Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI ATAU ANAK

DENGAN GANGGUAN ELIMINASI ATRESIA ANI

KELOMPOK 2 :
1. Elsyta Lombonaung 2201061
2. Elsiana Atere 2201051
3. Adelia P Montoneng 2201075
4. Florensia Lidia 2201060
5. Jeniwati Mandiangan 2201077
6. Nikita Wadudi 2201078
7. Elvernando Puasa 2201089
8. Julvin Maili 2201090
9. Febrianti Manise 2201099
10. Keyzza Walukow 2201095
11. Priscilla Kampong 2201102
12. Jelmersye Daluwu 2201080
Pengertian
Atresia ani disebut juga anorektal anomali
atau imperforata anus. Merupakan kelainan
kongenital dimana terjadi perkembangan
abnormal pada anorektal di saluran
gastrointestinal.
Epidemiologi

Atresia Ani adalah kegagalan pemisahan kloaka saat


embrional dalam kandungan ibu yang sehungga tidak
terbentuknya lubang anus. Sebenarnya kelainan ini
sangat mudah diketahui, tetapi bisa juga terlewatkan
karena kurangnya pemeriksaan pada perineum.
Dari data yang ditemukan kelainan yang paling banyak
ditemui pada bayi laki-laki adalah Fistula rektouretra lalu
diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi
perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling
banyak ditemui adalah anus imperforate kemudian diikuti
fistula rektovestibular dan fistula perineal.
Subtitle

Etiologi
Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada
beberapa penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainan genetic maupun factor lingkungan yang terpapar
oleh zat-zat beracun, lingkungan yang kumuh dan pola
nutrisi bayi selama dalam kandungan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
1. Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua.
5. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi
rektum dan sinus urogenital, biasanya karena
gangguan perkembangan septum urogenital pada
minggu ke-5 sampai ke-7 pada usia kehamilan,
Menurut klasifikasi Wingspread (1984) dijelaskan bahwa,
KLARIFIKAS
atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut
I jenis kelamin.
a. Golongan I yaitu pada anak penderita berjenis kelamin laki-
laki dibagi menjadi 4 kelainan yaitu :
1. Kelainan pada fistelurin
2. Atresia rectum,
3. Perineum yang datar
4. Tidak adanya Fistel.
b. Golongan II yaitu pada penderita berjenis kelamin laki-
laki dibagi 4 kelainan yaitu :
1. Kelainan pada fistel perineum
2. Membran anal
3. Stenosis anus
4. Fisteltidakada.
Kemudian Kalsifikasi pasien penderita Atresia ani
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok
anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Pada anomaly rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang
normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Pada anomaly intermediet, rektum berada pada atau di bawah
tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal
berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Lanjuta
n
Tanda dan gejala :
1. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
3. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
5. Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.
6. Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap
7. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
8. Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyai kelainan congenital
lain.
9. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir.
Patofisiologi
Atresia ani terjadi dikarenakan kegagalan penurunan septum
anorektal pada embrional. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Atresia ani sendiri terjadi karena tidak
ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7
dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.
TEACHING PROCESS
Komplikasi & Prognosis
Komplikasi :
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan
toilet training.
d. Komplikasi jangka panjang
Prognosis :
Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki dengan
pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk
kontinensia fekal. Sedangkan beda dengan kelainan anorektal letak
tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau
abdominoperineal.
Pengobatan :
Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak ketinggian akhiran
rectum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987) menganjurkan pada:
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan pembedahan untuk
membuat lubang anus pada anus malformasi fistel rendah misalnya pada anocutan
fistel, anus vestibular yang tidak adekuat dan pada anus membranaseus
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin
Pelaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu sebagai berikut:
a. Kolostomi
Kolostomi adalah suatu tindakan membuat lubang pada dinding
abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka.

b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)


PSARP adalah suatu tindakan membelah muskulus sfingter eksternus
dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rectum dan pemotongan fistel. PSARP umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot
untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa
hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus.
Awalnya BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi
BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

d. Perawatan Postoperasi
Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien menjalani
anal dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi sesuai dengan
umur pasien dan saat businasi terasa lancar dan tidak terasa sakit.
Kemudian dilakukan tappering businasi dengan menurunkan
frekuensi sampai beberapa bulan, biasanya sekitar 6 bulan.
Pencegahan
Melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga
khususnya ibu hamil mengenai informasi kesehatan
ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam kandungan.
Promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan.
Menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun seperti
asap rokok, nikotin, dan zat yang berbahaya lainnya
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai