Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara bahasa, Farmakologi berasal dari bahasa Yunani, (Pharmakon:obat ; logos:ilmu).

Farmakologi ialah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan sertainteraksi obat tersebut di dalam tubuh. Sedangkan obat itu sendiri ialah zat bioaktif yang mampu mempengaruhi serta menimbulkan efek pada organisme hidup. Perkembangan obat itu sendiri sudah ada sejak zaman Yunani Kuno dan mengalami perkembangan terus-menerus hingga saat ini. Farmakologi sebagai ilmu, berfokus pada 2 sub ilmu, yaitu Farmakokinetika ( ilmu yang mempelajari keadaan obat dalam tubuh dengan proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi ) dan Farmakodinamika ( ilmu yang mempelajari tentang pengaruh obat terhadap jaringan tubuh ). Farmakologi sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari, mengingat kita hidup di dunia bukan tanpa penyakit. Ketika kita mengalami sakit gigi, kita akan pergi ke dokter dan pada akhirnya kita akan diberikan obat-obatan. Dari peristiwa tersebut kita tahu bahwa farmakologi sangat penting peranannya bagi kehidupan kita. Dalam farmakologi kita mengenal berbagai macam obat yang digunakan dalam masalah yang sangat umum terjadi pada kehidupan kita. Misalnya, antibiotic, yakni zat yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme hidup yang ada dalam tubuh kita. Analgesik, yakni obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya memberikan rasa nyaman bagi penderita. Dalam farmakologi, kita juga akan mengenal istilah anastesi, yakni suatu tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan rasa atau sensasi di beberapa bagian tubuh karena blokade impuls secara mekanis atau pemakaian obat, istilah ini sering kita jumpai ketika kita pergi ke dokter gigi untuk pencabutan gigi. Setelah pencabutan gigi kita akan mengenal

obat anti-inflamasi, yakni obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri bukan karena mikroorganisme. 1.2 Skenario Om Tukul yang biasanya ceria dan melucu, beberapa hari ini terlihat lesu dan menutupi pipi kanannya, sambil sesekali mengerang kesakitan. Om Tukul mengeluh pusing agak sesak napas dan sakit gigi (pipi kanannya bengkak). Setelah diperiksakan ke dokter, tekanan darahnya 200/100, gigi geraham kanan bawah lubang besar disertai pembengkakan gusi disekitarnya, terdapat riwayat asma serta alergi penicillin. Kemudian oleh dokter, Om Tukul diberi resep antibiotic, analgesic, anti-inflamasi selama 5 hari dan disarankan untuk mencabut giginya setelah sakit dan bengkaknya mereda. 3 hari kemudian Om Tukul datang ke dokter gigi untuk mencabutkan giginya. Sebelum pencabutan, Om Tukul diberi anestesi local yang disesuaikan dengan riwayat medisnya. 1.3 Rumusan Masalah Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, antara lain sebagai berikut:
1.

Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping

dari antibiotik?
2.

dari analgesic-antiinflamasi?
3.

dari anestesi lokal? 1.4 Tujuan Pembelajaran Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan macam-macam obat, farmakodinamik, farmakokinetik, serta

efek samping a. Antibiotik

b. Analgesic-Anti-inflamasi c. Anestesi Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat. Farmasi adalah bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker. Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar. Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi. Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup. Pada zaman dahulu setelah ditemukannya obat,obat yang pertama digunakan ialah obat yang berasal dari tanaman yang lebih dikenal dengan sebutan obat tradisional (jamu). Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya. Perkembangan sintetis obat baru dimulai pada abad XX dengan dibuatnya sintetis-sintetis seperti:asetosal disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya.pendrobakan sejati baru dicapai dengan penemuan dan penggunaan obatobat kemoterapetik sulfanilamide(1935) dan penisilin(1940).sejak tahun 1945 ilmu kimia,fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih 500 macam obat setiap

tahunnya,sehingga obat-obat kuno makin terdesak oleh obat-obat baru, kebanyakan obat-obat yang digunakan ditemukan sekitar 20 tahun yang lalu,sedangkan obat-obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat modern tersebut.

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Mapping

3.2

Antibiotik Antibiotik adalah senyawa hasil sintesis mikroorganisme terutama fungi,

yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari hari, antibiotic sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga digolongkan sebagai antibiotik. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan antibiotik, yaitu melalui: 1. Pendekatan kimia 2. Pendekatan berdasarkan mekanisme kerja 3. Pendekatan berdasarkan manfaat dan sasaran kerja 4. Pendekatan berdasarkan daya kerja

3.2.1 Berdasarkan struktur kimia 3.2.1.1 -Laktam Mekanisme kerja Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai peptida-glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel maupun mengalami lisis akan mati. Farmakodinamik Golongan -laktam termasuk dalam kelompok antibiotik timedependent (bergantung pada waktu), dimana antibiotik ini membunuh lebih baik saat konsentrasi konstan berada di atas konsentrasi hambat minimum (KHM). Laju dan tingkat penghambatan relatif konstan saat konsentrasinya sekitar empat kali KHM dari mikroorganisme, sehingga tujuan terapi adalah untuk mempertahankan keadaan ini selama mungkin pada tempat infeksi saat interval dosis. Puncak konsentrasi pada obat-obat golongan -laktam tidak terlalu penting. Pada infeksi sedang, konsentrasi yang cukup untuk mengobati infeksi yaitu bila melampaui 4050 % KHM pada interval pemberian. Durasi

optimum dimana konsentrasi antibiotik tetap berada di atas KHM belum diketahui. Maka dari itu, penggunaan antibiotik -laktam dengan dosis normal atau lebih tinggi tetapi belum bertahan dalam waktu yang cukup lama, tidak akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan. Pada umumnya dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, dan konsentrasi dalam plasma berbanding lurus juga dengan efek yang dihasilkan. Sedangkan untuk obat golongan laktam hal ini tidak berlaku, karena walaupun dosis obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat dalam plasma, tetapi efek yang dihasilkan obat golongan -laktam tidak berbanding lurus dengan konsentasi di dalam plasma. Hal ini dikarenakan obat-obat golongan -laktam baru akan menghasilkan efek yang diinginkan ketika kita menggunakan obat tersebut dengan dosis normal (tertentu) dengan waktu (durasi) penggunaan yang cukup lama (tertentu). Farmakokinetik Sebagian besar golongan -laktam tidak tahan terhadap asam dan terurai oleh asam lambung. Absorbsi -laktam pada saluran pencernaan terbatas. Sebagian besar sediaan -laktam adalah sediaan parenteral. Esterifikasi dari obat asli terkadang diperlukan untuk memfasilitasi absorbsi. -laktam yang teresterifikasi sebaiknya diberikan bersama makanan. Golongan -laktam sebagian besar tersebar di ekstraselular. Penetrasi -laktam pada membran biologis dan penetrasi intraselulernya terbatas, terkadang hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian dosis yang lebih tinggi. Sebagian besar golongan -laktam dieksresikan lewat ginjal, kecuali oxacillin, cefoperazon, ceftriaxon. Waktu paruh golongan -laktam lebih singkat yaitu berkisar antara 2 2,5 jam. Ceftriaxon memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu sekitar 8 jam dalam sekali pemberian. Golongan -laktam adalah (a) Kelompok Penicillin (b) Kelompok Sefalosporin.

3.2.1.1.1 Penicillin Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Rantai samping merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai jenis radikal. Dengan mengikat berbagai radikal pada gugus amin bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin, misalnya penisilin G, radikalnya adalah gugus benzil. Penisilin G untuk suntikan biasanya tersedia sebagai garam Na atau K. bila atom H pada gugus karboksil diganti dengan prokain, diperoleh penisilin G prokain yang sukar larut dalam air, sehingga dengan suntikan IM akan didapatkan absorpsi yang lambat dan masa kerjanya lama. Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas antimikrobanya dalam suasana asam sehingga penisilin kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim betalaktamase (dalam hal ini, penisilinase) yang memecah cincin betalaktam. Radikal tertentu pada gugus amino inti 6-APA dapat mengubah sifat kerentanan terhadap asam, penisilinase, dan speltrum sifat anti-mikroba. Satuan Daya Aktivitas Kerja Potensi Penisilin Potensi penisilin dinyatakan dalam dua jenis satuan. Untuk penisilin G biasanya digunakan satuan aktivitas biologik yang dibandingkan terhadap suatu standar, dan dinyatakan dalam Internasional Unit (IU). Satu milligram natrium-penisilin G murni adalah ekuivalen dengan 1667 IU atau 1 IU = 0.6 . Satuan potensi penisilin lainnya pada

umumnya dinyatakan dalam satuan berat.

Aktivitas dan Mekanisme Kerja Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitive, penisilin akan menghasilkan efek bakterisid. Mekanisme kerja antibiotika betalaktam dapat diringkas dengan urutan sebagai berikut: (1) Obat bergabung dengan penicillin-blinding protein (PBPs) pada kuman. (2) Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. (3) Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel. Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap kuman gram-positif yang sensitive. Kelompok ampisilin, walaupun spectrum AM-nya lebar, aktivitasnya terhadap mikroba gram positif tidak sekuat penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba gramnegatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan secara per oral. Spektrum Antimikroba Penisilin G efektif terutama terhadap mikroba grampositif dan Spirochaeta; selain itu beberapa mikroba gram negatif juga sangat sensitif terhadap penisilin G, misalnya Gonococcus yang tidak menghasilkan penisilinase. Penisilin V memiliki spectrum antimikroba yang sama dengan penisilin G. Metisilin spektrumnya lebih sempit daripada penisilin G, karena tidak efektif sama sekali terhadap mikroba Gram-negatif. Indikasinya hanyalah untuk mengatasi infeksi stafilokokus penghasil penisilinase. Ampisilin merupakan prototip golongan amino-penisilin berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadap kokus Gram-positif kurang daripada penisilin G.

10

Resistensi Sejak penisilin mulai digunakan, jenis mikroba yang tadinya sensitive makin banyak yang menjadi resisten. Mekanisme resistensi terhadap penisilin, antara lain: (1) pembentukan enzim betalaktamase. Pada umumnya kuman gram-positif mensekresi betalaktamase ekstraselular dalam jumlah relative besar. Kuman gram-negatif hanya sedikit mensekresi keluar betalaktamase tetapi tempatnya strategis, yaitu di rongga periplasmik diantara membran sitoplasma dan dinding sel kuman. Kebanyakan jenis betalaktamase dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetic oleh plasmid. (2) enzim autolisin kuman tidak bekerja, sehingga timbul sifat toleran kuman terhadap obat. (3) kuman tidak mempunyai dinding sel (misalnya mikoplasma). (4) Perubahan PBP (Penicillin Binding Protein) atau obat tidak dapat mencapai PBP Farmakokinetik Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorpsi pada pemberian oral dipengaruhi oleh besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis lebih kecil persentase yang diabsorpsi relative besar. Absorpsi ampisilin oral tidak lebih baik dari penisilin V atau fenetisilin. Absorpsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira0kira 2 kali lebihh tinggi daripada yang dicapai oleh ampisilin, sedang masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang amoksisilin tidak.

11

Penisilin G didistribusi luas daam tubuh. Kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus, limfe, dan semen, tetapi dalam cairan serebrospinal sukar dicapai. Adanya radang meningen lebih memudahkan penetrasi penisilin G ke cairan serebrospinal tetapi tercapai tidaknya kadar efektif tetap sukar diramalkan. Distribusi amoksisilin secara garis besar sama dengan ampisilin. Karbenisilin pada umumnya memperlihatkan adanya sifat distribusi yang sama dengan penisilin lainnya termasuk distribusi ke dalam empedu dan dapat mencapai cairan serebrospinal pada meningitis. Efek Samping Reaksi Alergi Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang berupa berbagai bentuk kemerahan kulit, dermatitis kontak, glositis, serta gangguan lain pada mulut, demam yang kadangkadang disertai menggigil. Yang paling sering terjadi diantara semuanya adalah kemerahan kulit. Tindakan yang diambil pada reaksi alergi adalah dengan menghentikan pemberian obat dan member terapi simtomatik dengan adrenalin. Bila perlu diberikan tambahan antihistamin dan kortikosteroid sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah suatu reaksi anafilaksis. Syok anafilaksis Pada umumnya untuk mengatasi syok anafilaksis akibat pemberiian obat diperlukan 1 sampai 4 kali suntikan 0,3-0,4 mL adrenalin subkutan. Pada syok berat dan lama dapat diberikan hidrokortison 100 mg atau deksametason 5-10 mg secara intravena atau intramuscular sebagai tambahan, yang berefek permisif terhadap adrenalin

12

Perubahan biologik Abses data terjadi pada tempat suntikan dengan penyebab stafilokokus atau bakteri gram-negatif. Gejala palagra, terutama pada daerah selangkang dan skrotum, mungkin berhubungan dengan gangguan flora usus yang mengakibatkan defisiensi asam nikotinat. 3.2.1.1.2 Sefalosporin Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Sefalosporin terbagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas mikroba yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya. Dewasa ini, sefalosporin yang lazim digunakan dalam pengobatan, telah mencapai generasi keempat. Sefalosporin generasi pertama (SG I) Sefalosporin generasi pertama memperlihatkan spectrum antimikroba terutama aktif terhadap kuman grampositif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S. aureus dan Streptococcus termasuk S. pyogenes, S. viridians dan S. pneumonia. Bakteri gram-positif yang juga sensitive adalah S. anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, dan Corynebacterium diphteriae. Sefalosporin generasi kedua (SG II) Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif, misalnya H. influezae, P. mirabilis, E. coli, dan Klebsiella. Sefalosporin generasi ketiga (SG III) Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan generasi pertama terhadap gram-positif, tetapi jauh lebih aktif

13

terhadap

Enterobacteriaceae,

termasuk

strain

penghasil

penisilinase. Seftazidim dan sefoperazon aktif terhadap P. aeruginosa. Sefalosporin generasi keempat (SG IV) Antibiotika golongan ini (misalnya, sefepim, sefpirom) mempunyai spectrum aktivitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman yang resisten terhadap generasi ketiga. Farmakokinetik Dari sifat farmakokinetiknya sefalosporin dibedakan dalam 2 golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor, sefpodoksim proksetil, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil, sefiksim, seftibuten, dan sefuroksim aksetil yang dapat dierikan secara per oral karena diabsorbsi melalui saluran cerna. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberiikan secara intravena karena menyebabkan iritasi local dan nyeri pada pemberian intramuskular. Sefalosporin juga melewati sawar sarah uri, mencapai kadar tinggi di cairan synovial dan cairan pericardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairam mata relative tinggi, tetapi tdak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dan proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal.

14

Efek samping Reaksi mendadak, yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil. Dengan demikian pada pasien dengan alergi penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaann sefalosporin atau jika sangat diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang. Sefalosporin bersifat nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian sefaloridin 4 g/hari. Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Selain itu dapat terjadi perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia, dan disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian moksalaktam. 3.2.1.2 Aminoglikosida Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus lainnya. Senyawa aminoglikosid dibedakan dari gugus gula amino yang terikat pada aminosiklotol. Yang termasuk golongan aminoglikosid diantaranya: Streptomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, neomisin, framisetin, dan paromisin. Farmakodinamik Mekanisme kerja Mekanisme kerja aminoglokosida adalah dengan penghambatan biosintesis protein melalui ikatan pada subunit 30S. Selain itu menyebabkan salah baca mRNA, yang mengakibatkan

15

pembentukan protein nonsense. Namun efek bakterisid senyawa senyawa ini disebabkan oeh gangguan permeabilitas dari membran sitoplasma. Spektrum Aktivitas Spektrum aktivitasnya sedang, terutama pada bakteri gram negatif, yang penting adalah efek dari senyawa senyawa baru terhadap kelompok Pseudomonas Efek samping Aminoglikosida berefek samping ototoksik dan nefrotoksik karena kumulasi selektif di perilimfa telinga sebelah dalam dan dengan ikatan pada asam fosfolipid di mikrovili tubulus proksimal. Terjadi Relaksasi otot, serta sensibilisasi disertai perkembangan alergi terhadap golongan obat ini. 3.2.1.3 Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan Kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya sangat pahit. Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat. Mekanisme kerja Kloramfenikol berjalan dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil-transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein kuman. Farmakokinetik Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang

16

diberikan oral telah diekskresi melalui ginjal. Dari seluruh kloramfenikol yang diekresi melalui urin, hanya 5-10% dalam bentuk aktif. Efek samping Efek samping dari kloramfenikol, antara lain depresi sumsum tulang yang reversible dan berhubungan dengan besarnya dosis yang diberikan ; depresi eritropoesis; leucopenia, trombositopenia dan peningkatan kadar serum iron. 3.2.1.4 Tetrasiklin Mekanisme Kerja Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya, paling sedikit terjadi 2 proses masuknya AB ke dalam ribosom bakteri Gram negative : Pertama, difusi pasif mllui kanal hidrofilik ; Kedua, mllui sistem transport aktif. Setelah masuk AB berikatan secara reversibel dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNAaminoasil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida dan akibatnya sintesis protein berhenti. Farmakokinetik Absorpsi 30-80% diserap lewat saluran cerna, sebagian besar terjadi di lambung & usus halus bagian atas. Faktor penghambat : makanan dlm lambung (kec minosiklin & doksisilin), pH tinggi, pembentukan kelat(kompleks tetrasiklin dgn zat lain yg sukar diserap) diberikan sebelum/2 jam setelah makan. Distribusi Dalam plasma, semua terikat protein plasma dlm jumlah variasi ; Dalam CSS, kadar tetrasiklin hanya 10-20% kadar dlm serum ; Ditimbun dalam RES di hati, limpa, sumsum tulang, dentin dan email gigi yang belum bererupsi. Metabolisme Tidak dimetabolisme secara berarti di hati. Doksisiklin dan minosiklin mengalami metabolisme di hati yang cukup berarti sehingga aman diberikan pada pasien gagal ginjal

17

Ekskresi

Diekskresi

mllui

urin

berdasarkan

filtrasi

glomerolus. Ekskresi oleh hati ke dalam empedu, yang diekskresi ke dalam lumen usus mengalami siklus entero hepatik, yang tidak diserap diekskresi lewat tinja. Efek Samping Iritasi lambung ; Tromboflebitis; Kelainan darah; Disgenesis ; perubahan warna permanen dan karies gigi ; Sindrom Fanconi ; Meningkatkan kadar ureum, pada gagal ginjal dapat terjadi azotemia ; Peninggian tekanan intrakranial. 3.2.2 Berdasarkan mekanisme kerja Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotic dapat dikelompokan dalam lima kelompok, seperti berikut. 1. Antibiotic yang menginhibisi sintesis atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel bakteri, sehingga menghilangkan kemampuan berkembang biak dan sering kali lisis - Penisilin; sefalosporin - Sikloserin; vankomisin; ristosetin; basitrasin 2. Antibiotic yang bekerja langsung terhadap membrane sel, memperngaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan senyawa intraseluler. - Polimiksin; kolistimetat - Antifungus polien; nistatin; amfoteresin B 3. Antibiotic yang mengganggu fungsi ribosom bakteri, sehingga menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversible - Senyawa bakteriostatik kloramfenikol; tertrasiklin; antibiotic makrolida: eritromisin; linkomisin; klindamisin 4. Antibiotic yang difiksasi pada subunit ribosom 30s menyebabkan timbunan kompleks pemula sintesis protein, sehingga salah tafsir kode mRNA dan memproduksi polipeptida abnormal - Antibiotic aminoglikosida yang bersifat bakterisid

18

5. Antibiotic yang mengganggu metabolisme asam nukleat - Rifampin, menginhibisi RNA polymerase yang dependen DNA. Metoda analisis farmakologi molecular kemungkinan dapat diutarakan bahwa antibiotic dapat mempengaruhi perkembangan bakteri pada enam lokasi, yaitu: Dinding sel bakteri Membrane sitoplasma Replikasi DNA Transkripsi DNA Translasi mRNA Metabolisme intermediet 3.2.3 Berdasarkan manfaat dan sasaran kerja Berdasarkan manfaat dan sasaran kerjanya dapat dibedakan tiga kelompok antibiotic. 1. Antibiotic yang terutama bermanfaat terhadap kokus gram + dan basil, cenderung memiliki spectrum aktivitas yang sempit. - Penisilin G; penisilin semi sintetik yang resisten terhadapa penisilinase - Makrolida; linkomisin; vankomisin; basitrasin. 2. Antibiotic yang terutama efektif terhadap basil aerob gram - Aminoglikosida - Polimiksin 3. Antibiotic yang secara relative memiliki spectrum kerja yang luas, serta bermanfaat terhadap kokus gram + dan basil gram - Penisilin spectrum luas (ampisilin; kabernisilin) - Sefalosporin - Tetrasiklin - Kloramfenikol

19

3.2.4 Berdasarkan daya kerja Dari segi daya kerjanya, antibiotic dapat dibedakan dalam kelompok antibiotic bakteriostatik dan antibiotic bakterisidik. Kelompok yang pertama menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri, kelompok yang kedua bekerja mematikan bakteri tersebut. Daya kerjanya ini nampaknya berkaitan pula dengan mekanisme kerja antibakteri tersebut. Antibakteri yang bekerja menghambat sintesis protein bakteri, ternyata bakteriostatik (kelompok tetrasiklin; kloramfenikol; eritromisin; linkomisin). Antibiotic yang bekerja menghambat biostesis dinding sel bakteri, rupanya bersifat bakterisid ( penisilin dan derivatnya; absitrasinl kelompok aminiglikosida; polimiksin; rifampisin). Karena sintesis dinding sel bakteri terganggu, luar dan di dalam sel yang mengakibatkan kehancurannya. Suatu bakteri bersifat bakteriostatik atau bakterisid ditentukan pula oleh dosis yang diberikan. Pada dosis rendah antibakteri kelompok bakterisid dapat bersifat bakteriostatik atau tidak bekerja sama sekali. Sebaliknya, antibakteri yang bersifat bakteriostatik, seperti tetrasiklin dan kloramfenikol, bersifat bakterisid pada dosis tinggi. Antibakteri bakteriostatik dapat digunakan pada serangan infeksi yang akut, ketika jumlah antibody dalam tubuh masih memadai dan pada infeksi yang ringan. 3.3 Analgesik Anti-Inflamasi 3.3.1 Sifat Dasar Obat Anti-Inflamasi Non Steroid 3.3.1.1 Efek Farmakodinamik Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat obat tersebut, misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifalt anti inflamasinya lemah sekali.

20

3.3.1.2 Efek Analgesik Obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan itensitas rendah sampai sedang misalnya mualsakit kepala, misalgia, antralgia dan nyeri lain yang berasal dari integumen terutama terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasiEfek analgesik jauh lebih lemah di bandongkan denga efek analgesik opiat. Bedanya obat irip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Obat mirip aspirin hanya mengubah presepsi mediator sensorik nyeri , tidak mempengaruhi sensorik lain. 3.3.1.3 Efek Antipiretik Obat yang mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keaadaan demam walaupun kebeanyakan obat ini memeperlihatkan efek antipiretik in vitro rutinatau terlalu lama. 3.3.1.4 Efek Anti-Inflamasi Kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru lebih di manfaatkan sebagai anti inflamasi padapegobatan kelainan muskuluskeletal misalnya artritis reumatoid, osteoritis dan spondilitis ankilosa, tetapi harus diingat gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskulusskeletal ini. 3.3.1.5 Efek Samping Efek samping obat anti-inflamasi ini, antara lain: kebanyakan obat anti inflamasi ini bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul pada sel yang bersifat asam misalnya lambung,ginjal, dan jaringan tidak seuanya berguna

senagai anti piretik karena brsifat toksik bila di gunakan secara

21

inflamasi. Berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna ginjal, dan hati. Efek yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadanag di sertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Efek samping lainnnya yaitu gannguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tambahana A2 (T x A2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. 3.3.2 Pembahasan Obat 3.3.2.1 Salisilat Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asesotal atau asam aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Mekanisme Kerja Efek antipiretik dan anti-inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi. Aspirin juga menekan rangsang nyeri pada daerah subkortikal yaitu thalamus dan hipotalamus. Farmakokinetik Pada pemberian oral, sebagai salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Absorpsi pada pemberian secara rectal, lebih lambat dan tidak sempurna sehingga cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat

22

gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas. Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan synovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Farmakodinamik Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang banyak digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Dosis toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan terjadi demam dan hiperhidrosis. Efek Samping Efek samping terhadap pernapasan Efek salisilat pada pernafasan penting dimengerti, karena pada gejala pernapasan tercermin seriusnya gangguan keseimbangan asam basa dalam darah. Salisilat merangsang pernapasan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian PCO2 akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun.Meningkatnya vantilasi ini pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih dalam sedangkan frekuensi hanya sedikit bertambah. Efek samping terhadap keseimbangan asam-basa Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida yang dihasilkan selanjutnya mengakibatkan perangsangan pernapasan sehingga karbondioksida dalam darah tidak meningkat.

23

Efek samping terhadap saluran cerna Peredaran darah lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian kronik. 3.3.2.2 Para Aminol Fenol Derivatnya adalah Asetaminofen dan Fenasetin. Khasiat antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen juga merupakan metabolit fenasetin dan khasiatnya sama dengan fenasetin. Mulanya termasuk obat bebas, tetapin sejak tahun 1978 digolongkan sebagai obat keras. Farmakokinetik Bila diberikan per oral secara cepat dan sempurna diserap melalui saluran cerna. Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai setelah jam pemberian. Waktu paruhnya 1-3 jam. Didistribusikam ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma sebagian terikat protein plasma, 25% untuk asetaminofen dan 30% untuk fenasetin. Metabolisme oleh enzim mikrosom dalam hati; 80% terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Juga mengalami hidroksiklasi dan hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis. Diekskresikan melalui ginjal; sebagian berupa asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Farmakodinamik Efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, kareana itu tidak digunakan sebagai antirematik seperti salisilat. Efek Samping Reaksi alergi : jarang terjadi, berupa eritem, urtikaria atau bila lebih berat dapat timbul demam dan lesi mukosa. Efek samping lain dapat berupa : (a) Anemia hemolitik pada pemakaian kronik. Terjadinya karena mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan

24

terjadi metabolit-metabolit yang abnormal. (b) Methemogobinemia dan Sulfohemoglobinemia pada pemakaian dosis besar. 3.3.2.3 Parasetamol Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung. Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain. Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. Farmakokinetik Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kirakira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari

25

glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati. Farmakodinamik Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. Semua penghambatan obat analgetik non opioid bekerja melalui siklooksigenase. Parasetamol menghambat

siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik.

26

Efek Samping Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal. Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak. Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik. Indikasi Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang. Kontra Indikasi Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini. 3.3.2.4 Kaflam (Natrium Diklofenak) Kaflam adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang mengandung garam kalium dari diklofenak. Obat ini memiliki efek analgesic dan antiinflamasi.

27

Farmakodinamik Dan Farmakokinetik Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah satu tekonologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransi diklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada drug delivery System telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis Indonesia. Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan Sustained-Release ) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zak aktif terbagi dalam ratusan unit sferis kecil ( pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastrointestinal dari obat AINS. Efek Samping Efek Samping pada Saluran pencernaan Kadang- kadang : nyeri epigastrum, gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dyspepsia, perut kembung, anoreksia. Jarang : perdarahan saluran pencernaan ( hematemesis, melena, tukak lambung dengan atau tanpa perdarahan/ perforasi, diare berdarah )

28

Sangat jarang : gangguan usus bawah seperti nonspesifik haemorrhagic colitis dan eksaserbasi colitis ulseratif atau chrons disease, stomatitis aphthosa, glositis, lesi esophagus, konstipasi. Efek Samping pada Saluran saraf pusat dan perifer Kadang- kadang : sakit kepala, pusing, vertigo Jarang : perasaan ngantuk Sangat jarang : gangguan sensasi ternasuk parestesia, gangguan memori, disorientasi, gangguan penhlihatan ( blurred vision, diplopia ), gangguan pendengaran, tinnitus, insomnia, iritabilitas, kejang, depresi, kecemasan,mimpi buruk, tremor, reaksi psikotik, gangguan perubahan rasa. Efek Samping pada Kulit Kadang-kadang : ruam atau erupsi kulit Jarang : urtikaria Sangat jarang : erupsi bulosa , eksema, eritema multiforme, SSJ, lyell syndrome (epidermolisis toksik akut ), eritrodema ( dermatitis exfoliatif ), rambut rontok, reaksi fotosensitivitas, purpura termasuk purpura alergik Penggunaan Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi-kondisi akut sebagai berikut : Nyeri inflamasi setelah trauma seperti terkilir, Nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi gigi atau tulang. Kontraindikasi Hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid lainnya. 3.4 Anestesi Lokal Anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperature dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi

29

motorik. Bila hanya sebagian dari tubuh yang terpengaruh, dapat digunakan istilah anestesi local atau analgesia local. Anestesi local menghambat impuls konduksi secara reversible sepanjang akson saraf dan membrane eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama pembangkit potensial aksi. Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk menghambat sensasi sakit dari atau impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh tertentu. 3.4.1 Farmakokinetik Anestesi local biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan dihambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak begitu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi sama seperti pada anestesi umum terhadap SSP dan toksisitas jantung. Absorpsi Absorpsi sistemik suntikan anestesi local dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain: Dosis Tempat suntikan Ikatan obat-jaringan Adanya bahan vasokonstriktor Sifat fisiokimia obat Aplikasi anestesi local pada daerah yang kaya vaskularisasi menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat yang perfusinya jelek. Untuk anestesi regional yang menghambat saraf yang besar, kadar darah maksimum anestesi local menurun sesuai dengan pemberian yaitu: interkostal (tertinggi)kaudalepiduralpleksus brakialissaraf isciadikus (terendah). Distribusi Anestesi local amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian lobus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin 30

terjadi dalam lemak. Setelah fase distribusi awal yang perfusinya tinggi seperti otak, hati, ginjal dan jantung diikuti oleh fase distribusi lambat yang perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester maka distribusinya tidak diketahui. Metabolisme dan Ekskresi Anastesi local diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi local yang bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal. Tipe ester anestesi local dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Ikatan amida dari anestesi local amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) editokain lidokain mepivakain bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi local tipe amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang berat. 3.4.2 Farmakodinamik

31

Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi local adalah sebagai berikut: Mekanisme Kerja Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringan tersebut. Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase. Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi.

32

Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu. Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.

Aksi Terhadap Saraf Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir. Durasi Obat Secara teoritis, lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk operasi. Namun, pada prakteknya, durasi anestesi biasanya lebih lama dari pada durasi yang diperlukan untuk prosedur perawatan gigi. Penambahan vasokonstriktor pada larutan anestesi local akan mempengaruhi durasi anestesi. 3.4.3 Efek Samping

33

Obat anestesi lokal mempengaruhi fungsi semua organ dengan menghambat transmisi dan konduksi impuls, oleh karena itu obat anestesi lokal mempunyai efek penting pada susunan saraf pusat, ganglion otonom, neuromuscular junction dan semua jenis otot. Efek toksik yang terjadi berbanding lurus dengan dosis/konsentrasi obat anestesi lokal yang masuk ke dalam sirkulasi. Pada Sistem saraf pusat Obat anestesi lokal dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat (SSP), kelelahan dan tremor, serta kejang klonik. Secara umum, obat anestesi lokal yang lebih poten lebih cepat menyebabkan kejang. Stimulasi diikuti oleh depresi SSP dapat menyebabkan disebabkan oleh kegagalan pernafasan. Gejala stimulasi diikuti depresi SSP disebabkan obat anestesi lokal menekan aktifitas neuron pada fase eksitasi. Penggunaan obat anestesi secara sistemik dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan atau tanpa tanda awal stimulasi SSP. Konsentrasi obat mungkin meningkat secara cepat sehingga mencapai seluruh saraf yang tertekan secara simultan. Jalan nafas harus diperhatikan dan pemberian oksigen merupakan langkah terapi terpenting pada intoksikasi lanjut. Benzodiazepin atau barbiturat intravena merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menghilangkan kejang. Keluhan yang sering ditemukan pada penggunaan obat anestesi lokal adalah mengantuk, sedangkan lidokain dapat menyebabkan euforia dan kejutan otot. Lidokain dan prokain dapat menyebabkan kehilangan kesadaran yang ditandai dengan gejala sedasi. Kokain secara khusus mempengaruhi tabiat dan perilaku, oleh karena itu kokain sering disalahgunakan. Vasovagal Vasovagal merupakan efek samping anestesi karena stimulasi N. Vagus, hal ini disebabkan peningkatan tonus saraf parasimpatis. Manifestasi reaksi vasovagal adalah rasa cemas, nyeri kepala, sinkop, diaforesis, bradikardi dan hipotensi. Posisi trendelenburg dapat mengurangi gejala kematian yang biasanya

34

vasovagal dengan cepat, sedangkan untuk menghindari reaksi vasovagal dianjurkan dalam posisi berbaring. Pada Sistem kardiovaskuler Obat anestesi lokal mempengaruhi sistem kardiovaskuler karena absorbsi sistemik. Tempat kerja utama obat anestesi lokal adalah pada miokardum yaitu dengan cara menurunkan eksitasi listrik, frekuensi konduksi, dan kekuatan kontraksi. Kebanyakan obat anestesi lokal menyebabkan dilatasi arteriol. Efek terhadap kardiovaskuler biasanya ditemukan pada konsentrasi tinggi dalam sirkulasi. Dosis rendah obat anestesi lokal dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan kematian, hal ini disebabkan karena pengaruhnya pada pacemaker atau awitan mendadak fibrilasi ventrikel. Bupivakain dapat menyebabkan takikardi dan fibrilasi ventrikel. Lidokain dan prokain dapat juga digunakan sebagai obat antiaritmia. Pada Otot polos Obat anestesi lokal menekan kontraksi otot polos usus, dan menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan bronkus, meskipun pada konsentrasi rendah awalnya menyebabkan kontraksi. Obat anestesi lokal dapat meningkatkan bising usus dan menurunkan kontraksi otot uterus. Hipersensitifitas terhadap obat anestesi lokal Obat anestesi lokal jarang menyebabkan reaksi hipersensitifitas. Reaksi dapat berupa dermatitis kontak alergika atau berupa serangan asma. Reaksi alergi harus dibedakan dengan efek samping toksik atau akibat vasokonstriktor yang ditambahkan pada obat anestesi lokal. Reaksi hipersensitivitas sering ditemukan akibat obat anestesi lokal golongan ester dan turunannya. Sebagai contoh, individu yang sensitif terhadap prokain juga bereaksi terhadap obat anestesi lokal dengan struktur kimia yang sama, misalnya tetrakain, serta metabolitnya. Golongan amida jarang menyebabkan reaksi hipersensitifitas, kecuali metilparaben. Obat anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor juga dapat menyebabkan reaksi alergi karena mengandung sulfida.

35

3.4.4 Penggolongan Obat Anestesi Lokal Anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu ester dan amnida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis, oleh enzim mikrosom hepar dan diekskresi melalui ginjal, sehingga waktu kerjanya cepat hilang. Sementara amnida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama. Obat anastesi golongan ester yaitu kokain, benzokain, kloroprokain, prokain, tetrakain. Golongan amnida termasuk obat seperti bupivakain, dibukain, lidokain, mepivakain, dan prilokain 3.4.4.1 Obat Golongan Ester 3.4.4.1.1 Kokain Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun Erythroxylon coca dan spesies Erythroxylon lain. Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit. Contoh: Fentanil Farmakodinamik Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat. Kokain adalah perangsang korteks yang kuat. Efek kokain pada batang otak menyebabkan peningkatan frekuensi napas. Pusat vakomotor dan pusat muntah juga mungkin terangsang. Perangsangan ini disusul oleh depresi yang mula-mula terjadi pada pusat yang lebih tinggi, dan ini mungkin sudah terjadi sementara bagian sumbu serebrospinal yang lebih rendah masih pada stadium perangsangan. Efek euphoria terjadi karena penghambatan dopamine di sinaps susunan saraf pusat. Kokain dosis kecil memperlambat denyut jantung akibat perangsangan pusat vagus, pada dosis sedang denyut jantung bertambah karena perngsangan pusat simpatis dan

36

efek langsung pada sistem saraf simpatis. Pemberian kokain IV dosis besar dapat menyebabkan kematian mendadak karena payah jantung sebagai akibat efek toksik langsung pada otot jantung.Pemberian kokain sistemik menyebabkan penurunan tekanan darah walaupun awalny naik karena vasokontriksi dan takikardi. Vasokontriksi dikarenakan perangsangan vasomotor secara sentral. Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan suhu badan disebabkan oleh 3 faktor yaitu (1)penambahan aktivitas otot akan meninggikan produksi panas; (2)vasokontriksi menyebabkan berkurangnya kehilangan

panas; dan (3) efek langsung pada pusat pegatur suhu. Pada keracunan kokain dapat terjadi pireksia. Efek lokal kokain yang terpenting yaitu kemampuannya untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas. Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan kokain hidroklorida digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat diabsorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis. Farmakokinetik Meski vasokontriksi lokal dapat menghambat absorpsi kokain, kecepatan absorpsi masih melebihi efek detoksikasi dan ekskresinya sehingga kokain sangat toksik.

37

Kokain diabsorpsi dari segala tempat termasuk selaput lendir. Pemberian oral kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis. Sebagian besar kokain mengalami detoksifikasi di hati, dan sebagian kecil diekskresi bersama urin secara utuh. 3.4.4.1.2 Prokain (Novokain) Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%, blok saraf: 12%, dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama dagang novokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja pendek maka penggunaannya sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan kadang- kadang untuk anestesi blok saraf. Di dalam tubuh prokain akan dihidrolisis menjadi PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik. 3.4.4.1.3 Kloroprokain (nesakin) Derivat protein dengan masa kerja lebih pendek. 3.4.4.1.4 Benzokain Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air sehingga relative tidak toksik. Benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan menimbulkan anestesia yang cukup lama. Sediaannya berupa salep dan supposutoria. 3.4.4.1.5 Tetrakain

38

Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Pada pemberian intravena, zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada prokain. Obat ini digunakan untuk segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata digunakan larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok larutan 2%. Pada anestesia spinal, dosis total 10-20mg. Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. Namun bila diperlukan masa kerja yang panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain.

3.4.4.2 Obat Golongan Amnida 3.4.4.2.1 Bupivakain (markain) Struktur mirip lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin adalah butyl piperidin. Merupakan anestetik local yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini, bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pasca pembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na jantung selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolic. Manifestasi klinik berupa

39

aritmia ventricular yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian buvikaian dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan bupivakain sulit diatasi, dan pertambahan berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anesthesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan untuk paravertebral. anesthesia Tanpa infiltrasi epinefrin, adalah dosis sekitar maksimum 2mg/kgBB. 3.4.4.2.2 Dibukain Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali untuk anestesia spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1%. 3.4.4.2.3 Lidokain (lignokain, xylokain, lidones) Farmakodinamik Lidokain (xilokain) adalah anestetik local kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari anestetik local golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia tanpa infiltrasi, sedangkan tetapi larutan kecepatan 1,0-2% absorpsi untuk dan anesthesia blok dan toikal. Anestetik ini efektif bila digunakan vasokonstriktor,

40

toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik local golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin (1:50.000 sampai 1:200.000). Farmakokinetik Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cerna dan saluran pernapasan serta dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik local. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin. Efek Samping Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya bangkitan. terhadap SSP, misalnya mengantuk, lidokain pusing, yaitu parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan Mungkin sekali metabolit monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebih dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. 3.4.4.2.4 Mepivakain HCL Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivakain ini digunakan

41

untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal. 3.4.4.2.5 Prilokain HCL Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang novokain. Selama lebih dari 50 tahun, obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik local suntikan; namun kegunaannya kemudian terdesak oleh obat anestetik lain, lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman disbanding dengan prokain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena blokade regional lebih aman. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin. Methemoglobinemia ini umum terjadi pada pemberian dosis total melebihi 8 mg/kgBB. Efek ini membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia suntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan 3,0%.

42

BAB IV KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, melalui proses kimia khususnya reseptor. Farmakologi terutama terfokus pada dua subdisiplin yaitu farmakodinamik dan farmakokinetik. Dalam farmakodinamik membahas tentang efek obat didalam dan terhadap suatu organisme, sedangkan farmakokinetik menguraikan apa yang terjadi dengan suatu zat di dalam organisme.

43

DAFTAR PUSTAKA De Brac ME, Elseviers MM. Analgesic neprhopathy NE JM 1998;338(7):446-52 Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI Neal MJ. 2006. Farmakologi Medis. 70-71. Jakarta: Erlangga. Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta : EGC.

44

Anda mungkin juga menyukai