Anda di halaman 1dari 11

FIQIH BID’AH

DEFINISI
BID
 ’AH
Kata Bid’ah ( ) berasal dari bahasa Arab ( ) yang
secara etimologi artinya, “yang pertama” atau “yang mengawali”.
Seperti firman Allah swt:

⚫ Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul- rasul


dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan
tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang
diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi
peringatan yang menjelaskan.“(QS. Al-Ahqaf: 9)
 Makna lain dari bid’ah adalah mengadakan sesuatu tanpa
contoh sebelumnya. Firman Allah swt:

⚫ Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan
kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia. (QS. Al-Baqarah: 11
DEFINISI
 Secara terminologi (istilah), para ulama memberikan makna yang
BID ’AHberagam, namun memiliki substansi yang sama.
sangat
 Imam Nawawi:

⚫ Bidah adalah melakukan atau melaksanakan sesuatu yang belum pernah
dilakukan di zaman Rasulullah saw” (Kitab Tahdzin al-Asma wa al-
lughot, juz 3, hal 22)
 Al-Hafidz Izzuddin bin Abdussalam:

⚫ Bidah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi)
pada masa Rasulullah saw (kitab al-Qowaid wa al-Ahkam di Mashalih al-
Anam, Juz 2, hal 172)
 Ibnu Hajar al-Asqalany:

⚫ Bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh
sebelumnya (kitab Fath al-Bari Syarh Shahioh al-Bukhori, Juz 4, hal 253)
HUKUM BID’AH DAN MACAM-
MACAMNYA
 Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
tentang hukum dan pembagian bid’ah
⚫ Kelompok Pertama: Bid’ah hanya satu macam tidak
terbagi kepada beberapa bagian, dan hukumnya
melakukan bid’ah tersebut adalah haram dan sesat.
⚫ Kelompok kedua: Bid’ah terbagi kepada dua bagian,
bid’ah hasanah (yang baik) dan bida’ah sayyi’ah (yang
buruk). Melakukan bid’ah hasanah hukumnya mubah
bahkan ada yang sunnah. Sedangkan melakukan bida’ah
sayyiah hukumnya berdosa dan haram
HUKUM BID’AH DAN MACAM-
MACAMNYA
 Kelompok pertama mendasarkan dalilnya pada hadits Nabi saw:

⚫ Dari Jabir bin Abdullah ra berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw


bersabda, “sesunggunya sebaik-baik perkataan yang benar adalah
Kitabullah, dan seutama-utamanya petunjuk adalah petunjuk Muhammad,
dan sejelek-jeleknya perkara adalah yang memperbaharuinya, dan setiap
yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang
sesat masuk neraka” (HR: Ahmad)
⚫ Dalam memahami hadits ini mereka tidak membagi bidah kepada hasanah
dan sayyiah. Seperti perkataan Syeikh al- Utsaimin (ulama Arab Saudi):
HUKUM BID’AH DAN MACAM-
MACAMNYA
 Syeikh al- Utsaimin (ulama Arab Saudi):

⚫ Hadist Nabi yang mengatakan “Semua bid’ah adalah sesat”


bersifat menyeluruh, umum, dan komprehensif yang tergambar
dengan kata menyeluruh dan umum (yakni kullu; semua). Apakah
setelah ketetapan menyeluruh ini, kita dibenarkan membagi bid’ah
menjadi tiga bagioan atau lima bagian? Selamanya, hal ini tidak
pernah dibenarkan (kitab al- Ibda’ fi Kamal al-Syar’ wa Khotr al-
Ibtida’, hal 13)
HUKUM BID’AH DAN MACAM-
MACAMNYA
 Kelompok kedua (mayoritas ulama) mendasarkan dalilnya pada hadits Nabi
saw:

⚫ Dari Jabir bin Abdullah ra berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw


bersabda, “sesunggunya sebaik-baik perkataan yang benar adalah
Kitabullah, dan seutama-utamanya petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan sejelek-
jeleknya perkara adalah yang memperbaharuinya, dan setiap yang baru adalah bid’ah,
dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat masuk neraka” (HR: Ahmad)
⚫ Menurut golongan ini, bid’ah dimaknai dengan al-muhdatsatuha (membuatnya
menjadi baru). Artinya adalah memperbaharui kitab Allah dan hadits Rasulullah saw,
sehingga ajaran-ajarannya menjadi berubah yang akhirnya perbuatan baru itu
bertentangan dan tidak termasuk dalam ajaran Nabi saw.
⚫ Perkataan Umar bin Khattab saat mengadakan sholat taraweh berjamaah yang pada
masa Nabi saw dan Abu Bakar belum pernah ada:
“sebaik-baik bid’ah adalah ini “(sholat taraweh berjamaah)
HUKUM BID’AH DAN MACAM-
MACAMNYA
⚫ Berdasarkan hadits dan perkataan Umar bin Khottob ra
tersebut, Menurut kelompok ini, bid’ah terbagi kepada bid’ah
muhdats dan bid’ah ghoiru muhdats
 Bid’ah muhdats adalah bid’ah atau amalan atau kegiatan baru yang
bertentangan dan tidak termasuk ajaran Nabi saw seperti, merubah jumlah
rakaat shalat, atau membuat pemahaman dan ajaran yang bertentangan
dengan ajaran Nabi saw. Jenis Bid’ah ini disebut Bid’ah Sayyiah.
 Bid’ah Ghoiru Muhdats atau bidah dan amalan serta kegiatan yang baru

yang tidak bertentangan dan termasuk isi ajaran Nabi saw, seperti
dijamaahkan sholat taraweh, pembukuan kitab al-Quran, penulisan hadist
dan lain-lain. Bidah ini juga disebut dengan Bid’ah Hasanah.
HUKUM BID’AH DAN MACAM-
MACAMNYA
- Bahkan Syeikh al-Imam Izzuddin bin Abdissalam dalam kitab Qowaid al-
Ahkam fi Mashalih al-Anam, juz 2, hal.133, membagi bid’ah menjadi lima
bagian:
-

- Bidah terbagi menjadi bid’ah yang wajib, bidah yang haram, bidah yang
sunnah, bidah yang makruh, dan bidah yang mubah.
- Contoh bidah yang wajib adalah menuntut ilmu tata bahasa Arab (Ilmu
Nahwu dan Sharaf) untuk memahami kandungan isi al-Quran
BEBERAPA CONTOH “BID’AH
HASANAH” YANG PERNAH TERJADI
 Shalat sunnat wudhu yang dilakukan sahabat Bilal bin Robah al-
Habsyi (Hadist Bukhori 1149, Muslim 6274), Ahmad 9670, An- Nasai
132, Ibnu Hibba 7085 dll)
 Bacaan iftitah yang
dibaca seseorang dan Nabi saw bertanya siapa yang membaca? Lalu
bersabda: telah dibuka pintu-pintu langit karena bacaan itu” (HR
Muslim 1357, Tirmidzi 3592, Nasai 884, Ahmad 1561)
 Shalat qiyamullail berjamaah, kisah Ibnu Abbas berjamaah
diakhir malam bersama Nabi saw (HR: Ahmad 3061, Hakim
6279)
 Membaca al-Quran dengan suara keras yang dilakukan Umar dan
dengan suara rendah yang dilakukan Abu Bakar, ketika ditanya
kepada Rasulullah saw, Jawab beliau : semuanya baik. (HR Ahmad
865, Al-Haitami Majma al-Zawid 2/544)
 Pembukuan Al-Quran pada masa Abu Bakar ra (HR: Bukhori)
 Shalat Taraweh Berjamaah pada masa Umar bin Khattab (HR
Bukhori)
BEBERAPA CONTOH “BID’AH
HASANAH” YANG PERNAH TERJADI
 Adzan dua kali pada shalat jum’at pada masa Utsman bin
Affan ra (HR: Bukhori)
 Shalat sunnah qobliyah dan ba’diyah pada sholat Idul Fitri di
masa Ali bin Abu Thalib ra. Ali berkata saat diam ditanya
tentang itu dan setelah kaum muslimin melakukan dan
menanyakannya: “Sesungguhnya Nabi saw tidak melakukan
sholat sebelum maupun sesudahnya (id) barangsiapa yang
ingin melakukakannya atau meninggalkannya, maka
dipersilakan, apakah aku dipaksa melarang seorang hamba
jika ia mau sholat? (HR Bazzar, al-Haitami pada Majma’
alZawaid 2/438)
 Tanda baca pada kitab al-Quran pada masa Ali bin Abu
Thalib hingga sekarang
 Dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai