Anda di halaman 1dari 37

KETIDAKNYAMANAN DAN PERUBAHAN

ORGANISASI SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA


MENJADI UNIVERSITAS KELAS DUNIA
“Ketidaknyamanan dan perubahan organisasi sebagai
bagian dari upaya menjadi universitas kelas dunia”

Penulis :
Fiona Niska Dinda Nadia, Badri Munir Sukoco, Ely Susanto, Ahmad Rizki
Sridadi, Reza Ashari Nasution
Review Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi
Bandung

Jurnal
Kriteria Jurnal :

• Jurnal Internasional Manajemen Pendidikan


• Vol. 34 No. 8, 2020 pp. 105-128
• Emerald Publishing Limited 1265 - 1287
• Diterbitkan 24 Maret 2020
1 Abstrak

2 Pendahuluan

3 Tinjauan Literatur
Pokok
4 Metodologi
Bahasan
5 Hasil

6 Diskusi

7 Kesimpulan
Abstrak
Tujuan Temuan
Penyebab ketidaknyamanan dikategorikan sebagai
Mengkaji perubahan organisasi di ketakutan akan kehilangan, budaya organisasi, sistem dan
perguruan tinggi yang berkaitan dengan kebijakan, beban kerja yang berlebihan, dan kurangnya
ketidaknyamanan di kalangan anggota sumber daya. Ketidaknyamanan dapat terwujud melalui
organisasi. kecenderungan afektif, kognisi, dan perilaku negatif.
Sedangkan konsekuensinya adalah partisipasi aktif dan
pasif dalam proses perubahan organisasi itu sendiri

Metodologi
Menggunakan teknik insiden kritis (CIT),
data dikumpulkan dari para informan di
salah satu universitas negeri di Indonesia
yang telah diamanatkan pemerintah untuk Implikasi Praktis
masuk dalam peringkat 500 besar
universitas dunia. pada tahap awal perubahan organisasi
(unfreezing), akan selalu muncul ketidaknyamanan
yang harus segera dikelola agar tidak memicu
resistensi terhadap perubahan
Kata Kunci
Perubahan Organisasi, Ketidaknyamanan,
Orisinalitas/Nilai
Resistensi terhadap Perubahan, pandangan komprehensif dengan memaparkan
Universitas, Teknik Insiden Kritis, Jenis penyebab, reaksi yang ditunjukkan, dan
Makalah
konsekuensi ketidaknyamanan terhadap
perubahan
Pendahuluan

• Banyak penelitian menemukan bahwa sekitar 70% inisiatif perubahan gagal. Kemampuan suatu organisasi untuk mengelola dan
melaksanakan program perubahan sangat penting agar perubahan organisasi berhasil Dua lembaga pemeringkat utama, Quacquarelli
Symonds (QS) dan Times Higher Education (THE), sangat menekankan penelitian. QS menempatkan 60% bobotnya pada kualitas
penelitian (QS Top Universities, 2018) sementara THE memberikan bobot sekitar 65% (The World University Ranking, 2018).
• Akibatnya, tim manajemen puncak (TMT) dari lima universitas negeri serta universitas lain yang tersisa telah mengadopsi indikator
penelitian yang disarankan dan mengubah kebijakan mereka.
• Keputusan MRTHE No. 20/2017 lainnya menegaskan bahwa seluruh associate dan full professor di Indonesia wajib mempublikasikan
makalah pada jurnal akademik yang terindeks Scopus.
• Hal ini disebabkan penggunaan database ini oleh QS dan WUR. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, dosen di
Indonesia mempunyai tugas utama melakukan penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat secara seimbang.
• Hal ini dikenal dengan sebutan “Tridharma” erubahan dari orientasi pengajaran ke orientasi penelitian dalam waktu singkat mungkin
akan membuat sebagian besar dosen merasa tidak nyaman dengan perubahan yang dilakukan demi status WCU. Dalam kondisi
seperti ini, kami telah mengeksplorasi ketidaknyamanan dalam memperoleh status WCU di universitas negeri di Indonesia.
Tinjauan Literatur
Perubahan Organisasi

(Rafferty et al., 2013)

Perubahan organisasi menghasilkan modifikasi pada sistem organisasi termasuk cara kerja tradisional, nilai-nilai,
Ketidaknyamanan dan struktur serta strategi.

Ketidaknyamanan

(Bareil et al., 2007)

Ketidaknyamanan diartikan sebagai reaksi alami terhadap perubahan yang menganggap bahwa perubahan tersebut
mengganggu kepentingan individu.
Model Penelitian

Gambar 1. Model Penelitian


Metodologi

Konteks Penelitian
• Konteks perubahan organisasi dalam penelitian ini adalah perubahan organisasi yang terjadi pada lima perguruan tinggi negeri terbaik
di Indonesia dalam upaya mencapai posisi Top 500 WUR.
• Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah perguruan tinggi negeri yang ditargetkan pemerintah untuk menjadi WCU unggulan.
• Jumlahnya tetap di atas 500 selama 4 tahun terakhir. Dalam penelitian ini telah disamarkan sebagai Universitas X.
• Universitas X terletak di salah satu kota besar terbesar di Indonesia.
• Universitas X dipilih sebagai objek penelitian karena diantara lima perguruan tinggi yang diberi amanah pemerintah untuk meraih status
WCU, jumlah publikasi internasional dan pemeringkatan internasionalnya paling sedikit.
• Hal ini memicu Rektor (Rektor) Universitas X untuk meningkatkan kinerjanya dengan membuat kebijakan baru untuk mengukur kinerja
berdasarkan peringkat universitas.
• Akibatnya, tekanan untuk berubah demi mencapai tujuan menyebabkan ketidaknyamanan terjadi di beberapa tempat.
Metodologi

Metode Pengambilan Sampel


• Sampel Informan penelitian ini adalah 20 orang dosen Universitas X. Para dosen dipilih sebagai informan karena merekalah yang
paling merasakan dampak dari kebijakan-kebijakan baru yang timbul dari proses perubahan menuju status WCU.
• Hal ini terutama tidak nyaman dan didukung oleh para dosen karena mereka adalah pemberi layanan pendidikan yang diberikan
kepada organisasi mahasiswa.
• Dengan menggunakan metode purposive snowball sampling, kami mewawancarai 20 informan berdasarkan pengetahuan mereka (Cho
dan Palmer, 2013) dan mencapai kejenuhan data.
• Kriteria informan adalah mereka merasa tidak nyaman dengan indikasi perubahan, yaitu mengeluh, memprotes dan menyiratkan emosi
negatif ketika membahas perubahan organisasi menuju WCU.
• Termasuk di dalamnya adalah mereka yang vokal mengkritik perubahan tersebut melalui postingan di platform media sosial seperti
Facebook dan Instagram.
Metodologi

• Tabel 1. Informan
Metodologi

• Penelitian ini berakhir ketika sudah tercapai kejenuhan data pada titik informan ke-18, ke-19, dan ke-20. Saturasi data adalah prosedur
yang diadopsi untuk memutuskan kapan harus selesai mengumpulkan data berdasarkan dua dimensi utama.
• Pertama, peneliti melanjutkan proses wawancara hingga data yang terkumpul sebagian besar berupa pengulangan tanpa muncul ide-
ide baru dan tidak diperolehnya wawasan baru.
• Kriteria kedua didasarkan pada pertanyaan penelitian.
• Apabila hasil dan temuan dianggap cukup untuk menjawab pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian dapat dianggap telah
terpenuhi (Guest et al., 2006).
• Informan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari fakultas sains, kedokteran dan ilmu sosial guna memberikan wawasan yang
lebih luas mengenai kondisi ketidaknyamanan di seluruh universitas.
Metodologi

Teknik insiden kritis (CIT)


• Kami menyajikan pendekatan Critical Incident Technique (CIT) yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian kami, mengikuti
prosedur yang dilakukan oleh Grace (2007) yang disesuaikan dengan konteks perubahan organisasi.
• Namun untuk metode pengumpulan datanya, kami memutuskan menggunakan wawancara mendalam. Hal ini berbeda dengan Grace
(2007) yang menggunakan survei self-reporting.
• Wawancara mendalam digunakan untuk mendapatkan jawaban yang lebih komprehensif dan agar informan lebih nyaman
mengungkapkan rincian ketidaknyamanan yang dialami selama proses perubahan organisasi.
Metodologi

Teknik insiden kritis (CIT)


• Setelah data terkumpul, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Analisis isi terbukti merupakan teknik analisis yang paling
tepat karena digunakan oleh para peneliti sebelumnya yang menggunakan pendekatan CIT.
• Insiden kritis (kemudian disebut CI) yang diidentifikasi kemudian dikategorikan ke dalam konsep urutan pertama, tema urutan kedua,
dan dimensi agregat menggunakan perangkat lunak NVivo 12 Pro.
• NVivo 12 Pro digunakan untuk analisis data kualitatif dengan bantuan komputer. Kami mengategorikan CI yang teridentifikasi ke dalam
tema dengan bantuan dua juri ahli.
Metodologi

Keterpercayaan Penelitian
• Dalam penelitian ini, validitas data disesuaikan dengan CITs yang mencakup beberapa tes yang berfokus pada objektivitas, reliabilitas
dan sistematisasi seperti yang dikemukakan oleh Gremler (2004).
• Untuk metode CIT yang digunakan, uji keabsahan datanya mengandalkan juri ahli untuk mengecek konsistensi tema yang dibentuk.
Jumlah hakim ahli yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua orang.
• Jumlah tersebut sesuai dengan rata-rata penelitian CIT yang menggunakan 2 sampai 3 orang juri (misalnya Flanagan, 1954; Gremler,
2004).
• Kedua hakim tersebut merupakan orang-orang yang memahami konteks perubahan universitas menuju status WCU sehingga dapat
berperan sebagai aktor perubahan.
Metodologi

Keterpercayaan Penelitian
• Gremler (2004) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kepercayaan penelitian studi CIT, triangulasi dapat diadopsi. Triangulasi data,
triangulasi sumber dan triangulasi teori diterapkan dalam penelitian ini.
• Selain itu, member check juga dilakukan untuk memastikan kredibilitas penelitian (Fusch dan Ness, 2015).
• Pada tahap triangulasi, dua orang juri ahli dan empat orang dosen Universitas X berperan sebagai triangulator.
• Triangulasi sumber dilakukan untuk menggali kebenaran suatu informasi tertentu yang dikumpulkan melalui beberapa sumber data
yang berbeda.
• Selain hasil wawancara, peneliti juga menggunakan data sekunder dari internet yang diposting oleh para dosen Universitas X di akun
media sosialnya, terutama Facebook dan Instagram.
• Dengan cara ini, itu peneliti mendapat pandangan berbeda mengenai fenomena ketidaknyamanan tersebut.
• Pandangan-pandangan ini memungkinkan adanya Ketidaknyamanan dan dasar pengetahuan yang lebih luas untuk digunakan dalam
memperoleh kebenaran.
Temuan

• Penyebab ketidaknyamanan Temuan telah disajikan sesuai dengan tujuan dan pertanyaan penelitian: penyebab,
reaksi yang ditunjukkan (kursus) dan konsekuensi ketidaknyamanan terhadap perubahan.
• Penyebab ketidaknyamanan dikategorikan ke dalam lima tema: ketakutan akan kehilangan, budaya organisasi,
sistem dan kebijakan, beban kerja yang berlebihan, dan kurangnya sumber daya.
• Hasil identifikasi penyebab ketidaknyamanan diilustrasikan pada Gambar 1.
• Setelah mengidentifikasi tema urutan kedua dan konsep penyebab ketidaknyamanan urutan pertama, hasil penelitian
dapat diringkas sebagai persentase CI yang teridentifikasi sebagaimana dijelaskan gambar 1.
Temuan

Gambar 1. Penyebab
ketidaknyamanan dalam
perubahan organisasi
Temuan

• Menurut Informan 1, kurangnya sumber daya merupakan penyebab utama ketidaknyamanan terhadap perubahan.
Dalam hal ini, permasalahan yang paling sering terjadi adalah kurangnya sumber daya manusia.
• Minimnya sumber daya manusia mengakibatkan tidak proporsionalnya rasio antara dosen dan mahasiswa, yang
kemudian menambah beban kerja (dilaporkan sebesar 60%).
• CI lain yang ditemukan sebagai penyebab ketidaknyamanan dari dimensi sumber daya adalah ketidaksiapan individu
untuk mendukung perubahan (70%), kurangnya fasilitas pendukung untuk bekerja menuju status kelas dunia seperti
laboratorium dan jaringan internet (60%), kurangnya anggaran untuk kegiatan internasionalisasi (50%), kurangnya
apresiasi terhadap kinerja dosen (45%), keluaran ilmiah yang sulit disesuaikan untuk keperluan pengajuan Scopus
(40%) dan tidak adanya lembaga publikasi dan penelitian dukungan (10%).
Temuan

• Selain itu, beban kerja yang berlebihan juga merupakan salah satu dimensi yang diidentifikasi dari CI yang
menyebabkan ketidaknyamanan terhadap perubahan organisasi (dilaporkan oleh 70%).
• Ditemukan bahwa beban kerja yang berlebihan menjadi penyebab ketidaknyamanan yang didasari oleh tingginya
beban mengajar dosen (70%) dimana sebagian besar informan mengaku pernah bekerja lembur pada proses
perubahan menuju WCU (30%).
• Selain itu, CI terkait beban kerja yang berlebihan adalah beban administrasi dosen pada jabatan struktural sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan (60%).
• Menariknya, mayoritas informan adalah dosen yang diangkat menjadi manajer madya dan menduduki jabatan
struktural seperti wakil dekan, ketua jurusan, dan ketua program studi (85%).
• Hal ini menunjukkan bahwa ketidaknyamanan dalam proses perubahan organisasi juga terjadi di kalangan manajer
menengah. Kutipan berikut adalah contoh kategori beban kerja berlebih.
Temuan

• Sementara itu, budaya juga menjadi salah satu kategori yang ditemukan menjadi penyebab ketidaknyamanan dalam
proses perubahan menuju WCU, dilaporkan oleh 75%. CI yang dikategorikan dalam budaya antara lain budaya
penelitian dan publikasi yang tidak terjalin (75%), budaya kolegial perguruan tinggi (25%) dan tidak adanya
komunikasi terlebih dahulu sehingga perubahan kebijakan bersifat top-down. Di sinilah dosen merasa tidak dilibatkan
dalam proses perubahan (50%). Salah satu pernyataan informan di bawah ini menjelaskan kategori budaya dengan
lebih jelas.
• Bentuk ketidaknyamanan ini muncul karena kebijakan hanya fokus pada misi penelitian sedangkan misi Tridharma
lainnya terbengkalai (70%), perubahan drastis (55%), target tidak realistis (55%), imbalan tidak adil (50%), tekanan
ekstrem. (40%), tidak adanya sinkronisasi dan integrasi antar perguruan tinggi dengan subunitnya (25%) dan
kebijakan yang terus berubah (5%). Beberapa informan secara khusus membahas kategori sistem dan kebijakan.
Temuan

• Menjawab pertanyaan penelitian kedua, reaksi yang ditunjukkan akibat ketidaknyamanan terhadap perubahan (tentu
saja) membentuk beberapa kategori: reaksi afektif negatif, reaksi kognitif dan kecenderungan perilaku seperti
dijelaskan pada Gambar 2 dan Tabel 2.
• Kategori reaksi pertama terhadap ketidaknyamanan adalah reaksi afektif negatif. Reaksi afektif negatif merupakan
reaksi negatif individu yang didasari oleh emosi yang muncul tanpa disengaja sebagai respons terhadap rangsangan
ketidaknyamanan. Hal ini diungkapkan dengan perasaan diperlakukan sebagai “sapi perah” (55% informan), tidak
senang dengan perubahan (50%), emosi negatif (50%), merasa tidak manusiawi (45%) dan frustrasi karena dari
perubahan (35%). Berikut pernyataan beberapa informan yang menunjukkan reaksi afektif terhadap ketidaknyamanan
yang mereka rasakan.
• Reaksi kognitif berakar pada pemikiran rasional. Reaksi kognitif ditunjukkan ketika perasaan tidak nyaman didasari
oleh pemikiran bahwa perubahan menuju WCU harus dilakukan namun harus dilakukan secara bertahap (55%),
menganggap WCU adalah program yang baik namun pendekatannya tidak ( 55%), merasa target tidak akan tercapai
(35%) dan Kategori reaksi pertama terhadap ketidaknyamanan adalah reaksi afektif negatif.
• Reaksi afektif negatif merupakan reaksi negatif individu yang didasari oleh emosi yang muncul tanpa disengaja
sebagai respons terhadap rangsangan ketidaknyamanan. Hal ini diungkapkan dengan perasaan diperlakukan
sebagai “sapi perah” (55% informan), tidak senang dengan perubahan (50%), emosi negatif (50%), merasa tidak
manusiawi (45%) dan frustrasi karena dari perubahan (35%). Berikut pernyataan beberapa informan yang
menunjukkan reaksi afektif terhadap ketidaknyamanan yang mereka rasakan.
Temuan

Gambar 2. Kursus
ketidaknyamanan dalam
perubahan organisasi
Temuan

• Selain reaksi afektif dan kognitif, ketidaknyamanan terhadap perubahan juga diwujudkan dalam bentuk
kecenderungan perilaku. Kecenderungan perilaku mengacu pada kecenderungan terkendali untuk bertindak sebagai
respons terhadap rangsangan ketidaknyamanan. Berikut reaksi-reaksi yang diwujudkan dalam bentuk kecenderungan
perilaku menurut CI yang dituturkan oleh para informan
• Beberapa pernyataan informan juga menggambarkan kecenderungan perilaku CI: mengabaikan beberapa tugas
(dilaporkan oleh 80%), menyuarakannya saat rapat atau secara informal dengan rekan kerja (55%), munculnya
masalah kesehatan (55%), mengurangi ketidaknyamanan ( 50%) dan memilih bekerja di luar kampus dalam proyek
atau sebagai konsultan (25%).
Temuan

Tabel 2. Penyebab
ketidaknyamanan dalam
perubahan organisasi
Temuan

• Pertanyaan penelitian ketiga, menanyakan tentang konsekuensi ketidaknyamanan terhadap perubahan membentuk
dua tema tingkat kedua: partisipasi aktif dan pasif. Gambar 3 dan Tabel 3 mengilustrasikan konsekuensi
ketidaknyamanan dengan perubahan.
• Beberapa CI ditemukan dalam kategori partisipasi aktif: bekerja sesuai dengan mereka kapasitas dan tidak terlalu
berusaha terlalu keras (dilaporkan oleh 75%), melakukan penelitian dan publikasi yang tidak berorientasi Scopus
(40%), mengikuti konferensi internasional dan mencari anggaran konferensi untuk siswa (40%), target publikasi
didelegasikan kepada mereka bimbingan mahasiswa (35%), dan mendorong dosen lain untuk berpartisipasi aktif
(10%).
Temuan

Gambar 3. Konsekuensi
dari ketidaknyamanan
dalam perubahan
organisasi
Temuan

Tabel 3. Konsekuensi
dari ketidaknyamanan
dalam perubahan
organisasi
Temuan

• Sedangkan tema partisipasi pasif terbentuk sebagai konsekuensi dari ketidaknyamanan terhadap perubahan. CI yang
termasuk dalam kategori partisipasi pasif adalah menarik diri dari kegiatan universitas (dilaporkan oleh 40%
informan), rendahnya tingkat keterlibatan dan komitmen terhadap perubahan (30%), tidak mempublikasikan
penelitiannya (30%), tidak mendukung WCU program (30%), niat untuk meninggalkan organisasi (10%) dan
keengganan untuk belajar untuk mendapatkan gelar doktor seperti yang disyaratkan oleh kebijakan baru (dilaporkan
oleh 5%).
• Berikut beberapa pernyataan informan terkait dengan kategori partisipasi pasif sebagai konsekuensi dari
ketidaknyamanan mereka terhadap perubahan.
Diskusi

• Ada lima kategori terkait penyebab ketidaknyamanan: ketakutan akan kehilangan, budaya organisasi, sistem dan
kebijakan, beban kerja yang berlebihan, dan kurangnya sumber daya. Kategori Fear of Loss berkaitan dengan rasa
takut kehilangan kesempatan untuk dipromosikan.
• Setelah proses perubahan terjadi, kebijakan-kebijakan baru semakin memperketat indikator-indikator yang harus
dipenuhi bagi para dosen yang ingin dipromosikan, terutama yang berambisi meraih gelar profesor, sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan.
• Kategori kedua adalah budaya organisasi. Universitas memiliki budaya unik yaitu kolegial.
• Otonomi kolegial cenderung menekankan pada tingkat kebebasan yang tinggi dan hubungan yang setara antar
akademisi (Wang et al., 2018).
• Selanjutnya, budaya kolegial menekankan rasa kekeluargaan karena sesama rekan kerja dijunjung tinggi sebagai
nilai utama dibandingkan secara hierarki dalam menjalin hubungan dengan anggota organisasi lainnya.
• Setelah perubahan, kolegialitas tidak lagi menjadi fitur di universitasuniversitas yang berada dalam lingkungan yang
berubah dengan cepat dan memerlukan gaya eksekutif yang lebih otokratis.
Diskusi

• Kelebihan beban kerja diidentifikasi sebagai kategori keempat. Hal ini tidak terlepas dari tingginya beban kerja dosen
dan juga adanya tambahan beban dosen yang mempunyai jabatan struktural yang memaksanya bekerja lebih lama.
Sehingga para dosen merasa tidak nyaman.
• Berdasarkan Cabang dkk. (2013), perubahan organisasi dapat menimbulkan tugas-tugas baru sehingga
mengakibatkan perbedaan beban kerja, peran dan tanggung jawab.
• Organisasi mengharapkan anggota organisasi untuk bekerja lebih keras ketika mereka berada di tengah-tengah
proses perubahan (Branch et al., 2013).
• Ketika tidak ada pengurangan tugas mengajar, penambahan kewajiban penelitian akan menimbulkan beban yang
berat. Temuan menarik lainnya terkait beban kerja yang berlebihan adalah ketika salah satu informan perempuan
mengungkapkan bahwa kondisi beban kerja yang tinggi pasca pergantian tidak pantas dilakukan oleh dosen
perempuan. Sebab, mereka mempunyai peran ekstra yaitu menjadi ibu dan istri saat di rumah dan menjadi dosen
saat bekerja.
• Hal ini didukung oleh Sandy dan Shen (2019) yang menyatakan bahwa perubahan kebijakan universitas dapat
mempengaruhi kehidupan pribadi stafnya, terutama bagi dosen perempuan yang harus menyeimbangkan
kehidupannya sebagai “ibu bekerja”.
• Perubahan kebijakan yang fokus pada publikasi hasil penelitian yang berkualitas menyebabkan berkurangnya waktu
untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau menghabiskan waktu bersama keluarga. Hal ini mengganggu keseimbangan
kehidupan kerja.
Diskusi

• Pertanyaan penelitian kedua dijawab dengan menggunakan tiga kategori reaksi yang ditunjukkan ketika anggota
organisasi mengalami ketidaknyamanan terhadap perubahan: kecenderungan afektif negatif, kognitif, dan perilaku.
• Reaksi afektif berkaitan dengan perasaan seseorang karena adanya perubahan dari aspek emosional, seperti baik
atau buruk dan suka atau tidak suka (Yagil dan Shultz, 2017).
• Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaknyamanan terhadap perubahan ditunjukkan melalui reaksi afektif yang
cenderung negatif.
• Affective States Theory (Weiss dan Cropanzano, 1996) merinci bahwa reaksi afektif negatif akan mempengaruhi
kecenderungan perilaku yang sering muncul pada mereka yang menolak perubahan.
• Reaksi afektif negatif, tergantung apakah mereka akan terancam oleh perubahan (Bailey dan Raelin, 2015), berarti
informan kesulitan menghadapi tuntutan tugas tambahan yang disebabkan oleh perubahan tersebut (Rafferty dan
Jimmieson, 2017).
• Reaksi tersebut seringkali diwujudkan dalam bentuk frustasi, keputusasaan dan kekecewaan karena adanya
perubahan organisasi (Holbeche, 2006), seperti yang ditemukan dalam penelitian ini.
Diskusi

Konsekuensi Ketidaknyamanan
• Pertanyaan penelitian ketiga dijawab dengan menggunakan dua kategori konsekuensi akibat ketidaknyamanan
terhadap perubahan, yaitu partisipasi aktif dan pasif dalam proses perubahan (Gambar 4). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 60% informan memilih aktif dan 40% sisanya pasif.
• Beberapa bentuk partisipasi aktif yang ditemukan sebagai akibat dari ketidaknyamanan terhadap perubahan
berkontribusi terhadap perubahan yang dilakukan sebagai bagian dari menjadi WCU dengan cara yang tidak tepat.
Cara lain mungkin tidak bisa dilakukan secara maksimal karena rasa tidak nyamannya.
• Misalnya, mereka yang merasa tidak nyaman terus berusaha berkontribusi terhadap perubahan namun dengan cara
yang tidak tepat seperti membayar untuk dipublikasikan di jurnal predator internasional yang terindeks Scopus.
• Jurnal predator tersebut justru akan berakibat pada menurunnya reputasi organisasi karena kualitas jurnal predator
diragukan. Bentuk partisipasi aktif lainnya yang tidak tepat adalah mendelegasikan target publikasi kepada
penasihatnya tanpa bimbingan yang tepat (dilaporkan oleh 35%).
Temuan

Gambar 4. Model
ketidaknyamanan yang
terintegrasi dalam
perubahan organisasi
Temuan

Tabel 4. Model
ketidaknyamanan yang
terintegrasi dalam
perubahan organisasi
Kesimpulan

Ketidaknyamanan yang dialami tidak hanya oleh anggota


organisasi tetapi juga oleh manajer menengah. Ini mungkin
karena manajer menengah mengalami tekanan dilema
tingkat tinggi sebagaimana mereka agen perubahan.
Implikasi di Masa Depan
• Hasil penelitian ini harus dipertimbangkan mengingat beberapa keterbatasan.
Pertama, ketidaknyamanan merupakan isu sensitif yang membuat
masyarakat relatif tidak terbuka untuk mengungkapkannya.
• Nilai-nilai budaya negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah tentang
membatasi ekspresi luar karena ada normanorma sosial seperti
menyelamatkan muka. Minimnya jumlah informan yang bersedia angkat
bicara juga menjadi kelemahan penelitian ini.
• Ketidaknyamanan di dari segi perubahan organisasi merupakan topik yang
menarik dan masih perlu dikaji lebih lanjut Ketidaknyamanan dan dengan
tujuan penelitian yang berbeda, misalnya mempelajari hubungan antara
ketidaknyamanan organisasi dan komitmen terhadap perubahan,
ketidaknyamanan dan perilaku penarikan diri atau ketidaknyamanan dan niat
perubahan untuk keluar menggunakan metode survei.
• Disarankan juga untuk menggunakan metode unik lainnya seperti etnografi
dan netnografi untuk mengeksplorasi permasalahan ketidaknyamanan yang
disajikan. Kedua, penelitian lebih lanjut dapat memeriksa pada tahap
perubahan organisasi manakah ketidaknyamanan terhadap perubahan
terjadi.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai