Anda di halaman 1dari 98

Deteksi Dini

Komplikasi dan
Penyulit pada
Kehamilan

Fathia Rizki
Hiperemesis
Gravidarum
Definisi
• Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu
pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi
buruk karena terjadi dehidrasi. Hiperemesis gravidarum
adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan
sehari- hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk.
Etiologi
Hal-hal yang menjadi penyebab hiperemesis gravidarum
antara lain:
• Sering terjadi pada primigravida, molahidatidosa, dan
kehamilan ibu akibat peningkatan kadar HCG.
• Faktor organik, karena masuknya vili khoriales dalam
sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
• Faktor psikologis: keretakan rumah tangga, kehilangan
pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
• Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes, dan
sebagainya.
Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang
biasa terjadi pada trimester I. Bila perasaan terjadi terus-menerus dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik
dan aseton darah.

Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan


plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah
ke jaringan berkurang. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat
terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma
mollary-weiss).
Manifestasi Klinis

a. Tingkatan I (ringan)
• Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi
keadaan umum penderita
• Ibu merasa lemah
• Nafsu makan tidak ada
• Berat badan menurun
• Merasa nyeri pada epigastrium
• Nadi meningkat sekitar 100 per menit
• Tekanan darah menurun
• Turgor kulit berkurang
• Lidah mengering
• Mata cekung
b. Tingkatan II (sedang)
• Penderita tampak lebih lemah dan apatis
• Turgor kulit mulai jelek
• Lidah mengering dan tampak kotor
• Nadi kecil dan cepat
• Suhu badan naik (dehidrasi)
• Mata mulai ikterik
• Berat badan turun dan mata cekung
• Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan
konstipasi
• Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi
asetonuria
c. Tingkatan III (berat)
• Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma)
• Dehidrasi hebat
• Nadi kecil, cepat dan halus
• Suhu badan meningkat dan tensi turun
• terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal
dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus,
diplopia dan penurunan mental
• Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hat
Pemeriksaan Diagnostik

• a) USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji


usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi
abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
• b) Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
• c) Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.
Penatalaksanaan
• 1) Tata laksana Awal
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap
dirumah sakit dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium
klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan
per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetikjika
dibutuhkan.
• 2) Pengaturan Diet
Untuk pasien hiperemesis gravidarum tingkat III, diberikan
diet hiperemesis I. makanan yang diberikan berupa roti
kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet hiperemesis
kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C.
Komplikasi

• Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum


yang berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika
terus berlanjut, pasien dapat mengalami syok. Dehidrasi
yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh kembang
janin.
• Selain dehidrasi , akibat lain muntah yang persisten adalah
gangguan keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar
natrium, klor dan kalium, sehingga terjadi keadaan alkalosis
metabolic hipokloremik disertai hiponatremia dan
hipokalemia.
LAPORAN KASUS

• Pengumpulan Data
• Nama : Ny. DF
• Umur : 32 Tahun
• Suku bangsa : Jawa
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMA-sederajat
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Alamat : Jln. Batu ojo pasir tuntung, Kota Pinang

• Nama Suami : Tn. IA
• Umur : 32 Tahun
• Suku bangsa : Batak Mandailing
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMA-sederajat
• Pekerjaan : Wirausaha
• Alamat : Jln. Bakti Luhur gg dame no 7 Medan
Anamnese (Data Subjektif)

• Pada tanggal : 12 November 2017 Pukul : 13:25 wib


• Alasan masuk RS : Klien datang kerumah sakit karena mual-muntah berlebih
>10 x/hari dan lemas seharian (dalam kondisi hamil), yang dimuntahkan
adalah cairan dan sisa makanan,serta nafsu makan menurun, Klien datang
diantar oleh suami.
• Keluhan utama : mual-muntah, dehidrasi (dalam kondisi hamil), dan badan
lemas.
• Riwayat menstruasi : haid pertama pada usia 14 tahun, adanya nyeri saat
haid, banyaknya ganti balutan saat haid 3 kali/hari, Siklus haid teratur, sifat
darah merah gelap dan lamanya haid 4 hari.
• Riwayat kehamilan, persalinan, nifas G : 1 P: 0 A: 0
• Riwayat Kehamilan : HPHT riwayat haid terakhir yaitu tanggal 21
july 2017, tanggal tafsiran persalinan yaitu rumus neagele periode
april-desember (21+7) (7-3) (2017+1) = 28 april 2018. Keluhan yang
dirasakan yaitu mual dan muntah dan badan terasa lemas seharian,
pergerakan janin belum terasa oleh ibu. Diet makanan ibu sehari-
hari yaitu makanan lunak yang mudah dicerna seperti bubur,nasi
yang lembek, pola eliminasi teratur BAB 1x/hari,BAK 4-5x/hari,
seksualitas baik. Dan belum melakukan imunisasi TT.
Pemeriksaan Fisik ( Data Objektif)

• BB = 60 kg, TB = 160 cm, LILA = 25 cm, Tanda-tanda vital TD = 110/ 70


mmhg, HR = 60 x/I, RR = 18 x/I dan Suhu = 360c.
• Kepala : bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, distribusi rambut
merata, warna rambut hitam.
• Wajah : bentuk wajah oval dan simetris, tidak ada keluahan pasien
terhadap wajah.
• Sclera mata : kelopak mata warna coklat, gerakan mata normal kanan dan
kiri, kongjungiva tidak anemis, lapang pandang baik.
• Abdomen :
• Leopold I yaitu umur kehamilan perkiraan dokter 16 – 18 minggu.
• Leopold II yaitu letak punggung janin dibagian kanan,
• Leopold III, yaitu bagian terbawah janin belum teraba karena usia
kehamilan yang masih muda.
• Leopold IV janin belum memasuki pintu atas panggul.
• Kontraksi uterus : belum ada kontraksi uterus, persentase bayi miring
kekanan, Djj 100x/I perkiraan tinggi badan janin 20-30 cm untuk usia
kehamilan 4-5 bulan.
• Diagnosa
• Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual
dan muntah yang berlebih serta intake cairan yang tidak adekuat ditandai
dengan turgor kulit buruk, dan mukosa mulut kering.
• Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah ditandai dengan nafsu makan menurun.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
kebutuhan aktivitas klien dibantu keluarga dan perawat.
FETAL DISTRESS
FETAL DISTRESS
Fetal distress adalah adanya suatu kelainan
pada fetus akibat gangguan oksigenasi dan
atau nutrisi yang dapat bersifat :
akut (prolaps tali pusat),
sub akut (kontraksi uterus terlalu kuat),
atau kronik (plasenta insufisiensi).

Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada


antepartum maupun intrapartum.
(Bisher and Mackay, 1986).
Suplai Oksigen
Fetal
• Placenta menerima 60% Cardiac
Output
• % Oksigen maternal secara signifikan
dikonsumsi oleh jaringan plasenta
Fetal Distress
Antepartum
Intrauterin
Fetal Distress
Intrapartum
Fetal Distress

Asfiksia
Ekstrauterin
Neonatorum
Faktor-Faktor Menyebabkan
Fetal Distress
Tanda dan Gejala Fetal Distress
Gejala : berkurangnya gerakan janin

Tanda-tanda gawat janin:4,5


• Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban
pada letak kepala
• Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
• Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas
dilakukan pemantauan menggunakan kardiotokografi
• Asidosis janin
• Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
•Cleveland. Fetal Distress. Cleveland: Department of Patient Education and Health Information. 2007.
•Hayley Willacy. Fetal Disress. UK: PatientPlus. 22 Juni 2007.
Terms and Condition
• The American College of Obstetricians and
Gynecologists menggunakan istilah
nonreassuring fetal heart rate
menggantikan fetal distress

• Fetal heart rate / DJJ merupakan salah satu


petanda yang cukup sensitif untuk sebelum
hipoksia terdeteksi
CTG
NST

CST
Eksterna

NST

CST

Interna
NST
• Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud menilai kesehatan
janin melalui hubungan perubahan denyut jantung janin
dengan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu.
• Menurut American Pregnancy Association, NST dilakukan
pada umur kehamilan lebih atau sama dengan 28 minggu.
Sebelum usia 28 minggu, janin belum cukup berkembang
untuk memberikan respons terhadap tes.

Persiapan uji tanpa beban:


• Ibu hamil telah makan 1- 2 jam sebelum prosedur dilakukan
• Ibu tidak sedang memakai obat-obatan sedativa
• Kandung kemih dikosongkan
• Informed consent
Prosedur NST
• Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler, 45o miring ke ke kiri
• Tekanan darah diukur tiap 10 menit
• Dipasang kardiotokografi
• Pada ibu diberikan tombol penanda yang harus ditekan apabila ibu
merasakan gerak janin
• Frekuensi denyut jantung janin dicatat selama 10 menit pertama untuk
mendapat data dasar denyut jantung janin
• Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20 menit
pertama didapatkan hasil non reaktif, lanjutkan pemantauan 20 menit lagi.
Pastikan bahwa tidak ada hal-hal yang mempengaruhi hasil pemantauan
apabila hasilnya tetap nonreaktif
• Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil NST
secara individual
CST
• Uji Beban Kontraksi (Contraction Stress Test/ CST) atau Uji
Dengan Oksitosin (Oxytocin Challenge Test/ OCT) adalah
pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan
kardiotokografi yang menilai perubahan denyut jantung janin
pada saat kontraksi rahim.

• Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk memantau kondisi


janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan,
menilai apakah janin sanggup mentolerir beban persalinan
normal serta menilai fungsi plasenta.
Prosedur CST
• Pasien ditidurkan secara semi Fowler dan miring kiri
• Tekanan darah diukur setiap 10 -15 menit, dicatat di kertas monitor
• Kardiotokografi dipasang
• Selama 10 menit pertama dicatat data dasar
• Pemberian tetes oksitosin untuk mengusahakan terbentuknya 3 kontraksi
rahim dalam 10 menit.

• Bila telah ada kontraksi uterus spontan tapi kontraksi < 3 kali/ 10 menit,
tetesan dimulai dengan 0.5 mU/ menit.
• Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai dengan 1 mU/ menit (20
tetes/ menit).
• Bila kontraksi yang diinginkan belum tercapai, setiap 15 menit tetesan
dinaikkan 5 tetes/ menit, sampai maksimal 60 tetes/ menit
Tetesan oksitosin dihentikan
bila:
• Lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit
• Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya >50-60
detik
• Kontraksi uterus hipertonus
• Deselerasi yang memanjang
• Terjadi deselerasi lambat yang terus-menerus
• Selama 1 jam pemantauan, hasilnya tetap mencurigakan
Pembacaan Hasil
NST CST
• FHR baseline • FHR baseline
• Variabilitas • Variabilitas
• Akselerasi • Akselerasi
• Deselerasi • Deselerasi
• Fetal Movement (FM) • HIS
FHR baseline

Hasil yang menunjukkan baseline rate normal


FHR baseline
Hasil yang
menunjukkan
adanya bradikardi

Hasil yang menunjukkan


adanya takikardia
Variabilitas
1. Tidak tampak adanya
variabilitas

2. Variabilitas minimal ≤ 5
denyut/ menit

3. Variabilitas moderat ( normal)


6-25 denyut/ menit

4. Bermakna, variabilitas ≥ 25
denyut/ menit

5. Pola sinusoidal
Akselerasi

Pada rekaman selama


20menit :
Minimal 15 bpm selama
minimal 15 detik

Dua akselerasi dalam 20


menit dianggap hasil
reaktif.
Deselerasi

 Deselerasi Awal “early deceleration”

Deselerasi Lambat
“late deceleration” 
Deselerasi Variabel
PEMBACAAN HASIL CTG
Kategori I : Pola DJJ normal
1. Frekuensi dasar normal : 110-160 dpm
2. Variabilitas DJJ normal : moderate (5-25 dpm)
3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel
4. Tidak ada atau ada deselerasi dini
5. Ada atau tidak ada akselerasi

Kategori II : Pola DJJ Ekuivokal


Frekuensi Dasar dan Variabilitas
1. Frekuensi dasar : Bradikardia (<110dpm) yang tidak disertai hilangnya variabilitas (absent variability)
2. Takikardia (>160 dpm)
3. Variabilitas minimal (1-5 dpm)
4. Tidak ada variabilitas tanpa disertai deselerasi berulang
5. Variabilitas >25 dpm (marked variability)
Perubahan Periodik
1. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi
2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau moderat
3. Deselerasi lama (prolonged deceleration) >2menit tetapi <10menit
4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat
5. Deselerasi variabel + gambaran lainnyakembalinya DJJ ke frekuensi dasar lambat atau overshoot
Kategori III : Pola DJJ Abnormal
Tidak ada variabilitas DJJ (absent FHR variability) disertai oleh :
1. Deselerasi lambat berulang
2. Deselerasi variabel berulang
3. Bradikardia
4. Pola Sinusoid (sinusoidal pattern)
Pencegahan Fetal Distress
• Electronic fetal heart rate monitoring (RS)
• Monitoring DJJ serial setiap 15 menit Kala I dan setiap 5
menit Kala II (PKM)
• Pada
– Penyakit Bumil: DM gestasional, hipertensi dan Asma
– Kelainan Kehamilan: multiple, serotinus, riw. SC
sebelumnya, IUGR, KPD, perdarahan TM3, persalinan
induksi/augmentasi, PE/E
– Psikososial: tidak rutin ANC, penggunaan rokok, alkohol
dan obat-obatan

Sweha A, Juovo J. Interpretation of the Electronic Fetal Heart Rate During Labor
Am Fam Physician. 1999 May 1;59(9):2487-2500.
Identitas Pasien
• Nama : Ny. S
• Usia : 40 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Sendangsari RT 02/03
Bener Purworejo
• Status : Menikah
• Tanggal masuk RS : 20 Oktober 2016
• Diagnosa masuk : Oligohidramnion,
Multigravida, hamil 40+4 minggu, BDP
Keluhan Utama

Pasien membawa surat ranap dari Poli


dengan hasil USG oligohidramnion
Riwayat Penyakit Sekarang
20-10-2016 S : G5P3A1 uk 40+4 minggu ranap dari Poli untuk kontrol kehamilan,
jam 13.00 kenceng2 (-), AK (-), LD (-), gerakan janin (+) dirasa aktif
O:
KU baik,CM Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, memanjang, preskep, puka,
TD 120/69mmHg, kep masuk PAP (-), his (-), DJJ (+) 130x/m
HR 84x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin, serviks tebal lunak, Ø (-)cm, selket s.d.n,
RR 16x/m, kep floating, LD (-), AK (-)
t 36,3c
Riwayat Obs :
HPMT: 31-12-201 I. 9 bulan th2000 spontan Bidan ♀, 3000gr, sehat
HPL: 16-10-2016 II. 9 bulan th2001 spontan Bidan ♂, 3800gr, meninggal
III. 9 bulan th2007 spontan Bidan ♂, 3800gr, sehat
Uk : 40+4 minggu IV. 3 bulan th2016 kuret Sp.OG AB
V. Hamil ini
Riw. ANC : rutin ANC di bidan 7x, USG 2x selama kehamilan
Riw. Menikah : 1x selama 17 tahun , usia ketika menikah 23 tahun
Riw. KB : Menggunakan KB Suntik 3 bulanan semenjak tahun 2007 hingga 2011
RPD : HT (-), DM (-), asma (-), penyakit jantung (-)
RPK : HT (-), DM (-), asma (-), penyakit jantung (-)
USG
Janin tunggal, DJJ (+), BPD 9,41cm, AC 31,25
cm, TBJ 2937gram, preskep, jenis kelamin laki-
laki, kelainan mayor (-), Placenta di fundus, AK
kurang.

NST (13.00) :
- FHR baseline 155kpm
- Variabilitas >5
- Akselerasi (+)
- Deselerasi (-)
- FM (+)
Kesan : kategori I

Diagnosis : Plan :
Oligohidramnion, multigravida, hamil aterm, -Induksi misoprostol 25mcg/po/6 jam tab I
BDP -Evaluasi 6 jam (19.00)
Jam 19.00 S : kenceng-kenceng (+) teratur, Diagnosis :
gerakan janin (+), LD (+), AK (-) Oligohidramnion, multigravida,
O: h.aterm, dp kala I fase laten, dalam
KU baik,CM Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, riwayat induksi misoprostol
TD memanjang, preskep, puka, 25mcg/po/6 jam tab I
120/69mmHg, his (+) 1-2x/10’/15’’/s, DJJ (+) 148x/m a/i oligohidramnion
HR 84x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin,
RR 16x/m, serviks tebal lunak, Ø terbuka 1 jari, selket (+), Plan :
t 36,3c kep ↓ H1, LD (+), AK (-) -Obs his dan DJJ
-Evaluasi 4 jam (23.00)

Jam 23.00 S : kenceng-kenceng (+) teratur, Diagnosis :


gerakan janin (+), LD (+), AK (+) rembes Oligohidramnion, multigravida,
h.aterm, dp kala I fase aktif, dalam
KU baik,CM O: riwayat induksi misoprostol
TD Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, 25mcg/po/6 jam tab I
120/69mmHg, memanjang, preskep, puka, a/i oligohidramnion
HR 84x/m, his (+) 1-2x/10’/15’’/s, DJJ (+) 127x/m
RR 16x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin, Plan :
t 36,3c serviks tipis lunak, Ø 4cm, selket (-), kep ↓ H1, -Monitor KU dan VS
LD (+), AK (+) -Obs his dan DJJ
-Evaluasi 4 jam (03.00)
21-10-2016 S : kenceng-kenceng (+) teratur, Diagnosis :
Jam 03.00 gerakan janin (+), LD (+), AK (+) Oligohidramnion, multigravida,
h.aterm, dp kala I fase aktif,
O: dalam riwayat induksi misoprostol
KU baik,CM Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, 25mcg/po/6 jam tab I
TD memanjang, preskep, puka, a/i oligohidramnion
120/69mmHg, his (+) 2x/10’/20’’/s, DJJ (+) 150x/m
HR 84x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin, Plan :
RR 16x/m, serviks tipis lunak, Ø 4cm, selket (-), -Monitor KU dan VS
t 36,3c kep ↓ H1, LD (+), AK (+) -Obs his dan DJJ
-Evaluasi 4 jam (07.00)

Jam 07.00 S : kenceng-kenceng (+) teratur, CTG : Diagnosis :


gerakan janin (+), LD (+), AK (+) CST reaktif Partus Tak Maju,Oligohidramnion,
Kategori I multigravida, h.aterm,
KU baik,CM O: riwayat induksi misoprostol
TD Abdomen : TFU 32cm, janin 25mcg/po/6 jam tab I
120/69mmHg, tunggal, memanjang, preskep, a/i oligohidramnion
HR 84x/m, puka, his (+) 2x/10’/20’’/s,
RR 16x/m, DJJ (+) 152x/m Plan :
t 36,3c PD : v/u tenang, dinding vagina -Stimulasi oxytocin 5iu/500ml RL
licin, serviks tipis lunak, Ø 4cm, mulai 8tpm s/d 20 tpm
selket (-), kep ↓ H1, LD (+), AK (+) -Obs his dan DJJ
-Evaluasi botol habis
21-10-2016 S : demam (+), Diagnosis :
Jam 14.00 kenceng-kenceng (+) teratur, Partus Tak Maju, Oligohidramnion, multigravida,
gerakan janin (+), LD (+), AK (+)h.aterm, riwayat induksi misoprostol
25mcg/po/6 jam tab I ai Oligohidramnion
O: dilanjutkan stimulasi oxytocin 5iu/500ml RL 20
Abdomen : TFU 32cm, tpm dipertahankan botol I a/i Partus Tak Maju,
KU baik,CM janin tunggal, memanjang, Observasi Febris h-1
TD 140/69mmHg, preskep, puka, his 2x/10’/20’’/s,
HR 82x/m, DJJ (+) 180x/m Plan :
RR 16x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina - Stimulasi dihentikan  ganti guyur 1000ml RL
t 38,9 c licin, serviks tipis lunak, Ø 8 cm, - Extra Pamol 500mg
selket (-), kep ↓ H1, LD (+),AK (+) - Cefadroxil 500mg/o/12j
- Obs his dan DJJ

CST :
- FHR baseline 180kpm
- Variabilitas <5
- Akselerasi (-)
- Deselerasi (+) tipe early
- His 3x/10’/170mvu
kategori II
S : demam (+), kenceng-kenceng (+) Diagnosis :
Jam 21.30 teratur, gerakan janin (+), LD (+), AK Partus Tak Maju, Oligohidramnion,
(+) multigravida, h.aterm, dalam riwayat
induksi misoprostol 25mcg/po/6 jam
O: tab I ai Oligohidramnion dilanjutkan
KU baik,CM Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, stimulasi oxytocin 5iu/500ml RL 20
TD 130/65mmHg, memanjang, preskep, puka, his (+) tpm dipertahankan botol I
HR 82x/m, 3x/10’/20’’/s, DJJ (+) 165x/m a/i Partus Tak Maju, Observasi Febris
RR 16x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin, h-1
t 37,8 c serviks tipis lunak, Ø 8cm, selket (-),
kep ↓ H2, LD (+), AK (+) Plan :
-Resusitasi  ulang CST

CST :
- FHR baseline 150 kpm
- Variabilitas <5
- Akselerasi (-)
- Deselerasi (+) early
- His 2x/10’/110 mvu

Kesan CST kategori II


22-10-2016 S : demam (+), kenceng-kenceng (+) Diagnosis :
teratur, gerakan janin (+), LD (+), AK (+) Fetal Distress,
Jam 00.30 Partus Tak Maju, Oligohidramnion,
O: multigravida, h.aterm, dalam riwayat
Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, induksi misoprostol 25mcg/po/6 jam tab I
KU baik,CM memanjang, preskep, puka, his (+) ai Oligohidramnion dilanjutkan stimulasi
TD 130/60mmHg, 3x/10’/20’’/s, DJJ (+) 142x/m oxytocin 5iu/500ml RL 20 tpm
HR 82x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin, dipertahankan botol I a/i Partus Tak
RR 16x/m, serviks tipis lunak, Ø 8cm, selket (-), Maju,Observasi Febris h-1
t 37,6 c kep ↓ H2, LD (+), AK (+)
Plan :
SC EMERGENCY

CST :
- FHR baseline 140 kpm
- Variabilitas >5
- Akselerasi (-)
- Deselerasi (+) tipe variabel
- His 2x/10’/115 mvu

Kesan CST kategori III


DIABETES MELITUS
GESTASIONAL
DEFINISI

• Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
• Salah satu tipe DM adalah Diabetes Melitus Gestasional (DMG) yang didefinisikan sebagai suatu kelainan
metabolik yang disebabkan intoleransi karbohidrat ringan maupun berat, yang diketahui pertama kali pada saat
kehamilan. Definisi ini juga mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap DM, tetapi baru diketahui saat
terjadi kehamilan dan yang mengalami intoleransi glukosa tapi belum memenuhi kriteria diagnosis DM.
• Diabetes Melitus Gestasional harus dibedakan dengan DM pada kehamilan (diabetic pregnancy), yang diketahui
sebelum kehamilan.

• Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI;
2006. p. 46
Epidemiologi

• Menurut American Diabetes Association (ADA) diperkirakan 7% kehamilan mempunyai komplikasi DMG, yang berarti 200.000
kasus per tahunnya. Prevalensi di Amerika bervariasi mulai dari 1% sampai 14% dari seluruh kehamilan, bergantung pada
populasi yang diteliti dan jenis tes diagnostik yang dilakukan. Di Amerika insiden DMG telah bertambah dua kali lipat 6-8 tahun
terakhir dan meningkat secara paralel dengan epidemik obesitas. Sebagian ibu penderita DMG juga akan menderita Diabetes
Tipe 2 di kemudian hari dan peningkatan risiko untuk obesitas serta intoleransi glukosa pada anak mereka.
• Pada penelitian di New York tahun 1990-2001 ditemukan bahwa prevalensi DMG paling tinggi terjadi pada wanita Asia
Tengah/Tenggara yaitu pada tahun 1990 sebesar 5,7% dan pada tahun 2001 menjadi 11% dari total 1,5 juta kelahiran.

Sumber: Metzger BE, Buchanan TA, Coustan DR, Leiva AD, Dunger DB, Hadden DR, et al. Summary And
Recommendations Of The Fifth International Workshop Conference On Gestational Diabetes Mellitus.
Diabetes Care. 2007;30(Supplement 2): S251-60.
Etiologi

• Diabetes gestasional disebabkan karena adanya perubahan metabolisme karbohidrat selama


kehamilan, dimana keadaan resistensi insulin tidak diimbangi dengan sekresi insulin yang adekuat.

• Insulin disekresi oleh sel  pankreas, ibu dengan diabetes gestasional memiliki defek pada fungsi sel 
pankreas ini. Ibu yang menderita diabetes gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin
kronis karena disfungsi sel  pankreas sejak sebelum masa kehamilan. Disfungsi sel  pankreas dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah destruksi sel  pankreas oleh reaksi
autoimun yang ditemukan pada diabetes tipe 1.
• Selain reaksi autoimun, defek fungsi sel  pankreas juga dapat disebabkan oleh mutasi autosomal yang
menyebabkan maturity onset diabetes of the young (MODY). MODY terdiri atas beberapa subtipe, mutasi dapat
terjadi pada gen yang mengkode glukokinase (MODY 2), hepatocyte nuclear factor 1α (MODY 3) dan insulin
promoter factor 1 (MODY 4). Selain karena adanya defek fungsi sel  pankreas, diabetes gestasional juga dapat
disebabkan karena adanya gangguan pada insulin signaling pathway, penurunan ekspresi PPARγ dan penurunan
transport glukosa yang dimediasi insulin pada otot skelet dan adiposit.

Sumber : Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud. 2008;5(4):194-202.
Faktor Resiko
Sumber : Setji TL, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational diabetes mellitus. Clinical Diabetes. 2005;23(1):17-24
Fisiologi kehamilan

Selama awal kehamilan, toleransi glukosa normal atau sedikit meningkat dan sensitivitas
perifer (otot) terhadap insulin serta produksi glukosa basal hepatik normal akibat
peningkatan hormon estrogen dan progesteron maternal pada awal kehamilan yang
meningkatkan hiperplasia sel β pankreas, sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Hal ini
menjelaskan peningkatan cepat insulin di awal kehamilan sebagai respons terhadap
resistensi insulin

Pada trimester kedua dan ketiga, peningkatan hubungan fetomaternal akan mengurangi sensitivitas
insulin maternal sehingga akan menstimulasi sel-sel ibu untuk menggunakanenergi selain glukosa
seperti asam lemak bebas, glukosa maternal selanjutnya akan ditransfer ke janin. Dalam kondisi
normal kadar glukosa darah fetus 10-20% lebih rendah daripada ibu, sehingga transpor glukosa dari
plasenta ke darah janin dapat terjadi melalui proses difusi sederhana ataupun terfasilitasi.

Selama kehamilan, resistensi insulin tubuh meningkat tiga kali lipat dibandingkan keadaan tidak hamil.
Pada kehamilan, penurunan sensitivitas insulin ditandai dengan defek post-reseptor yang menurunkan
kemampuan insulin untuk memobilisasi SLC2A4 (GLUT 4) dari dalam sel ke permukaan sel. Hal ini
mungkin disebabkan oleh peningkatan hormon yang berkaitan dengan kehamilan. Meskipun kehamilan
dikaitkan dengan peningkatan massa sel β dan peningkatan kadar insulin, beberapa wanita tidak dapat
meningkatkan produksi insulinnya relatif terhadap peningkatan resistensi insulin, sehingga menjadi
hiperglikemik dan menderita DMG.
Patogenesis

Pada Fifth International Workshop Conference on Gestational Diabetes Mellitus disebutkan bahwa penyebab dari
disfungsi sel β pankreas yang menyebabkan insufisiensi insulin masih belum jelas. Ada 3 kategori etiologi yang
diidentifikasi yaitu disfungsi sel β yang berkaitan dengan resistensi insulin kronik, disfungsi sel β autoimun, abnormalitas
genetik berat yang menyebabkan sekresi insulin yang terganggu

Resistensi insulin yang diinduksi kehamilan mencetuskan defek sel β yang melatarbelakangi terjadinya DMG. Bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa defek yang terjadi tampaknya kronik dan bukannya akut. Ini berarti sebagian wanita dengan DMG sebenarnya sudah mengalami intoleransi
glukosa sebelum hamil namun baru terdeteksi sewaktu hamil. Keadaan ini dieksaserbasi oleh perubahan fisiologik yang mencetuskan resistensi
insulin pada masa kehamilan

Sebagian wanita dengan DMG tidak menunjukkan disfungsi sel β yang berkaitan dengan resistensi insulin kronik, namun mengalami disfungsi sel β
autoimun. Bukti menunjukkan adanya antibodi terhadap sitoplasma dan antibodi terhadap GAD 65, membran fosfatase tirosin dan insulin pada wanita
dengan DMG. Autoantibodi biasa digunakan untuk mengidentifikasi individu yang mempunyai faktor risiko tinggi terhadap terjadinya diabetes
autoimun, misal adanya keluarga kandung yang menderita DM tipe 1. Wanita dengan karakteristik klinik yang dianggap mempunyai risiko rendah
terhadap terjadinya DMG (kurus, kaukasia), bila mengalami DMG mungkin disebabkan proses autoimun.

Sumber : Al-Noaemi MC, Shalayel MHF. Pathophysiology of Gestational Diabetes Melitus: The Past, the Present and the Future. In Gestational Diabetes, Radenkovic M editor. nInTech.
2011:p91-114. Available from: http://www.intechopen.com/books/gestationaldiabetes/ pathophysiology-of gestational-diabetes-melitus-the-past-thepresent- and-the-future.
Diagnosis
American Diabetic Association (ADA) 2015 merekomendasikan:

1. Tes deteksi DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis pada kunjungan prenatal pertama

2. Tes skrining dan diagnosis DMG pada wanita hamil 24-28 minggu yang sebelumnya diketahui tidak
menderita diabetes

3. Skrining ibu penderita DMG 6-12 minggu post-partum dengan tes toleransi glukosa oral

4. Wanita dengan riwayat DMG harus menjalani skrining sekurang-kurangnya setiap 3 tahun, seumur
hidupnya untuk deteksi diabetes atau pra-diabetes

5. Wanita dengan riwayat DMG dan menderita pra-diabetes harus mendapat intervensi gaya hidup ataupun
metformin untuk mencegah diabetes

Sumber : American Diabetes Association. Management of Diabetes in Pregnancy. Diabetes Care. 2015;38(Suppl. 1):S77-S79. DOI:
10.2337/dc15-S015.
Diagnosis DMG menurut American Diabetic Association (ADA) dapat dilakukan dengan salah satu dari dua strategi
berikut :

1. “One-step” 75 gram TTGO


2. “Two-step” approach menggunakan 50 gram glukosa (tanpa puasa) diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
menggunakan 100 gram glukosa jika skrining awal memberikan hasil positi

Sumber : American Diabetes Association. Management of


Diabetes in Pregnancy. Diabetes Care.
2015;38(Suppl. 1):S77-S79. DOI: 10.2337/dc15-S015.
Sumber : American Diabetes Association. Management of Diabetes in
Pregnancy. Diabetes Care. 2015;38(Suppl. 1):S77-S79. DOI: 10.2337/dc15-
S015.
Sumber : Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.2428-2433
 One-step strategy digunakan untuk mengantisipasi meningkatnya insidens DMG (dari 5-6%
menuju 15-20%) karena hanya diperlukan satu hasil abnormal untuk diagnosis. Kekurangan
strategi ini adalah kemungkinan over diagnosis sehingga meningkatkan biaya medikasi.

 Two-steps strategy lebih umum digunakan di Amerika Serikat. Hal ini karena kurangnya
percobaan klinis yang mendukung keefektifan dan keuntungan one-step strategy dan potensi
konsekuensi negatif akibat risiko over sensitif berupa peningkatan intervensi ataupun biaya
medis selama kehamilan. Two-steps strategy juga mudah karena hanya diberi pembebanan 50
gram glukosa tanpa harus puasa pada tahap awal skrining
Kriteria diagnosis menurut WHO

Sumber : Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.2428-2433
Tatalaksana
• Penanganan DMG memerlukan kolaborasi tim yang terdiri dari ahli kebidanan dan kandungan, dokter ahli diabetes, ahli gizi,
perawat, edukator, dan ahli anak. Apabila tidak mungkin, dapat dibentuk tim medis yang lebih kecil.

• Penatalaksanaan penderita DMG antara lain:


1. Terapi diet.
Terapi lini utama untuk wanita dengan diabetes gestasional adalah dengan modifikasi diet, atau dikenal juga dengan terapi nutrisi.
Teknik ini dilakukan dengan ahli nutrisi, dimana melibatkan penghitungan karbohidrat yang dibutuhkan, serta rekomendasi
makanan spesifik. Selain hanya melalui diet, juga dapat dilakukan olahraga yang cukup untuk tatalaksana diabetes gestasional.
Keuntungan dari terapi ini adalah aman, praktis, dan intervensi yang dilakukan tidak memakan biaya terlalu besar .

Terapi ini merupakan strategi utama untuk mencapai kontrol glikemik. Diet harus mampu menyokong pertambahan berat badan
ibu sesuai masa kehamilan, membantu mencapai normoglikemia tanpa menyebabkan lipolisis (ketonuria). Latihan dan olah raga
juga menjadi terapi tambahan untuk mencapai target kontrol glikemik.
• 2. Kontrol glikemik. Target glukosa pasien DMG dengan menggunakan sampel darah kapiler adalah:
a. Preprandial (setelah puasa) <95 mg/dL (5,3 mmol/L) dan
b. 1 jam post-prandial (setelah makan) <140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
c. 2 jam post-prandial (setelah makan) <120 mg/dL (6,7 mmol/L)

3. Terapi insulin. Terapi insulin dipertimbangkan apabila target glukosa plasma tidak tercapai setelah
pemantauan DMG selama 1 - 2 minggu.

4. Obat hipoglikemik oral. Obat hipoglikemik oral seperti glyburide dan metformin merupakan alternative
pengganti insulin pada pengobatan DMG.

Sumber : Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud.
2008;5(4):194-202.
Sumber : Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.2428-2433
Komplikasi

• Wanita hamil dengan DMG memiliki risiko sebesar 41,3% menderita DMG pada kehamilan berikutnya sedangkan
pada wanita yang tidak memiliki riwayat DMG sebelumnya hanya 4,2%. Risiko menderita diabetes 5 tahun
setelah terdiagnosis DMG adalah 6,9% dan setelah 10 tahun menjadi 21,1%.
• Komplikasi yang dapat ditemukan pada ibu diantaranya preeklamsia, infeksi saluran kemih, persalinan seksio
sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi besar.
• Komplikasi pada bayi antara lain makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, cacat bawaan, hipoglikemia,
hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia, polisitemia hiperviskositas, sindrom gawat nafas
neonatal. Komplikasi paling sering adalah makrosomia.
• Selain komplikasi jangka pendek, juga terdapat komplikasi jangka panjang. Pada anak, dapat terjadi gangguan
toleransi glukosa, diabetes dan obesitas, sedangkan pada ibu adalah gangguan toleransi glukosa sampai DM.

Sumber : Getahun D, Fassett M, Jacobsen SJ. Gestational Diabetes: Risk of Recurrence in Subsequent Pregnancies. Am J Obstet Gynecol. 2010;203:467.e1-6.
Pencegahan
• Menurunkan berat badan sebelum konsepsi dengan pengaturan diet.
Menurunkan berat badan 4,5 kg di antara kehamilan terdahulu dan kehamilan berikutnya
dapat menurunkan risiko DMG pada kehamilan selanjutnya hingga 40%.

• Aktivitas fisik yang intens, moderat dan reguler.


Olah raga terbukti dapat memperbaiki kontrol glikemik pada wanita dengan DMG. Olah raga
sebelum dan selama masa awal kehamilan menurunkan risiko DMG masing-masing 51% dan
48%.
Sumber : Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud.
2008;5(4):194-202.
Daftar Pustaka
1. Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring.
Rev Diabet Stud. 2008;5(4):194-202.

2. Al-Noaemi MC, Shalayel MHF. Pathophysiology of Gestational Diabetes Melitus: The Past, the Present and
the Future. In Gestational Diabetes, Radenkovic M editor.nInTech. 2011:p91-114. Available from:
http://www.intechopen.com/books/gestationaldiabetes/ pathophysiology-of gestational-diabetes-melitus-
the-past-thepresent- and-the-future.

3. Fujimoto W, Samoa R, Wotring A. Gestational Diabetes in High-Risk Populations. Clinical Diabetes.


2013;31(2):90-94.

4. Capula C, Chiefari E, Vero A, Arcidiacono B, Liritano S, Puccio L, et al. Gestational Diabetes Melitus:
Screening and Outcomes in Souhern Italian Pregnant Women. ISRN Endocrinology. 2013. Article ID 387495,
8 pages. http://dx.doi.org/10.1155/2013/387495

5. Zhang C, Ning Y. Effect of Dietary and Lifestyle Factors on the Risk of gestational Diabetes: Review of
Epidemiologic Evidence. Am J Clin Nutr. 2011;94(suppl):197SS-9S.
6. Zhang C, Tobias DK, Chavarro JE, Bao W, Wang D, Ley SH, et al. Adherence to Healthy Lifestyle and Risk
of Gestational Diabetes Melitus: Prospective Cohort Study.
BMJ. 2014; 349:g5450 doi: 10.1136/bmj.g5450.

7. American Diabetes Association. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes Care. 2015;38(Suppl.
1):S8-S16. DOI: 10.2337/dc15-S005.

8. American Diabetes Association. Management of Diabetes in Pregnancy. Diabetes Care. 2015;38(Suppl.


1):S77-S79. DOI: 10.2337/dc15-S015.

9. Getahun D, Fassett M, Jacobsen SJ. Gestational Diabetes: Risk of Recurrence in Subsequent Pregnancies.
Am J Obstet Gynecol. 2010;203:467.e1-6.

10. Sivaraman SC, Vinnamala S, Jenkins D. Gestational Diabetes and Future Risk of Diabetes. J Clin Med
Res. 2013;5(2):92-96.

11. Poolsup N, Suksomboon N, Amin M. Effect of Treatment of Gestational Diabetes Melitus: A Systematic
Review and Meta-Analysis. PLoS ONE. 2014;9(3): e92485.
doi:10.1371/journal.pone.0092485.
12. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus
tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2006. p. 1-46.

13. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus diagnosis dan penatalaksanaan diabetes


melitus gestasional: PERKENI; 1997.

14. Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

15. Metzger BE, Buchanan TA, Coustan DR, Leiva AD, Dunger DB, Hadden DR, et al. Summary And
Recommendations Of The Fifth International Workshop Conference On Gestational Diabetes
Mellitus. Diabetes Care. 2007;30(Supplement 2): S251-60.

16. Setji TL, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational Diabetes Mellitus. Clinical Diabetes. 2005;23(1):17-
24
2

Gangguan sistem
pernapasan pada manusia
ASMA

Asma: keadaan saluran napas yang mengalami


penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan,
seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara
dingin dan olahraga.
BRONKITIS

Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok


(bronchus) (saluran udara ke paru-paru).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan
sembuh sendiri. Tetapi pada penderita yang memiliki
penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat
serius.

Bronkitis disebabkan oleh virus,


bakteri dan organisme yang
menyerupai bakteri (Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia)
ASBESTOSIS

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang


terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-
paru terbentuk jaringan parut yang luas.
Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru,
menyebabkan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan
penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru)
FARINGITIS

Faringitis adalah suatu penyakit


peradangan yang menyerang
tenggorok atau hulu kerongkongan
(pharynx). Kadang juga disebut
sebagai radang tenggorok.
Faringitis biasanya disebabkan oleh
bakteri streptococcus.
TUBERKULOSIS (TBC)

Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang
umum, dan dalam banyak
kasus bersifat mematikan.
Penyakit ini disebabkan oleh
berbagai strain
mikobakteria, umumnya
Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru.
EMFISEMA

Emfisem atau Emfisema adalah kondisi di mana kantung


udara di paru-paru secara bertahap hancur, membuat napas
lebih pendek. Merokok adalah penyebab utama emfisema.

Emfisema membuat kantung udara yang terdiri dari balon-


balon yang bergerombol seperti tandan buah anggur menjadi
kantung udara dengan lubang-lubang menganga di
dindingnya.
PNEUMONIA
Pneumonia adalah radang paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur.
Sistem Kardiovaskular
DARAH

Darah adalah cairan yang terdapat dalam tubuh yang


berfungsi mengangkut zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan
oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan bahan kimia hasil
metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus
atau bakteri.
FUNGSI DARAH

Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang


diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai
jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem
imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan
melalui darah.
PENGGOLONGAN SEL DARAH

SEL DARAH MERAH ( ERITROSIT)

Eritrosit merupakan bagian utama dari darah. Jumlahnya pada pria


dewasa sekitar 5 juta/cc dan pada wanita dewasa sekitar 4,5 juta/cc. Bentuknya
bikonkaf, serta berwarna merah disebabkan oleh hemoglobin (mengandung
protein, zat besi, dan globin ). Oksigen terikat pada Hb ketika darah melewati
paru – paru kemudian eritrosit bergeraak ke jaringan tubuh dan melepas
oksigen yang selanjutnya berdifusi ke dalam sel tubuh.
PENGGOLONGAN SEL DARAH
KEPING DARAH ( TROMBOSIT)

 Keping-keping darah adalah fragmen sel-sel yang


dihasilkan oleh sel-sel besar (megakariosit) dalam sum-
sum tulang. ket. skema :
 Trombosit berbentuk seperti cakeram atau lonjong dan  jika jaringan tubuh terluka, trombosit pada permukaan
berukuran 2 μm. Keping-keping darah mempunyai umur yang luka akan pecah dan mengeluarkan enzim
hanya 8 - 10 hari. trombokinase
 Secara normal dalam setiap mm³ darah terdapat 150.000 -  enzim trombokinase akan mengubah protrombin
400.000 keping-keping darah. menjadi trombin dengan bantuan ion kalsium (Ca)
Trombosit memiliki peranan dalam pembekuan darah.  Protrombin merupakan senyawa yang dibentuk di hati
Perhatikan skema pembekuan darah di bawah ini: dengan bantuan vitamin K
 Selanjutnya trombin akan mengubah fibrinogen, fibri
PENGGOLONGAN SEL DARAH
SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT).

Sel darah putih adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna,
memiliki inti, dapat bergerak secara amoeboid, dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis. Dalam keadaan
normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar
7000-25000 sel per tetes.Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah
putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.

Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara
independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap
serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau
bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent
yang ada pada sumsum tulang.
Jantung
Aorta
Jantung adalah organ otot berongga, berongga yang memompa
Pulmonary
darah melalui pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Berarti
Artery jantung istilah yang terkait dengan jantung, dari kata Yunani cardia untuk
Left
Atrium
jantung. Jantung adalah salah satu organ tubuh manusia yang berperan dalam
Coronary
Artery sistem peredaran darah.
Mitral
Pulmonary Valve
Valve Jantung (bahasa Latin: cor) adalah sebuah rongga, rongga organ
Aortic
Right Atrium Valve berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama
yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari kata
Tricuspid
Left Yunani cardia untuk jantung. Jantung adalah salah satu organ manusia yang
Ventricle
Valve berperan dalam sistem peredaran darah.

Right Ventricle
Katub- katub pada jantung

Katup pulmonal Katup bikuspid

Katup Trikuspid Katup Aorta


Fungsi jantung

1. Memompa darah melalui pembuluh darah.

2. Memompa darah ke paru-paru untuk mengambil oksigen.

3. Menerima darah dari seluruh tubuh.

4. Menerima darah beroksigen dari paru-paru.

5. Mencegah bercampurnya darah miskin oksigen dengan darah kaya oksigen.

6. Membantu membuang limbah sisa metabolisme.

7. Membantu mengukur jumlah darah yang dipompa dengan menghitung jumlah


denyut jantung per menit.
Pembuluh
1. FUNGSI PEMBULUH DARAH
darah Komponen utama dari pembuluh darah : arteri, arteriol, kapiler, venula
Pembuluh darah dan vena, memiliki beragam fungsi dalam menjaga tubuh tetap hidup
merupakan suatu bagian dari dan sehat. Fungsi ini meliputi
sistem sirkulasi yang mengangkut
darah ke seluruh tubuh. Terdapat  Membawa darah dari jantung
tiga jenis pembuluh darah, yaitu  Mengangkut darah beroksigen seluruh tubuh
arteri yang berperan untuk
 Mengangkut darah dari arteri ke kapiler
membawa darah dari jantung,
kapiler yang berperan sebagai  Menguras darah dari kapiler ke dalam vena kemudian bertukar
tempat pertukaran sebenarnya air oksigen, karbon dioksida, air dan garam antara tubuh dan jaringan
dan bahan kimia antara darah dan
sekitarnya .
jaringan dan vena, yang
mengangkut darah dari kapiler  Arteriol juga regulator utama tekanan dan aliran darah.
kembali ke jantung. pembuluh  Kapiler juga mendukung dalam penyediaan jaringan tubuh dengan
darah terbesar ialah aorta.
komponen yang diperlukan darah.
STRUKTUR PEMBULUH DARAH

1 2 3 4 5
Tunika Anastomosis
Tunika Intima Tunika Media Vasa Vasorum
Adventitia Arteriovenosa
JENIS – JENIS PEMBULUH DARAH

1 Pembuluh nadi atau pembuluh arteri merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah dari
Pembuluh
dalam jantung ke seluruh tubuh. Pembuluh ini mengalirkan atau mengeluarkan darah dari jantung.
Nadi (Arteri)

Vena
2 Vena merupakan pembuluh yang membawa darah ke jantung. Vena bercabang-cabang yang
membentuk venula yang berdiameter ± 0,2 mm. Venula ini membentuk cabang-cabang yang lebih
(pembuluh
kecil yang disebut kapiler.
balik)

3
Kapiler termasuk pembuluh darah yang memiliki ukuran kecil sebagai perpanjangan arteri dan
Kapiler vena. Kapiler akan saling berkaitan dan membentuk percabangan yang rumit.
Mekanisme predaran darah

1. PEREDARAN DARAH SISTEMIK

Peredaran darah sistemik lebih sering disebut sebagai


peredaran darah besar. Peredaran darah ini dimulai ketika
darah yang mengandung oksigen dipompa dari bilik kiri
jantung menuju seluruh tubuh dan akhirnya akan kembali
lagi ke serambi kanan jantung.

Secara sederhana, peredaran darah sistemik bisa


digambarkan sebagai aliran darah dari jantung – seluruh
tubuh – jantung.
Mekanisme predaran darah
1. PEREDARAN DARAH PULMONAL

Peredaran darah pulmonal lebih sering disebut dengan


peredaran darah kecil. Peredaran darah ini dimulai saat darah
yang mengandung CO2 alias karbon dioksida dipompa dari
bilik kanan jantung menuju paru-paru.

Dalam paru-paru terjadi pertukaran gas yang pada


akhirnya mengubah karbon dioksida menjadi oksigen saat
keluar dari paru-paru dan kembali lagi ke jantung (serambi
kiri).

Secara sederhana, peredaran darah pulmonal bisa


digambarkan sebagai peredaran darah dari jantung – paru-paru
– jantung.
 TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai