Anda di halaman 1dari 40

Inisiasi Tuton ke – 6

Mata Kuliah : Sistem Hukum Indonesia


Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : FHISIP
HUKUM PIDANA
Rumusan Hukum Pidana
 Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian dari semua hukum yang berlaku
di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan hukum untuk :
a. menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang dengan disertai
ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut;
b. menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan sanksi atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah
diancamkan;
c. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan, apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

 Menurut Kansil, Hukum Pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman
yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
HUKUM PIDANA

Tujuan Hukum Pidana

 Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tujuan hukum pidana itu ialah untuk
memenuhi rasa keadilan.
 Menurut Tirtaamidjaja, tujuan hukum pidana itu ialah untuk melindungi
masyarakat.
 E. Y. Kanter dan S. R. Sianturi menyatakan bahwa tujuan hukum pidana itu pada
umumnya adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan (individu)
atau hak-hak asasi manusia dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat
dan negara dengan pertimbangan yang serasi dari kejahatan /tindakan tercela
disatu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang di lain pihak
HUKUM PIDANA

1. Aliran Klasik (klassieke richting/klassieke school)

2. Aliran Modern (moderne richting/moderne school) atau


Aliran Hukum Aliran Kriminologi (crminologische
Pidana richting/criminologische school) atau Aliran Positif.

3. Aliran Ketiga (derde ricting/derde school) atau aliran


sosiologis (sosiologische richting/sosiologische school)
HUKUM PIDANA
Aliran Hukum Pidana

1. Menurut aliran klasik (klassieke richting/klassieke school) tujuan hukum pidana itu adalah untuk
melindungi kepentingan perseorangan (individu) terhadap kekuasaan negara.
2. Menurut aliran modern (moderne richting/moderne school) atau aliran kriminologi
(crminologische richting/criminologische school), atau aliran positif (positieve richting/positieve
school), tujuan hukum pidana itu untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan, oleh karena
itu aliran modern mempelajari sebab-sebabnya penjahat melakukan kejahatannya (etimologi
kriminal/criminele eatiologie), dan pidana apa yang dapat dijatuhkan yang paling efisien, baik
bagi penjahat maupun bagi masyarakat, agar kejahatan tidak terulang lagi (politik
kriminal/criminele politiek).
3. Aliran ketiga (derde ricting/derde school) atau aliran sosiologis (sosiologische
richting/sosiologische school) timbul sebagai suatu kompromis (kadang-kadang menitikberatkan
pada pihak yang satu dan kadang-kadang pihak yang lain) dari kedua aliran terdahulu.
HUKUM PIDANA
Dasar Pembenaran & Tujuan Pidana
Teori hukum pidana (strafrechstheorieen), yang mengemukakan tujuan dari adanya pidana, pada
umumnya dibagi dalam tiga golongan, yaitu ...
1. Teori Absolut (absolutetheorieen) atau Teori Pembalasan (vergeldingstheorieen/retribution theory)
 Penjatuhan pidana itu dibenarkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan.
 Pidana itu merupakan akibat hukum yang mutlak harus ada sebagai suatu pembalasan kepada
orang yang telah melakukan kejahatan.Jadi dasar pembenaran pidana terletak pada terjadinya
kejahatan itu sendiri.
 Tokohnya: Immanuel Kant, Hegel, Herbart, Stahl, dan Leo Polak.
2. Teori relatif (relatieve theorieen) atau teori tujuan (doel theorien/utilitarian theory).
 Menurut teori ini, pidana itu bukanlah untuk melakukan pembalasan kepada pembuat kejahatan,
melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.
 Jadi dasar pembenaran pidana menurut teori ini terletak pada tujuan pidana itu. Beberapa
pendapat tentang tujuan pidana:
a) a. Tujuan pidana adalah untuk menentramkan masyarakat yang gelisah, karena akibat dari
telah terjadinya kejahatan.
b) b. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan, yang dapat dibedakan atas; pencegahan
umum (generale preventie) dan pencegahan khusus (speciale preventie).
HUKUM PIDANA

Sumber-sumber Hukum Pidana Di Indonesia


1. KUHP (Wet Boek van Strafrecht) beserta UU yang mengubah &
menambahnya
2. Undang-undang diluar KUHP yang berupa tindak pidana khusus
3. Beberapa yurisprudensi yang memberikan makna atau kaidah hukum
tentang istilah dalam hukum pidana.
4. Di daerah-daerah perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang dan tercela
menurut pandangan masyarakat yang tidak diatur dalam KUHP. Hukum
adat (hukum pidana adat) masih tetap berlaku sebagai hukum yang hidup
(The living law).
HUKUM PIDANA
HUKUM PIDANA
Bagian-bagian Hukum Pidana

1. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif


a. Hukum pidana objektif (ius poenale) adalah seluruh peraturan yang memuat larangan-
larangan atau keharusan-keharusan, terhadap pelanggar peraturan itu diancam dengan
pidana.Jadi hukum pidana objektif itu memuat perumusan tindak pidana serta ancaman
pidananya.
b. Hukum pidana subjektif (ius poeniendi) adalah seluruh peraturan yang memuat hak
negara untuk memidana seseorang yang melakukan perbuatan terlarang (tindak pidana).
HUKUM PIDANA
Bagian-bagian Hukum Pidana

2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formal

a. Hukum pidana materiil (hukum pidana substantif) adalah seluruh peraturan yang memuat
perumusan berikut ini:
1) Perbuatan-perbuatan apakah yang dapat diancam pidana.
2) Siapakah yang dapat dipidana, atau dengan perkataan lain mengatur pertanggungjawaban
terhadap hukum pidana.
3) Pidana apakah yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana
(atau disebut juga dengan hukum penitensier).
Hukum pidana materiil dimuat dalam KUHP dan dalam peraturan perundang-undangan
hukum pidana lainnya diluar KUHP (hukum pidana substantif).

b. Hukum pidana formal (hukum pidana ajektif) dimuat dalam UU No. 8/1981 – KUHAP dan
dalam peraturan perundang-undangan hukum acara pidana lainnya diluar KUHAP
HUKUM PIDANA
Bagian-bagian Hukum Pidana
3. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus
a. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht / jus commune) adalah hukum pidana yang
berlaku umum atau yang berlaku bagi semua orang.
 Hukum pidana umum dimuat dalam KUHP.
b. Hukum pidana khusus ( bijzonder strafrecht / jus speciale) adalah hukum pidana yang
berlaku khusus bagi golongan orang-orang tertentu atau yang memuat perkara-perkara
pidana tertentu (seperti: tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika, dan lain-lain).
 Hukum pidana khusus, dimuat dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana di
luar KUHP.
 Hubungan hukum pidana umum dengan hukum pidana khusus adalah :
o ketentuan hukum pidana umum itu tetap berlaku disamping ketentuan hukum pidana
khusus sebagai hukum pelengkap.
o Ketentuan hukum pidana khusus dapat menyimpang dari ketentuan hukum pidana
umum  lex specialis derogat legi generalis (“ketentuan hukum khusus
mengesampingkan ketentuan hukum umum”).
o Dasar hukum penyimpangan tersebut diatas adalah Pasal 103 KUHP
HUKUM PIDANA
Bagian-bagian Hukum Pidana
4. Hukum pidana Umum dan hukum pidana lokal
a. Hukum pidana umum, disebut juga dengan hukum pidana nasional adalah hukum pidana
yang dibuat oleh pemerintah pusat dan yang berlaku pada seluruh wilayah negara.
b. Hukum pidana lokal (locaal strafrecht), disebut juga dengan hukum pidana komunal atau
hukum pidana daerah atau hukum pidana setempat (communal strafrecht/plaatselijk
strafrecht) adalah hukum pidana yang dibuat oleh daerah tingkat I atau tingkat II dan
yang berlaku pada daerah tersebut.

 Hukum pidana lokal bukanlah hukum pidana khusus, meskipun dihadapkan dihadapkan
dengan masalah-masalah yang khusus bagi daerah. Hal ini disebabkan hukum pidana lokal
itu tidak mengandung asas-asas pidana yang menyimpang dari asas-asas pidana umum.
5. Hukum pidana yang dikodifikasikan dan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan
a. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) adalah hukum pidana yang telah
dikumpulkan dan dibukukan (dikitabkan), seperti: KUHP dan KUHPM.
b. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd) adalah hukum pidana yang
tidak dikumpulkan, melainkan tersebar dalam undang-undang atau peraturan-peraturan
yang bersifat khusus.
HUKUM PIDANA
Bagian-bagian Hukum Pidana
4. Hukum pidana Umum dan hukum pidana lokal
a. Hukum pidana umum, disebut juga dengan hukum pidana nasional adalah hukum pidana
yang dibuat oleh pemerintah pusat dan yang berlaku pada seluruh wilayah negara.
b. Hukum pidana lokal (locaal strafrecht), disebut juga dengan hukum pidana komunal atau
hukum pidana daerah atau hukum pidana setempat (communal strafrecht/plaatselijk
strafrecht) adalah hukum pidana yang dibuat oleh daerah tingkat I atau tingkat II dan
yang berlaku pada daerah tersebut.

 Hukum pidana lokal bukanlah hukum pidana khusus, meskipun dihadapkan dihadapkan
dengan masalah-masalah yang khusus bagi daerah. Hal ini disebabkan hukum pidana lokal
itu tidak mengandung asas-asas pidana yang menyimpang dari asas-asas pidana umum.
5. Hukum pidana yang dikodifikasikan dan hukum pidana yang tidak dikodifikasikan
a. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) adalah hukum pidana yang telah
dikumpulkan dan dibukukan (dikitabkan), seperti: KUHP dan KUHPM.
b. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd) adalah hukum pidana yang
tidak dikumpulkan, melainkan tersebar dalam undang-undang atau peraturan-peraturan
yang bersifat khusus.
HUKUM PIDANA
Bagian-bagian Hukum Pidana
4. Hukum pidana Nasional dan hukum pidana internasional
a. Hukum Pidana Nasional adalah hukum pidana yang memuat ketentuan-ketentuan yang
berasal dari negara itu sendiri.
b. Hukum pidana internasional adalah juga hukum pidana nasional, tetapi meuat ketentuan-
ketentuan yang berasal dari dunia internasional.
5. Hukum pidana tertulis dan Hukum Pidana tidak tertulis.
a. Hukum pidana tertulis adalah hukum pidana yang terdapat dalam KUHP dan KUHAP
yang merupakan kodifikasi hukum pidana material/hukum pidana substantif dan hukum
pidana formal/hukum pidana adjektif /hukum acara pidana.Termasuk pula hukum pidana
yang bersifat khusus dan hukum pidana yang dimuat, baik dalam pemerintah pusat
maupun peraturan pemerintah daerah seperti propinsi, kabupaten, dan kotamadya.
b. Hukum pidana tidak tertulis adalah hukum pidana adat, yang berdasarkan pasal 5 ayat (3)
b UU No.Drt 1951 (L.N. 1951 No.9) masih berlaku di bekas daerah swapraja dan bekas
pengadilan adat.
HUKUM PIDANA
Hukuman Dalam KUHP
Pasal 10 KUHP:
a. Pidana Pokok (utama)
1. Pidana mati.
2. Pidana penjara.
a) Pidana seumur hidup.
b) Pidana penjara selama waktu tertentu (maksimal hukuman 20 tahun dan
sekurang-kurangnya 1 tahun).
3. Pidana kurungan. (sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya 1
tahun).
4. Pidana denda.
5. Pidana tutupan.
b. Pidana tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu.
2. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.
HUKUM PIDANA
Perubahan & Penambahan Pasal Dalam KUHP
HUKUM PIDANA
Perubahan & Penambahan Pasal Dalam KUHP
HUKUM PIDANA
Perubahan & Penambahan Pasal Dalam KUHP
HUKUM PIDANA
Perubahan & Penambahan Pasal Dalam KUHP
TINDAK PIDANA

Istilah Tindak Pidana:


Tindak pidana  Strafbaar feit.
Straf : hukuman (pidana)
Feit : perbuatan
Istilah lain yang dipergunakan:
• Delik ; Peristiwa pidana (Pasal 14 (1) UUDS 1950) ; Perbuatan pidana (Pasal 5 (3b)
UU No.1/1951) ; Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum ; Hal yang dapat
diancam dengan hukuman dan perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan
hukuman.
• Tindak Pidana.

Defenisi Tindak Pidana:


Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg
kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”

Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut
dipidana & dilakukan dg kesalahan”

Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan
manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”
TINDAK PIDANA
Unsur-unsur Tindak Pidana
Menurut P.A.F Lamintang, unsur tindak pidana terdiri adari:
1. Unsur obyektif (unsur yang terdapat diluar diri si pelaku tindak pidana) :
• Perbuatan / kelakuan manusia
• Akibat yang Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik,
• Unsur melawan hukum.
• Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana
• Unsur yang memberatkan pidana
• Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana

2. Unsur subyektif (unsur yang terdapat dalam diri si pelaku tindak pidana):
• unsur kesalahan (dolus atau culpa).
• Unsur niat / maksud / dengan rencana terlebih dahulu.
• Perasaan takut / vrees
TINDAK PIDANA
Subyek Tindak Pidana
 Dalam sistem KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah hanya manusia
(natuurlijke personen), sedangkan badan hukum (rechspersonen) ataupun korporasi dan hewan
tidak dapat menjadi subjek tindak pidana.
 Hal-hal yang menyatakan bahwa manusia sebagai subjek tindak pidana adalah:
1) terdapatnya perumusan tindak pidana yang dimulai dengan perkataan: barang siapa,
seorang ibu, seorang pejabat, seorang nakoda, dan lain-lain. Ini berarti tidak lain adalah
manusia;
2) jenis-jenis pidana yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP hanya ditujukan terhadap
manusia;
3) dalam hukum pidana yang berlaku sekarang menganut asas kesalahan seorang manusia,
yang disebut dengan “hukum pidana kesalahan” (schuldstrafrecht). Dalam schuldstrafrecht
yang dianggap dapat berbuat kesalahan hanyalah manusia, yaitu yang berupa “kesalahan
perseorangan atau individual (individuele schuld).
 Dalam perkembangan hukum pidana selanjutnya mengenai subjek tindak pidana itu diperluas,
bukan saja hanya manusia (natuurlijke personen), tetapi juga bafan hukum (rechtspersonen)
ataupun korporsi terutama dalam hal-hal perfiskalan atau perpajakan, perekonomian, dan
keamanan negara yang pengaturannya dalam peraturan perundang-
undangan di luar KUHP.
TINDAK PIDANA

Jenis-jenis Tindak Pidana


 Tindak Pidana Kejahatan & Tindak Pidana pelanggaran
 Tindak Pidana Materiil & Tindak Pidana Formil
 Tindak Pidana Komisi & Tindak Pidana Omisi
 Tindak Pidana Dolus & Tindak Pidana Culpa
 Tindak Pidana Biasa & Tindak Pidana Aduan
 Tindak Pidana yg Berdiri sendiri & Tindak Pidana Berlanjut
 Tindak Pidana Selesai & Tindak Pidana yg diteruskan
 Tindak Pidana Tunggal & Tindak Pidana Berangkai
 Tindak Pidana Sederhana & Tindak Pidana Berkualifikasi; Tindak Pidana
Berprivilege
 Tindak Pidana Politik & Tindak Pidana Komun (umum)
TINDAK PIDANA

Jenis-jenis Tindak Pidana


Kejahatan (misdriff) Pelanggaran (overtredingen)
 Dalam MvT : sebelum ada UU sudah  Dalam MvT : baru dianggap tidak baik
dianggap tidak baik (recht-delicten) setelah ada UU (wet delicten)
 Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan  Perbedaan dengan kejahatan:
kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif a) Percobaan : tidak dipidana
a) Percobaan : dipidana b) Membantu : tidak dipidana
b) Membantu : dipidana c) Daluwarsa : lebih pendek
c) Daluwarsa : lebih panjang d) Tindak Pidana aduan : tidak ada
d) Tindak Pidana aduan : ada e) Aturan ttg Gabungan berbeda
e) Aturan ttg Gabungan berbeda  KUHP : Buku III
 KUHP : Buku II

Delik Dolus : Tindak Pidana dilakukan dengan Delik Culpa : Tindak Pidana dilakukan dg
sengaja, mis. Pasal 338, 310, kealpaan, mis. Pasal 205, 359
368 KUHP KUHP
TINDAK PIDANA
Delik formal atau “delik dengan perumusan Delik material atau “delik dengan perumusan
formal” (delict met formele omshrijving), material” (delict met materiele omschrijving),
yaitu delik yang terjadi dengan dilakukannya yaitu delik yang baru dianggap terjadi setelah
suatu perbuatan yang dilarang dan diancam timbulnya akibat yang dilarang dan diancam
dengan pidana oleh undang-undang.
Jadi yang dilarang adalah perbuatannya. dengan pidana oleh undang-undang).
Jadi yang dilarang adalah akibatnya

Delik komisi (commissie delict): delik yang Delik omisi (omissie delict) adalah delik yang
berupa pelanggaran terhadap larangan di berupa pelanggaran terhadap keharusan di
dalam undang-undang. Delik komisi ini dalam undang-undang. Contohnya:Pasal
dapat berupa delik formal, seperti Pasal 164 dan 165 KUHP.
362 KUHP – pencurian, dan dapat pula Delik Omisi dapat dibagi 2:
berupa delik material (Pasal 338 KUHP) 1) Delik Omisi Murni  Pasal 164-165, 224,
478, 522, 531 KUHP.
2) Delik Omisi tidak murni, yaitu delik yang
dapat terjadi, apabila akibat yang dilarang
disebabkan oleh tidak dilakukannya suatu
perbuatan yang diharuskan oleh undang-
undang. Contoh: Pasal 194 KUHP.
TINDAK PIDANA

Delik sederhana (eenvouding delict), delik dengan pemberatan


(gequalificeerd delict) dan delik berprevilise (gepreviligieerd delict)
 Delik sederhana adalah delik dasar atau delik pokok (grond delict), misalnya Pasal 338 –
pembunuhan.
 Delik dengan pemberatan atau delik berkualifikasi adalah delik yang mempunyai unsur-
unsur yang sama dengan delik dasar atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur-
unsur lain sehingga ancaman pidananya lebih berat daripada delik dasar atau delik pokok.
Misalnya Pasal 339 KUHP – pembunuhan berkualifikasi.
 Delik berprevilise adalah yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan delik dasar
atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga ancaman pidanannya
lebih ringan daripada delik dasar atau delik pokok. Misalnya Pasal 344 KUHP –
pembunuhan atas permintaan si korban sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan
hati.
TINDAK PIDANA

Delik aduan (klacht delict) dan delik biasa (gewone delict)


 Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang
merasa dirugikan.
 Dalam ilmu hukum pidana delik aduan ini ada dua macam.
1) Delik aduan absolut (absolute klacht delict) yaitu delik yang disebabkan oleh sifat
kejahatannya, maka delik ini hanya dapat dituntut apabila diadukan. Misalnya Pasal
248 KUHP – perzinahan, Pasal 293 KUHP - perbuatan cabul, dan lain-lain.
2) Delik aduan relatif (relatieve klacht delict), yaitu delik yang pada dasarnya
merupakan delik biasa, tetapidisebabkan oleh adanya hubungan keluarga yang dekat
sekali antara si korban dengan si pelakuatau si pembantu kejahatan itu, maka delik itu
hanya dapat di tuntut, jika diadukan oleh pihak si korban. Misalnya Pasal 367 ayat (2)
KUHP – pencurian dalam keluarga.
 Delik biasa adalah delik yang bukan delik aduan dan untuk menuntutnya tidak perlu
adanya pengaduan, yang termasuk delik biasa adalah delik-delik diluar pasal-pasal delik
aduan tersebut
TINDAK PIDANA

Tempat Tindak Pidana (Locus delicti) dan Waktu Tindak Pidana


(tempus delicti)
 Ajaran ini sangat penting, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b
KUHP: “penuntut umum dalam membuata surat dakwaan diantaranya harus menyebutkan
“waktu dan tempat tindak pidana dilakukan”
 Ajaran locus delicti penting untuk menentukan:
1) apakah perundang-undangan hukum pidana Indonesia berlaku pada suatu tindak
pidana atau tidak;
2) kompetensi relatif dari kejaksaan dan pengadilan, artinya kejaksaan dan bengadilan
berwenag menangani sesuatu tindak pidana.
 Ajaran tempus delicti penting diketahui sehubungan dengan berikut ini:
1) Jika terjadi perubahan undang-undang.
2) Batas usia pelaku dan atau korban
3) Daluarsa
4) Ketentuan Pasal 44 KUHP
5) Tertangkap tangan
SIFAT MELAWAN HUKUM

 Melawan hukum :
• aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab hukum adalah UU.
• aliran materiil : melawan hukum adalah perbuatan yg oleh masyarakat tidak dibolehkan.

 Perbedaan Ajaran Materiil dan Formil:


Ajaran Formil Ajaran Materiil:
• melawan hukum tidak selalu • melawan hukum adalah unsur
menjadi unsur Tindak Pidana, mutlak dari tiap-tiap tindak
hanya jika dalam rumusan pidana, juga bagi yang dalam
Tindak Pidana disebutkan rumusannya tidak menyebut
dengan nyata-nyata barulah unsur tersebut
menjadi unsur Tindak Pidana
• mengakui adanya pengecualian /
• hanya mengakui penghapusan dari sifat melawan
pengecualian yang tersebut hukumnya perbuatan menurut
dalam undang-undang saja/ hukum yang tertulis dan yang
mis, Ps. 49. tidak tertulis
SIFAT MELAWAN HUKUM

 Pembuktian Sifat Melawan hukum :

• Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur Tindak Pidana, ini
tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh
penuntut umum
• Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan Tindak Pidana.
Bila unsur tersebut tercantum dlm rumusan pasal, maka hrs dibuktikan, sedangkan jika
tidak tercantum maka tidak perlu dibuktikan.
• Akan tetapi bila seorang hakim berpendapat bahwa tidak ada unsur melawan hukum
dalam arti materiil, maka unsur tersebut harus dibuktikan (dasar penghapus pidana di
luar KUHP)
KAUSALITAS

Pengertian Kausalitas:
• Hal sebab-akibat.
• Hubungan logis antara sebab dan akibat.
• Persoalan filsafat yang penting.
• Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain.
• Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di suatu masa lalu.
• Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan makna di atas), tetapi makna yang
dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat tertentu.

Pengertian Ajaran Kausalitas:


• Ajaran yang berupaya untuk mencari sebab dari timbulnya akibat
• Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah suatu perbuatan
• Dengan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang dapat dipersalahkan dan
diminta pertanggungjawabannya
KAUSALITAS

Kapankah diperlukan ajaran Kausalitas / Jenis Tindak Pidana apa


yang memerlukan ajaran kausalitas?
• Tindak Pidana Materiil : Tindak Pidana yang perumusannya melarang timbulnya akibat. Tindak
Pidana ini selesai ketika akibat timbul. mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360, Ps. 368
• Tindak Pidana Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke
Omissiedelicten) : Tindak Pidana yang terjadi dengan dilanggarnya suatu larangan yang
menimbulkan akibat yang dilakukan dengan perbuatan pasif. Ps. 194 KUHP
• Tindak Pidana yang dikwalifisir : Tindak Pidana yang sanksinya mjd lebih berat krn ada
penambahan unsur berupa timbulnya akibat. Misal: Ps 351 (1) à Ps 351 (2)/ à Ps 351 (3)

Ajaran Kausalitas:
1) Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von Buri)
2) Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima : Birkmeyer , Mulder
3) Teori-teori menggeneralisasi : teori Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe, Rumelin)
4) Teori Relevansi : Langemeijer
KAUSALITAS

Ajaran Condition Sine Qua Non  dikemukakan oleh Von Buri


 Semua faktor yaitu semua syarat, yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang
tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor ybs. Harus dianggap causa (sebab)
akibat itu.
 Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
 Ada beberapa sebab
 Syarat = sebab

Pembatasan Ajaran Von Buri


 Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel  dibatasi dg ajaran kesalahan
(dolus/culpa)]
 Pengkesampingan semua sebab yang terletak di luar dolus atau culpa; dalam banyak
kejahatan dolus atau culpa merupakan unsur-unsur perumusan Tindak Pidana.
KAUSALITAS

Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima  Birkmeyer :


 Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua Non .
 Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak
membantu untuk terjadinya akibat.
 G.E Mulder : Sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari
akibat.

Teori-teori menggeneralisasi  Von Bar


Teori Von Bar ini tidak mempersoalkan tindakan mana atau kejadian mana yang in
concreto memberikan pengaruh (fisik/psikis) paling menentukan. Yang dipersoalkan
adalah apakah satu syarat yang secara umum dapat dipandang mengakibatkan terjadinya
peristiwa seperti yang bersangkutan mungkin ditemukan dalam rangkaian kausalitas
yang ada
KAUSALITAS

Teori-teori Menggeneralisasi  Von Kries (Teori Adequat


Subjectif)
 Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan
tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi kepentingan penetapan
pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau
berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara
umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu.
 Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan
untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara
objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.
 Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya
dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan :
a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yang terjadi / pengetahuan Nomologis
yang memadai
b) situasi faktual yg melingkupi peristiwa yang terjadi/ pengetahuan Ontologis/
pemahaman fakta (empirik)
KAUSALITAS

Teori-teori Menggeneralisasi:
 Rumelin (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk terjadinya akibat.
Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin
diketahui pada waktu melakukan tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif
pada waktu itu ada, entah diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut.
 Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman
manusia dapat menimbulkan akibat.
 Pompe : Sebab adalah hal yang mengandung kekuatan untuk dapat menimbulkan akibat

Teori Relevansi  Langemeijer


Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih sebab
dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan saja , yakni
yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-undang.
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PIDANA

Asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali:


 Asas legalitas.
 Pasal 1 ayat (1) KUHP yang dimaksud dengan asas ini adalah suatu peristiwa hukum
pidana atau perbuatan pidana tidak dapat dikenai hukuman, selain atas kekuatan
peraturan undang-undang pidana yang telah ada sebelum tindakan pidana atau
perbuatan pidana tersebut.
 Asas ini memberikan jaminan kepada orang untuk tidak diperlakukan sewenang-
wenang oleh alat-alat penegak hukum sebab sesuai dengan asas negara hukum maka
setiap perbuatan atau tindakan-tindakan alat penegak hukum harus berdasarkan hukum
yang berlaku.

Asas Tak Ada Hukuman Tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder


Schuld)
Asas ini mengenai pertanggungjawaban, yaitu seseorang hanya dapat dikatakan bersalah
apabila ia dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dikualifikasikan sebagai
perbuatan pidana.
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PIDANA

Asas bahwa Bila Ada Perubahan dalam Perundang-Undangan


Sesudah Peristiwa Terjadi maka Dipakailah Ketentuan yang
Paling Ringan Bagi Si Tersangka:
• Asas ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pada orang-orang yang
diduga melakukan tindakan pidana yang kemudian terjadi perubahan undang-undang,
maka ia harus dikenakan hukuman yang menguntungkan, yang lebih ringan yang
tercantum dalam undang-undang yang baru atau yang lama.
• Asas ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP.

Asas Hukum Pidana Khusus (Pidana Fiskal, Militer)


mengenyampingkan Hukum Pidana yang Umum (KUHP)
• Asas ini sering disebut dengan lex specialist derogat legi generalist  Jadi apabila suatu
peristiwa pidana diatur oleh hukum pidana khusus dan juga oleh hukum pidana umum
maka yang dipakai adalah hukum pidana yang khusus dengan artian bahwa hukum yang
khusus mengenyampingkan hukum yang umum.
• Asas ini tercantum dalam pasal 103 KUHP.
ASAS-ASAS DALAM HUKUM PIDANA

Asas bahwa Hukum Pidana Indonesia Berlaku Terhadap Semua


Orang yang dalam Bilangan Indonesia Melakukan Tindakan
Pidana, Kecuali KorpS Diplomatik Berlaku Hukum Negara
Asalnya:
 Asas ini tercantum dalam Pasal 2 KUHP.
 Asas hukum pidana Indonesia juga berlaku bagi kapal-kapal yang berbendera Indonesia
tanpa memperhatikan siapa pemiliknya.Karena kapal dianggap pulau terapung maka
harus tunduk pada hukum pidana Indonesia.
Asas Pembagian Hukuman ke dalam Hukuman Pokok dan
Hukuman Tambahan
• Asas ini ini tercantum dalam Pasal 10 KUHP.
• Hukuman pokok adalah hukuman yang dijatuhkan terlepas dari hukuman-hukuman yang
lain, sedangkan hukuman tambahan hanya dapat dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman
pokok.

Anda mungkin juga menyukai