Anda di halaman 1dari 72

Upaya Pencegahan dan Pengendalian DM pada

Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular


di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

dr. Puspita Sari, M.Biomed


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
Masalah Pengendalian DM di Indonesia

• Prevalensi tinggi
• Diagnosis yang sulit
• Komplikasi tinggi
• Biaya pengobatan tinggi
Classification of DM
Prevalence 1. Type 1
• Autoimmune beta-cell
destruction  absolute
2
insulin deficiency
3 5
Type 1 2. Type 2
Type 2
Gestational • Progressive loss of beta-
Others cell insulin secretion 
insulin resistance and
relative insulin deficiency
90
3. Gestational Diabetes
4. Others
American Diabetes Association (2019)
Epidemiology of DM
Epidemiology of DM

RISKESDAS 2018 prevalensi DM 8,5% atau sekitar 20,4 juta orang


Epidemiology of DM
Epidemiology of DM
Faktor Risiko DM tipe 2
• Ras/etnik
• Riwayat keluarga
• Umur
• Riwayat melahirkan bayi dengan
berat > 4000 gram
• Riwayat berat badan lahir rendah
(<2,5 kg)

Faktor lain terkait resiko DM tipe 2:


• PCOS
• TGT
• Riwayat Stroke, Penyakit Jantung Koroner
Tahapan DM tipe 2 dan fungsi sel beta
pankreas
Upaya pengendalian prevalensi yang tinggi

• Semua wanita hamil yang tidak diketahui memiliki diabetes,


harus diskrining untuk DMG pada usia kehamilan 24-28
minggu
• Pada wanita dengan risiko tinggi untuk mengalami DMG
perlu diberikan konseling gizi tentang pola makan sehat dan
pencegahan pertambahan berat badan yang berlebihan,
sekurang-kurangnya pada 15 minggu kehamilan.
• Kriteria yang digunakan adalah:
– Glukosa darah puasa ≥ 92 mg/dL, atau
– Glukosa darah setelah 1 jam ≥ 180 mg/dL
– Glukosa darah setelah 2 jam ≥ 153 mg/dL
Diagnosis

Fasting plasma glucose (FPG) ≥ 2 hour plasma glucose during


HbA1C ≥ 6.5% (48 mmol/mol)
126 mg/dL (7.0 mmol/L) 75-g OGTT ≥ 200 mg/dL (11.1
mmol/L)

American Diabetes Association (2019)

Patient with classic symptoms of hyperglycemia or hyperglycemic crisis  random plasma glucose
> 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
HbA1 chart

FPG, 2-h PG during 75-g OGTT and A1C are equally


appropriate for diagnostic testing

https://www.diabetes.co.uk
Masalah Diagnosis
• Pasien hanya periksa glukosa darah sewaktu
(tidak puasa)
• Pemeriksaan HbA1c belum ada di FKTP
Upaya mengatasi masalah diagnosis
• Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
jangan diabaikan
• Menggunakan alat HbA1c yang lebih murah
tapi tetap terstandar NGSP
Pathophysiology
Pathophysiology of Type 2 Diabetes
Diabetes
Obesity
• De Fronzo listed 8
Insulin resistance players in the diabetic
+ orchestra
Genetic Environmental• (ominous octet):
factors Metabolic Syndrome factors – Beta-cell of pancreas
+ – Alpha cell of
pancreas
Beta cells – Liver
dysfunction – Adipose tissue
– Skeletal muscle
– Brain
– Kidney
Type 2 diabetes – Gastrointestinal
“hyperglycemia” tract
Current HbA1c Recommendations
PERKENI Recommendations (2015)
MAJORITY OF T2DM PATIENTS IN ASIA 18

PACIFIC FAIL TO ACHIEVE GLYCAEMIC


CONTROL (HBA1C <7.0%)
Australia Thailand Singapore India Indonesia
(St Vincent’s1) (Diab Registry2) (Diabcare3) (DEDICOM4) (Diabcare5)


30.0% 30.2% 33.0% 37.8% 32.1%
37.8
70.0% 69.8% 67.0% 62.2% 62.2 67.9%

Hong Kong China S. Korea Malaysia


(Diab Registry ) 6
(Diabcare ) 7
(KNHANES ) 8
(DiabCare9)
HbA1c at or below
39.7% 22.0% target
41.1% 43.5% HbA1c above target
60.3% 58.9% 56.5% 78.0%

HbA1c, glycated haemoglobin; T2DM, type 2 diabetes mellitus

1. Bryant W, et al. MJA. 2006;185:305–9. 2. Kosachunhanun N, et al. J Med Assoc Thai. 2006;89:S66–71. 3. Lee WRW, et al. Singapore
Med J. 2001;42:501–7. 4. Nagpal J & Bhartia A. Diabetes Care. 2006;29:2341–8. 5. Soewondo P, et al. Med J Indoes. 2010;19:235–44. 6.
Tong PCY, et al. Diabetes Res Clin Pract. 2008;82:346–52. 7. Pan C, et al. Curr Med Res Opin. 2009;25:39–45. 8. Choi YJ, et al. Diabetes
Care. 2009;32:2016–20. 9. Mafauzy M, et al. Med J Malaysia. 2011;66:175–81.
DM tipe 2 and Insulin Resistance
Sel  normal Sel  Abnormal

Hiperinsulinemia Respons Insulin


kompensasi Inadekuat

Sindrom Resistensi DMT2


Isulin

Retinopati
Hipertensi Dislipidemia CVD Neuropati
Obesitas Nephropati
UK Prospective Diabetes Study [UKPDS 33] Group, 1998
Komplikasi DM
• Komplikasi akut :
− Hipoglikemia; kadar gula darah terlalu rendah (<60
mg/dl)
− Koma ketoasidosis; akibat kadar gula darah terlalu
tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda dan gejala
asidosis
− SHH (Status Hiperglikemik Hiperosmolar); akibat
kadar gula sangat tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa
adanya tanda dan gejala asidosis
Komplikasi DM
MIKROangiopati MAKROangiopati
Retinopati
Diabetikum Stroke
2-4 kali meningkat
Penyebab utama mortalitas
Kebutaan pada kardiovaskular dan
dewasa1,2 stroke5
Nefrropati
Penyakit
Diabetikum
Kardiovaskular
Penyebab 8/10 pasien dengan
utama diabetes meninggal
end-stage akibat kejadian
renal disease3,4 kardiovaskular6
Neuropati
Diabetikum
Menyebabkan Peripheral Arterial
amputasi tungkai Disease
bawah
1
UK Prospective Diabetes Study Group. Diabetes Res 1990; 13:1–11. 2Fong DS, et al. Diabetes Care 2003; 26 (Suppl. 1):S99–S102. 3The Hypertension in Diabetes
Study Group. J Hypertens 1993; 11:309–317. 4Molitch ME, et al. Diabetes Care 2003; 26 (Suppl. 1):S94–S98. 5Kannel WB, et al. Am Heart J 1990; 120:672–676.
6
Gray RP & Yudkin JS. Cardiovascular disease in diabetes mellitus. In Textbook of Diabetes 2nd Edition, 1997. Blackwell Sciences. 7King’s Fund. Counting the cost.
The real impact of non-insulin dependent diabetes. London: British Diabetic Association, 1996. 8Mayfield JA, et al. Diabetes Care 2003; 26 (Suppl. 1):S78–S79.
Kontrol Glikemik yang Ketat dapat
menurunkan Komplikasi
Ekstrapolasi epidemiologis menunjukkan manfaat dari
penurunan rata-rata HbA1c 1%
21% Kematian terkait
Diabetes*
Komplikasi
37% mikrovaskular spt.
HbA1c Penyakit ginjal dan
kebutaan *
1% 14% Serangan
jantung*
Amputasi atau
43% penyakit pembuluh
darah tepi yang fatal *
* p<0.0001
** p=0.035 Stroke **
12%
Stratton IM et al. UKPDS 35. BMJ 2000; 321: 405–412
Komplikasi Kronik di Indonesia
Retinopathy
Neuropathy
Proteinuria
Dialysis
Foot ulcer
Amputation
Angina
Myocard infarc
Heart failure
Stroke
Peripheral VD

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

OGLD Insulin plus Diet/Exercise


Soewondo P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in Indonesia: Results from the International
Diabetes Management Practice Study (IDMPS). J Indon Med Assoc. 2011:61 (12): 474-81

Komplikasi kronis pada umumnya berupa komplikasi mikrovaskular


DiabCare Indonesia 2016
Chronic Complication Profile
100%
90%
80%
70% 59,1%
60%
50%
40% 29,1% 32,4%
30% 22,8%
20% 14,5% 12,4%
10%
0%
s s s s y n
n n n n th tio
atio atio atio atio pa nc
o
p lic p lic p lic p lic ur sf
u
m m m m n e y
o o o o l d
c ra e
rc alc e tc e ctil
la n ey oo h
re
scu re d d
f
erip E
a d de de P
ov de r
or
r d i or eco c
c r re
ca re ny
d ny A ny
de A A
cor
re
ny
A

n = 1967
Peripheral neuropathy, erectile dysfunction, eye complications, and cardiovascular complications
were most common.
Penyebab kematian pada pasien DM
Upaya pengendalian komplikasi yang tinggi

• Mengatasi Clinical inertia


– Dokter
– Pasien
– Pengelola
Clinical Inertia
• Inertia = tendency of physical matters to remain
unchanged.

• Inertia in medical context = “resistance to


change in a timely manner in people whose
health is likely to improve with intensification.”

• One cause of glycaemic control failure in type 2


DM.

Reach G. Clinical inertia: a critique of medical reason. Springer International Publishing: Switzerland; 2015.
Clinical Inertia in Type 2 DM

Strain WD, et al. Diabetes Research and Clinical Practice. 2014; 105: 302-12.
Risk Factor of Clinical Inertia

*Thematic vagabonding: goals continually shift over time, so that decisions are never consistent and final goal states are
never achieved.
Connor PJ, Hillen JM, Johnson PE, Rush WA, Blitz G. Clinical inertia and outpatient medical errors. Advances in Patient Safety: Vol 2.p.293-308.
Risk Factors for Clinical Inertia in Healthcare Providers:
Adherence to Guideline

Reach G. Clinical inertia: a critique of medical reason. Springer International Publishing: Switzerland; 2015.
PERKENI Recommendations (2015)
Conservative vs Proactive Management
OAD OAD OAD + multiple
Diet
monotherapy OAD combination daily insulin
10 monotherapy OAD + injections
uptitration basal insulin
Conservative
9

HbA1c (%)
management
(traditional stepwise
approach) 8

6 Diet
10 OAD monotherapy
OAD +
9 multiple
HbA1c (%)

Proactive OAD OADs OAD + basal daily insulin


combinations uptitration insulin injections
management 8
(early combination
approach)
7

6
Duration of diabetes
HbA1c, glycated haemoglobin; OAD, oral anti-diabetic agent.

1. Del Prato S, et al. Int J Clin Pract. 2005;59;1345–55. 2. Campbell IW, et al. Br J Cardiol. 2000;7:625–31.
PROFIL OBAT ANTIHIPERGLIKEMIA
ORAL YANG TERSEDIA DI
INDONESIA
FARMAKOKINETIK INSULIN
EKSOGEN BERDASARKAN WAKTU
KERJA
FARMAKOKINETIK INSULIN
EKSOGEN BERDASARKAN WAKTU
KERJA
Upaya pembiayaan terapi yang tinggi

• Menyediakan obat dengan mutu yang baik


dan harga yang terjangkau
5 PILAR PENGELOLAAN DIABETES MELITUS SESUAI
STANDAR

Diet
Management

Oral Anti
Diabetic And or Physical Activity
Insulin Injection

Monitoring Education
EDUKASI

Meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam mengelola DM.


Sasarannya :
• Pasien DM
• Keluarga pasien (ayah, ibu, kakek, nenek, anak atau keluarga lain yang tinggal serumah)
• Masyarakat yang berisiko.

Tahapan Edukasi:
1. Edukasi Tingkat Pertama
Diberikan kepada masyarakat umum, baik penyandang/non penyandang DM:
• Pengertian diabetes melitus
• Penatalaksanaan DM secara umum
• Pengaturan pola makan
• bentuk aktivitas fisik yang dianjurkan
• Obat-obatan untuk mengendalikan kadar glukosa darah
• Pemantauan glukosa darah
• Pengelolaan faktor risiko tingkat individu, kelompok dan masyarakat.
2.Edukasi Tingkat Lanjut
Edukasi ini diberikan khusus kepada penyandang DM :
• Komplikasi akut
• Komplikasi kronis
• DM dengan penyakit penyerta
• Pencegahan kaki diabetes
• DM di bulan ramadan
Bentuknya

1. Penyuluhan
ceramah, seminar, workshop, penyiaran radio,
penyiaran televisi, penyampaian pesan pada poster,
lembar balik, leaflet dan sebagainya

2. Konseling
Individual atau kelompok

3. Pelatihan
Penguatan kapasitas pencegahan dan pengendalian
DM bagi para kader kesehatan/ pekerja sosial/ relawan/
tokoh penggerak masyarakat sebagai upaya
peningkatan kemandirian masyarakat
SDM TERLATIH
 Dokter umum
 Tenaga perawat kesehatan, bidan, tenaga gizi, tenaga penyuluh
kesehatan atau petugas kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan
kesehatan yang telah mengikuti pelatihan pengelolaan DM.

Media komunikasi/Alat peraga:


 Menarik dan dapat menggunakan metode yang bersifat
menghibur seperti permainan maupun simulasi.
 Gunakan media yang lebih besar agar mudah dibaca seperti
flipchart, poster, atau standing banner.
 Jika penyuluhan kelompok dilakukan di ruangan tertentu dapat
menggunakan laptop, LCD Projector dan layarnya untuk
menayangkan gambar-gambar bahkan film.
 Selain Fasyankes dapat juga dilaksanakan melalui kunjungan
rumah bagi penyandang diabetes yang memiliki masalah
kesehatan yang cukup berat, sebagai upaya supervisi, bimbingan
dan konseling keluarga.
TERAPI NUTRISI

• Terapi nutrisi dilakukan dengan melakukan penilaian rutin terhadap


kebutuhan kalori yang dibutuhkan dikaitkan dengan pengaturan pola
makan, meliputi kandungan, kuantitas dan pengaturan waktu asupan
makan. Target kegiatan ini berupa penurunan berat badan sehingga berat
badan ideal dan kendali gula darah dapat tercapai, yaitu dengan mengukur
tinggi badan, berat badan dan distribusi lemak tubuh Setiap kali kunjungan.
Pedoman Pemberian Makan

3 J (Jadwal, Jumlah, Jenis)


1. Jadwal : 3 x makan utama
2 – 3 x makanan selingan
2. Jumlah : Volume, bahan makanan sehari,
kandungan zat gizi  sesuai
anjuran
3. Jenis : bervariasi, memilih makanan
nutritious dan healthy
Gula & makanan yang mengandung
gula murni (Hindari/Batasi)

46
Tepung & makanan yang terbuat dari
tepung-tepungan (HINDARI / BATASI)
GULA ???
Minyak / makanan yang mengandung lemak
tinggi (HINDARI / BATASI)
Makanan Rendah Kalori (DIANJURKAN)

50
TERAPI AKTIVITAS FISIK
• Penilaian aktivitas fisik dilakukan paling sedikit setiap tiga bulan
sekali untuk merencanakan latihan fisik yang sesuai dengan
kemampuan tubuh. Rencana latihan fisik berupa
penggabungan aktivitas fisik yang dilakukan saat ini dengan
tingkat latihan fisik sampai batas toleransi. Dianjurkan 150
menit/ minggu (durasi 30-45 menit dengan interval 3-5 kali/
minggu) dengan aktivitas fisik aerobik intensitas sedang (50-
70% maximum heart rate). Kegiatan ini dilakukan dengan
memperhatikan kemungkinan komplikasi diabetes melitus yang
dapat timbul selama berjalan. Target dari kegiatan ini berupa
kepatuhan para penyandang diabetes melitus untuk melakukan
latihan fisik secara teratur sehingga berat badan ideal dan
kendali gula darah dapat tercapai.
Keuntungan Latihan Fisik utk Pasien Diabetes:
• Menurunkan faktor risiko kardiovaskular

• Meningkatkan peran diet penurunan berat badan

• Memperbaiki kendali Glukosa Darah

• Menurunkan penggunaan / kebutuhan akan OAD atau


insulin

• Menambah kebugaran, memperbaiki kualitas hidup

KV= Kardiovascular, BG=blood glucose, OAD=oral anti-diabetic,

Horton ES. Exercise. Therapy for Diabetes Mellitus and Related Disorders. In: Medical Management of Type 2 Diabetes.
7th Edition. American Diabetes Association, 2012.
PEMANTAUAN KEBERHASILAN PENGOBATAN

• Keberhasilan pengelolaan diabetes melitus dinilai dari kadar


Hb1Ac secara berkala dan harus diperiksakan pada fasilitas
yang memiliki peralatan HbA1c yang terstandar NGSP. (Anggota
JKN)
• Pemeriksaan Kadar Gula Darah (Minimal setiap bulan)
PENATALAKSANAAN DM DALAM JKN

Skrining Preventif Primer Klasifikasi kelompok Risiko tinggi

Sehat/Risiko rendah Risiko Tinggi

Perilaku hidup sehat Skrining Preventif Klasifikasi kelompok


(edukasi, olahraga) Sekunder diagnosa medis

High Risk but Diagnosa penyakit


Un-diagnosed as Chronic kronis

Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder & Tersier


• Gaya hidup sehat (Disease Management Program
• Konseling pada Faskes primer  PROLANIS  PPDM - PPHT

Peserta BPJSK: Peningkatan benefit (Promotif & Preventif), Peningkatan kualitas kesehatan
Paparan Resmi PT Askes (Persero) BPJS Kesehatan: Pengelompokan & pencegahan risiko sakit dan strategi pengendalian biaya www.ptaskes.com
Program rujuk balik

Permenkes No 59 Tahun 2014


Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis:
1. Diabetes mellitus Optimalisasi peran Dokter
2. Hipertensi Layanan Primer sebagai
3. Jantung Gatekeeper sekaligus Manager
4. Asma Kesehatan bagi Peserta
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
6. Epilepsy
7. Gangguan kesehatan jiwa
8. Stroke, dan
Transfer Of Knowledge dari
9. Sindroma Lupus Eritematosus (SLE) Dokter Spesialis /Sub Spesialis ke
10. Penyakit kronis lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan Dokter Layanan Primer
bersama Organisasi Profesi
wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan
stabil, disertai dengan surat keterangan rujuk balik yang
dibuat dokter spesialis/sub spesialis.
Meningkatkan efektifitas
pelayanan kesehatan bagi
peserta penderita penyakit
kronis
Konsep Penyediaan Obat DM dalam JKN

Dalam Kondisi tertentu Dokter FKTP


dapat melakukan Penyesuaian Dosis
Insulin hingga 20 IU/hari

56
PERATURAN PENDUKUNG KEBIJAKAN
• Permenkes 71/2015 tentang penanggulangan PTM
• INPRES NO 1 TAHUN 2017 TENTANG GERMAS
• PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN
KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN
KESEHATAN
• PERMENDAGRI 18/2016, PERMENKES 4/2019 Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada SPM Kesehatan
1.Pelayanan Kesehatan Pada Usia Produktif
2.Pelayanan Kesehatan Penderita Hipertensi
3.Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus

T2DM: disease with complexes in pathogenesis, clinical appearances, co-


morbidities, complications, and managements
PRINSIP PENATALAKSANAAN DM
SESUAI STANDAR (1)
• Penatalaksanaan dm sesuai standar adalah upaya prevensi sekunder untuk mencegah
terjadinya komplikasi, disabilitas, kematian dini dan peningkatan pembiayaan
kesehatan.
• Penatalaksanaan standar sesuai pedoman praktek klinis (PPK) DM
• Percepatan penemuan dini kasus DM melalui posbindu PTM dan Pandu PTM
• Rujukan dan penatalaksanaan DM sesuai standar di fktp (5 pilar)
• DM tanpa komplikasi  tuntas dilakukan penatalaksanaan di FKTP (masuk Prolanis
dan memperoleh akses pengobatan kronis 30 hari non kapitasi)
• DM dengan komplikasi  rujuk ke FKTL sampai stabil dan rujuk balik
PRINSIP PENATALAKSANAAN DM SESUAI
STANDAR (2)

PEMANTAUAN KEBERHASILAN PENATALAKSANAAN DM DENGAN HbA1C (2x pemeriksaan non


kapitasi sesuai permenkes 52/2016)
 HbA1C yang dipakai harus memenuhi standar NGSP dan IFCC serta diutamakan terdaftar di E-
Katalog
 Mekanisme bisa melalui kerjasama dengan laboratorium, atau kerjasana operasional (KSO), atau
pemeriksaan HbA1C pada bulan-bulan tertentu misalnya bulan Mei dan November
HASIL PEMANTAUAN KEBERHASILAN PENATALAKSANAAN DM DENGAN HbA1C dipergunakan oleh
Dinas Kesehatan untuk melakukan langkah intervensi dan tindak lanjut:
 Masalah di pasien  mengembangkan program care support/pendamping
 Masalah di Provider  penguatan kapasitas melalui mentoring
 Masalah terkait sistem dan supply chain  dilakukankoordinasi dan penguatan
EKSTRAPOLASI EPIDEMIOLOGIS MENUNJUKKAN MANFAAT DARI
PENURUNAN RATA-RATA HbA1C 1%

 21% Kematian terkait diabetes*


 37% Komplikasi mikrovaskular seperti penyakit ginjal dan kebutaan
*
 14% Serangan jantung*
 43% Amputasi atau penyakit pembuluh darah tepi yang fatal
 12% Stroke **

*p<0,0001, **p=0,035
Stratton IM et al, UKPDS 35, BMJ2000, 321: 405-412
RUJUK BALIK

 Pelayanan obat program rujuk balik diberikan untuk penyakit kronis meliputi
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), epilepsi, gangguan kesehatan jiwa kronik, stroke,
dan Sindroma Lupus Eritematosus (SLE)
 Pelayanan obat program rujuk balik : MENGGUNAKAN OBAT RUJUK BALIK
YANG TERCANTUM DI FORNAS, diberikan oleh ruang farmasi, apotek atau
instalasi farmasi klinik pratama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
 Harga obat program rujuk balik yang ditagihkan kepada BPJS Kesehatan
mengacu pada harga dasar obat sesuai e- Catalogue ditambah biaya
pelayanan kefarmasian.
PEMERIKSAAN PENUNJANG RUJUK BALIK

a. Pemeriksaan gula darah sewaktu;


b. Pemeriksaan gula darah puasa (GDP) 1 BULAN 1X
c. Pemeriksaan gula darah Post Prandial (GDPP) 1 BULAN 1X
d. Pemeriksaan HbA1c  3 -6 BULAN 1X
e. Pemeriksaan kimia darah  2X DALAM 1 TAHUN

TARIF a – c : 10 – 20 ribu/kali periksa


TARIF d : 160 – 200 ribu/kali periksa
(note: harga dipasaran sekitar rp. 75.000-rp. 100.000)
TARIF e : 30 – 120 ribu tentang jenis pemeriksaan
kimia darah
Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik,
01 yang menempati urutan ke-3 tertinggi di Indonesia

DM memiliki faktor resiko yang dapat diubah dan


02 tidak bisa di ubah

03 DM dapat dicegah dengan upaya Preventif dan


Promotif  CERDIK

Deteksi DINI DM dapat dilakukan melalui


04 pemeriksaan gula darah sederhana
PENGELOLAAN OBESITAS

64
KEBIJAKAN PENGENDALIAN OBESITAS Program
Indonesia
Peningkatan upaya promotif dan preventif Sehat
dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif.
Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
melalui penyelenggaraan Posbindu PTM. Advokasi,
Penguatan sistim
Kemitraan, kesehatan untuk
Peningkatan peran multidisiplin dan lintas Kepimpinan diagnosis dini dan
tatalaksana
sektoral melalui mekanisme kemitraan dan dan obesitas
Manajemen
jejaring kerja
Penguatan peran pemerintah khususnya
pemerintah daerah sesuai dengan kearifan Penguatan Riset,
lokal/karakteristik setempat dalam semangat Promosi
Kesehatan dan
Surveilans dan
Monev program
otonomi daerah. Penurunan Faktor
pengendalian
Risiko
Pendekatan berjenjang dari masyarakat obesitas

hingga ke pelayanan kesehatan tersier


dengan rujuk balik (continuum of care )
dengan pendekatan berdasar siklus
kehidupan. STRATEGI
Dukungan ketersediaan infrastruktur pelayanan
kesehatan yang memadai dengan kendali mutu
dengan tenaga kesehatan yang profesional pada
setiap tatanan.
STRATEGI PENGENDALIAN OBESITAS

1. Terintegrasi di program-program sekolah (Usia Dini)


2. Pembudayaan pola makan sehat dan seimbang
3. Meningkatkan pola konsumsi makanan olahan rumah dibanding cepat saji dan
kemasan
3. Penguatan kebijakan untuk menjamin akses terhadap makanan sehat yang
terjamin mutunya dan terjangkau
4. Pencegahan dan pengendalian PTM terintegrasi melalui sistem pelayanan
kesehatan dasar
5. Pendidikan kesehatan termasuk mass-media untuk meningkatkan perhatian
dan norma perubahan sosial tentang obesitas
6. Pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan multisetting dan multisektor
KEGIATAN PENGENDALIAN
OBESITAS
• Promosi Kesehatan Peningkatkan pola makan sehat dan rendah gula, garam,
lemak guna mencegah faktor risiko PTM
• Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik
untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular ; Fokus Implementasi pada upaya
promosi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman serta aktivitas fisik
yang baik, benar, terukur dan teratur yang dilakukan setiap individu dalam
konteks promotif dan preventif PTM.
• Pelaksanaan CERDIK Di Sekolah
• Kolaborasi dan penguatan berbagai upaya pengendalian Obesitas yang ada
dimasyarakat
PENCEGAHAN DIABETES MELITUS DAN OBESITAS
DETEKSI DINI DIABETES MELITUS DAN OBESITAS

CEK KADAR
GULA DARAH

INDEKS
CEK LINGKAR MASSA
PERUT TUBUH (IMT)
KRITERIA PENGENDALIAN DM DAN
OBESITAS

FAKTOR BAIK BURUK


RISIKO
Gula Darah Puasa < 126 > 126
Gula Darah 2 Jam PP < 200 > 200
Gula Darah Sewaktu < 200 > 200
Kolesterol Darah Total < 200 > 200
Tekanan Darah < 140/90 > 140/90
Indeks Masa Tubuh (IMT) < 25 > 25
Lingkar Perut P < 90 cm W < 80cm P > 90 cm > 80 cm
Gambar 2.4 Carta
Obesitas

Anda mungkin juga menyukai