Komplikasi dan
Penyulit pada
Kehamilan
Fathia Rizki
Hiperemesis
Gravidarum
Definisi
• Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu
pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi
buruk karena terjadi dehidrasi. Hiperemesis gravidarum
adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan
sehari- hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk.
Etiologi
Hal-hal yang menjadi penyebab hiperemesis gravidarum
antara lain:
• Sering terjadi pada primigravida, molahidatidosa, dan
kehamilan ibu akibat peningkatan kadar HCG.
• Faktor organik, karena masuknya vili khoriales dalam
sirkulasi maternal dan perubahan metabolik.
• Faktor psikologis: keretakan rumah tangga, kehilangan
pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan,
takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya.
• Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes, dan
sebagainya.
Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang
biasa terjadi pada trimester I. Bila perasaan terjadi terus-menerus dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik
dan aseton darah.
a. Tingkatan I (ringan)
• Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi
keadaan umum penderita
• Ibu merasa lemah
• Nafsu makan tidak ada
• Berat badan menurun
• Merasa nyeri pada epigastrium
• Nadi meningkat sekitar 100 per menit
• Tekanan darah menurun
• Turgor kulit berkurang
• Lidah mengering
• Mata cekung
b. Tingkatan II (sedang)
• Penderita tampak lebih lemah dan apatis
• Turgor kulit mulai jelek
• Lidah mengering dan tampak kotor
• Nadi kecil dan cepat
• Suhu badan naik (dehidrasi)
• Mata mulai ikterik
• Berat badan turun dan mata cekung
• Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan
konstipasi
• Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi
asetonuria
c. Tingkatan III (berat)
• Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma)
• Dehidrasi hebat
• Nadi kecil, cepat dan halus
• Suhu badan meningkat dan tensi turun
• terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal
dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus,
diplopia dan penurunan mental
• Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hat
Pemeriksaan Diagnostik
• Pengumpulan Data
• Nama : Ny. DF
• Umur : 32 Tahun
• Suku bangsa : Jawa
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMA-sederajat
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Alamat : Jln. Batu ojo pasir tuntung, Kota Pinang
•
• Nama Suami : Tn. IA
• Umur : 32 Tahun
• Suku bangsa : Batak Mandailing
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMA-sederajat
• Pekerjaan : Wirausaha
• Alamat : Jln. Bakti Luhur gg dame no 7 Medan
Anamnese (Data Subjektif)
Asfiksia
Ekstrauterin
Neonatorum
Faktor-Faktor Menyebabkan
Fetal Distress
Tanda dan Gejala Fetal Distress
Gejala : berkurangnya gerakan janin
CST
Eksterna
NST
CST
Interna
NST
• Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud menilai kesehatan
janin melalui hubungan perubahan denyut jantung janin
dengan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu.
• Menurut American Pregnancy Association, NST dilakukan
pada umur kehamilan lebih atau sama dengan 28 minggu.
Sebelum usia 28 minggu, janin belum cukup berkembang
untuk memberikan respons terhadap tes.
• Bila telah ada kontraksi uterus spontan tapi kontraksi < 3 kali/ 10 menit,
tetesan dimulai dengan 0.5 mU/ menit.
• Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai dengan 1 mU/ menit (20
tetes/ menit).
• Bila kontraksi yang diinginkan belum tercapai, setiap 15 menit tetesan
dinaikkan 5 tetes/ menit, sampai maksimal 60 tetes/ menit
Tetesan oksitosin dihentikan
bila:
• Lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit
• Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya >50-60
detik
• Kontraksi uterus hipertonus
• Deselerasi yang memanjang
• Terjadi deselerasi lambat yang terus-menerus
• Selama 1 jam pemantauan, hasilnya tetap mencurigakan
Pembacaan Hasil
NST CST
• FHR baseline • FHR baseline
• Variabilitas • Variabilitas
• Akselerasi • Akselerasi
• Deselerasi • Deselerasi
• Fetal Movement (FM) • HIS
FHR baseline
2. Variabilitas minimal ≤ 5
denyut/ menit
4. Bermakna, variabilitas ≥ 25
denyut/ menit
5. Pola sinusoidal
Akselerasi
Deselerasi Lambat
“late deceleration”
Deselerasi Variabel
PEMBACAAN HASIL CTG
Kategori I : Pola DJJ normal
1. Frekuensi dasar normal : 110-160 dpm
2. Variabilitas DJJ normal : moderate (5-25 dpm)
3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel
4. Tidak ada atau ada deselerasi dini
5. Ada atau tidak ada akselerasi
Sweha A, Juovo J. Interpretation of the Electronic Fetal Heart Rate During Labor
Am Fam Physician. 1999 May 1;59(9):2487-2500.
Identitas Pasien
• Nama : Ny. S
• Usia : 40 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Sendangsari RT 02/03
Bener Purworejo
• Status : Menikah
• Tanggal masuk RS : 20 Oktober 2016
• Diagnosa masuk : Oligohidramnion,
Multigravida, hamil 40+4 minggu, BDP
Keluhan Utama
NST (13.00) :
- FHR baseline 155kpm
- Variabilitas >5
- Akselerasi (+)
- Deselerasi (-)
- FM (+)
Kesan : kategori I
Diagnosis : Plan :
Oligohidramnion, multigravida, hamil aterm, -Induksi misoprostol 25mcg/po/6 jam tab I
BDP -Evaluasi 6 jam (19.00)
Jam 19.00 S : kenceng-kenceng (+) teratur, Diagnosis :
gerakan janin (+), LD (+), AK (-) Oligohidramnion, multigravida,
O: h.aterm, dp kala I fase laten, dalam
KU baik,CM Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, riwayat induksi misoprostol
TD memanjang, preskep, puka, 25mcg/po/6 jam tab I
120/69mmHg, his (+) 1-2x/10’/15’’/s, DJJ (+) 148x/m a/i oligohidramnion
HR 84x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin,
RR 16x/m, serviks tebal lunak, Ø terbuka 1 jari, selket (+), Plan :
t 36,3c kep ↓ H1, LD (+), AK (-) -Obs his dan DJJ
-Evaluasi 4 jam (23.00)
CST :
- FHR baseline 180kpm
- Variabilitas <5
- Akselerasi (-)
- Deselerasi (+) tipe early
- His 3x/10’/170mvu
kategori II
S : demam (+), kenceng-kenceng (+) Diagnosis :
Jam 21.30 teratur, gerakan janin (+), LD (+), AK Partus Tak Maju, Oligohidramnion,
(+) multigravida, h.aterm, dalam riwayat
induksi misoprostol 25mcg/po/6 jam
O: tab I ai Oligohidramnion dilanjutkan
KU baik,CM Abdomen : TFU 32cm, janin tunggal, stimulasi oxytocin 5iu/500ml RL 20
TD 130/65mmHg, memanjang, preskep, puka, his (+) tpm dipertahankan botol I
HR 82x/m, 3x/10’/20’’/s, DJJ (+) 165x/m a/i Partus Tak Maju, Observasi Febris
RR 16x/m, PD : v/u tenang, dinding vagina licin, h-1
t 37,8 c serviks tipis lunak, Ø 8cm, selket (-),
kep ↓ H2, LD (+), AK (+) Plan :
-Resusitasi ulang CST
CST :
- FHR baseline 150 kpm
- Variabilitas <5
- Akselerasi (-)
- Deselerasi (+) early
- His 2x/10’/110 mvu
CST :
- FHR baseline 140 kpm
- Variabilitas >5
- Akselerasi (-)
- Deselerasi (+) tipe variabel
- His 2x/10’/115 mvu
• Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
• Salah satu tipe DM adalah Diabetes Melitus Gestasional (DMG) yang didefinisikan sebagai suatu kelainan
metabolik yang disebabkan intoleransi karbohidrat ringan maupun berat, yang diketahui pertama kali pada saat
kehamilan. Definisi ini juga mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap DM, tetapi baru diketahui saat
terjadi kehamilan dan yang mengalami intoleransi glukosa tapi belum memenuhi kriteria diagnosis DM.
• Diabetes Melitus Gestasional harus dibedakan dengan DM pada kehamilan (diabetic pregnancy), yang diketahui
sebelum kehamilan.
• Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI;
2006. p. 46
Epidemiologi
• Menurut American Diabetes Association (ADA) diperkirakan 7% kehamilan mempunyai komplikasi DMG, yang berarti 200.000
kasus per tahunnya. Prevalensi di Amerika bervariasi mulai dari 1% sampai 14% dari seluruh kehamilan, bergantung pada
populasi yang diteliti dan jenis tes diagnostik yang dilakukan. Di Amerika insiden DMG telah bertambah dua kali lipat 6-8 tahun
terakhir dan meningkat secara paralel dengan epidemik obesitas. Sebagian ibu penderita DMG juga akan menderita Diabetes
Tipe 2 di kemudian hari dan peningkatan risiko untuk obesitas serta intoleransi glukosa pada anak mereka.
• Pada penelitian di New York tahun 1990-2001 ditemukan bahwa prevalensi DMG paling tinggi terjadi pada wanita Asia
Tengah/Tenggara yaitu pada tahun 1990 sebesar 5,7% dan pada tahun 2001 menjadi 11% dari total 1,5 juta kelahiran.
Sumber: Metzger BE, Buchanan TA, Coustan DR, Leiva AD, Dunger DB, Hadden DR, et al. Summary And
Recommendations Of The Fifth International Workshop Conference On Gestational Diabetes Mellitus.
Diabetes Care. 2007;30(Supplement 2): S251-60.
Etiologi
• Insulin disekresi oleh sel pankreas, ibu dengan diabetes gestasional memiliki defek pada fungsi sel
pankreas ini. Ibu yang menderita diabetes gestasional kebanyakan telah mengalami resistensi insulin
kronis karena disfungsi sel pankreas sejak sebelum masa kehamilan. Disfungsi sel pankreas dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah destruksi sel pankreas oleh reaksi
autoimun yang ditemukan pada diabetes tipe 1.
• Selain reaksi autoimun, defek fungsi sel pankreas juga dapat disebabkan oleh mutasi autosomal yang
menyebabkan maturity onset diabetes of the young (MODY). MODY terdiri atas beberapa subtipe, mutasi dapat
terjadi pada gen yang mengkode glukokinase (MODY 2), hepatocyte nuclear factor 1α (MODY 3) dan insulin
promoter factor 1 (MODY 4). Selain karena adanya defek fungsi sel pankreas, diabetes gestasional juga dapat
disebabkan karena adanya gangguan pada insulin signaling pathway, penurunan ekspresi PPARγ dan penurunan
transport glukosa yang dimediasi insulin pada otot skelet dan adiposit.
Sumber : Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud. 2008;5(4):194-202.
Faktor Resiko
Sumber : Setji TL, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational diabetes mellitus. Clinical Diabetes. 2005;23(1):17-24
Fisiologi kehamilan
Selama awal kehamilan, toleransi glukosa normal atau sedikit meningkat dan sensitivitas
perifer (otot) terhadap insulin serta produksi glukosa basal hepatik normal akibat
peningkatan hormon estrogen dan progesteron maternal pada awal kehamilan yang
meningkatkan hiperplasia sel β pankreas, sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Hal ini
menjelaskan peningkatan cepat insulin di awal kehamilan sebagai respons terhadap
resistensi insulin
Pada trimester kedua dan ketiga, peningkatan hubungan fetomaternal akan mengurangi sensitivitas
insulin maternal sehingga akan menstimulasi sel-sel ibu untuk menggunakanenergi selain glukosa
seperti asam lemak bebas, glukosa maternal selanjutnya akan ditransfer ke janin. Dalam kondisi
normal kadar glukosa darah fetus 10-20% lebih rendah daripada ibu, sehingga transpor glukosa dari
plasenta ke darah janin dapat terjadi melalui proses difusi sederhana ataupun terfasilitasi.
Selama kehamilan, resistensi insulin tubuh meningkat tiga kali lipat dibandingkan keadaan tidak hamil.
Pada kehamilan, penurunan sensitivitas insulin ditandai dengan defek post-reseptor yang menurunkan
kemampuan insulin untuk memobilisasi SLC2A4 (GLUT 4) dari dalam sel ke permukaan sel. Hal ini
mungkin disebabkan oleh peningkatan hormon yang berkaitan dengan kehamilan. Meskipun kehamilan
dikaitkan dengan peningkatan massa sel β dan peningkatan kadar insulin, beberapa wanita tidak dapat
meningkatkan produksi insulinnya relatif terhadap peningkatan resistensi insulin, sehingga menjadi
hiperglikemik dan menderita DMG.
Patogenesis
Pada Fifth International Workshop Conference on Gestational Diabetes Mellitus disebutkan bahwa penyebab dari
disfungsi sel β pankreas yang menyebabkan insufisiensi insulin masih belum jelas. Ada 3 kategori etiologi yang
diidentifikasi yaitu disfungsi sel β yang berkaitan dengan resistensi insulin kronik, disfungsi sel β autoimun, abnormalitas
genetik berat yang menyebabkan sekresi insulin yang terganggu
Resistensi insulin yang diinduksi kehamilan mencetuskan defek sel β yang melatarbelakangi terjadinya DMG. Bukti-bukti yang ada menunjukkan
bahwa defek yang terjadi tampaknya kronik dan bukannya akut. Ini berarti sebagian wanita dengan DMG sebenarnya sudah mengalami intoleransi
glukosa sebelum hamil namun baru terdeteksi sewaktu hamil. Keadaan ini dieksaserbasi oleh perubahan fisiologik yang mencetuskan resistensi
insulin pada masa kehamilan
Sebagian wanita dengan DMG tidak menunjukkan disfungsi sel β yang berkaitan dengan resistensi insulin kronik, namun mengalami disfungsi sel β
autoimun. Bukti menunjukkan adanya antibodi terhadap sitoplasma dan antibodi terhadap GAD 65, membran fosfatase tirosin dan insulin pada wanita
dengan DMG. Autoantibodi biasa digunakan untuk mengidentifikasi individu yang mempunyai faktor risiko tinggi terhadap terjadinya diabetes
autoimun, misal adanya keluarga kandung yang menderita DM tipe 1. Wanita dengan karakteristik klinik yang dianggap mempunyai risiko rendah
terhadap terjadinya DMG (kurus, kaukasia), bila mengalami DMG mungkin disebabkan proses autoimun.
Sumber : Al-Noaemi MC, Shalayel MHF. Pathophysiology of Gestational Diabetes Melitus: The Past, the Present and the Future. In Gestational Diabetes, Radenkovic M editor. nInTech.
2011:p91-114. Available from: http://www.intechopen.com/books/gestationaldiabetes/ pathophysiology-of gestational-diabetes-melitus-the-past-thepresent- and-the-future.
Diagnosis
American Diabetic Association (ADA) 2015 merekomendasikan:
1. Tes deteksi DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis pada kunjungan prenatal pertama
2. Tes skrining dan diagnosis DMG pada wanita hamil 24-28 minggu yang sebelumnya diketahui tidak
menderita diabetes
3. Skrining ibu penderita DMG 6-12 minggu post-partum dengan tes toleransi glukosa oral
4. Wanita dengan riwayat DMG harus menjalani skrining sekurang-kurangnya setiap 3 tahun, seumur
hidupnya untuk deteksi diabetes atau pra-diabetes
5. Wanita dengan riwayat DMG dan menderita pra-diabetes harus mendapat intervensi gaya hidup ataupun
metformin untuk mencegah diabetes
Sumber : American Diabetes Association. Management of Diabetes in Pregnancy. Diabetes Care. 2015;38(Suppl. 1):S77-S79. DOI:
10.2337/dc15-S015.
Diagnosis DMG menurut American Diabetic Association (ADA) dapat dilakukan dengan salah satu dari dua strategi
berikut :
Two-steps strategy lebih umum digunakan di Amerika Serikat. Hal ini karena kurangnya
percobaan klinis yang mendukung keefektifan dan keuntungan one-step strategy dan potensi
konsekuensi negatif akibat risiko over sensitif berupa peningkatan intervensi ataupun biaya
medis selama kehamilan. Two-steps strategy juga mudah karena hanya diberi pembebanan 50
gram glukosa tanpa harus puasa pada tahap awal skrining
Kriteria diagnosis menurut WHO
Sumber : Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.2428-2433
Tatalaksana
• Penanganan DMG memerlukan kolaborasi tim yang terdiri dari ahli kebidanan dan kandungan, dokter ahli diabetes, ahli gizi,
perawat, edukator, dan ahli anak. Apabila tidak mungkin, dapat dibentuk tim medis yang lebih kecil.
Terapi ini merupakan strategi utama untuk mencapai kontrol glikemik. Diet harus mampu menyokong pertambahan berat badan
ibu sesuai masa kehamilan, membantu mencapai normoglikemia tanpa menyebabkan lipolisis (ketonuria). Latihan dan olah raga
juga menjadi terapi tambahan untuk mencapai target kontrol glikemik.
• 2. Kontrol glikemik. Target glukosa pasien DMG dengan menggunakan sampel darah kapiler adalah:
a. Preprandial (setelah puasa) <95 mg/dL (5,3 mmol/L) dan
b. 1 jam post-prandial (setelah makan) <140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
c. 2 jam post-prandial (setelah makan) <120 mg/dL (6,7 mmol/L)
3. Terapi insulin. Terapi insulin dipertimbangkan apabila target glukosa plasma tidak tercapai setelah
pemantauan DMG selama 1 - 2 minggu.
4. Obat hipoglikemik oral. Obat hipoglikemik oral seperti glyburide dan metformin merupakan alternative
pengganti insulin pada pengobatan DMG.
Sumber : Kaaja R, Ronnemaa T. Gestational Diabetes: Pathogenesis and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud.
2008;5(4):194-202.
Sumber : Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.2428-2433
Komplikasi
• Wanita hamil dengan DMG memiliki risiko sebesar 41,3% menderita DMG pada kehamilan berikutnya sedangkan
pada wanita yang tidak memiliki riwayat DMG sebelumnya hanya 4,2%. Risiko menderita diabetes 5 tahun
setelah terdiagnosis DMG adalah 6,9% dan setelah 10 tahun menjadi 21,1%.
• Komplikasi yang dapat ditemukan pada ibu diantaranya preeklamsia, infeksi saluran kemih, persalinan seksio
sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi besar.
• Komplikasi pada bayi antara lain makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, cacat bawaan, hipoglikemia,
hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia, polisitemia hiperviskositas, sindrom gawat nafas
neonatal. Komplikasi paling sering adalah makrosomia.
• Selain komplikasi jangka pendek, juga terdapat komplikasi jangka panjang. Pada anak, dapat terjadi gangguan
toleransi glukosa, diabetes dan obesitas, sedangkan pada ibu adalah gangguan toleransi glukosa sampai DM.
Sumber : Getahun D, Fassett M, Jacobsen SJ. Gestational Diabetes: Risk of Recurrence in Subsequent Pregnancies. Am J Obstet Gynecol. 2010;203:467.e1-6.
Pencegahan
• Menurunkan berat badan sebelum konsepsi dengan pengaturan diet.
Menurunkan berat badan 4,5 kg di antara kehamilan terdahulu dan kehamilan berikutnya
dapat menurunkan risiko DMG pada kehamilan selanjutnya hingga 40%.
2. Al-Noaemi MC, Shalayel MHF. Pathophysiology of Gestational Diabetes Melitus: The Past, the Present and
the Future. In Gestational Diabetes, Radenkovic M editor.nInTech. 2011:p91-114. Available from:
http://www.intechopen.com/books/gestationaldiabetes/ pathophysiology-of gestational-diabetes-melitus-
the-past-thepresent- and-the-future.
4. Capula C, Chiefari E, Vero A, Arcidiacono B, Liritano S, Puccio L, et al. Gestational Diabetes Melitus:
Screening and Outcomes in Souhern Italian Pregnant Women. ISRN Endocrinology. 2013. Article ID 387495,
8 pages. http://dx.doi.org/10.1155/2013/387495
5. Zhang C, Ning Y. Effect of Dietary and Lifestyle Factors on the Risk of gestational Diabetes: Review of
Epidemiologic Evidence. Am J Clin Nutr. 2011;94(suppl):197SS-9S.
6. Zhang C, Tobias DK, Chavarro JE, Bao W, Wang D, Ley SH, et al. Adherence to Healthy Lifestyle and Risk
of Gestational Diabetes Melitus: Prospective Cohort Study.
BMJ. 2014; 349:g5450 doi: 10.1136/bmj.g5450.
7. American Diabetes Association. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes Care. 2015;38(Suppl.
1):S8-S16. DOI: 10.2337/dc15-S005.
9. Getahun D, Fassett M, Jacobsen SJ. Gestational Diabetes: Risk of Recurrence in Subsequent Pregnancies.
Am J Obstet Gynecol. 2010;203:467.e1-6.
10. Sivaraman SC, Vinnamala S, Jenkins D. Gestational Diabetes and Future Risk of Diabetes. J Clin Med
Res. 2013;5(2):92-96.
11. Poolsup N, Suksomboon N, Amin M. Effect of Treatment of Gestational Diabetes Melitus: A Systematic
Review and Meta-Analysis. PLoS ONE. 2014;9(3): e92485.
doi:10.1371/journal.pone.0092485.
12. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus
tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2006. p. 1-46.
14. Adam, J. M. F. dan Dyah Purnamasari. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam : A. W.
Sudoyo, dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
15. Metzger BE, Buchanan TA, Coustan DR, Leiva AD, Dunger DB, Hadden DR, et al. Summary And
Recommendations Of The Fifth International Workshop Conference On Gestational Diabetes
Mellitus. Diabetes Care. 2007;30(Supplement 2): S251-60.
16. Setji TL, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational Diabetes Mellitus. Clinical Diabetes. 2005;23(1):17-
24
2
Gangguan sistem
pernapasan pada manusia
ASMA
Tuberkulosis merupakan
penyakit menular yang
umum, dan dalam banyak
kasus bersifat mematikan.
Penyakit ini disebabkan oleh
berbagai strain
mikobakteria, umumnya
Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru.
EMFISEMA
Sel darah putih adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna,
memiliki inti, dapat bergerak secara amoeboid, dan dapat menembus dinding kapiler/diapedesis. Dalam keadaan
normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar
7000-25000 sel per tetes.Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah
putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.
Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara
independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap
serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau
bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent
yang ada pada sumsum tulang.
Jantung
Aorta
Jantung adalah organ otot berongga, berongga yang memompa
Pulmonary
darah melalui pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Berarti
Artery jantung istilah yang terkait dengan jantung, dari kata Yunani cardia untuk
Left
Atrium
jantung. Jantung adalah salah satu organ tubuh manusia yang berperan dalam
Coronary
Artery sistem peredaran darah.
Mitral
Pulmonary Valve
Valve Jantung (bahasa Latin: cor) adalah sebuah rongga, rongga organ
Aortic
Right Atrium Valve berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama
yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari kata
Tricuspid
Left Yunani cardia untuk jantung. Jantung adalah salah satu organ manusia yang
Ventricle
Valve berperan dalam sistem peredaran darah.
Right Ventricle
Katub- katub pada jantung
1 2 3 4 5
Tunika Anastomosis
Tunika Intima Tunika Media Vasa Vasorum
Adventitia Arteriovenosa
JENIS – JENIS PEMBULUH DARAH
1 Pembuluh nadi atau pembuluh arteri merupakan pembuluh darah yang mengalirkan darah dari
Pembuluh
dalam jantung ke seluruh tubuh. Pembuluh ini mengalirkan atau mengeluarkan darah dari jantung.
Nadi (Arteri)
Vena
2 Vena merupakan pembuluh yang membawa darah ke jantung. Vena bercabang-cabang yang
membentuk venula yang berdiameter ± 0,2 mm. Venula ini membentuk cabang-cabang yang lebih
(pembuluh
kecil yang disebut kapiler.
balik)
3
Kapiler termasuk pembuluh darah yang memiliki ukuran kecil sebagai perpanjangan arteri dan
Kapiler vena. Kapiler akan saling berkaitan dan membentuk percabangan yang rumit.
Mekanisme predaran darah