Anda di halaman 1dari 78

Modul Non – Infeksi

Endokrinologi – Alergi & Imunologi

Keseluruhan isi pada dokumen ini merupakan hak cipta dari Asclepio
Endokrinologi
Pubertas dan Gangguan Pubertas
Pubertas

• Pubertas merupakan fase perkembangan yang menjembatani anak


dengan masa dewasa (transisi)
• Anak mengalami perubahan fisik-biologis maupun psikis
• Usia Pubertas setiap anak berbeda
• Terdapat pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder dan terjadi pacu
tumbuh (growth spurt)
Tahapan Pubertas anak
Laki-laki (Tanner Stage)
Tahapan Pubertas anak
Perempuan (Tanner Stage)
Kelainan Pubertas

Pubertas
Prekoks

Pubertas
Terlambat
(delayed)
Pubertas Prekoks
• Muncul tanda-tanda seks sekunder lebih cepat
dari usia pada umumnya
• Perempuan: Onset pubertas pada usia < 8 tahun
(breast budding)
• Laki-laki: Onset pubertas pada usia < 9 tahun (volume
testis > 4 ml)
• Lebih sering terjadi pada anak peremupan
• Etiologi bermacam-macam
Alur diagnosis
pubertas prekoks
pada perempuan
Alur diagnosis
pubertas prekoks
pada laki-laki
Pubertas Terlambat

• Tidak timbulnya tanda-tanda seks sekunder pada anak :


• Perempuan:
• Tidak muncul tanda pubertas > 13 tahun
• Jarak antara tumbuhnya payudara dan haid pertama lebih dari 5 tahun
• Rambut pubis belum tumbuh pada usia 14 tahun
• Belum menstruasi pada usia 14 tahun
• Laki-laki:
• Tidak muncul tanda pubertas > 14 tahun
• Rambut pubis belum tumbuh sampai usia 15 tahun
• Dibutuhkan lebih dari 5 tahun untuk pembesaran genital
Diagnosis

• Tidak terdapat pertumbuhan tanda seks sekunder sesuai


dengan skala maturitas Tanner
• Pemeriksaan LH, FSH, estradiol/testosterone
• Konsul SpA
Endokrinologi
Perawakan Pendek
Perawakan Pendek
• Tinggi badan kurang dari persentil 3 atau 2 SD untuk jenis
kelamin, ras, dan usia à harus disesuaikan dengan statistik
penduduk setempat
Manifestasi Klinis
Anamnesis Pemeriksaan Fisis
• Riw. kelahiran • Antropometri
• Riw. Kehamilan • Disformis-me untuk mencari kelainan
• Riw. Perkembangan kongenital/sindrom tertentu
• Riw. Pertumbuhan dalam keluarga • Pemeriksaan gigi geligi
• Riw. Perkembangan pubertas dalam
• Defisiensi growth hormone
keluarga
• Riw. Pendek di keluarga
• Ada/tidaknya gejala neurologis
• Penggunaan obat-obatan jangka waktu
lama
• Penyakit infeksi maupun non infeksi
Varian Normal : Genetik
Keluarga perawakan pendek
Gejala dan Tanda
• Berat lahir normal
• Perawakan pendek sejak fase anak
• Kecepatan pertumbuhan normal (sekitar 25th persentil)
• Umur tulang sesuai umur kronologis
• Ditemukan Riwayat keluarga pedek terutama salah satu atau
kedua orang tua pendek (pendek secara genetic)
• Tinggi akhir kutang dari persentil 3 tapi masih sesuai potensi tinggi
genetik
• Onset pubertas normal
Varian Normal : Keterlambatan
konsitusional pertumbuhan dan
pubertas/maturitas
Gejala dan Tanda
• Berat lahir normal
• Perawakan pendek sejak fase anak
• Pertumbuhan linier normal atau hampir normal
• Umur tulang terlambat tapi masih sesuai dengan height age
• Awitan pubertas terlambat
• Tinggi akhir dalam batas normal atau sesuai potensi genetic
• Biasanya ada Riwayat pubertas terlambat dalam keluarga
Tinggi potensi genetik
Pemeriksaan penunjang
Endokrinologi
Hipotiroid Kongenital
Hipotiroid Kongenital
• Keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar
tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir
• Dapat disebabkan karena kelainan anatomi /
gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid
/ defisiensi iodium
Manifestasi Klinis
• Bayi kurang aktif (letargi) • Kulit kering dan mottling (cutis
• Malas menetek marmorata)
• Mudah kedinginan
• Mengalami icterus lama
• Semakin lama terlihat hambatan
• Hipotonus tumbuh kembang
• Ubun-ubun melebar
• Tangan dan kaki kurang bergerak
• Lidah semakin besar sehingga minum
sering tersedak
• Perut buncit dengan hernia umbilikalis
(bodong)
• Edema skrotum
Manifestasi Klinis
Skrining Hipotiroid Kongenital
• Skrining dilakukan pada bayi
baru lahir dengan
pengambilan spesimen darah
pada usia bayi 48-72 jam.
• Darah tidak diambil pada 24
jam pertama karena kadar TSH
masih tinggi
• Pengambilan darah melalui
tumit bayi (heel prick) dan
teteskan ke kertas saring
Skrining Hipotiroid Kongenital
(Bayi dengan Kondisi Khusus)
• Risiko Hipotiroid Transien :
• Bayi prematur (umur kehamilan <37minggu) à pematangan fungsi tiroid butuh waktu
±1 bulan
• BBLR dan BBLSR
• Bayi sakit dirawat di NICU
• Bayi kembar dengan jenis kelamin yang sama
• Pada bayi tersebut dilakukan pengambilan specimen 2-3 kali
• Spesimen pertama dengan cara rutin (48-72 jam)
• Spesimen kedua saat bayi berusia 2 minggu atau 2 minggu setelah specimen pertama
• Spesimen ketiga pada umur 28 hari
Intepretasi Hasil Tes Laboratorium
• Kadar TSH < 20 μU/mL
• Hasil dianggap normal
• Kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL
• Pengambilan spesimen ulang atau dilakukan pemeriksaan
duplo
• Bila kadar TSH < 20 μU/mL : normal
• TSH tetap ≥ 20 μU/mL : lanjut pemeriksaan TSH dan FT4
serum melalui tes konfirmasi
Diagnosis

• Bila kadar TSH tinggi + FT4 rendah = hipotiroid


kongenital
• Bila kadar FT4 dibawah normal (nilai rujukan menurut
umur, berikan terapi tanpa melihat kadar TSH
• Bila kadar FT4 normal, tetapi kadar TSH dalam
minimal 2x pemeriksaan ≥ 20 μU/mL, dianjurkan
mulai terapi
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
(dengan konsultasi)
• Sidik tiroid (menggunakan 131I atau 99mTc)
• USG tiroid
• Pemeriksaan radiologi (pencitraan), pemeriksaan
pertumbuhan tulang (sendi lutut). Tidak tampaknya
epifisis pada lutut menunjukkan derajat hipotiroid
dalam kandungan
• Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila
ada riwayat penyakit autoimun tiroid.
• Pemeriksaan kadar thyroglobulin serum
Endokrinologi
DM Tipe I dan Ketoacidosis Diabeticum
Diabetes Mellitus Tipe-1
• DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat terganggunya
metabolisme glukosa yang ditandai dengan hiperglikemia kronik
• Etiologinya adalah kerusakan sel β pankreas akibat autoantibodi
maupun idiopatik
Manifestasi Klinis
• Bentuk klasik
• Polidipsi, poliuri, polifagi
• BB turun dalam 2-6 minggu
• Mudah lelah
Kriteria Diagnostik
• Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis,
penurunan berat badan, polifagia, dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥200
mg/ dL (11.1 mmol/L)
2. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L).
3. Kadar glukasa plasma ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L) pada jam ke-2 TTGO (Tes
Tolerasansi Glukosa Oral)
4. HbA1c >6.5% (dengan standar NGSP dan DCCT)
Kondisi Klinis saat diagnosis
ditegakan
Tidak ada tanda kegawatan Dengan Tanda Kegawatan
• Eneuresis (mengompol) pada anak • Ketoasidosis diabetikum
yang sudah tidak lagi mengompol • Hyperglikemic hyperosmolar syndrome
• Kandidiasis vaginal, terutama pada
anak perempuan prapubertas
Kondisi sulit didiagnoasis
• Penurunan BB kronis atau gagal • Pada bayi <2th
tumbuh • Hiperventilasi
• Nyeri perut Imisdiagnosis abdomen akut
• Iritabilitas dan penurunan prestasi • Poliuri dan euneresis
di sekolah • Dsb
• Infeksi kulit berulang
Ketoasidosis Diabetikum
• Ketoasidosis diabetic (KAD) meupakan kondisi gawat
darurat pada DM akibat kurangnya insulin dalam sirkulasi +
peningkatkan hormone : katekolamin, glucagon, kortisol,
dan growth hormone
Patofisiologi
KAD
Kriteria Diagnosis KAD

• Diagnosis KAD dapat ditegakan bila :


Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah >200 mg/dL (>11 mmol/L)

Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3 <15mEq/L

Ketonemia dan Ketonuria


Klasifikasi KAD

KAD ringan • pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L

KAD sedang • pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L

KAD berat • pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L


Manifestasi Klinis
• Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.
• Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi disertai dengan produksi urin
tinggi
• Mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun, dan
syok.
• Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari apatis
sampai koma.
• Pola napas Kussmaul, pada kasus berat terdapat depresi napas
• Bau napas aseton
Pemeriksaan Penunjang

• Kadar Gula darah sewaktu


• Ketonemia
• AGD
• Urinalisis
• Darah tepi
• Elektrolit
• Fungsi ginkal
• Bila curiga infeksi biakan darah, urin, dsb
Prinsip Tatalaksana

Terapi cairan untuk Pemberian insulin


Mengatasi gangguan
koreksi dehidasi dan untuk menghentikan
keseimbangan
menstabilkan fungsi produksi badan
elektrolit
sirkulasi keton berlebihan

Mengatasi penyakit Monitor komplikasi


yang mendasari KAD terapi
Tatalaksana Awal
• Airway
• Breathing
• Circulation
Terapi Cairan
• Apabila terjadi syok, atasi syok dengan NaCl 0,9% 20 mL/kg dalam 1
jam sampai syok teratasi
• Resusitasi cairan selanjutnya diberikan perlanhan dalam 36-48 jam
berdasarkan derajat dehidrasi
• Pasien dipuasakan bila belum stabil secara metabolic (stabil bila
natrium bikarbonat >15 mEq/L, GDS <200 mg/dL, pH>7,3)
• Bila ada Hipernatremia maka lama resusitrasi 72 jam
• Jenis cairan resusitasi awal NaCl 0,9%, bila GDS <250 mg/dL diganti
dengan dextrose %% dalam NaCl 0,45%
Terapi Cairan
Terapi Insulin
• Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai
• Insulin yang digunakan rapid (regular) intravena dengan dosis 0,05-
0,1 unit/kgBB/jam
• Penurunan GDS bertahap 75-100 mg/dL/jam
• Insulin IV dihentikan dan mulai asupan oral bila secara metabolic
sudah stabil
• Insulin regular berikutnya diberikan secara subkutan dengan dosis 05-
1 u/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau untuk pasien lama dapat digunakan
dosis sebelumnya
Koreksi elektrolit
• Menentukan kadar natrium

• Pada hipernatremia gunakan cairan NaCl 0,45%


• Kalium diberikan sejak awal resusitasi cairan kecuali pada anuria
• Dosis K = 5 mEq/kgBB/hari dgn larutan 20-40 mEq/L kecepatan tidak lebih
dari 05 mEq/kgBB/jam
Pemantauan
• Pemantauan : nadi, laju napas, TD, Status neurologis, kadar gula
darah, balans cairan, suhu badan, keton urin harus negative
• Perhatikan penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama terapi
sebagai tanda edema serebri
• Komplikasi : Edema Serebri
• Bila curiga ada edema serebri diberikan mannitol 1-2 gram/kg IV tetes cepat
Daftar Pustaka
• IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI; 2009
• IDAI. Panduan Praktik Klinis Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri
pada DM tipe-1. IDAI;2017
Alergi - Imunologi
Alergi Susu Sapi pada Anak
Alergi

• Respon imun abnormal akibat gangguan mekanisme


toleransi terhadap zat yang seharusnya tidak berbahaya
seperti makanan tertentu, bulu kucing, debu, serbuk
bunga dan sebagainya
Faktor Risiko
Faktor Risiko
• Berdasarkan Riwayat keluarga
Dampak Alergi
Kebutuhan Substitusi
nutrisi tidak
meningkat sesuai

Eliminasi Suplementasi
diet tidak mencukupi

Kesulitan Konsekuensi : Restriksi


pemberian Malnutrisi dan berbagai jenis
makan Gagal Tumbuh makanan
Alergi Susu Sapi
• Reaksi tidak diinginkan yang didasari respon imunologis terhadap protein
susu sapi
• Reaksi ini dapat diperantarai IgE atau Non IgE. Reaksi yang diperantarai
IgE cenderung bermanifestasi klinis lebih berat, memakan waktu lama
untuk sembuh namun lebih mudah didiagnoasis
• Kejadian alergi berkurang dengan bertambahnya usia
Gejala dan Prevalensi Alergi
Susu Sapi
Saluran Cerna • Diare (53%); Kolik (27%)

Kulit • Urtikaria (18%); dermatitis atopi (35%)

Saluran napas • Asma (21%); Rhinitis (20%)

Umum/generalis • Anafilaksis (11%)


Manifestasi Alergi Susu Sapi
• Pada bayi : umumnya lebih dari satu gejala
• Manifestasi paling sering : Diare, konstipasi, regurgitasi,
muntah, darah dalam tinja, ruam, bengkak bibir dan kelopak
mata (angioedema) dan eksema
Klasifikasi alergi sus sapi
Ringan/Sedang Berat
• Regurgitasi berulang, muntah, • Gagal tumbuh karena diare regurgitasi,
diare, konstipasi (dengan atau muntah atau tidak mau makan
tanpa ruam perinatal), darah • Anemia defisiensi besi karena kehilangan
pada tinja darah di tinja, ensefalopati krn kehilangan
• Anemia defisiensi besi
protein, colitis ulseratif kronik yang
• Dermatitis atopik, angioedema,
terbukti melalui endokopi/histologi
urtikaria
• Pilek, batuk kronik, mengi • Dermatitis atopi berat dengan anemia,
• Kolik persisten (>3jam per hypoalbuminemia/ gagal tumbuh/ ADB
hari/minggu selama lebih dari 3 • Laringoedema akut/obstruksi bronkus
minggu dengan kesulitan bernafas (anafilaktik)
Kriteria Diagnostik Minimal
• Menghilangnya gejala setelah eliminasi susu sapi dan produknya
• Timbulnya kembali gejala setelah pemberian susu sapi
• Eksklusi intoleransi laktosa dan infeksi (pada pasien dengan gejala
gastrointestinal)
Tatalaksana Alergi Susu Sapi

Bayi dengan ASI


Tatalaksana Alergi Susu Sapi
Bayi dengan Susu Formula
Alergi - Imunologi
Rhinitis Alergi
Rinitis Alergi
• Inflamasi diperantarai Imunoglobulin E yang sepesifik
terhadap paparan allergen pada mukosa hidung
menyebabkan gangguan fungsi hidung
Berdasarkan lama gejala

• Intermiten : Gejala <4 hari per minggu dan lamanya <4 minggu
• Persisten : Gejala >4 hari perminggu dan lamanya >4 minggu

Berdasarkan berat gejala

• Ringan :
• Tidur normal Klasifikasi
• Aktivitas sehari-hari normal
• Tidak ada keluhan yang mengganggu
• Berat (satu atau lebih gejala)
• Tidur terganggu (tidak normal)
• Aktivitas sehari-hari saat olahraga dan santai terganggu
• Gangguan saat bekerja dan sekolah
• Ada keluhan yang mengganggu
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Onset pajanan umumnya lama : • Pertanda atopi : allergic shiner,
tanya durasi, frekuensi, waktu geographic tongue, Dennie
timbulnya, dan beratnya penyakit morgan’s line, allergic salute
• Gejala hidung berair, hidung • Sekret hidung bening dan cair,
tersumbat, post nasal drip, gatal di hipertrofi konka, mukosa dan konka
hidung dan palatum, bersin-bersin hidung pucat
• Mata merah, gatal, dan berair • Hiperemi dan edema konjungtiva
• Riwayat atopi dalam keluarga
Tanda Atopi
Geographic tongue Dennie Morgan’s Line

Allergic Shiner Allergic salute/nasal crease


Pemeriksaan Penunjang
• Darah tepi
• Sitologi mukosa hidung
• Uji cukil kulit (skin prick test) atau kadar IgE spesifik
• Foto sinus paranasalis (usia 4 tahun ke atas) atau CT scan
Tatalaksana
C. Kortikosteroid intranasal:
1. Hindari allergen
a) Mometasone furoate:
2. Medikamentosa
• 2-11 tahun: 100 µg /hari, 1 kali per hari
A. Antihistamin H1 generasi 2
• > 12 tahun 100-200 µg/hari, 1 kali per
: cetirizine 0,25mg/kg/kali,
hari
1x/hari
b) Fluticasone propionate
B. Dekongestan :
• > 4 tahun: 100-200 µg/hari, 1 kali per
pseudoefedrin 1
hari
mg/kg/kali, 3x/hari
c) Fluticasone furoate
• 2-11 tahun: 50 µg /hari, 1 kali per hari
• > 12 tahun 100 µg/hari, 1 kali per hari
Tatalaksana
D. Kortikosteroid Oral
Pada keadaan berat : Prednison 1 mg/kg/hari dibagi 3
dosis paling lama 7 hari
E. Imunoterapi

4. Tindakan Bedah : dilakukan pada kasus selektif seperti


sinusitis dengan air fluid level atau deviasi septum nasi
Alur tatalaksana
rhinitis alergi
Alur tatalaksana
rhinitis alergi
Alergi - Imunologi
Syok Anafilaksis
Anafilaksis
• Reaksi alergi berat dengan onset cepat dan mengancam nyawa
• Terjadi akibat sejumlah besar lepasnya mediator inflamasi setelah
paparan allergen pada individu yang sudah tersensitisasi
sebeleumnya
• Dapat disebabkan
• Obat
• Makanan
• Bahan biologis
• Gigitan serangga
Manifestasi Klinis
Dicurigai Anafilaksis bila terdapat salah satu dari 3 kriteria

1. • Onset akut (menit sampai jam) dengan keterlibatan kulit, mukosa,


atau keduanya (urtikaria generalisata, edema bibir/lidah/uvula) dan
disertai salah satu dari kriteria :
• Gejala saluran napas : sesak ,mengi/bronkospasme, stridor, turunnya PEF
(peak expiratory flow), hipoksemia
• Tekanan darah turun atau gejala yang berhubungan (hypotonia/kolaps,
sinkop)
Manifestasi Klinis
Dicurigai Anafilaksis bila terdapat salah satu dari 3 kriteria
2.
• Dua atau lebih dari gejala dibawah ini yang timbul dengan cepat (menit-jam)
setelah paparan allergen :
• Keterlibatan kulit atau mukosa (misalnya urtikaria generalisata, gata atau
kemerahan di seluruh badan, edema bibir/lidah/uvula)
• Gejala saluran napas (sesak, mengi/bronkospasme, stridor, turunnya PEF
(peak expiratory flow), hipoksemia).
• Tekanan darah turun atau gejala yang berhubungan (hipotonia/kolaps, sinkop)
• Gejala gastrointestinal persisten (nyeri abdomen, muntah).
Manifestasi Klinis
Dicurigai Anafilaksis bila terdapat salah satu dari 3 kriteria

3.
Tekanan darah turun setelah pajanan terhadap suatu alergen yang
sudah diketahui sebelumnya.
Tatalaksana

Perawatan Umum

• Hentikan pajanan antigen


• Manajemen Airway, Breathing, Circulation
• Pasien dibaringkan dengan tungkai ditinggikan
• Oksigen diberikan dengan sungkup/kanul

Epinefrin

• Konsentrasi 1:1000 dosis 0,01 mL/kg maksimal 0,3 ml IM, dpt diulang 5-15 menit 2-3 kali

Cairan

• Hiptensi persisten dengan infus kristaloid 20-30 ml/kg 1 jam pertama


Tatalaksana
Antihistamin
• Difenhidramin 1-2mg/kg maksimal 50 mg IM atau IV (5-10 menit)

Bronkodilator
• Inhalasi B2 agonis

Kortikosteroid
• Diberikan segera setelah kegawatan teratasi, Metilprednisolon 1-2mg/kg IV tiap 4-6 jam

Vasopresor
• Bila hipotensi berlanjut beri dopamine atau pinefrin

Observasi
• Bila sudah teratasi pantau utk kemungkinan anafilaksis bifasik
Alur
Penanganan
Syok Anafilaksis
Alur
Penanganan
Syok Anafilaksis

Anda mungkin juga menyukai