Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA PADA Ny.

E
UMUR 26 TAHUN P2A0 AKSEPTOR LAMA KONTRASEPSI
SUNTIK 1 BULAN DENGAN SPOTTING
DI PMB BIDAN IIN TARWINI, S.Tr.Keb., Bdn.

Anita Yuliani, S.ST.,M.KM

Rika Susanti

NIM. 522022079

BAB I
Di Indonesia terdapat berbagai macam metode keluarga berencana seperti alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR), susuk/implant, kontrasepsi suntikan, kontrasepsi pil,
kondom, dan kontrasepsi mantap, metode operasi wanita (MOW) dan metode operasi
pria (MOP). Hal ini disesuaikan dengan pilihan akseptor (Sarwono, 2010).
• Di Indonesia pada bulan Agustus 2013 sebanyak 688.951 peserta yang menggunakan
alat kontrasepsi. Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai
berikut : 46.988 peserta IUD (6,82%), 7.982 peserta MOW (1,16%), 44.453 peserta
implant (6,45% ), 351.016 peserta suntikan (50,95%), 193.405 peserta pil (28,07%),
1.125 peserta MOP (0,16%) dan 43.982 peserta kondom (6,38%).
• Dilihat dari data pengguna alat kontrasepsi diatas, dapat disimpulkan dari beberapa alat
kontrasepsi, kontrasepsi suntik paling diminati peserta keluarga berencana karena
merupakan salah satu alat kontrasepsi yang berdaya kerja panjang (lama), yang tidak
membutuhkan pemakaian setiap hari. Kontrasepsi suntik hormonal dinilai paling efektif
dan memiliki resiko yang tidak terlalu besar. Maka dari itu, penulis memilih kasus
kontrasepsi suntik untuk dijadikan laporan kasus PKK 4.
BAB II
A. Keluarga Berencana

1. Definisi

• Keluarga Berencana adalah suatu usaha guna merencanakan dan mengatur jarak kehamilan sehingga kehamilan
dapat dikehendaki pada waktu yang diinginkan (Saifuddin, 2009:32).

• Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pemasangan suami istri untuk mendapatkan obyek
tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat
kelahiran dalam hubungan dengan suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2016).

• Keluarga Berencana merupakan suatu tindakan untuk menghindari atau mendapatkan kelahiran, mengatur interval
kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. KB merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah angka
kematian ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami istri menghindari kehamilan resiko tinggi, dapat
menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan. Program KB nasional mempunyai arti penting dalam pelaksanaan
pembangunan dibidang kependudukan dan keluarga kecil berkualitas yang dilaksanakan secara berkesinambungan
(BKKBN, 2014).
1. Tujuan
BAB II
a. Tujuan Umum
Tujuan umum KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu wilayah
keluarga dengan cara mengatur jarak kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

b. Tujuan Khusus
Penurunan angka kelahiran yang bermakna, guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan:
1) Fase menunda perkawinan
2) Fase menjarangkan kehamilan
3) Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan
BAB II
2. Manfaat KB untuk kesehatan

a. Untuk Ibu

1) Mencegah kehamilan yang berulang kali dalam waktu pendek

2) Mencegah keguguran yang menyebabkan kurang darah.

3) Mencegah terserangnya penyakit infeksi dan kelelahan.

b. Untuk Anak – anak yang dilahirkan akan mendapatkan sambutan dari ibu dalam keadaan sehat

c. Untuk Suami: Memperbaiki kesehatan mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta lebih
banyak waktu luang untuk keluarga.

d. Untuk Seluruh Keluarga: Memberi kesempatan untuk perkembangan fisik, karena setiap anak
memperoleh jarak dan jatah makanan yang cukup.
BAB II
4. Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Sederhana
Metode sederhana dibagi menjadi metode sedehana dengan alat dan metode
sederhana tanpa alat, yaitu :
1. Tanpa alat
2. Dengan alat : kondom, diafragma, kap serviks, kondom wanita, spermisida.
b. Modern
3. Hormonal
4. Nonhormonal
c. Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap terdiri atas Tubektomi dan Vasektomi
BAB II
B. Kontrasepsi Suntik Kombinasi

1. Definisi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang
diberikan injeksi I.M sebulan sekali ( Cyclofem), dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat
yang diberikan injeksi I.M sebulan sekali (Saifuddin, 2009).

Kontrasepsi suntik kombinasi adalah jenis kontrasepsi yang terdiri dari dua hormone yaitu progestin dan
estrogen seperti hormone alami pada tubuh seorang perempuan. Progestin yang digunakan adalah Medroxy
Progesterone Acetate (MPA) dan estrogen nya adalah Estradiol Cypionate (JNPK-KR, 2012).
BAB II
2. Cara Kerja

Cara kerja kontrasepsi suntik kombinasi menurut Hanafi (2014), antara lain:

a. Menekan ovulasi

b. Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma tidak terganggu

c. Perubahan pada endomroetrium (atrofi) sehingga impalntasi terganggu

d. Menghambat transportasi gamet oleh tuba

3. Efektivitas

Menurut Ari Sulistyawati, 2011 . Keefektifan kontrasepsi suntik kombinasi sangat efektif (0,1 –
0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama penggunaan.
BAB II
4. Keuntungan

Keuntungan kontrasepsi suntik kombinasi menurut Saifuddin, 2009 antara lain:

a. Resiko terhadap kesehatan kecil

b. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri

c. Tidak dilakukan pemeriksaan dalam

d. Jangka panjang

e. Efek samping sangat kecil

f. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik


BAB II
5. Keuntungan Nonkontrasepsi
Keuntungan Nonkontrasepsi menurut Hanafi Hartanto 2014 di buku KB dan Kontrasepsi, yaitu :
a. Mengurangi jumlah perdarahan.
b. Mengurangi nyeri saat haid
c. Mencegah anemia
d. Khasiat pencegahan terhadap kanker ovarium dan kanker endometrium
e. Mengurangi penyakit payudara jinak dan kista ovarium
f. Mencegah kehamilan ektopik
g. Melindungi klien dari jenis-jenis penyakit radang panggul
h. Pada keadaan tertentu dapat diberikan paada perempuan usia perimenopause
6. Kerugian
BAB II
Menurut JNPK-KR (2012) kerugian kontrasepsi suntik kombinasi adalah:
a. Terjadi perubahan pada pola haid, seperti tidak teratur, perdarahan bercak/spoting, atau
perdarahan sampai 10 hari
b. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan keluhan seperti ini akan hilang setelah suntikan
kedua atau ketiga
c. Ketergantungan klien terhadap pelayanan kesehatan. Klien harus kembali setiap 30 hari untuk
mendapatkan suntikan
d. Efektivitasnya berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat-obat epilepsy (Fenitoin dan
Barbiturat) atau obat tuberculosis (Rifampisin)
e. Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan jantung, stroke, bekuan darah pada
paru atau otak, dan kemungkinan timbulnya tumor hati
f. Penambahan berat badan
g. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B, atau
infeksi virus HIV
h. Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian.
BAB II
7. Yang Boleh Menggunakan Suntikan Kombinasi (Menurut Saefuddin, 2009):
a. Usia reproduksi
b. Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak
c. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi
d. Menyusui ASI pascapersalinan > 6 bulan
e. Pascapersalinan dan tidak menyusui
f. Anemia
g. Nyeri haid hebat
h. Riwayat kehamilan ektopik
i. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
BAB II
8. Yang Tidak Boleh Menggunakan Suntikan Kombinasi
Yang tidak boleh menggunakan suntikan kombinasi menurut Hanafi Hartanto (2014), yaitu :
a. Hamil atau diduga hamil
b. Menyusui dibawah 6 minggu pascapersalinan
c. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
d. Penyakit hati akut (virus hepatitis)
e. Usia > 35 tahun yang merokok
f. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau dengan tekanan darah tinggi (>180/110 mmHg)
g. Riwayat kelainan tromboemboli atau dengan kencing manis >20 tahun
h. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migraine
i. Keganasan pada payudara
BAB II
9. Waktu Mulai Menggunakan Suntikan Kombinasi
Menurut Ari Sulistyawati (2011), waktu yg tepat untuk memulai menggunakan suntikan kombinasi
adalah :
a. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan kontrasepsi
tambahan
b. Bila suntikan pertama diberikan setelah hari ke 7 siklus haid, klien tidak boleh melakukan hubungan
seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi lain untuk 7 hari.
c. Bila klien tidak haid, suntikan pertama diberikan setiap saat, asal saja dapat dipastikan ibu tersebut
tidak hamil. Klien tidak boleh melakukan hubungan seksual untuk 7 hari lamanya atau
menggunakan metode kontrasepsi yang lain selama masa waktu 7 hari
d. Bila klien pascapersalinan > 6 bulan, menyusui, serta belum haid, maka suntikan pertama dapat
diberikan, asal saja dapat dpastikan tidak hamil
e. Bila pascapersalinan > 6 bulan, menyusui, serta telah mendapat haid, maka suntikan pertama
diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7
BAB II
f. Bila pascapersalinan < 6 bulan dan menyusui, jangan diberi suntikan kombinasi
g. Bila pascapersalinan 3 minggu, dan tidak menyusui, suntikan kombinasi dapat diberikan
h. Pascakeguguran, suntikan kombinasi dapat diberikan atau dalam waktu 7 hari
i. Ibu yang sedang menggunakan metode kontrasepsi hormonal yang lain dan ingin menggantinya
dengan kontrasepsi hormonal kombinasi. Selama ibu tersebut menggunakan kontrasepsi
sebelumnya secara benar, suntikan kombinasi dapat segera diberikan tanpa perlu menunggu haid.
Bila ragu-ragu, perlu dilakukan uji kehamilan terlebih dahulu
j. Bila kontrasepsi sebelumnya juga kontrasepsi hormonal, dan ibu tersebut ingin menggantinya
dengan suntikan kombinasi, maka suntikan kombinasi tersebut dapat diberikan sesuai jadwal
kontrasepsi sebelumnya. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain
k. Ibu yang mengatakan metode kontrasepsi nonhormonal dan ingin menggantinya dengan suntikan
kombinasi, maka suntikan pertama dapat segera diberikan asal saja diyakini ibu tersebut tidak
hamil, dan pemberiannya tanpa perlu menunggu datangnya haid. Bila diberikan pada hari ke 1-7
siklus haid, metode kontrasepsi lain tidak diperlukan. Bila sebelumnya menggunakan AKDR, dan
ingin menggantinya dengan suntikan kombinasi, maka suntikan pertama diberikan hari 1-7 siklus
haid. Cabut segera AKDR.
10. Cara Penggunaan
BAB II
Suntikan kombinasi diberikan setiap bulan dengan suntikan intramuscular dalam. Klien diminta
datang setiap 4 minggu suntikan ulang dapat diberikan 7 hari lebih awal, dengan kemungkinan
terjadi gangguan perdarahan. Dapat juga diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang telah
ditentukan, asal saja diyakini ibu tersebut tidak hamil. Tidak dibenarkan melakukan hubungan
seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain untuk 7 hari saja
(Saefuddin, 2009).
11. Instruksi Untuk Klien (menurut Hanafi Hartanti 2014)
a. Klien harus kembali ke dokter/klinik untuk mendapatkan suntikan kembali setiap 4 minggu
b. Bila tidak haid lebih dari 2 bulan, klien harus kembali ke dokter/klinik untuk memastikan hamil
atau tidak
c. Jelaskan efek samping tersering yang didapat pada penyuntikandan apa yang harus dilakukan
bila hal tersebut terjadi. Bila klien mengeluh mual, sakit kepala, atau nyeri payudara, serta
perdarahan, informasikan kalau keluhan tersebut sering ditemukan, dan biasanya akan hilang
pada suntikan ke-2 atau ke-3
d. Apabila klien sedang menggunakan obat-obat tuberculosis atau obat epilepsy, obat-obat
tersebut dapat mengganggu efektivitas kontrasepsi yang sedang digunakan.
BAB II
12. Tanda-tanda yang Harus Diwaspasdai pada Penggunaan Suntikan Kombinasi (Menurut Hanafi
dan Hartanti, 2014)
a. Nyeri dada hebat atau napas pendek. Kemungkinan adanya bekuan darah di paru atau
serangan jantung
b. Sakit kepala hebat, atau gangguan penglihatan. Kemungkinan terjadi stroke, hipertensi, atau
migraine
c. Nyeri tungkai hebat. Kemungkinan telah terjadi sumbatan pembuluh darah pada tungkai
d. Tidak terjadi perdarahan atau spotting selama 7 hari sebelum suntikan berikutnya,
kemungkinan terjadi kehamilan.
C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
BAB II
Dokumentasi asuhan kebidanan adalah suatu pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap
keadaan/kejadian yang dilihat dalam pelaksanaan asuhan kebidanan (proses asuhan kebidanan) dengan
menggunakan SOAP menurut Yuliati (2010), yaitu :
1. Subjektif (S)
Data informasi Subjektif (mencatat hasil anamnesa yang dikatakan, disamaikan, dan yang dikeluhkan
oleh klien)
2. Objektif (O)
Data informasi Objektif (hasil pemeriksaan, observasi) dan hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium)
3. Analisa (A)
Mencatat hasil Analisa (Diagnosa dan masalah kebidanan)
4. Penatalaksanaan (P)
Mencatat seluruh penatalaksanaan yang digunakan (tindakan antisiasi, tindakan segera, tindakan rutin,
penyuluhan, support,kolaborasi, rujukan dan evaluasi/follow up)
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN, U. (2013). Rencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana 2014-2015. Kemenkes RI. Jakarta.
Hartanto, Hanafi.2014. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Manuaba, Ida Bagus Gede.2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : ECG
Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – BP
Saifuddin, 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBP
________.2009. Buku Acuan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi. Jakarta
Setyaningrum, A. 2008. Hubungan Lama Pemakaian Depo Medroksi Progesterone Asetat dengan Gangguan Menstruasi di Perumahan
Petragriya Indah Purwodadi Tahun 2008. Berita Ilmu Keperawatan. Vol. 1. No. 4 hal. 151–156.
Sulistyawati, A. (2011). Pelayanan keluarga berencana. Jakarta: Salemba Medika.
Magas, M. M., Kundre, R., & Masi, G. (2016). Perbedaan Siklus Menstruasi Ibu Pengguna Kontrasepsi Suntik Cyclofem Dengan Depo
Medroxy Progesterone Asetat Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontang Utara 1. Jurnal Keperawatan, 4(1).
Murniasih, S., & Aprilina, H. D. (2019). Deskripsi Siklus Menstruasi Pada Wanita Usia Subur dengan Akseptor KB Suntik, 6(1), 28–35.
Putri, Y. (2019). Ketidakteraturan Siklus Haid, Berat Badan Dan Flour Albus Terhadap Akseptor Depoprogesteron Untuk Melanjutkan
Suntik. Journal of Midwifery, 7(1), 40–51.
Qomariah, S. (2018). Analisis Penggunaan Kontrasepsi Suntik terhadap Gangguan Menstruasi. Jurnal Asuhan Ibu Dan Anak, 3(1), 11–17.
Riyanti, E., Nurlaila, & Ningsih, T. . (2015). Gambaran Pemakaian dan Kepatuhan Jadwal Penyuntikan Ulang Kontrasepsi Suntik. Jurnal
Ilmiah Kesehatan KeperawatanKeperawatan, 11(1), 40–49.
Setyorini, C. (2016). Studi Deskriptif Gangguan Haid Pada Akseptor KB Suntik Di BPM Dyah Sugiyanto Gonilan Sukoharjo. Jurnal
Kesehatan, 2(1), 85–95.
Yuliati, I. (2010). Catatan dan Dokumentasi Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Sagung Seto.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai