asam dinyatakan dalam satu nilai yang digunakan
untuk menggambarkan kemungkinan asam yang dibangkitkan atau
pelepasan asam yang terkandung dalam sampel → NAG test dan paste pH
 Uji-uji di atas relatif tidak mahal sehingga dapat dilakukan untuk
jumlah sampel yang banyak – hasilnya seringkali dipakai untuk
kriteria penapisan dalam klasifikasi batuan
 ABA awalnya dikembangkan untuk batubara tetapi selanjutnya
juga digunakan pada tambang bijih

30
Uji potensi pembentukan
asam
 Uji yang umum dilakukan untuk
mengkarakterisasi batuan adalah:
 Penentuan total sulfur
 Kapasitas penetralan asam atau acid neutralizing capacity (ANC)
 Pembentukan asam neto atau net acid generating (NAG)
 pH pasta atau paste pH

 Uji-uji tersebut seringkali dikelompokkan


sebagai uji statik (static test) karena tidak
dapat menentukan laju reaksi pembentukan
AAT

31
Neraca asam-basa (acid-base
accounting, ABA)

 Untuk mengklasifikasi batuan menjadi:


 Batuan yang berpotensi membentuk asam (PAF)
 Batuan bukan pembentuk asam (NAF)
 Cara perhitungan:
 Hitung potensi keasaman maksimum (maximum potential of acidity
MPA) = total sulfur x 30,62 dalam satuan [kg H2SO4/ton batuan]
 Hitung potensi pembentukan asam neto (net acid producing potential
NAPP) = MPA – ANC dalam satuan [kg H2SO4/ton batuan]
 Hitung nisbah potensi neto (net potential ratio NPR) = ANC/MPA
 Kriteria batuan PAF
 NAPP > 0
 NPR < 1
 pH NAG < 4,5 (diperoleh dari NAG test)

32
Uji kinetik (kinetic test)

 Uji kinetik (kinetic test) dilakukan untuk


 memvalidasi hasil uji statik,
 Memperkirakan laju pelapukan (reaksi pembentukan AAT) jangka
panjang
 Memperkirakan potensi batuan untuk menghasilkan penyaliran yang
dapat berdampak terhadap lingkungan
 Uji kinetik adalah simulasi proses oksidasi (pelapukan) yang
prosedurnya disesuaikan untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama
(reasonable)
 ada dua jenis uji kinetik yang dikenal secara umum:
 Humidity cell test (HCT) – suatu uji standar pada kondisi beroksigen
dengan pencucian (flushing) secara periodik
 Column leach test
33
Uji kinetik

humidity
cell

column leach

Field column leach test

34
Pendekatan dalam
pengelolaan AAT

35
Pengelolaan AAT
Harus dilakukan karakterisasi geokimia batuan overburden yang
dilanjutkan dengan pembangunan model geokimia overburden 
gambaran tentang sebaran batuan PAF dan NAF baik secara lateral
maupun vertikal, disertai dengan jumlahnya

36
Pengelolaan AAT

 Karena sekali AAT sudah terbangkitkan akan sangat


sulit untuk menghentikannya, maka prinsip utama
pengelolaan AAT → sedapat mungkin mencegah
terbentuknya AAT = upaya preventif
 Tetapi pada kenyataannya pada kegiatan penambangan
terbuka hal tersebut tidak dapat mencegah secara total
terjadinya AAT → AAT yang terbentuk di dalam pit (baik di
dinding atau pit wall maupun di dasar atau pit floor) tidak
akan mungkin dicegah – sehingga perlu ditangani (mitigasi)
 Upaya yang dapat dilakukan adalah mencegah terbentuknya
AAT di daerah penimbunan batuan penutup – rencana
pengelolaan overburden (overburden management plan)
37
Penanganan overburden
 Melalui upaya segregasi dapat dipisahkan antara material PAF dan
NAF
 Metode yang umum diterapkan dalam penimbunan overburden
adalah encapsulation dan layering → menempatkan material PAF dan
NAF sedemikian untuk menghindari terjadinya pembentukan AAT
(mencegah oksidasi mineral sulfida dan/atau aliran air)

Minimize seepage of H2O Minimize O2 Diffusion


Top Soil

Uncompacted Layer (NAF)

NAF Compacted Layer (NAF)

NAF PAF
NAF

NAF
38
Contoh metode encapsulation

Sumber: PT Kaltim Prima Coal


39
Mengapa perlu pengolahan
AAT
 Pengolahan AAT diperlukan agar effluent memenuhi baku
mutu lingkungan sebelum dilepaskan ke badan perairan alami
 Walaupun metode pencegahan telah dilakukan dengan baik,
tetap saja ada AAT yang terbangkitkan dan perlu diolah,
misalnya:
 Dari mine pit
 Pengotor hasil dari pencucian batubara atau tailing
 Stockpile batubara atau bijih
 Pengolahan AAT dapat digolongkan menjadi:
 Pengolahan aktif (active treatment)
 Pengolahan pasif (passive treatment)
 Pengolahan ditempat (in situ treatment)

40
Pengolahan aktif - berbagai
jenis material alkali
Material/senyawa alkali Kebutuhan Alkali Efisiensi Netralisasi Biaya relatif
(ton/ton of (% yang terpakai) ($ / ton)
keasaman)

Batu kapur, CaCO3 1.00 30 - 50 10 – 15


Hydrated lime, Ca(OH)2 0.74 90 60 – 100

Kapur tohor, CaO 0.56 90 80 – 240


Soda abu, Na2CO3 1.06 60 - 80 200 – 350
Caustic soda, NaOH 0.80 100 650 – 900
Magna lime, MgO 0.4 90 Project specific
Fly ash Material specific - Project specific

Kiln dust Material specific - Project specific

Slag Material specific - Project specific

41
Contoh instalasi penambah
kapur

42
Pengolahan pasif (passive
treatment)
 Merupakan proses pengolahan secara alami yang
tidak memerlukan intervensi, operasi atau
perawatansecara reguler oleh manusia – namun
sistem pengolahannya umumnya buatan manusia
 Suatu sistem pengolahan AAT yang memanfaatkan
sumber energi yang tersedia secara alami (seperti
gradien topografi, energi metabolisme mikroba,
fotosintesis dan energi kimia); namun
membutuhkan perawatan secara reguler (walaupun
jarang) untuk dapat beroperasi sepanjang umur
rancangannya (Pulles et al, 2004, dalam GARD
Guide, 2009)
43
Sistem pengolahan pasif
(passive treatment)

44
Lahan basah buatan (constructed
wetlands)

45
PERCOBAAN SAPS

OPEN
LIMESTONE
CHANNEL

46
Definisi (UU No. 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral & Batubara)

Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki
kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuai peruntukannya.

Pasca/Penutupan tambang
Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang,
adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir
sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut
kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
47
Kewajiban untuk melakukan reklamasi & pascatambang:

• Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana


reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan
permohonan IUP atau IUPK Operasi Produksi
• Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan
sesuai dengan peruntukan lahan pascatambang
• Peruntukan lahan pascatambang dicantumkan dalam perjanjian
penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan
pemegang hak atas tanah
• Pemegang IUP & IUPK wajib menyediakan dana jaminan
reklamasi dan dana jaminan pascatambang

Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 tahun


2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (20 Des 2010)
48
Menurut Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2010
tentang reklamasi dan pascatambang:

• Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib


melaksanakan reklamasi terhadap lahan terganggu kegiatan
eksplorasi
• Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi
wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang terhadap
lahan terganggu pada kegiatan pertambangan, baik dengan
sistem dan metode penambangan terbuka maupun bawah tanah

49
Prinsip-prinsip lingkungan hidup pertambangan meliputi:
a. perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut,
dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutuatau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;
c. penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan
penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang dan struktur buatan
(man-made structure) lainnya;
d. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya;
e. memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat; dan
f. perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
50
Prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja meliputi:
a. perlindungan keselamatan terhadap setiap pekerja; dan
b. perlindungan setiap pekerja dari penyakit akibat kerja.

Prinsip-prinsip konservasi mineral dan batubara meliputi:


c. penambangan yang optimum ;
d. penggunaan metode dan teknologi pengolahan dan pemurnian
yang efektif dan efisien;
e. pengelolaan dan/atau pemanfaatan cadangan marjinal, mineral
kadar rendah , dan mineral ikutan serta batubara kualitas rendah;
f. pendataan sumberdaya cadangan mineral dan batubara yang tidak
tertambang (yang tidak mineable) serta sisa pengolahan atau
pemurnian.
51
 Penutupantambang bukan hal baru, selama ini ribuan
tambang di dunia telah ditutup
 Namun dengan semakin berkembangnya pemikiran
tentang pembangunan berkelanjutan, tuntutan semakin
tinggi sehingga isu penutupan tambang menjadi isu
penting dari kegiatan pertambangan
 Tuntutanagar kondisi sosial ekonomi daerah tidak akan
“turun” setelah tambang ditutup (isu sustainability) –
bahkan jika mungkin akan meningkat
 Bahkan menurut Strongman (2000): “closing mines
successfully has been more problematic than opening
mines successfully”.

52
 Dalam praktek penambangan modern kegiatan
reklamasi tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian
yang terintegrasi pada tahapan kegiatan pertambangan
 Hartman & Mutmansky (2002) menyatakan bahwa
waktu terbaik untuk memulai proses
reklamasi/penutupan tambang adalah sebelum
penggalian pertama kali dilakukan (the best time to
begin the reclamation processof a mine is before the
first excavations are initiated)
 pemikiran tentang gambaran pasca tambang harus
sudah menjadi bagian yang terintegrasi sejak tahap
eksplorasi

53
Sumber: ICMM,
2008

54
Tahapan Reklamasi

55
footprint

Pre-Operation Mining Operation Post-Mining

Reclamation Prov ision Mine Closure Prov ision


1600
Cummulative Area Dis turb ed Cumm. Pro g ress ive Reclamatio n Cumm. Res id ual Reclamatio n
1400

1200
Are a to be re c la im e d
during c lo s ure
1000
Area (ha)

800

600

400

200

0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Year

56
Kegiatan Penutupan Tambang

1997 1999

2004 2005
Kegiatan Penutupan Tambang
Kegiatan Penutupan Tambang
Rencana Tahura

60
Rencana Tahura

61
Rencana Tahura

62
Rencana Tahura
KRITERIA PENILAIAN
PROPER
 Disusun berdasarkan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku
 Kriteria Penilaian Proper
merupakan bentuk evaluasi
terhadap upaya penaatan
peraturan LH oleh setiap pelaku
usaha/kegiatan
 Kriteria Penilaian Proper dibuat
secara terintegrasi dan bersifat
multi media:
 Udara
 Air
 Pengelolaan limbah B3
 Lahan (khusus tambang)

64
PRINSIP DASAR PENILAIAN PROPER
X BOBOT =

Penerapan Pelaksanaan N EMAS


S Pemanfaatan
Sistem Pengembangan I
K Sumber Daya Masyarakat Passing Grade
O Manajemen L
Lingkungan (Community
R A HIJAU
Development)
E I
Passing Grade
Best Practices ; Best Available Technology;
Best Corporate Social Responsibility
BEYOND COMPLIANCE AREA

POTENSI KERUSAKAN LINGKUNGAN TAAT BIRU


PENGENDALIAN PENCEMARAN LAUT
PENGELOLAAN LIMBAH B3 MERAH
BELUM TAAT
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PENERAPAN AMDAL TIDAK ADA UPAYA HITAM

PENTAATAN TERHADAP PERATURAN LINGKUNGAN HIDUP


08/05/20 66
23
67
68
Hasil dari tahun ke tahun
untuk perusahaan tambang

69
Emas

 Selama ini belum pernah ada perusahaan tambang yang


mendapat “emas”
 Tetapi tahun ini (2012) ada, yaitu PT ADARO INDONESIA
(tambang batubara di Kalimantan Selatan)

70
Peringkat HIJAU
12

11
10

7 7
6
6

3
2
2

1
0
2002-2003 0
2003-2004 2004-2005 2006-2007 2008-2009 2010 2011 2012

71
Peringkat BIRU
50

45 47

40

35 36
33
30

25
25

20
19
15

10

0
2006-2007 2008-2009 2010 2011 2012

72
Peringkat MERAH
20

19
18

16

14

12

11 11
10

8
8
7
6

0
2006-2007 2008-2009 2010 2011 2012

73
Peringkat HITAM

 Sejak tahun 2006/2007 setiap tahun ada 1 (satu)


perusahaan tambang mendapat peringkat HITAM
 Namun tahun 2012 ada 4 (empat) perusahaan tambang
yang mendapat peringkat HITAM

74
Jadilah pelaku
pertambangan yang
bertanggungjawab!!!

75

Anda mungkin juga menyukai