Anda di halaman 1dari 33

HIV pada Kehamilan

YANA
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA)
• PPIA merupakan bagian dari rangkaian upaya pengendalian HIV dan AIDS.
Tujuan utamanya adalah agar bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV
terbebaskan dari HIV, serta ibu dan bayi tetap hidup dan sehat.
• Terdapat 4 komponen (prong) :
• Prong 1: pencegahan primer agar perempuan pada usia reproduksi tidak tertular
HIV.
• Prong 2: pencegahan kehamilan yang tak direncanakan pada perempuan
pengidap HIV.
• Prong 3: pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya.
• Prong 4: pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan
HIV beserta anak dan keluarganya.
• Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS
bila tidak diberi pengobatan dengan antiretrovirus (ARV).
• Kecepatan perubahan dari infeksi HIV menjadi AIDS, sangat
tergantung pada jenis dan virulensi virus, status gizi serta cara
penularan.
• Dengan demikian infeksi HIV dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
• rapid progressor, berlangsung 2-5 tahun;
• average progressor, berlangsung 7-15 tahun;
• slow progressor, lebih dari 15 tahun.
CD 4
• CD (cluster of differentiation) adalah reseptor tempat “melekat”-nya
virus pada dinding limfosit T.
• Pada infeksi HIV, virus dapat melekat pada reseptor CD4 atas bantuan
koreseptor CCR4 dan CXCR5. Limfosit T CD4 (atau disingkat CD4),
merupakan petunjuk untuk tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh
karena pecah/rusaknya limfosit T pada infeksi HIV.
• Nilai normal CD4 sekitar 8.000-15.000 sel/ml; bila jumlahnya
menurun drastis, berarti kekebalan tubuh sangat rendah, sehingga
memungkinkan berkembangnya infeksi oportunistik.
Viral Load
• Viral load adalah kandungan atau jumlah virus dalam darah.
• Pada infeksi HIV, viral load dapat diukur dengan alat tertentu,
misalnya dengan tehnik PCR (polymerase chain reaction).
• Semakin besar jumlah viral load pada penderita HIV, semakin besar
pula kemungkinan penularan HIV kepada orang lain.
Penularan
• Cairan genital: cairan sperma dan cairan vagina pengidap HIV memiliki jumlah
virus yang tinggi dan cukup banyak untuk memungkinkan penularan, terlebih
jika disertai IMS lainnya. Karena itu semua hubungan seksual yang berisiko
dapat menularkan HIV, baik genital, oral maupun anal.
• Kontaminasi darah atau jaringan: penularan HIV dapat terjadi melalui
kontaminasi darah seperti transfusi darah dan produknya (plasma, trombosit)
dan transplantasi organ yang tercemar virus HIV atau melalui penggunaan
peralatan medis yang tidak steril, seperti suntikan yang tidak aman, misalnya
penggunaan alat suntik bersama pada penasun, tatto dan tindik tidak steril
• Perinatal: penularan dari ibu ke janin/bayi – penularan ke janin terjadi selama
kehamilan melalui plasenta yang terinfeksi; sedangkan ke bayi melalui darah
atau cairan genital saat persalinan dan melalui ASI pada masa laktasi.
Risiko Penularan dari Ibu ke Anak
Faktor yang mempengaruhi penularan
• Faktor Ibu
• Viral Load
• Kadar CD4  Kadar < 350 sel/mm3 berisiko tinggi menularkan
• Status Gizi
• Panyakit infeksi selama kehamilan (Sifilis, Malaria, TB)
• Masalah pada payudara  saat laktasi
• Faktor Bayi
• UK & BBL  Prematuritas & BBLR berisiko tertular karena sistem imun belum matang
• Periode pemberian ASI
• Luka pada mulut bayi
• Faktor Obstetrik
• Persalinan pervaginam > SC
• Lama Persalinan
• KPD > 4 jam  Risiko meningkat 2x lipat
• Tindakan Episiotomi, VaE, FE
Perjalanan alami penyakit HIV
• Fase I: masa jendela (window period) – tubuh sudah terinfeksi HIV, namun pada
pemeriksaan darahnya masih belum ditemukan antibodi anti-HIV. Pada masa
jendela yang biasanya berlangsung sekitar dua minggu sampai tiga bulan sejak
infeksi awal ini, penderita sangat mudah menularkan HIV kepada orang lain.
Sekitar 30-50% orang mengalami gejala infeksi akut non spesifik
• Fase II: masa laten yang bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) hingga gejala
ringan. Tes darah terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif, walaupun gejala
penyakit belum timbul. Penderita pada fase ini penderita tetap dapat menularkan
HIV kepada orang lain. Masa tanpa gejala rata-rata berlangsung selama 2-3 tahun
• Fase III: masa AIDS merupakan fase terminal infeksi HIV dengan kekebalan tubuh
yang telah menurun drastis
Stadium Klinis
Menurut WHO
Tes HIV & Konseling
• TIPK (Tes atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan & Konseling)
• Langkah-langkah TIPK meliputi:
• pemberian informasi sebelum tes;
• pengambilan darah;
• penyampaian hasil tes ; dan
• konseling
Alur Tes HIV
Interpretasi &
Tindak Lanjut

Penjelasan mengenai hasil indeterminate


(meragukan):
• tes perlu diulang dengan spesimen
baru setelah dua minggu, tiga bulan,
enam bulan dan setahun.
• Bila sampai satu tahun hasil tetap
“indeterminate” dan faktor risiko
rendah, hasil dapat dinyatakan
sebagai “non-reaktif”
KB pada Ibu HIV
• Kontrasepsi mantap atau sterilisasi: Pada ibu yang sudah memiliki
jumlah anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsi mantap
• Kontrasepsi jangka panjang :
• AKDR : Disarankan bila risiko IMS rendah dan pasangannya tidak berisiko IMS
• Hormonal :
• Pil KB Kombinasi : ARV dapat menurunkan efektivitas pil KB kombinasi
• Pil Progestin : ARV dapat menurunkan efektivitas pil Progestin
• Suntik KB 3 bulan (DMPA) : Metabolisme DMPA tidak dipengaruhi ARV
• Implan Progesteron (etonogstrel) : Efektif pada ibu tanpa ARV
• Hormon estrogen mempunyai efek menurunkan efektivitas ARV. Kontrasepsi Hormonal
dan ARV sama-sama dimetabolisme di hepar, dapat memperberat fungsi hati dalam
jangka panjang
Perencanaan Kehamilan
• Persiapan Wanita :
• Pemeriksaan kadar CD4 dan viral load, untuk mengetahui apakah sudah layak untuk hamil.
• Bila VL tidak terdeteksi atau kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm3, sanggama tanpa kontrasepsi
dapat dilakukan, terutama pada masa subur.
• Bila kadar CD4 masih kurang dari 350 sel/mm3, minum ARV secara teratur dan disiplin
minimal selama enam bulan dan tetap menggunakan kondom selama sanggama.
• Persiapan Pria :
• Bila dipastikan serologis HIV non-reaktif (negatif), maka kapan pun boleh sanggama tanpa
kondom, setelah pihak perempuan dipastikan layak untuk hamil.
• Apabila serologis reaktif (positif), perlu dilakukan pemeriksaan viral load, untuk mengetahui
risiko penularan.
• Apabila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat dilakukan pada masa subur
pasangan.
• Apabila VL masih terdeteksi atau kadar CD4 kurang dari 350 sel/mm , maka sebaiknya rencana
3

kehamilan ditunda dulu


Pemberian ARV pada Ibu
• Bila terdapat infeksi oportunistik, maka infeksi
tersebut perlu diobati terlebih dahulu. Terapi ARV
baru bisa diberikan setelah infeksikloportunistik
diobati dan stabil (kira-kira setelah dua minggu
sampai dua bulan pengobatan).
• Profilaksis kotrimoksazol diberikanips.ada stadium
klinis 2, 3, 4 dan atau CD4 < 200. Untuk mencegah
PCP, Toksoplasma, infeksi bacterial (pneumonia,
diare) dan berguna juga untuk mencegah malaria
pada daerah endemis;
• pada ibu hamil dengan tuberkulosis: OAT selalu
diberikan mendahului ARV sampai kondisi klinis
pasien memungkinkan (kira-kira dua minggu sampai
dua bulan) dengan fungsi hati baik untuk memulai
terapi ARV.
• Syarat ARV (S-A-D-A-R) :
• Siap: menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV
• Adherence: kepatuhan minum obat.
• Disiplin: minum obat dan kontrol ke dokter.
• Aktif: menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
• Rajin: memeriksakan diri jika timbul keluhan.
Perencanaan Persalinan
Penatalaksanaan masa Nifas
• Sebaiknya tidak menyusui  Beri penyetop ASI. Sementara menunggu terhentinya
produksi ASI, untuk menghindari terjadinya mastitis pada payudara ibu, ASI diperah
dengan frekuensi yang dikurangi secara bertahap hingga produksi ASI berhenti. ASI
perah tersebut tidak diberikan kepada bayi
• Sangat tidak dianjurkan untuk mencampur ASI dengan susu formula, karena
memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya penularan virus HIV kepada bayi. Hal ini
karena susu formula adalah benda asing yang dapat menimbulkan perubahan mukosa
dinding usus dan mempermudah masuknya virus HIV yang ada dalam ASI ke aliran
darah bayi
• Ibu dengan HIV boleh memberikan susu formula bagi bayinya yang HIV negatif atau
tidak diketahui status HIV-nya, jika SELURUH syarat AFASS (affordable/terjangkau,
feasible/mampu laksana, acceptable/dapat diterima, sustainable/berkesinambungan
dan safe/aman) dapat dipenuhi
ARV pada Bayi
• Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV, baik yang diberi ASI eksklusif
maupun susu formula, harus diberi zidovudin sejak hari pertama
(umur 12 jam), selama enam minggu
• Dosis zidovudin/AZT:
• Bayi cukup bulan: 4 mg/kg BB/12 jam selama enam minggu.
• Bayi prematur < 30 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama empat minggu,
kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua minggu.
• Bayi prematur 30-35 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama dua minggu
pertama, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua minggu diikuti 4
mg/kg BB/12 jam selama dua minggu.
• Bila pada minggu keenam, bila diagnosis HIV belum dapat
disingkirkan, maka diperlukan pemberian kotrimoksasol profilaksis
sampai usia 12 bulan atau sampai dinyatakan HIV negative / non-
reaktif.
• Profilaksis kotrimoksazol dapat dihentikan
• Pada bayi yang terpajan HIV sesudah dipastikan TIDAK tertular HIV (setelah
ada hasil laboratorium baik PCR maupun antibodi pada usia sesuai).
• Pada anak umur 1 sampai 5 tahun yang terinfeksi HIV, cotrimoksazol
profilaksis dihentikan jika CD4 >25%
Diagnosis HIV pada Bayi
• Mulai trimester III antibodi ibu dapat masuk secara pasif ke janin dan
dapat terdeteksi sampai usia 18 bulan. Karena itu hasil pada bayi dapat
reaktif walau tidak terinfeksi HIV
• Terdapat dua Uji :
• Uji Virologi
• Dapat dilakukan pada bayi kurang dari 18 bulan.
• Jenis pemeriksaan : PCR DNA, PCR HIV RNA (Viral load)
• Bila Hasil positif maka terapi dapat segera dimulai.
• Uji Serologi
• Dapat digunakan pada bayi < 18 bulan dengan status ibu yang tidak jelas (untuk uji diagnostik)
• Pada bayi > 18 bulan dilakukan sesuai cara pada orang dewasa. Bila mendapat ASI, tes ini
dilakukan setelah ASI dihentikan dalam 6 minggu
Imunisasi pada bayi HIV
• Prinsip umum semua vaksinasi tetap diberikan seperti pada bayi
lainnya, termasuk memberikan vaksin hidup (BCG, polio oral,
campak), kecuali bila terdapat gejala klinis infeksi HIV.

Anda mungkin juga menyukai