Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Perkembangan

Mazhab Tafsir
Kelompok 1
Auni Khairil Asri
Ikrar Ammar Andrias Lau
Apa itu Mazhab Tafsir ?
• Secara etimologis, istilah madzahibut tafsir, merupakan bentuk
susunan idhafah dari kata “madzahib” dan “at-Tafsir”. Kata madzahib
adalah bentuk jamak (plural) dari madzhab, yang berarti : aliran
pemikiran, pendapat, teori. Sedangkan at-Tafsir secara garis besar
adalah hasil pemahaman manusia terhadap al-Qur’an, dengan
menggunakan metode atau pendekatan tertentu yang dipilih oleh
seorang mufassir. Sedangkan secara terminologis madzhab biasa
didefinisikan sebagai hasil-hasil ijtihad atau pemikiran, penafsiran
para ulama’ yang kemudian dikumpulkan dan dinisbatkan kepada
tokohnya, atau kecenderungannya atau masa pereodesasinya.
Faktor Penyebab Munculnya Mazhab Tafsir
• Faktor yang menyebabkan munculnya mazhab tafsir terbagi menjadi dua yakni
faktor internal dan faktor eksternal, berikut penjelasannya;
•Faktor Internal
• 1. Kondisi obyektif teks al-Qur’an yang memungkinkan dan membuka peluang
untuk dibaca secara beragam. Dalam banyak literatur ulumul qur’an dipaparkan
bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbagai versi bacaan yang dikenal dalam
hadis dengan Sab’ah Ahruf (tujuh bacaan/qiraat).
• 2. Kondisi obyektif dari kata-kata dalam al-Qur’an yang membuka peluang bagi
penafsiran yang beragam, karena dalam al-Qur’an kerapkali ditemukan adanya
satu kata yang mempunyai banyak arti, arti haqiqi (hakikat/asal) dan majazi
(metaforis/kiasan).
• 3. Kondisi obyektif dari adanya ambigius makna dalam al-Qur’an, karena
banyak terdapat kata- kata musytarak (bermakna ganda).
•Faktor eksternal
1. Faktor Politik. Kalau suatu golongan atau aliran berdiri karena soal-soal polotik,
seperti khilafah, atau imamah (kepemimpinan negara), maka golongan/aliran itu
disebut golongan/aliran politik, misalnya golongan Syi’ah berdiri karena mereka
tidak puas dengan keadaan pada waktu itu, dimana khilafah tidak dipegang oleh
Ali, dan mereka menuntut agar khilafah itu dipegang oleh Aliu dan
keturunannya.
2. Faktor teologis (kepercayaan) semata. Lain halnya dengan aliran teologi Islam
yang motif berdirinya karena soal-soal kepercayaan semata, bukan karena soal-
soal politik yang berpautan dengan perbuatan-perbuatan lahir. Aliran Mu’tazilah
berdiri karena keinginan untuk menjelaskan dan mempertahankan kebenaran
kepercayaan Islam terhadap serhadap serangan-serangan lawannya dan usaha-
usaha pemburukan mereka dari bidang kepercayaan.
• 3. Faktor Keahlian dan Kedalaman Ilmu yang dikuasai. Tidak sedikit terdapat
suatu kecenderungan dalam diri seorang mufassir untuk memahami al-Qur’an
sesuai dengan disiplin ilmu yang ia tekuni dan kuasai, sehingga meskipun obyek
studinya tunggal, yaitu teks al-Qur’an, namun hasil penasirannya terhadap ayat al-
Qur’an tidaklah tunggal, melainkan plural.
• 4. Faktor Persinggungan Dunia Islam dengan dunia diluar Islam. Faktor eksternal
lain yang mempengaruhi munculnya corak dan aliran tafsir adalah adanya
persinggungan dunia Islam dengan peradaban dunia diluar Islam, seperti Yunani,
Persia, Romawi dan Barat. Khalifah Harun al-Rasyid 10 menjadi khalifah di tahun
786 M. dan sebelumnya ia belajar di Persia di bawah asuhan Yahya bin Khalid bin
Barmak. Dengan demikian, ia banyak dipengaruhi oleh kegemaran keluarga
Barmak pada ilmu pengetahuan dan filsafat.
• 5. Faktor Tekanan Situasi dan Kondisi yang dihadapi mufassir. Al-Qur’an
diturunkan untuk memberikan respon terhadap masalah-masalah yang dihadapi
umat manusia, mendorong mereka berupaya untuk mencari pemecahannya.
Perbedaan Karakteristik Antara Tafsir dan
Takwil
• 1. Tafsir lebih umum daripada takwil
• Imam arRaghib al-Asfahani berkata: “Tafsir itu lebih umum daripada takwil.
Tafsir lebih banyak membahas lafazh dan mufradat. Sedangkan takwil itu lebih
banyak membahas makna dan kalimat.”
• 2. Tafsir harus berdasarkan dalil dan kesasksian atas nama Allah, sedangkan
takwil tidak
• Imam al-Maturidi berkata: “Tafsir yaitu: memverifikasi bahwa makna lafaz ini
adalah demikian, serta bersaksi atas nama Allah bahwa maksud Allah dalam lafaz
ini adalah demikian. Bila ada dalil yang menunjukkan hal tersebut, maka tafsir itu
benar. Bila tidak ada yang menunjukkan hal tersebut, maka disebut sebagai tafsir
dengan akal atau rasio yang dilarang. Sedangkan takwil adalah memilih satu dari
beberapa kemungkinan tanpa memastikan dan tanpa mempersaksikan atas nama
Allah”.
• 3. Tafsir itu makna lahir sedangkan takwil itu makna batin
• Sebagian ulama berkata: “Tafsir itu menjelaskan posisi suatu lafaz, apakah makna
sejati atau makna majaz. Seperti tafsir as-shirath dengan at-thariq. Sedangkan
takwil itu menjelaskan makna batin suatu lafaz. Yang fokusnya adalah pada akhir
suatu perkara. Memaknai as-shirath sebagai bentuk ketidaktahuan manusia pada
jalan sejati, sehingga senantiasa memerlukan bimbingan sampai akhir hayat.”
• Atau dengan kata lain, tafsir itu menjelaskan dasar argumentasi suatu makna dan
takwil itu menjelaskan hakikat sejati dan tujuan dari suatu makna.
• 4. Tafsir itu fokus pada informasi terkait ayat sedangkan takwil itu fokus
pada munasabah ayat
• Sebagian ulama berkata: “Tafsir itu perbincangan mengenai asbabun nuzul ayat,
makna lafaz dan berbagai kisah mengenai ayat itu. Sehingga tafsir itu harus
melalui dalil periwayatan. Sedangkan takwil itu memalingkan makna ayat yang
multitafsir, sehingga sesuai dengan ayat yang sebelum dan sesudahnya
(munasabah), dengan syarat tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan
hadits, dan hanya boleh dilakukan oleh para ulama.”
• 5. Tafsir dengan dalil sedangkan takwil dengan akal sehat
• Sebagai ulama berpendapat: “Tafsir itu berkaitan dengan Riwayat, ataupun takwil
itu dengan pengamatan dan penelitian.”
• 6. Tafsir menggunakan ayat dan hadits sedangkan takwil menggunakan ilmu
pengetahuan
• Sebagian ulama berpendapat: “Tafsir itu menjelaskan makna suatu ayat dengan
bantuan pemahaman kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang maknanya
sangat jelas, sehingga tidak boleh berijtihad pada ayat-ayat tersebut, sedangkan
takwil itu merupakan hasil ijtihad para ulama mengenai makna ayat-ayat Al-
Qur’an, yang hanya bisa dilakukan oleh para ahli yang benar-benar menguasai
ilmu alat.”
Perbedaan antara Mazhab, Manhaj, Laun, Thariqah dan Ittijah
• Madzhab biasa didefinisikan sebagai hasil-hasil ijtihad atau pemikiran, penafsiran
para ulama’ yang kemudian dikumpulkan dan dinisbatkan kepada tokohnya, atau
kecenderungannya atau masa pereodesasinya.
• Manhaj artinya dasar-dasar yang menjadi landasan seorang mufassir pada
memahami serta mejelaskan ayat yang dianut pada penafsirannya.
• Thariqah adalah bentuk formal dari cara yang ditempuh mufassir atau segi bentuk
yang dipilih oleh mufassir dalam menyusun pembahasannya.
• Ittijâh adalah posisi, pandangan, aliran, dan sudut pandang akidah mufassir yang
diwakilinya, seperti Suni, Syiah, Mu‘tazilah, Asy‘ariyyah; baik penafsiran itu
sifatnya mengikuti atau memperbarui, juga segi pegangan mufassir, apakah
manqûl atau ma‘qûl, atau kombinasi dari keduanya.
• Maksud dari lawn adalah “warna” yang dilukiskan mufassir pada nas melalui
aktivitas penafsiran dan pemahamannya; sesuai tingkat pemahaman akalnya,
sehingga ia memaknai nas sedemikian rupa dan membatasi penjelasannya.
Jenis Mazhab Tafsir dan Tokohnya
• 1. Tafsir Bil Ma’tsur : kitab tafsir yang penafsirannya didasarkan pada dalil Al-
Qur’an dan hadits. Diantaranya tokohnya yakni Ibnu Katsir yang menulis kitab
Tasfir Al-Qur’an Al-Adhim.
• 2. Tafsir Dirayah : kitab tafsir yang didasarkan pada rasio. Diantara tokohnya
yaitu Jalaluddin as-Suyuthi, Fakhruddin Ar-Razi dan masih banyak lagi.
• 3. Tafsir Ayat Ahkam : kitab tafsir yang khusus menguraikan penafsiran
mengenai ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an. Diantara tokohnya yaitu Abu
Bakar Al-Jassas, Ali bin Muhammad At-Thabari, Al-Qurthubi dan lain-lain.
• 4. Tafsir Isyari : kitab tafsir yang menjelaskan mengenai makna tersirat dari
suatu ayat. Diantara tokohnya yakni Ibnu Arabi, Abu Abdurrahman As-Sulami,
Ahmad bin Abdurrahman As-Suyuti, Syihabuddin Mahmud Al-Alusi.
Urgensi Mempelajari Mazhab Tafsir
• 1. Membuka wawasan dan menumbuhkan sikap toleran terhadap berbagai corak
penafsiran.
• 2. Mengembangkan dan menyadarkan adanya pluraritas dalam penafsiran AL-
Qur’an.
• 3. Menghindarkan sikap taqdis al-afkar (pensaklaran pemikiran keagamaan).
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai