Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)

Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum
dan definisi secara khusus .
* Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen
mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih)
dan hakikat ( Tasawwuf dan Akhlaq ) .
* Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai Itikad / keyakinan
yang searah dengan keyakinan jamaah Asyairoh dan Maturidiyah.

Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi
yang secara umum, karena pengertian Asyairoh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen
berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan
Asyairoh dengan nama Ahlus sunnah Wa Al Jamaah hanyalah sekedar memberikan nama juz dengan
menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak
menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan
Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah,
musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen
Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah,
ulama lughat dan ulama-ulama lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan
dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam
masalah aqidah, syariah dan tasawwuf.
II. Pengertian Sunnah dan ajaran-ajarannya
Kalimat Sunnah secara etimologi adalah Thoriqoh ( jalan ) meskipun tidak mendapatkan ridlo.
Sedangan pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu nama suatu jalan yang mendapakan ridlo yang
telah ditempuh oleh Rasulullah SAW, para khulafa al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Seperti yang
telah disabdakan oleh Nabi :


Ikutilah tindakanku dan tindakan para khlafaurrosyidin setelah wafatku.
Sedangkan pengertian kalimat Jamaah adalah golongan dari orang-orang yang mempunyai keagungan
dalam Islam dari kalangan para Sahabat, Tabiin dan Atba Attabiin dan segenap ulama salaf As
solihin.
Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syariah dan Furnya dan pernah dikerjakan oleh para
nabi dan Sahabat sudah barang tentu merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wa
aal jamaah seperti : Shalat Tarawih, witir, baca shalawat, ziarah kubur, mendoakan orang yang sudah
mati dll.
III. Definisi Bidah
Bidah dalam mana terminologi ( Syara) menurut syaih Zaruq dalam kitabnya Iddah Al Marid yaitu
semua perkara baru dalam agama yang menyerupai salah satu dari bentuk ajaran agama namun
sebenarnya bukan termasuk dari bagian agama, baik dilihat dari sisi bentuknya maupun dari sisi
hakikatnya. Dan pekara tersebut berkesan seolah-olah bagian dari jaran Islam seperti : membaca ayat-
ayat Al-Quran dan Shalat dengan diiringi alat-alat musik yang diharamkan, keyakinan kaum
mutazilah, Qodariyah, Syiah, termasuk pula paham-paham liberal yang marak akhir-akhir ini. Karena
berdasarkan pada Ayat Al-Quran :

" 35 "



Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka
rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. QS: Al Anfal 35
Dan Hadits Nabi yang berbunyi:

:


" : " .
Dari Aisyah RA. Rasulullah bersabda : barang siapa menciptakan hal baru dalam urusanku yang
bukan termasuk dari golongan urusanku maka akan tertolak.
HR. Bukhari dan Muslim
Kalimat dalam Hadits diatas mengandung pengertian menciptakan dan membuat-buat suatu
perkara yang didasari dari hawa nafsu. Sedangkan kalimat mengandung suatu pengertian agama
dan Syariat yang telah di Ridlohi oleh Allah SWT.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits :


, " :

, , ,
"
" "
Rosululloh bersabda: paling bagusnya Hadits adalah Kitabnya Allah, dan paling bagusnya petunjuk
adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan paling jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru, dan
setiap perkara yang baru adalah bidah, dan semua bidah itu sesat. HR. Muslim dan juga
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan tambahan kalimat setiap perkara sesat menempat dineraka .

Dari adanya dua Hadits diatas para ulama menjelaskan bahwa secara prinsip, bidah adalah
berubahnya Suatu hukum yang disebabkan karena meyakini suatu perkara yang bukan merupakan
bagian dari agama sebagai salah satu bagian dari agama, bukan berarti setiap perkara baru lantas
dikategorikan bidah, karena banyak hal baru yang sesuai dengan Usul Al Syarah dan tidak
dikategorikan bidah, atau hal-hal baru yang sesuai dengan Furu Al Syariah yang masih mungkin di
tempuh dengan jalan Analogi atau qiyas sehingga tidak termasuk kategori Bidah . berarti tidak semua
ritual yang baru serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan bidah seperti ritual tahlil tujuh hari,40
hari dan seratus hari dari kematian mayat, ziarah kubur, tawassul, mendoakan orang mati dll.
Imam Muhmmad Waliyuddin As Syabsiri dalam Syarah Arban Nawawi mengupas pengertian Hadits
Nabi yang berbunyai :



Barang siapa menciptakan perkara baru atau melindungi pencipta perkara baru mak dia berhak
mendapatkan laknat Allah.
Hadits tersebut diatas memasukkan berbagai bentuk bentuk bidah seper Aqad fasid, memberi hukum
tanpa Ilmu, penyelewengan dan semua hal yang tidak sesuai dengan syariat. Namun apabila perkara
baru itu masih sesuai dengan qonun syariat maka tidak termasuk kategori bidah seperti menulis
mushaf, meluruskan madzhab, menulis ilmu nahwu ,Khisab dll.
Syaih Izzuddin ibni Abdis Salam menggolongkan perkara baru ( Bidah ) menjadi lima hukum yaitu :
1. Bidah wajib seperti : mempelajari ilmu nawu, dan lafad-lafad yang ghorib dalam Al-Quran dn Hadits
dan semua disiplin ilmu yang menjadi perantara untuk memahami syariat.
2. Bidah Haram seperti : Faham Madzhab Qodariah, Jabariah dan Mujassimah.
3. Bidah Sunnah Seperti : Mendirikan Pondok, Madrasah dan semua perbuatan baik yang tidak pernah
ditemukan pada masa dahulu.
4. Bidah Makruh Seperti : Menghias MAsjid dan Al-Quran.
5. Bidah Mubah seperti : Mushofahah (Jabat tangan) setelah Shalat Subuh dan Ashar dll.
IV. Kriteria penggolongan Bidah
Dalam menggolongkan perkara baru yang menimbulkan konsekwensi hukum yang berbeda-beda,
Ulama telah membuat tiga kriteria dalam persoalan ini .
1. Jika perbuatan itu mempunyai dasar yang kuat berupa dalil-dalil syari, baik parsial ( juzi ) atau
umum, maka bukan tergolong bidah, dan jika tidak ada dalil yang dibuat sandaran, maka itulah bidah
yang dilarang.
2. Memperhatikan apa yang menjadi ajaran ulama salaf ( Ulama pada abad I,II dan III H , jika sudah
diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka
perbuatan itu bukan tergolong Bidah.
3. Dengan jalan Qiyas. Yakni mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliah yang telah ada
hukumnya dari Nash Al-Quran dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan
baru itu tergolong Bidah yang diharamkan. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib, maka
tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan begitu seterusnya.
V. Hal-hal baru yang tidak tergolong Bidah
Dari pengertian Bidah diatas, memberikan suatu natijah atau kesimpulan bahwa ada sebagian amal
Bidah yang sesuai dengan syariat dan justru ada yang hukumnya sunnat dan fardlu kifayah. Oleh
sebab itu Imam Syafii berkata :

" ,

"
Perkara baru yang tidak sesuai dengan Kitab Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Atsar sahabat termasuk
bidah yang sesat, dan perkara baru yang bagus dan tidak bertentangan dengan pedoman-pedoman
tersebut maka termasuk Bidah yang terpuji
1. Ziarah kubur.
Tidak diragukan sama sekali, bahwa hukum berziarah ke makam kerabat atau auliya adalah sunnah,
dan hal ini telah disepakati oleh semua ulama. Terdapat banyak Hadits yang menjelaskan kesunnahan
ziarah kubur, diantaranya adalah :

"

.

dari Buraidah. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda saya pernah melarang kamu berziarah kubur,
tetapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah kemakam ibunya. Maka sekarang
berziarahlah ! karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat. HR. Al Thirmidzi
Ziarah kubur juga sunnah mu'akkad dilakukan di makam Rasulullah SAW dan juga makam para nabi
yang lain, bahkan ada sebagian ulama' yang mewajibkan ziarah kubur kemakam Rasulullah SAW bagi
orang yang mendatangi kota madinah. Namun sebaiknya ketika seseorang hendak melakukan ziarah
ke makam Rosul hendaklah niat ziarah ke masjid Nabawi dan setelah itu baru melaksanakan ziarah ke
" dengan sura pelan dan
makam Rosul dengan cara mengucapakan kalimat "
penuh tata karma. Tersebut dalam sebuah Hadits:

{
}
Barang siapa berziarah padaku setelah wafatku, maka seakan akan dia berziarah padaku pada masa
hidupku



:"Dari Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah bersabda : barang
siapa berziarah kemakamku, maka pasti akan mendapatkan Syafa'at ( pertolongan ) ku" HR. Al
Thobroni
2.Tawassul.
Kalimat Tawassul secara bahasa adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wasilah artinya
adalah sesuatu yang dijadikan Allah SWT. Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dan pintu menuju kebutuhan yang diinginkan. Allah SWT berfirman :




Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
QS: Al Maidah : 35
Dengan demikian, tawassul tidak lebih dari sekedar upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sedangkan wasilah adalah sebagai media dalam usaha tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah
mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak ada sedikitpun keyakinan menyekutukan Allah SWT.
( Syirik ).

Kebolehan Tawassul juga telah disebutkan oleh Nabi dalam Haditsnya :


" ,
"
" Rasulullah SAW bersabda : Bertawassullah kalian dengan aku dan dengan para keluargaku,
sesungguhnya orang yang bertawassul dengan aku tidak akan ditolak"( HR.Ibnu Hibban )
3. Tabarruk ( Mencari Berkah )
Secara Etimologi kata berkah berarti tambah, berkembang. Selanjutnya kata barokah digunakan dalam
pengertian bertambahnya kebaikan dan kenuliyaan. Jadi Barokah adalah rahasia dan pemberian Allah
SWT yang dengannya akan bertambah amal- amal kebaikan., mengabulkan keinginan, menolak
kejahatan dan membuka pintu menuju kebaikan dengan anugrah Allah SWT. Dari pengertian ini
barokah adalah bagian dari rahmat dan anugerah Allah SWT. Allah SWT berfirman :

31 .
" Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada " QS : maryam 31

"73 "
" Rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait !
Para ulama' telah banyak membicarakan hukum mengambil barokah, dan berkesimpulan bahwa
mengambil barokah dari orang , tempat atau benda hukumnya adalah boleh dengan syarat tidak
dilakukan dengan cara-cara yang menyimpang syari'at Allah SWT.
Berikut adalah dalil-dalil kebolehan mengambil berkah :



248 .
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah
kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.QS: Al-Baqarah 248

: :
.
" Dari Ibnu Jad'an, berkata Tsabit kepada Anas ra : Apakah tanganmu pernah menyentuh Nabi SAW ?
Anas menjawab : ya, maka Tsabit menciumnya ". HR. Bukhori
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Ali dari Maimun, berkata : aku mendengar Imam Syafi'I berkata : "
sesungguhnya aku mengambil barokah dari Abu Khanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari,
maka jika aku mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat dan mendatangi makam Abu Hanifah lalu
berdo'a meminta kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian hajatku terpenuhi".
Kesimpulannya, mengambil barokah dari orang-orang yang shaleh adalah perbuatan yang terpuji. Apa
yang dilakukan oleh para sahabat Nabi serta pengukuhan dari Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan
sebagai dalil.

4. Selamatan & Berdo'a untuk orang mati


Ritual mendoakan orang mati sudah biasa dilakukan bahkan sudah menjadi adat orang jawa setiap kali
ada salah satu keluarga yang meninggal mereka mengadakan selamatan dihari ke-7 atau ke-40 dari
kematian keluarganya dengan mengundang tetangga setempat dan dimintai bantuan untuk membaca
surat Yasin, Tahlil dan berdo'a untuk mayat.
Hal tersebut diatas diperbolehkan menurut Syari'at, bahkan bagian dari amal ibadah yang pahalanya
bisa sampai kepada yang meninggal. Bukankah bacaan Al-Qur'an, Tahlil dan bersedekah, menyajikan
suguhan untuk para tamu adalah bagian dari amal Ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan :

,




:
.
Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya seseorang: " wahai Rasulullah SAW, kami
bersedekah dan berhaji yang pahalanya kami peruntukkan orang-orang kami yang telah meninggal
dunia dan kami berdoa untuk merek, apakah pahalanya sampai pada mereka ? Rasulullah SAW
menjawab : Iya, pahalanya betul-betul sampai kepada mereka dan mereka sangat merasa gembira
sebagaimana kalian gembira apabila menerima hadiah. HR. Abu Khafs Al Akbari.
VI. Sekilas Pembaharuan Agama
Ketika keintelektualan lebih mengedepankan nafsu serta semangat yang menggebu-gebu dengan dalih
memurnikan agama tanpa disertai dengan pemahaman agama secara benar, maka yang terjadi justru
pembaharuan- pembaharuan yang menyimpang dari ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. pada pembahasan ini akan mengetengahkan pembaharu-pembaharu ( Mujaddid) Islam yang
telah melakukan banyak penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
1. Faham Ibnu Taimiyah
Di akhir masa 600 H, muncullah seorang laki-laki yang jenius yang telah banyak menguasai berbagai
jenis disiplin ilmu, dialah Taqiyuddin ahmad bin Abdul Hakim yang dikenal dengan nama Ibnu Taimiyah.
Ia dilahirkan di desa Heran, sebuah desa kecil di Palestina. Ia hidup sezaman dengan Imam Nawawi
salah satu ulama; terbesar madzhab Syafi'i.
Ia merupakan sosok pribadi yang memiliki karakter pemberani, yang selalu mencurahkan segala
sesuatu untuk madzhabnya, dengan keberanian yang ia miliki, ia telah menemukan hal baru yang
sangat tabu dan jauh dari kebenaran, karena yang menjadi dasar pendiriannya ialah mengartikan ayat-
ayat dan hadits-hadits nabi Muhammad yang berkaitan dengan sifat-sifat tuhan menurut arti lafadznya
yang dlohir, yakni hanya secara harfiyah saja, oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah " Tuhan itu
memiliki muka, tangan, rusuk dan mata, duduk bersila, dating dan pergi, tuhan adalah cahaya langit
dan bumi karena katanya semua itu disebut dalam Al Qur'an".
Kontroversi yang ia ucapkan tidak hanya terbatas pada permasalahan ilmu kalam, melainkan juga
menyinggung beberapa permasalahan ilmu fiqih :
* Bepergian dengan tujuan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat hukumnya
maksiat
* Talak tiga tidak terjadi ketika diucapkan dengan sekaligus ( hanya jatuh satu )
* Seorang yang bersumpah akan mencerai istrinya , lalu ia melanggar sumpahnya, maka perceraian itu
tidak terjadi.
2. Faham Wahabi
Pada pertengahan kurun ke 12 muncul seorang yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab yang
berdomisili di Najd yang termasuk kawasan Hijaz, ia dilahirkan pada tahun 1111 H, dan meninggal
pada tahun 1207 H. pada mulanya ia memperdalam ilmu agama dari ulama'-ulama; ahli sunnah di
makkah dan madinah termasuk diantaranya adalah syaih Muhammad Sulaiman Al Kurdi dan syaih
Muhammad Hayyan Assindi, diantara guru yang pernah mengajarkan ilmu kepadanya, jauh sebelum ia
membuat pergerakan telah berfirasat kalau disuatu hari nanti ia tergolong orang yang sesat dan
menyesatkan, itupun akhirnya menjadi kenyataan, firasat ini juga dirasakan oleh ayah dan saudaranya
( Syeh Sulaiman ).
Muhammad bin Abdul Wahab pada masa mudanya banyak membaca buku-buku karangan Ibnu
Taimiyah dan pemuka-pemuka lain yang sesat, sehingga ahirnya membangun faham Wahabiyah yang
terpusat ditanah Hijaz sebagai penerus tongkat estafet dari ajaran Ibnu Taimiyah, bahkan lebih extrim
dan radikal daripada Ibnu Taimiyah sendiri, sebab ia sangat mudah memberikan label kafir kepada
setiap orang yang tidak mau mengikuti fahamnya. Langkah yang ia tempuh dalam mengembangkan
fahamnya ialah dengan memberikan tambahan- tambahan baru dari ajaran Ibnu Taimiyah yang semula
dianutnya.
* Poin-poin dasar faham wahabiyah
1. Allah adalah suatu jisim yang memiliki wajah, tangan dan menempat sebagaimana mahluq juga
sesekali naik dan turun ke bumi.
2. Mengedapankan dalil Naqli daripada dalil aqli serta tidak memberikan ruang sedikitpun pada akal
dalam hal-hal yang berkenaan dengan agama ( keyakinan)
3. Mengingkari Ijma' ( Konsensus )
4. Menolak Qiyas ( Analogi )
5. Tidak memperbolehkan Taqlid kepada Ulama' Mujtahidin dan mengkufurkan kepada siapapun yang
taqlid kepada mereka
6. Mengkufurkan kepada ummat Islam yang tidak sefaham dengan ajarannya
7. Melarang keras bertawassul kepada Allah melalui perantara para Naabi, Auliya' dan orang- orang
sholeh
8. Memvonis kafir kepada orang yang bersumpah dengan menyebut nama selain Allah
9. menghukumi kafir kepada siapa saja yang bernadzar untuk selain Allah.
10. Menghukumi kafir kepada secara muthlak kepada siapapun yang menyembelih disisi makam para
nabi atau orang-orang Sholeh.

Perkembangan ajaran Wahabiyah yang disinyalir melalui cendekiawan-cendekiawan pada akhirnya


juga sampai di tanah air kita Indonesia, hal ini diawali dengan maraknya pergerakan-pergerakan
diawal abad ke-20 yang bertopeng keagamaan.
Diawali dengan terbentuknya organisasi Wathoniyah pada tahun 1908 M. kemudian disusul organisasi
Serikat Islam pada tahun yang sama, hanya saja berkecimpung dalam masalah perdagangan. Dan
puncaknya dibentuklah sebuah ormas pada tanggal 18 Desember 1912 oleh seorang cendekiawan
yang berfaham Wahabi, kendati organisasi ini lebih berorientasi pada masalah social keagamaan,
namun kelahirannya dibumi pertiwi ini menyebabkan keretakan diantara Muslim Indonesia yang pada
umumnya berhaluan faham Ahli Sunnah Wal jamaah,
Propaganda yang dilakukan oleh cendekiawan wahabi ialah dengan melakukan pendekatan pada
masyarakat awam, setelah terpedaya kemudian mereka mengeluarkan trik-trik baru yang justru lebih
berbahaya dampaknya, yaitu dengan menanamkan benih-benih permusuhan dan rasa sentiment pada
para ulama' salaf dan golongan yang tidak sefaham dengan mereka.
3. Faham Ahmadiyah
Pendiri golongan ini bernama Mirza Ghulam Ahmad, ia dilahirkan didesa Qodliyan Punjab Pakistan
pada tahun 1836 M. dia tidak hanya mengaku sebagai imam Mahdi yang ditunggu, Mujaddid dan juru
selamat,tetapi stelah ia berumur 54 tahun ia memproklamirkan diri sebagai nabi yang paling akhir
sesudah nabi Muhammad SAW dan benar-benar mendapatkan wahyu dari Allah SWT.
Poin-Poin faham Ahmadiyah yang menyimpang dari Syari'at
1. Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi terahir
2. Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa yang dijanjikan.
3. Syari'at Islam belum sempurna, tetapi disempurnakan oleh Syari'at Mirza Ghulam Ahmad.
4. Jaringan Islam Liberal
Belakangan ini gegap gempita pemikiran dan aliran yang muncul dikalangan Islam di Indonesia begitu
deras, sehingga berimplikasi pada sebuah kebebasan yang seakan tak terbatas. Disana-sini
bermunculan aliran dan sekte-sekte, termasuk salah satunya adalah Jaringan Islam Liberal ( JIL ).
Sebagai komunitas yang berslogan " Menuju Islam yang ramah, toleran dan membebaskan " JIL hadir
layaknya sebuah alternatif yang begitu intelektual dan cerdas. Mereka begitu Ofensif sehingga berhasil
menciptakan jaringan dengan tidak kurang dari 51 koran dan membuat radio 68 Hyang beberapa
acaranya dipancarluaskan oleh jaringan KBR 68 H diseluruh Indonesia. Maka tak heran apabila
pemikiran-pemikirannya begitu kuat mempengaruhi ummat.
Madzhab liberal merupakan aliran pemikiran Islam Indonesia yang menekankan pada kebebasan
berfikir dan tidak lagi terikat dengan madzhab-madzhab pemikiran keagamaan ( terutama Islam ) pada
umumnya, melampaui batas-batas cara berpikir sectarian organisasi dan politik. Bagi Madzhab liberal,
yang paling penting adalah perlunya tradisi kritis dan perlunya Dekonstruksi atas pemahaman lama
yang telah berkembang ratusan tahun. Islam seharusnya difahami secara modern dan rasional, karena
Islam merupakan agama yang rasional dan mengutamakan rasionalitas yang dalam bentuk konkritnya
berupa Ijtihad. Islam harus dipahami secara kontekstual, progressif dan emansipatoris. Dengan
pemahaman seperti ini maka Islam akan mengalami kemajuan, bukannya kemunduran.
VII. Metode Pembentengan Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah
Dalam membentengi aqidah Ahlus Sunnah wal jamaah agar tetap eksis dan menjadi panutan
masyarakat, tentunya perlu diterapkan metode yang jitu dan tidak terkesan radikal. Upaya
penyampaian tentang pentingnya mempertahankan aqidah ahli sunnah wal jamaah bisa ditempuh
dengan berbagai macam cara, seperti memberikan pemahaman yang mendalam tentang hakikat
aswaja dan bahayanya mengikuti faham- faham sesat yang banyak bermunculan melalui pertemuan-
pertemuan khusus atau melalui majelis Dzikir, ketika Masyarakat berkumpul di Masjid untuk
melaksanakan Shalat atau pengajian dan berbagai moment keagamaan lainnya.
Islam mengajarkan pada penganutnya untuk berda'wah dan mengajak sesama menuju kejalan yang
benar dengan cara-cara yang terpuji, hal itu telah diuraikan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Seperti halnya
ajaran tentang mengajak masuk Islam dengan hikmah atau dalil dan hujjah juga dengan mau'idlah
yang ada dalam ayat Al-Qur'an, dan hal itu tentu harus dengan menggunakan adab dan tata karma
yang baik. Karena agama Islam identik dengan nasihat yang halus dan jauh dari kekerasan.
Banyak media yang bisa kita gunakan untuk menyampaikan nilai-nilai Aswaja kepada masyarakat luas
yang selama ini masih minim dipraktekkan sebab kurangnya rasa peduli dari para nahdliyin.
Pengoptimalan Fungsi Masjid
Sebenarnya fungsi asal dibangunnya masjid selain untuk shalat seperti yang telah dijelaskan oleh
Imam Samarqondi adalah sebagai tempat untuk Dzikir, Takbir, Tahlil, Menyiarkan Islam dan
menjauhkan dari perbuatan syirik. Oleh sebab itu sudah saatnya para Ta'mir masjid dan pemuka
agama mengaplikasikan fungsi- fungsi tersebut dengan mengadakan Khalaqah diwaktu-waktu tertentu
untuk menyampaikan nilai-nilai faham Aswaja dengan tujuan menyelamatkan masyarakat dari
pengaruh faham yang sesat dan menyesatkan.
Oleh karenanya pengoptimalan fungsi masjid dengan cara digunakan sebagai media penyampaian
aqidah yang tegak sangat mutlaq diperlukan dizaman sekarang, mengingat bahayanya faham-faham
baru yang berkedok Islam namun jauh melenceng dari nilai-nilai Islam secara sempurna.
Apabila upaya pengoptimalan tersebut telah kita lakukan, sedikit banyak masyarakat akan faham
tentang Aswaja dan bahaya akiran-aliran sesat. Dan masjid yang kita miliki semakin tampak manfaat
dan fungsi-fungsinya. Jangan sampai Masjid yang kita rawat dan kita tempati sehari-hari diambil alih
oleh golongan- golongan yang tidak bertanggung jawab seperti yang telah diberitakan dalam sebuah
situs NU Online yaitu :
Kehidupan beragama di Indonesia semakin tidak aman. Sekelompok orang yang mengatasnamakan
Islam telah serampangan mengambil alih masjid-masjid milik warga (Nahdlatul Ulama) NU dengan
alasan bidah dan beraliran sesat.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an :



125 .
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
"QS: An Nahl 125

44 :
maka berbicaralah kamu berdua ( Musa dan Harun ) kepadanya( Fir'aun ) dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." QS : Thaha 44


83
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." QS : Al Baqarah 83
Ayat-ayat diatas menjelaskan pada Ummat Islam bahwa ajakan menuju jalan Allah yang oleh ulama'
ditafsiri dengan Agama Islam harus dengan menggunakan Hikmah, dan hikmah yang dimaksud dalam
ayat tersebut diatas oleh ulama ditafsiri dengan burhan (dalil) atau hujjah, Allah juga memerintahkan
untuk mengajak dengan Mau'idlah atau peringatan yang bagus.
Dalam surat Thaha diatas Allah memerintahkan pada nabi Musa dan Harus AS. Untuk bertutur kata
yang halus kepada Fir'aun, agar Fir'aun bisa sadar atau takut kepada Allah. Sampai selentur itu ajaran
Allah untuk berda'wah, padahal kita ketahui bersama bagaimana kekejaman dan kerasnya fir'aun
dalam menentang agama Allah SWT.

PRINSIP ASWAJA
Ciri Utama Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja)
Ada empat ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan
Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

1. At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri


ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:





Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil
dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan)
manusia umumnya dan supaya Allah SWT
menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-
Baqarah: 143).

2. At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil
'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari
Al-Quran dan Hadits). Firman Allah SWT:




Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran
yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca
(penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. (QS al-Hadid: 25)

3. Al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:





Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang
yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran)
yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada
suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu
lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS al-Maidah: 8)

4. Attasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati


orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama.
Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda
tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:



Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya
(Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan
takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun
AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774
H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah
Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan
yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih
menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim,
juz III hal 206).
Penjelasan mengenai konsep Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) kepada umat
menjadi penting, sebab ini dilakukan demi merajut ukhuwah kelompok Ahlus
Sunnah, memantapkan dan meluruskan pemahaman, memadamkan fitnah, serta
membentengi diri dari akidah di luar Ahlus Sunnah wal Jamaah

Anda mungkin juga menyukai